Valerie mengulat. Senin pagi. Saatnya ia bekerja kembali. Valerie melihat ke arah jam di kamarnya, baru pukul 2. Ia masih memiliki banyak waktu.
Semalam, Valerie tertidur terlalu cepat, sekitar pukul 7, jadilah ia bangun terlalu dini. Valerie menguncir rambutnya, membawa hpnya bersamanya dan keluar dari kamarnya. Valerie meletakkan hpnya di atas meja, mengambil gelas yang berukuran sedang. Membuka toples kopi, menuangkan kopi 3 sendok dan gula pasir 1 sendok. Menyeduhnya dengan air panas sedikit, dan sisanya di masukkannya es batu.Es kopi kesukaan Valerie sudah siap dinikmati. Ia tidak peduli pagi, siang, sore atau malam, es kopi tetaplah juaranya. Valerie duduk di meja makan, menikmati kopi sambil membuka hpnya. Ada 1 pesan dari Risko yang belum ia buka semalam.-Oke goodnight Valerie. Have a very best dream-Valerie tersenyum membaca pesan dari Risko. Hari Sabtu, mereka mengobrol sampai sore sekali, sampai Valerie hampir lupa mengeluarkan pudding yang sudah ia buat. Mengobrol dengan Risko benar-benar menyenangkan. Valerie merasa Risko benar-benar dirinya dalam versi cowo. Namun Risko berbeda dengan dirinya, jika dirinya masih sangat ingin didengarkan, Risko adalah pendengar yang sangat baik. Risko mendengar dan ingin mengetahui semua cerita Valerie. Tidak memotong ketika Valerie dengan antusiasnya bercerita mengenai kecintaannya dengan dunia kuliner.Pikiran Valerie kembali melayang ke hari Sabtu dimana ia dan Risko saling bertukar pikiran.“Kalo saya buka usaha kuliner, menurut kamu yang paling cocok apa?” tanya Valerie kepada Risko.“What you love the most?” tanya Risko balik.“I love every food,” jawab Valerie polos.“Kalo gitu, yang kamu expert luar biasa,” kata Risko lagi.“Saya bisa hampir semua masakan sih…” Valerie menjawab agak ragu kali ini.“Hm.. Saya juga bingung nih. Masalahnya saya juga baru aja nyobain masakan kamu yang tadi. Dan itu semuanya enak. Spageti yang makanan western enak, sedangkan ayam bakar dan sambelnya juga enak.” Risko terdiam sesaat. Ia berfirkir. Valerie juga berfikir, hening menyelimuti mereka berdua.Lama kelamaan obrolan ini berubah dari obrolan santai jadi brainstorming untuk membuka usaha. “Gimana kalo kamu kasih saya sample beberapa makanan yang kamu paling, paling, paling, suka dan jago, trus saya kasih nilai?” tawar Risko.“Hemm ini sih kayaknya modus aja biar kamu makan masakan saya terus ya?” tanya Valerie.“Yaaa saya sih Cuma mau coba bantu kamu aja,” ujar Risko cuek.“Hahaahha bisa aja. Yaudah nanti kalo saya lagi bangun pagi dan kalo saya ga mager, saya kasih kamu sample beberapa makanan saya ya,” ujar Valerie.“Besok kamu ada acara?” tanya Risko.“Ada,” jawab Valerie.“Hm yaudah,” jawab Risko lemas.“Kamu ga tanya acaranya apa?” tanya Valerie. Risko mengerutkan dahinya.“Emang apa?” tanya Risko.“Rebahan di rumah hahaha,” jawab Valerie.“Apa sih kamu, hahaha. Kamu bener-bener beda ya sama waktu kita meeting,” jawab Risko.“Bedanya?” tanya Valerie.“Kalo sekarang, kamu manusia. Bisa ketawa, bisa nyebeli,n, waktu meeting mah kamu robot, Cuma bisa kerja, ngomongin bisnis, trus senyumnya formalitas.”“Yah, kamu juga. Kalo sekarang kamu beneran manusia, waktu itumah mesin,” kata Valerie.“Hahahaha,” Risko tertawa keras.“Ya kita emang harus gitu kan, bisa menempatkan diri. Saya manusia biasa kok kalo diluar pekerjaan. Tapi kalo dalam pekerjaan ya saya hanya menjalankan peran sebagaimana saya harus berperan dan bekerja, betul begitu Bapak Risko?” tanya Valerie.“Betul sekali Ibu Valerie,” kata Risko. Valerie tersenyum. Risko benar-benar hangat. Betul kata Risko, ia memang seperti robot ketika di pekerjaan, makanya mungkin itu yang membuat para laki-laki takut mendekatinya, karna mereka kira Val akan sedingin ketika di pekerjaan, padahal tidak. Mereka saja yang tidak mau repot-repot untuk mengenal Val lebih jauh.“Kenapa nanya besok ada acara atau gak?” tanya Valerie.“Mau ngajak kamu ke resto burger keluarga saya,” jawab Risko singkat.“Oh yaah sayang banget. Tadi bercanda hehe aku beneran ada acara besok, sama Intan. Emang Cuma sebentar sih, tapi selebihnya aku mau istirahat. Sebelum nanti senin aku perang lagi sama klien dan semua berkasnya,” jawab Val.“Oke no problem. Next time ya,” ujar Risko.“Iyaa, next time saya janji saya akan kesana, sama kamu. Saya mau belajar banyak sama keluarga kamu,” ujar Valerie.***Valerie membuat masakan sangat sederhana pagi ini, omelete. Tidak sampai 15 menit omeletenya sudah jadi. Valerie memakan omelete sambil mendengarkan lagu Westlife kesukaannya. Selesai makan , ia merapihkan piring seperti biasa. Valerie melirik jam. Masih pukul setengah 5. Masih terlalu pagi jika ia harus berangkat kerja.Valerie akhirnya memutuskan untuk menghirup segarnya udara pagi di dekat rumahnya. Ia memakai kaos panjang dan celana training yang membungkus kaki jenjangnya dengan sempurna. Valerie mengikat rambutnya dan bersiap untuk berlari. Valerie membuka pintu rumahnya, ia hendak melakukan sedikit pemanasan di halaman rumahnya terlebih dahulu. Sayup-sayup terdengar suara tukang sayur. Wah Valerie kaget jika tetnyata tukang sayur di sini keluar amat pagi. Kebetulan, sebagian bahan makanan dirumahnya sedang habis, ia hendak memanggil tukang sayut tersebut.Namun langkahnya urung dilakukann, kala ia mendengar namanya di sebut oleh seorang ibu-ibu.“Si Val itu? Ah dia mah sering banget emang bawa cowo kerumahnya,” Valerie tertegun. Dirinya terpaku di tempatnya berdiri. Tukang sayur dan ibu-ibu itu mengobrol di rumah persis sampimhnya, mungkin karna masih subuh, jadi ia sampai bisa mendengarnya. “Dia itu belum nikah pasti karna ga ada yang mau sama dia. Ya gimana mau ada cowo yang mau kalo hampir setiap hari bawa cowo kerumah, deuhhh susah sih ya kalo anak gede ga pake didikan orang tua yaa gitu,” Valerie sudah hampir menangis. Ia benar memang sering ada laki-laki yang datang kerumahnya, namun tidak semua spesial. Val, Intan, dan pacar nya Intan memang sering main dirumahnya, karna merasa bebas dan tidak sungkan, mereka bisa tertawa tawa sampai pagi menonton film. Ternyata selama ini tetangga nya berfikir seperti itu.Dan kalaupun dia ingin melalukan One night stand, Valerir tidak pernah melakukannya di rumah, ia sudah pasti melakukannya di hotel, karna laki-laki yang ia kencani adalah laki-laki bermodal, bukan hanya sekedar menumpang di rumahnya. Dan, tanpa didikan orangtua? Meskipun Valerie jauh dari orangtuanya, mereka tetap selalu memonitor appa yang Val lakukan, mereka tau Val memiliki etika. “Masa sih?” sebuah suara menyahuti suara ibu-ibu sebelumnya.“Iyaaa Bu, orang dia juga kalo berangkat pagi, pulang tengah malem kadamg pagi. Liat deh dia punya mobil kan? Itu sih udah pasti dikasih sama ‘om’.”“Bu, ibu ngegosip aja nih,” kata si Mamang tukang sayur.“Ini bukan gosip atuh Mang, beneran ini sih. Ih saya mah kalo jadi orangtuanya malu anak umur segitu belom nikah. Mending anak saya, umurnya mah 10 taun kali lebih muda dari dia, tapi udah nikah,” ujar Ibu itu. Valerie ingat, ini adalah suara Bu RT. Benar, anaknya usianya baru 24 tahunan, dan sudah menikah dengan teman sebaya nya. Hamil diluar nikah. Ia mengetahui ini karna Tini, anak Bu RT ini pernah datang kerumahnya untuk meminjam uang untuk biaya anaknya. Suaminya tidak mau kerja dan Tini belum bisa bekerja karna sakit pasca melahirkan. Yang seperti itukah yang dibanggakan? Valerie benar-benar geleng kepala.Sungguh miris kenyataan bahwa di negaranya masih sangat judgmental bagi perempuan-perempuan yang dalam usia sudah lanjut namun belum ingin menikah.Bahkan mereka lebih malu jika anaknya berusia matang namun belum menikah karna banyak yang dipersiapkan daripada hamil diluar nikah dan hidup susah, bahkan harus sampai meminjam sana sini untuk memenuhi kebutuhan hidup.Valerie sudah tidak mood untuk berolahraga. Ia kembali masuk ke dalam rumah, mengemasi beberapa barang, bahkan beberapa baju ke dalam koper sedang kesayangannya, dan bergegas memasukkan kopernya ke dalam mobil. Mungkin malam ini ia tidak akan pulang, entah mau bermalam dimana, ia akan pikirkan nanti.Valerie berangkat ke kantor, berharap pikirannya akan teralihkan dengan setumpuk pekerjaan yang menumpuk. Valerie melewati kumpulan ibu-ibu yang masih berbelanja di tukang sayur, mereka terdiam melihat mobil Valerie lewat. Tersenyum padanya.Munafik, pikir Valerie.Setelah mobil Valerie lewat, mereka kembali melanjutkan menggunjing.“Tuh bener kan, pagi banget berangkatnya. Karyawan apaan berangkat jam segini coba, emangnya OB,” ucap salah satu ibu-ibu.“Ya mungkin kantornya jauh Bu, jadi berangkat pagi-pagi,” kata Si Tukang Sayur.“Ah si Mamang emang ga bisa nih kalo dibilangin. Ya bu yaa,” Ibu-ibu yang lain mengangguk mengiyakan.Valerie melihatnya dari kaca spion mobilnya, ia kembali kesal. Ia kesal karna beberapa fakta menyakitkan yang selama ini ia hindari.Pertama, fakta bahwa dirinya belum menikah bahkan takut untuk menikah atau sekedar memiliki komitmen. Kedua, fakta bahwa orang-orang mengira dirinya memiliki banyak uang karna bekerja yang bukan-bukan, padahal untuk mencapai p
“Ah selesai juga. Cepet kan kalo saya bantuin, coba tadi kamu sendirian pasti jam segini belum selesai cuci piringnya,” kata Valerie.“Bu, saya minta maaf ya sama sekali saya ga ada maksud buat nyuruh Bu Valerie bantuin saya cuci piring. Tangan Ibu jadi kotor pasti,” ucap Daus dengan nada panik.“Kamu kenapa?” Valerie yang bingung kenapa Daus sepanik itu.“Saya takut dipecat Bu, karna Bu Valerrie udah bantuin saya cuci piring,” ujar Daus.“Hahaha ga bakalan. Udah ah, saya mau masuk dulu ya. Mau ganti baju. Masa saya kerja pake kaos begini,” Valerie memang masih menggunakan kaos dan celana jeans. Ia membawa baju kerjanya, sengaja ia belum berganti pakaian agar ketika kerja, bajunya tidak lecek.Valerie masuk ke ruangannya, mengeluarkan dari tasnya baju kerja yang akan ia pakai. Hari ini ia akan memakai blouse berwarna pink dan celana hitam panjang. Hari ini tidak ada pertemuan dengan klie
“Ehm..”Valerie berdeham. Ia, Intan dan ketiga staffnya sudah duduk di ruang meeting. Suasana tegang menyelimuti mereka. Valerie yang memimpin meeting duduk di paling pojok, dimana semua peserta meeting dapat melihatnya secara langsung.Disa, Dewi dan Kumala hanya bisa menunduk, sama sekali tidak berani memandang Valerie. Aura Lady Boss yang keluar dari diri Valerie benar-benar kuat. Intan saja yang sahabatnya, tidak berani sama sekali menegur Valerie jika auranya sudah seperti ini.“Tadinya hari ini saya ingin meeting membahas kinerja dan pencapaian kita bulan lalu, namun saya urungkan karna ternyata ada hal yang lebih penting..” Suara Valerie menggantung di udara. Intan mengernyitkan dahi. Tidak biasanya Valerie mengesampingkan masalah kinerja, ia adalah orang paling strick dan tepat waktu yang ia tahu. Jika ada yang digeser atau dibatalkan, berarti hal ini benar-benar penting.“Barangkali ada yang belum tahu mengapa pembahasan kinerja saya geser, saya akan menceritakan sebuah kis
Selama menunggu Intan di mobil, Valeri membuka-buka pesan whatsapp. Ia melihat siapa saja klien-klien besar yang harus ia temui. Namun ia terdiam dan ingat bahwa ia tidak memakai pakaian yang cukup formal untuk bertemu klien besar.Ia kembali mengingat kira-kira klien yang bisa didatangi hanya dengan menggunakan pakaian semi formal. Ah Risko.Valerie membuka kontak Risko. Menekan tombol panggil. Diangkat pada panggilan kedua. Ini berarti Risko sedang tidak terlalu sibuk.“Yes Val,” jawab Risko.“Kalo saya ke kantor kamu sekarang untuk review hasil kerjasama kita selama sebulan, gimana?” tanpa basa-basi, Valerie langsung bertanya pada Risko.“Oh iya boleh, kebetulan saya lagi di kantor. Kamu udah tau kantor saya?” tanya Risko.“Belum tau, boleh tolong do share location?” tanya Valerie.“Oke habis ini saya shareloc” jawab Risko.“Oke,” ujar Valerie. Ia
Valerie berjalan bersama Risko ke parkiran mobil. Ia sudah memberikan kunci mobilnya kepada Intan. Intan sudah duluan pergi ke kantor, habis dari sini, ia yakin ia akan diberondong beribu pertanyaan oleh Intan. Biarlah. Kali ini, ia yakin bersama Risko bisa memulihkan moodnya hari ini.Risko sudah duduk di belakang kemudi, kali ini ia sengaja tidak memakai supir, ia ingin menemani Valerie. Ia yakin Valerie hari ini ke kantornya bukan untuk membahas dan mereview kerjasama mereka. Ia yakin suasana hati Valerie sedang tidak baik namun ia mencoba profesional.“Jangan lupa pake seatbelt ya, karna perjalanan kita agak jauh,” ujar Risko.“Emang kita mau kemana?” tanya Valerie.“Makan siang,” jawab Risko enteng.“Ya ampun cuma makan siang aja jangan jauh-jauh. Waktu makan siang itu Cuma 1 jam,” kata Valerie.“Saya yakin kok anak buah kamu akan lebih seneng kalo bosnya makan siang sedikit le
Dan Bu Rika mulai bercerita..Keluarga Risko bukanlah keluarga kaya raya. Dengan seorang ibu rumah tangga dan ayah seorang karyawan swasta, kehidupan mereka cukup. Risko dan kakaknya sekolah di sekolah negri biasa, dengan prestasi biasa, tidak terlalu pintar tapi juga tidak terlalu bodoh.Semua berjalan normal dan baik-baik saja, sampai akhirnya kerusuhan tahun 98 merenggut semua yang keluarga Risko punya. Ayah Risko kehilangan pekerjaan. Saat itu kakak Risko baru lulus SMP dan Risko masih kelas 5 SD.Kakak Risko, Kak Roni sampai harus menunda masuk ke SMA karna waktu itu keadaan keuangan keluarga Risko yang tidak memungkinkan. Risko masih melanjutkan sekolah di SD kelas 5. Ayah Risko dan Bu Rika berfikir keras bagaimana menyambung hidup dan melanjutkan sekolah anak-anak mereka.Karna jika Roni masuk ke SMA tahun depan, itu akan berbarengan dengan Risko yang masuk SMP, biaya akan semakin besar.“Sayang, kita harus gimana?” Tanya B
“Risko, jangan bilang ini.. Kedai burger keluarga kamu?!” Valerie hampir histeris.“Kamu pintar,” jawab Risko singkat“I swear to God Risko. Aku suka banget burger KS ini ya ampun. Terimakasih semesta, kamu baik sekali. Mempertemukan aku dengan owner dari kedai burger kesukaanku.”“Valerie, kamu ga keliatan kayak seorang manager yang galak kalo lagi kayak gini,” kata Risko.“Hahahaha, aku bukan manager marketing kalo lagi ketemu masakan.”“Kamu bahkan belum duduk Val,” kata Risko.Valerie menyadari ia masih berdiri sejak pertama kali masuk ke ruangan ini.“Ini ruangan khusus buat kalo ada keluarga yang dateng kesini,” ujar Risko seperti membaca pikiran Valerie.Terdapat tulisan KS burger di dindingnya. Dibuat dengan sangat elegan.“Kartomulyo Selaras...” Valerie bergumam lirih.“Kamu pintar
“Apa kita join aja?” tawar Bu Rika.“Hahaha duh udah-udah jangan aneh-aneh ah. Yuk Val balik kantor,” ujar Risko langsung menarik tangan Valerie.“Oke tante, aku balik kantor dulu ya, Risko rese nih. Nanti sabtu atau minggu aku kesini,” jawab Valerie.“Sipp, kamu hati-hati di jalan ya Val. Risko, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut,” pesan Bu Rika.“Iya Mah,” Risko mencium tangan Bu Rika, diikuti oleh Valerie.“Balik kantor dulu ya tante,” ujar Valerie.“Iya. Hati-hati yaa,” ujar Bu Rika seraya mengelus kepala Valerie. Ada hangat yang Valerie rasakan ketika tangan Bu Rika menyentuh pucuk kepalanya. Hampir saja ada setetes air jatuh dari matanya kalau saja Valerie tidak cepat-cepat menahannya.Selepas pamit dengan Bu Rika, Valerie cepat-cepat berjalan menuju mobil. Ia tidak ingin siapapun melihatnya seperti ini. Tidak. Valerie bukan perempuan yang mudah menangis. Ia harus kuat, ia independen.Risko yang heran melihat Valerie terburu-buru jalan ke arah mobil, langsung mengikuti. Ia mengir
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha