Dengan reflek, Valerie menarik tangan yang disentuh oleh Faris. Ia melihat Faris dengan tatapan sinis.“Pak Faris, berkas ini sudah selesai saya tandatangani, saya sudah memisahkan juga mana berkas untuk bapak, mana berkas untuk saya. Jika tidak ada lagi yang mau dibicarakan, saya mau permisi Pak,” ujar Valerie tegas.“Sebentar,” kata Faris. Ia keluar dari ruangannya, memanggil Anita, sekertarisnya.“Anita, ini ada berkas perjanjian perusahaan kita dengan perusahaan Bu Valerie. Tolong kamu segera tindak lanjuti dan beritahu kepada divisi-divisi terkait agar Kerjasama kita bisa segera kita mulai. Saya mau pergi sebentar, nanti saya balik lagi ke kantor ya,” ujar Faris.Faris kembali ke dalam ruang tunggu, dimana Valerie masih ada di dalam.“Yuk,” kata Faris.“Yuk apa?” tanya Valerie.“Kita ngopi dulu yuk di bawah,” ajak Faris.“Enggak usah. Saya udah ngopi tadi pagi.&
Valerie tidak menggubris panggilan dari Faris. Ia terlalu sibuk menikmati momen. Momen yang ia sangat rindukan. Momen dimana ia bisa Bersama Faris dan menjadi dirinya sendiri, tidak perlu menggunakan topeng, ia dicintai sebagaimana adanya dirinya.“Kita udah sampe Val..” ujar Faris.Valerie menoleh ke arah luar mobil. Sebuah tempat makan burger ternyata. Sebuah pilihan yang tepat, mereka bisa puas mengobrol sambil ngemil, tanpa repot harus focus ke makanan utama.Valerie mengikuti Faris masuk ke dalam kedai burger. Valerie langsung duduk di sebuah meja, sedangkan Faris ke meja kasir untuk memesan makanan untuk mereka berdua. Sebuah kebiasaan ketika mereka makan Bersama. Valerie akan menyerahkan kepada Faris mengenai makanan apa yang akan mereka pesan, ia tinggal duduk dan menikmati datangnya makanan.Faris sudah selesai memesan makanan. Ia menghampiri Valerie yang sudah standby di meja. Faris duduk di hadapan Valerie. Suasana seperti ini persis sepert
“Kamu tahu, siapa calon istri aku itu?” tanya Faris kepada Valerie.“Siapa?” tanya Valerie.“Rania.”“Rania yang temen aku?” tanya Valerie.“Yap bener banget. Aku lanjutin lagi ya..”-Faris terbelalak, dia kaget bukan main karna yang menjadi calon istrinya adalah Rania, teman SMA Valerie. Mereka kenal sebelumnya karena mereka pernah jalan bareng. Rania Bersama pacarnya, Valerie dan Faris.Rania, yang juga kaget karna orang yang dijodohkan dengannya adalah Faris. Faris pacar dari sahabatnya sewaktu SMA, Valerie. Faris dan Rania saling terbelalak untuk beberapa saat, kaget. Tidak karuan rasanya.Ijab Kabul akhirnya tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal, Faris tidak mau mempermalukan keluarganya di depan banyak orang jika ia mundur sekarang. Sepanjang acara, Rania dan Faris tidak berbicara satu sama lain, mereka masih kaget dan tidak tahu harus merespon seperti apa.“Akhirn
Pagi datang, Faris membuka matanya dan langsung keluar dari kamar. Hari ini dan sampai 5 hari ke depan, ia mendapat cuti dari Ayahnya, cuti bulan madu katanya.Cih..Faris melihat Rania sudah duduk manis di meja makan, sedang menyantap roti.“Ris, kalo mau bikin aja sendiri ya. Udah ada roti di meja pas gue bangun, fillingnya juga lengkap. Oh iya, ada satu mbak buat di rumah ini. Dia yang masak, dia yang beres-beres, pokoknya semuanya,” kata Rania.“Oke,” jawab Faris. Ia membuat roti tawar dengan keju parut kesukannya. Ia teringat Valerie yang sering sekali membuatkannya roti. Faris rindu Valerie. Ia tidak ingin Rania yang ada di depan matanya, berstatus sebagai istrinya, ia ingin Valerie.“Ris, gue masuk dulu ya, mau lanjut nulis,” ujar Rania.“Oh lo penulis?” tanya Faris.“Iya..” jawab Rania sambil tersenyum.Dan begitu saja aktifitas mereka setiap hari. Sibuk deng
Valerie bengong, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Faris. Susah payah dirinya bangkit dari keterpurukan ditinggalkan oleh Faris 3 setengah tahun yang lalu, kini luka itu kembali datang, membawa penjelasan yang membuat Valerie goyah.Tapi.. Dirinya juga tidak bisa terus-terusan berbohong. Banyak lelaki yang hadir dalam hidupnya, Valerie bukan tidak mencoba untuk mencari pengganti Faris, namun tidak ada yang bisa seperti Faris. Ternyata selama ini Valerie tidak sembuh, ia hanya menyembunyikan luka.“Val..” panggil Faris.Valerie tersentak. Kaget dari lamunannya akan lukanya sendiri.“Val. Kamu kenapa?” tanya Faris.“Faris, kita pulang aja yuk. Aku takut tangisku pecah di sini. Tempat umum, malu,” ujar Valerie pelan.“Yaudah yuk, aku anter kamu pulang,” ujar Faris. Valerie hanya mengangguk.3 jam dihabiskan Valerie dan Faris di kedai burger itu. Entah sudah berapa porsi burger dan kentang goreng, juga co
Valerie dan Faris semakin intens. Tanpa mereka sadari, dekapan semakin erat, kecupan semakin banyak.Valerie begitu merindukan perasaan ini. Perasaan di hargai, perasaan dicintai, perasaan dibutuhkan. Faris pun sama, ia begitu merindukan perasaan ini. Perasaan nyaman seperti kembali pulang. Semua kerinduan selama 3 setengah tahun akhirnya tertumpahkan malam ini.Valerie memang sering tidur dengan berbagai laki-laki setelah Faris, tapi tidak ada yang bisa memberikan rasa nyaman senyaman dengan Faris, tidak ada yang bisa membuat Valerie merasa segitu dicintai seperti dicintai Faris.Malam ini adalah malam mereka, malam dimana mereka kembali mengingat semua rasa yang tanpa mereka sadar, tidak pernah bisa terhapus. Valerie sadar, ia sudah melakukan kesalahan dengan kembali percaya dengan Faris, namun ia tidak peduli. Ia rindu Faris, ia rindu akan rasa ini.Perasaan yang akhirnya terluapkan, perasaan yang sudah sejak lama tidak bertuan. Perasaa
“Sekarang saya itu tulang punggung keluarga. Semua gaji saya habis buat keluarga, buat kebutuhan sehari-hari, buat bayar kebutuhan rumah, kayak listrik gitu gitu. Jadi ya tanggal segini jujur aja uang saya udah habis. Ngandelin dagangan Ibu di rumah yang warung sederhana buat sekedar ongkos.”Dewi membuka ceritanya kepada Valerie. Selama ini Dewi tidak pernah menceritakan tentang latar belakang keluarganya kepada siapapun, terutama di kantor. Bukan karena ia malu, ia hanya merasa itu tidak perlu, karena tidak akan berpengaruh juga kepada kualitas pekerjaannya.“Maaf ya Dewi, memangnya Ayah kamu kemana?” tanya Valerie.“Ayah saya udah di PHK Bu, kena PHK besar-besaran. Perusahaan ayah saya bangkrut, semua karyawan di PHK, pemilik perusahaan sampe jual semua assetnya, baik asset pribadi maupun asset perusahaan Cuma demi bayar pesangon dan gaji karyawan yang di PHK. Tapi itu udah 2 tahun yang lalu, sekarang uang pesangon ayah juga udah
“Sekarang saya itu tulang punggung keluarga. Semua gaji saya habis buat keluarga, buat kebutuhan sehari-hari, buat bayar kebutuhan rumah, kayak listrik gitu gitu. Jadi ya tanggal segini jujur aja uang saya udah habis. Ngandelin dagangan Ibu di rumah yang warung sederhana buat sekedar ongkos.”Dewi membuka ceritanya kepada Valerie. Selama ini Dewi tidak pernah menceritakan tentang latar belakang keluarganya kepada siapapun, terutama di kantor. Bukan karena ia malu, ia hanya merasa itu tidak perlu, karena tidak akan berpengaruh juga kepada kualitas pekerjaannya.“Maaf ya Dewi, memangnya Ayah kamu kemana?” tanya Valerie.“Ayah saya udah di PHK Bu, kena PHK besar-besaran. Perusahaan ayah saya bangkrut, semua karyawan di PHK, pemilik perusahaan sampe jual semua assetnya, baik asset pribadi maupun asset perusahaan Cuma demi bayar pesangon dan gaji karyawan yang di PHK. Tapi itu udah 2 tahun yang lalu, sekarang uang pesangon ayah juga udah
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha