Tanpa beringsut dari tempat tidur, Aku menjawab pertanyaan ayah.
"Iya, Ayah,"
Kurasakan tangan kekar ayah mengusap kepalaku, lantas mengecupnya.
"Semoga bahagia, Nak,"
Mampukah aku menerima perjodohan ini, pilihan ayah kuyakin tak salah tapi tanpa cinta? Bisakah?**
Dengan tergopoh kumasuki kelas, telat 3 menit. Beruntung pak Hadi belum masuk kelas."Tumben lu kesiangan?"
Aku menunjuk sepatu yang basah, menjawab tanya Rani. Sambil terus meniup niup sepatu.
"Abis ngapain lu?"
"Angkot sialan tadi brenti pas dijalan berlubang, masuk tuh kaki gue"
Kudengar Rani tertawa namun segera berhenti karena pak Hadi mengucap uluk salam dari luar.
"Tita, coba tulis jawaban peer kemarin," kata pak Hadi memerintahku. Aku langsung berdiri dan maju. Tanpa berlama-lama aku tulis semua jawaban pekerjaan rumah kemarin."Jawaban yang sama dengan Tita, berarti bener ya," seru pak Hadi.
Riuh suasana kelas, ada yang berseru "Yes" ada pula yang mengeluh "Hadah" dan itu artinya tidak dapat mengikuti ulangan matematika kali ini. Begitulah konsep pak Hadi dalam mengajar kami. Tak ikut ulangan maka harus ikut belajar dengan kelas lain yang sedang belajar matematika juga namun beda guru. Tak perduli itu kelas berapa. Dan pastinya malu jika dimasukan ke kelas 10.
Yang tersisa di kelas hanya 26 orang dari jumlah siswa 37 orang. Yang tidak mengikuti ulangan disebar di beberapa kelas.
"Siap semuanya, fokus, ada hadiah hiburan bagi yang berhasil menjawab benar semua, " kata pak Hadi mengumumkan.
"Horee...,"
"Pasti yang dapet, Shanum lagi," celetuk Rani. Aku menyenggol siku tangannya.
"Siapapun pokoknya"
Pak Hadi hanya memberikan waktu satu jam dalam menjawab soal ulangan. Aku, hanya butuh 25 menit saja untuk menjawab tujuh soal ulangan matematika ini. Bagiku, matematika itu ilmu pasti, satu ditambah satu harus dua jawabannya selain itu salah. Berbeda dengan Bahasa.
"Sudah satu jam, kumpulkan selesai tidak selesai."
Seisi kelas bergeming, menunggu hasil ulangan tadi. Bertanya-tanya siapa yang mendapat hadiah dari guru yang bagi sebagian siswanya itu killer.
"Oke, ada dua orang yang akan bapak kasih hadiah kali ini. satu, karena dia benar semua. kedua, karena progres siswa ini meningkat luar biasa,"Semua saling pandang, siapa siswa yang dimaksud pak Hadi. "yang benar semua sudah gak asing lagi, Tita Shanum, dan yang kedua Devan Adrian."what???? Devan Andrian? Siswa paling konyol di kelas ini.
Dia siswa yang paling seneng bikin aku keki. Rani senggol-senggol tanganku sambil berbisik "cie"
"ayo, Tita sama Devan kemari," panggil pak Hadi. Aku dan Devan menghampiri, Alhamdulillah dapat bingkisan dari guru yang beda dari yang lain itu.
"Terima kasih, Pak."
***
Depan gerbang sekolah, sudah menunggu seorang cowok berpenampilan rapi. Meski wajahnya terlihat seram tapi dia tampan.
"Siang, Ta," sapanya menyunggingkan senyum."Siang, Ken."
"Kamu gak kuliah?" tanyaku sambil masuk ke mobil pajero putih.
"Sudah ko,"
Agak kaku aku duduk di sebelah Kenzo, Dia sesekali melirikku. Ah, ayah kenapa ayah jodohkan aku dengan cowok kulkas macam Kenzo. Harus aku terus yang memulai pembicaraan dengan topik yang aku sendiri males cerita.
"Kenapa kamu mau dijodohkan sama saya?" akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari bibir cokelat kehitaman Kenzo.
"Ayah gak akan salah pilih." kujawab sambil melempar muka ke samping kiri. Lantas kudengar Kenzo tertawa renyah sekali.
"Bapakmu salah, Ta, aku gak sebaik yang kalian kira"
Aku hanya menyimpulkan senyum menanggapinya. Tak mungkin juga lelaki soleh mengaku soleh, pikirku.
"Mau makan dulu?" tawarnya.
Aku mengangguk, "Boleh"
Kenzo memarkirkan mobilnya di sebelah timur caffe terdekat dari rumahku.
Pas keluar dari mobil, Kenzo dihampiri dua orang lelaki berperawakan atletis sama seperti Kenzo.
"Bos, biasa ya, " kata mereka sambil tos.
"Beres," sambut Kenzo.
Lantas mereka berbisik yang entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti aku tak mau tahu urusan mereka dulu.
"Have fun, Bos," ujar mereka sambil pergi.
"Mari, Neng," pamit mereka. Aku cuma tersenyum ke arah mereka.
"Temen-temen saya itu,"
Kuanggukan kepala merespon ucapan Kenzo.
Acara lunch bersama Kenzo, menyenangkan buatku. Sejauh ini aku masih yakin Kenzo lelaki baik. Meski sedikit terlihat sedikit seram. Apalagi melihat rekannya, bertato semua.
Diperjalanan pulang, dia lebih sibuk dengan ponselnya. Sepertinya ada sedikit masalah.
"Kenapa?"
"Biasa, anak buah gue rese,"
What, anak buah? aku mulai berpikir aneh, ah tapi dia kan memang pengusaha. meski entah aku belum tahu apa usahanya.
"Eu, maksudku temen nyebelin. Dia janji mau bayar utang ternyata gak jadi," kilahnya mengetahui keherananku. Mulutku membentuk huruf O.
"Mampir dulu, kan?" tanyaku ketika mobil sudah depan rumahku.
"Aku buru-buru, salam buat orangtuamu."
"Baik, Terima kasih buat hari ini. Kamu hati-hati ya"
"Siap, makasih, Ta."
**
Hari perlahan beranjak menjadi petang lalu berganti malam. Entah kenapa hatiku masih cerewet mengingat Kenzo. Ayah seyakin itu menjodohkan aku dengan Kenzo.
Semoga dia lelaki yang terbaik pilihan ayah. Ups, aku teringat sesuatu. Aku harus mengisi mading besok. Aku segera mengambil kertas hvs lalu kutulis sebuah prosa.
Jika pagi, senyum tersimpul seumpama teduh. Memaknai tentangmu adalah asa. Apa kabar, hati? Tiada warna yang sia-sia manakala tawa-tawa indahmu membersamai langkah yang menyandingkan jejak.Jika senja memulangkan segala penat itu, mungkin saja ingin bermanja cerita tentang isi kepala.Dan hening masih setia menyambut mimpi-mimpi yang berserakan layaknya bunga-bunga setaman, indah ... indah dan selalu harum semerbakMajalengka, Juni 2022Done, semoga pak Ragung suka. Guru bahasa Indonesia itu sangat selektif memilih karya yang akan dipasang di mading sekolah. Aku sebagai pengurus punya tanggung jawab dan andil di dalam nya.Kulihat jarum jam menunjukan pukul 22.23 wib. hoam, pantesan mataku mulai mengantuk. Astaghfirullah, aku belum sholat isya. Bergegas aku ke kamar mandi mengambil air wudhu. Maafkan aku, Tuhan. Aku sering lalai dalam ibadahku, aku tak layak masuk syurga tapi aku pun tak mau masuk neraka. ya Allah izinkan aku terus menghirup udara dunia, agar aku bisa memperbaiki diri. Sukur-sukur bisa menebus dosaku yang kian menggunung. Tetapkan imanku, lahaula wala Kuwata ilah billah...
Kuakhiri doaku dan bersiap tidur, tapi ...
Suara notif w******p bunyi, ada pesan masuk dari aplikasi hijau itu.
[Sudah tidur?] pesan dari Kenzo.
[Baru mau, kenapa? tumben amat.]
[Lagi ingin chat saja, sudah belajar kamu? ]
[Sudah]
[tidurlah]
[Kamu juga, see u]
[Dah]
Kumatikan ponselku, agar terhindar signal radiasi. Tak lupa kupadamkan lampu agar tidurku terlelap.Lupa, aku belum minum obat. Kembali turun mengambil obat dan meminumnya, semoga Allah menyembuhkan sakitku. Bismiks Allahumma ahya wabismika amut.
Asolatu khoiruminanauw.... Aku terkesiap kaget mendengar suara adzan subuh. Ternyata mimpi lagi pas pertama jalan dengan Kenzo. Segera aku ambil handuk dan masuk kamar mandi. Aku kerja shif pagi kali ini. "Ta, buruan. Mau berjamaah, gak?" teriak ayah. "Sebentar,"Terpaksa mandi bebek, demi ikut berjamaah dengan keluarga. Senangnya punya Ayah dan ibu yang baik. [Ta, aku jemput agak telat setengah tujuh gak pa apa kan?] chat wa dari Kenzo. [Iya, Ken][Yasudah, jangan lupa sarapan dulu][Kamu juga][Iya]Kenzo Alfarizi, laki-laki yang dijodohkan denganku. Masih kupantau apa usaha dia selama ini, kuliah malah out. Uangnya banyak, sering transfer aku tapi tak pernah aku pakai. Aku takut itu uang tak halal, na'udzubillah. Kudengar suara klakson mobil di depan. Pasti Kenzo, dan benar saja. Fortuner barunya nongkrong depan rumahku. Setelah pamit sama ayah dan ibu, aku pun langsung meluncur ke tempat kerjaku. "Padahal tanpa kamu kerja, aku bisa memenuhi kebutuhanmu, Ta."Tanpa menengok
"Gimana kerjamu hari ini?" tanya Kenzo yang menjemputku. "Tadi sempet bersitegang, cuma keburu bel. Pasti besok rame," jawabku. "Loh, kamu ribut sama siapa? bilang, dia ngapain kamu? "Aku kaget melihat reaksi Kenzo, dia kenapaya. "Gak, Ken. Orang lain yang kena, bukan aku.""Oh, kalo ada yang jahatin kamu, bilang ya,""Mana ada, Ken. ah""Kali saja"Lama kami terdiam di mobil, cuma sesekali saling pandang. "Ken," panggilku. "Iya""Kamu gak cape antar jemput aku?"Ngiiiik ... Kenzo mengerem mobil secara tiba-tiba. "Kamu bosen?" Astaga kenapa dia malah melempar pertanyaan seperti itu. "Bu--""Turun sana!" Bentaknya sedikit kasar. Sungguh, adrenalinku terpacu sekali. Ada apa dengan Kenzo. "Ken, aku tak bermaksud. Tolong dengerin dulu." Kutautkan kedua telapak tangan memohon padanya. "Turun!" sekali lagi dia membentakku. Akupun mengikuti perintahnya dengan berat hati. Kenapa Kenzo jadi sekasar itu? Bagaimana kalau dia mengadu pada ayah, ya Tuhan ada apa ini. Siapa sebenarnya
Fix, hari ini Rio tidak masuk kerja. Kemana dia? Pikiranku kacau jika mengingat kejadian kemarin. semakin yakin kalau Rio ada hubungannya dengan Kenzo. "Ta, Rio kecelakaan,"Fandi mengabarkan, seperti petir tanpa hujan aku dibuatnya kaget setengah mati. Rio, tumbal. Semoga salah dugaanku. "Kecelakaan di mana?" tanyaku dengan mengatur nada bicara agar tidak bergetar karena menahan tangis."Entah, yang jelas dia ditahan orang,""Mak--sudnya?""Diculik mungkin, matanya dibuat luka,"Astaghfirullah, Kenzo. Apakah dia? "Ta, kamu kenapa?""Engg--gak,"Kulihat jam di tanganku, masih lama jika pulang kerja. ya Allah, aku mohon jauhkan Kenzo dari marabahaya dan jauhkan dia jika membahayakan orang lain. Dimana Rio dan Kenzo sekarang, kuraih ponselku mencoba menghubungi Kenzo. [Ken, lagi di mana?][Di luar, kenapa?][Jemput aku sekarang, bisa?][Kamu sakit? yaudah aku otewe sekarang]Tita, apa yang kamu lakukan. Ini masih jam kerja. ah, bodo amat. Aku segera menghadap Mister Lee. "Sorry Mi
Kufokuskan mendengar cerita mereka tentang seseorang yang dicongkel matanya, Kenzo bilang harus ada tumbal atau setor kepala pada pihak polisi lantas Rio mau melapor ke polisi atas tindakan Kenzo. Rumit sekali cerita mereka. Haruskah aku yang mencari tahu sendiri tentang Rio? andai aku tahu rumahnya, sudah kudatangi dia. "Permisi,""Eh, Neng Tita, masuk dulu tunggu sebentar ya ibu ambilkan baju kamu," kata bu Ratih. "Maaf bu-ibu, tadi saya denger kalian ngomongin soal orang yang dicongkel matanya, siapa ya?""Oh itu, Neng, si Rio. Biar saja lah anak nakal kaya dia pasti kena tulah."Ibu yang memakai kerudung krem itu yang menjawab tanyaku. "Nakal gimana maksudnya, Bu?""Kan suka mabok, Neng, meresahkan pokoknya,"Loh, Rio yang kukenal di tempat kerja sepertinya anak baik meski agak genit juga. "Maaf, Rio, yang kerja di PT Lee kan?""Iya, Neng."Benar ternyata, Rio yang sama. Kenapa bisa aku tidak tahu kalau dia pemabuk dan pemake. Eh sebentar, Rio paling jago melek. Dia lembur lo
Bab 6Aku menyetujui perjanjian itu, aku lebih menyelamatkan Kenzo juga menyelamatkan harga diri keluarga. Aku risen dari pabrik dan disetujui Kenzo, dengan dalih aku ada pekerjaan lain. Kenzo dan keluarga percaya kepadaku. "Gak kerja pun kamu gak apa-apa, Ta," ujar Kenzo. "Simpan saja uangmu, Ken,""Uang yang aku kasih kurang gede?""Gak, Kenzo.""Lalu?""Simpan saja uangmu," jawabku tersenyum sambil ku sentuh pipinya. Sebenarnya ingin kukatakan aku tak mau uang haram, tapi dia pasti akan sangat marah. Pukul 8 pagi, aku berangkat ke rumah Rio. Aku mengendarai motorku, ya hasil kerja kemarin aku belikan motor. Lumayan, agar aku tidak terus menerus merepotkan Kenzo. Aku mengurus Rio, seperti layaknya asisten rumah tangga. Sampai rumahnya aku segera mengambil pekerjaan di dapurnya. Memasak apa yang ada di kulkas. "Ta, jangan terlalu pedas kalau masak." Teriak Rio. "Iya,""Preman gak suka pedes," omelku. Kusiapkan semua kebutuhan Rio, makannya, semua pokoknya. "Ta,""iya,""Kenap
Waw, keren. Dia jago mengolah kata-kata. "Hebat banget kamu,""Issh, gak juga ah.""kamu suka puisi?""Suka, kamu bisa bikin puisi kan? coba bikin buat aku, Ta.""Besok aku buatin ya,""Wokeh,"Rio memang pribadi yang menyenangkan, kenapa harus dia tercemplung di dunia hitam. "Ta, kriteria lelaki idaman lu kek apa?""Yang sekufu lah,""Lalu, kenapa mau dijodohkan? Kenzo bukan lelaki yang pantas buatmu.""Terus, kamu gituh yang pantas buatku?"Kami tertawa, Rio menjawil pipiku. kubalas dia dengan kucubit lengannya. Tiba-tiba terdengar pintu depan terketuk, kami terdiam saling pandang. Aku takut jika polisi yang datang. "Aman ko, Ta, paling tukang galon. Coba lihat sana"Aku beranjak keluar dari kamar Rio. Dia menguntit dari belakang. Dan benar saja, hanya tukang antar isi ulang galon. Berteman dekan mafia selalu deg-degan. Apalagi kalau jalan dengan Kenzo, dia jauh lebih senior dari Rio. "Takut ya, Ta?""Dikit,""Jangan takut, gue pasti lindungin elu,"Aku terkesiap, dia lindungi
Bab7[Ta, dah nyampe?] chat dari Rio, ku sembunyikan ponselku dari Kenzo. MasyaAllah, aku berasa sedang selingkuh. Mengapa mesti aku terjebak pada permainan dan sandiwara ini. [Lagi sama Kenzo,]balasku kilat. sambil larak lirik ke arah Kenzo. "Chat siapa?""Temen,"Aku mengambil hidangan yang orang tua Kenzo suguhkan, umi pinter masak. Aku suka masakan umi. "Ta, gak mau lanjut kuliah?" tanya Ummi. "Nanti, ummi." Aku mengambil air putih di depanku. Suasana di rumah Kenzo membuatku nyaman sekali, perlakuan orang tuanya sangat menjadikan aku seolah anak emas. Kenzo pun sangat manis kepadaku, meski kutahu sebenarnya dia bagaimana. Lebih buas dari harimau, naudzubillah. "Kamu kalo mau kuliah ya sok aja, Ta," kata Kenzo menimpali obrolan. "Iya, Ken, nanti."Aku beranjak, hendak membereskan piring di atas meja makan. "Kamu mo ngapain?" tanya Kenzo. "Cuci piring lah,""Issh, diem. Ada si bibi." Kenzo menarikku agar duduk lagi. "Iya, Ta, biar si bibi saja." Ummi beranjak pamit ke ka
Hampir dua jam, Rio belum juga pulang. Dia baik-baik saja tidak ya. Kasian Rio, dia sebenarnya baik. Cuma entahlah ada apa dengan dia. Sepertinya dia putus asa. Aku masih asik membuka foto Rio, sampai mataku terkantuk kantuk. Kurasakan pipiku dibelai lembut, dan hangat. "Ta, capek ya." Ops, ternyata Rio yang datang. "Maaf, aku ketiduran." Aku gelagapan. "Gak apa apa, Ta,"Aku cepat bangun, tapi karena buru-buru kakiku tersangkut. Awww, tubuhku oleng tapi ditangkap Rio dengan cekatan. Mata kita beradu pandang. "Tiati, Ta," ujarnya. "Iya, maaf,"Aku menemani Rio di meja makan, melihat dia mengambil makanan dengan sangat bernafsu. Mungkin dia sangat lapar. "Kenapa liatin gue?""Kamu lapar, ya?" aku malah balik tanya. "Kamu juga makan, buruan.""Nanti saja, Yo,""Yaudah, gue gak jadi makan,""Hilih, iya-iya gue makan juga."Akhirnya aku ikut makan dengan Rio. Senang sekali lihat dia semangat lagi, bergairah lagi. "Belajar dari mana lu masak?""Mama,""Keren, enak semua masakan, L
"Sayang," Ken berlari meraih tubuhku untuk memelukku, aku sangat merindukan Ken ini."Apakah kamu baik-baik saja?""Ya, sayang,""Yo, aku akan menyewakan rumahmu untuk sementara waktu," seru Ken kepada Rio."Hei, itu disewakan, tidak apa-apa bagimu untuk tinggal di sini. Aku tinggal di rumahmu, jadi kamu bisa mengurusnya.""Oh ya, terima kasih, Yo.""Ya, istirahatlah Bos. Apakah Anda ingin saya membeli sesuatu?"Apakah istriku sudah makan?"“Oke sayang, kamu makan. Rio belikan nasi untuk laki-lakiku,”"Siap, Ayah. Waktu mau beli minum, lidahku terlalu pahit untuk diminum,""Jangan minum terlalu banyak, kamu sayang tubuhmu, apalagi kalau nikah nanti tersedak tar Yo, nikah itu enak lho," kata Ken menyetujuiku."Jika kamu berpikir untuk pergi ke sana, aku akan pergi ke sana."***"Sayang, bagaimana kamu bisa tertangkap dengan semua bukti?""Tidak perlu membahasnya, kamu tidak akan mengerti dan aku juga tidak ingin kamu mengerti, sayang,""Baiklah, apa rencana kita selanjutnya? Berapa la
"Lu baik-baik di sini ya, Ta. Gue sama Alvin temenin di sini."Aku mengangguk serta segera masuk ke dalam rumah Rio agar tidak memancing musuh."Yo, telpon bang Kobra, dia gimana?" pintaku."Iya, sebentar." Rio langsung menghubungi Bang Kobra,"Hah? siapa mereka Bang?""Maya, Yo," kudengar percakapan mereka karena Rio sengaja buka speaker agar aku dapat mendengar langsung.Astaghfirullah, dia lagi. Kenapa dia selalu ingin membuatku celaka, padahal ibunya adalah ibuku juga."Lu kudu tiati, Ta,""Maya gak tau rumah lu, kan?""Gak! lu dah makan belom? gue suruh Alvin beliin makanan ya?""Beliin gue nasi Padang saja, Yo. laper gue,""Iya siap."Lagi dan lagi perempuan gila itu masih terus mengincar aku, betapa besar cintanya kepada Kenzo.Kasihan jiwanya terluka bahkan tumbuh rasa dendam.Tanpa aku tulis kesedihannya sudah jelas terlihatTanpa tangis pun sudah terasa betapa perihnyaBertekuk lutut aku mengiba diantara pintamu yang luguAku kini hanya mencoba kuat, meski sekedar menemanin
Beruntung lukaku tak terlalu parah, jadi bisa langsung pulang. Tak sabar aku ingin segera ke kantor polisi untuk melihat keadaan suamiku."Suami kamu kedapatan bawa narkoba," kabar polisi saat aku sampai di kantornya. Aku shock, aku tahu dia bandar narkoba tapi sudah gak lagi dia menggeluti pekejaan haram itu. Dia pun janji tidak akan menyentuh barang haram itu lagi."Izinkan saya bertemu suami saya," pintaku memohon."Baik, tunggu sebentar.""Sayaaang." Ken memelukku, aku sibuk menyeka air mata."Kenapa ini bisa terjadi?" isakku."Sttt ... dengerin aku, kamu jangan ke sini dulu ya. Aku khawatir musuhku akan mengincar kamu, Sayang.""Maksudmu?""Turuti perintahku, Sayang. Aku hapal situasi seperti ini. Aku akan segera keluar asal kamu nurut. Biarkan aku dan teman yang lain yang ngurusin ini.""Gimana kalo umi dan Abi tanya, Ibu sama Ayahku juga?""Bilang sama mereka aku ada kerjaan ke luar kota dadakan,""Iya Sayang, kamu baik-baik di sini.""Kamu bisa telpon ato chat aku, Sayang."Ak
"Jangan gitu dong ummi, Abi cuma sayang ummi," ujar Abi masih merajuk manja."Abi malu, kita di rumah besan loh bukan di rumah kita," sahut ummi mencubit mesra pinggangnya."Astaghfirullah, Abi lupa. Kalian gimana, Nak?" tanya Abi mengalihkan pembicaraan."Kami baik Abi," jawab Ken."Alhamdulillah,"Asyik berbincang dengan mereka kemudian aku dan Ken pamit pulang, karena tadi Ken janji mau ganti nomor kartunya maka kami mampir ke konter.Aku pilih sendiri nomor kartunya, semoga dengan ini Maya tak lagi bisa menghubungi Kenzo.Kami sedang berjalan pulang dari konter setelah pengaktifan kartu baru. Kami berdua bahagia dan berbicara tentang acara yang baru saja berlangsung. Namun, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan kami dan seorang pria keluar dari mobil itu. Pria itu adalah musuh lama Kenzo yang selalu mengganggu bisnis Kenzo. Kenzo segera mengenali musuhnya itu dan aku merasa tidak nyaman dengan keadaan yang memburuk."Kenzo, Elu pikir lu bisa lari dari gue selamanya?" kata musuh
Lagi dan lagi Maya mengganggu kebahagiaan kami, aku tahu Ken curiga atas tingkahku yang tetiba pamit ke kamar mandi dengan membawa ponselnya. Dia hanya sedang menyembunyikannya dari ummi."Ummi pulang ya, Sayang.""Ken antar ya ummi," tawar Ken."Gak usah sayang, kasihan istrimu sendirian di sini.""Tak apa ummi, Tita biasa sendiri," sahutku, ummi tersenyum cantik sekali."Tuh, istrinya Ken itu selain cantik dan menggemaskan dia juga mandiri, ummi.""Iya ummi percaya, tapi ummi mau mampir ke rumah orangtuanya Tita dulu.""Ya gak apa-apa, atau sekalian saja Tita ikut yuk, Sayang.""Ide yang sangat bagus. Tita ganti baju dulu ya, Ummi.""Iya Sayang,"Bergegas aku masuk kamar untuk mengganti baju, Ken mengekor dari belakang setelah pamit juga pada ummi."Sayang, gak usah ngurusin hal yang gak penting ya," kata Ken memelukku dari belakang."Ganti nomor ya,""Iya Sayang, kamu yang pilihin deh nomornya sekalian tar pulang nganterin ummi.""Ok,"Ken mengecup rambutku mesra, aku mencoba melep
"Assalamualaikum," sapa umi di luar rumah, gegas aku temui beliau dengan mencium punggung tangannya."Umi, sendiri?""Iya, Sayang, Ken ada?""Lagi di kamar mandi, umi."Umi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, aku mengikutinya duduk di samping."Umi sehat?""Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah umi masih diberi umur insyallah biar bisa lihat cucu umi,""Amiin, sebentar umi tita ambilkan minum ya.""Jangan, Nak. Nanti umi ambil sendiri.""Baik umi, jangan sungkan ya.""Gak apa-apa Sayang,""Abi kemana? kenapa gak ikut?""Abi lagi ngisi kajian di mesjid An Nafis, Kalian gimana sudah ada tanda-tanda punya anak?""Eh ada umi," ujar Ken menghampiri, langsung saja dia menyalami umi. "Iya Sayang, sehat kamu Nak?""Alhamdulillah umi, eh umi sendiri?""Iya Sayang, sini duduk dekat umi.""Gimana, Mi?""Kapan umi dapat cucu, Nak?""Doain kita umi, Ken juga pengen segera nimang Dede bayi.""Umi selalu doain,""Terima kasih umi,"Sungguh, tiada doa semujarab doa ibu. Bismillah semoga terkabu
Berjejer kukuh bersua dalam kotakMelintas nada yang sempurna molek dan rancak Tanganku menerka bunga-bunga dalam benak Tatapan ini telah mengenal ragam yang acakBerlainan pula goresan yang kita buat disamping warna perak Ku bersyukur seluruh coretan hidup yang kita mulai dari bercak-bercakHingga kini petualangan kita mencetuskan bianglala yang telah tampakTerlukisnya kamu menyempurnakan kesan gradasi dalam motif hidup ku yang abstrakGoresan krayonmu yang menempel bagai kerakLembut bergelombang seperti ombak Cukup bersinergi untuk meronai sebuah sajakAlhamdulillah semua berjalan lancar, aku dan Ken kini sepasang suami-isteri. Semoga Allah meridhoi pernikahan kami."Sini, Yank." Ken menarikku masuk ke dalam kamar mandi."Apasi Ken, hei mo ngapain ih kamu jangan nakal heh...,""Loh kita sudah halal sayang,""Iya tapi kita ngapain ini ah,""Ayolah sayang, sini." Ken terus memaksaku masuk."Keeennn ...,"***"Cieee mandi basah," goda Ken."Mandi ya basah, gimana si.""Sayang,""
"Umii," panggilku mendekati beliau karena kulihat beliau membuka matanya. Sedang Abi masih di ruang tamu berdebat dengan Ken."Nak, apa yang Ken barusan bilang, Sayang?""Umi yang tenang, Tita sekarang anak umi ya.""Apa yang Ken bilang?""Umii ... yang sabar ya.""Jadi benar?"Aku mengangguk sambil menahan tangis, ini sangat menyakitkan dihadapanku seorang ibu dan istri yang terluka hati dan batinnya oleh ibu kandungku sendiri."Umi, maafkan Tita.""Tidak Sayang, kamu gak salah. Semua salah mereka yang mementingkan nafsu semata. Kebohongan mereka kapan pun akan ke permukaan juga meski bukan kalian yang membukanya." Umi menangis tersedu, aku memeluknya."Tita anak umi," imbuhnya. Makin kueratkan pelukanku."Makasih umi,"Aku sungguh menyayangi umi, terlebih sekarang beliau adalah mertuaku. Teringat satu puisi yang ditulis temanku di goup pencinta puisi."KEDUNGUAN CINTA" Cinta, apa kau tau seberapa kuat aku mencoba ?Menjahit luka, mengubur derita .... Menjaga mata, menutup telinga
"Pasangan yang serasi," ucap petugas di kantor urusan agama sesampainya kami di sana.Kami tersenyum menanggapinya."Sudah bisa dimulai kan?" tanyanya lagi. Kami mengangguk.Penghulu menuntun Ken mengucapkan ijab qobul dengan wali hakim yang ditunjuk bang Kobra. Ada rasa yang tak biasa bernaung di dada ini, sungguh luar biasa."Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Adam dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Saahhh ...,"Alhamdulillah ya Allah, aku resmi jadi istri seorang Kenzo. Riuh sekali suasana di kantor itu, petugas sampe berkali-kali mengingatkan jangan terlalu berisik."Selamat ya, Bos." Bergantian semuanya menyalami Ken dan aku. Ya Allah berkahi pernikahan kami ini, Ridhoi kami sehingga kami dapat mencapai sakinah mawaddah warohmah."Neng, selamat ya kalo kamu butuh teman curhat Teteh bisa jadi teman kamu," ujar istri bang Kobra yang menggendong anaknya."Terima kasih, Teteh. Pasti Tita butuh teteh nanti Tita hubungi teteh kalo mau cerita ya,""Heleh punya temen