Aku melihat bu Indi di halaman mesjid, tapi dia segera menghindar ke tempat wudhu perempuan. Aku pamit pada Kenzo berpura ikut buang air di toilet mesjid, Ken mengizinkan. Aku segera mengejar bu Indi, yang benar dugaanku dia berada di tempat wudhu perempuan."Kenapa ibu harus menghindar?" tanyaku ke hadapan bu Indi, dia terlihat kaget karena aku ternyata mengejarnya."Tita, ngapain kamu kejar ibu. Nanti Ken curiga dan ngejar ibu juga.""Gak bu, gak mungkin Ken masuk ke area khusus perempuan. Ibu kenapa menghindari saya dan Ken?""Pergi, Nak. Jangan buat Ken curiga. Dia bahaya buat ibu, ibu mohon!""Tenang Bu, ada aku. Aku harap ibu mau bertemu aku nanti sore ya,""Tidak Tita, jangan mengambil resiko untuk ketemu ibu. Tolong, jangan kotori hatimu untuk balas dendam pada Maya.""Ya Tuhan, tidak. Aku tak pernah terpikir untuk balas dendam sama maya, Bu. Aku cuma mau tau cerita maya dengan kenzo.""Buat apa? toh kalian mau menikah. Menjauh dari kami, Nak.""Tidak, aku harus tau dulu ada a
Lukaku berdarah lagi, rupanya robek karena gesekan keras tadi. Kembali dokter menjahit lukaku."Masih sakit?""Masih.""Sabar ya," ungkap Ken mengusap kepalaku. Aku menolak dirawat, maka Ken meminta dokter untuk tidak rawat inap. Beruntung dokter mengizinkan asal memang dijaga sangat benar."Kita pulang sekarang, Sayang."Aku dipapah Ken keluar ruangan setelah mendapat pengobatan dari dokter."Pelan saja ya, Ken, sakit geraknya.""Iya sayang senyaman kamu, kalo perlu aku gendong lagi boleh," tawarnya."Gak, malu.""Mau pulang ke rumah yang mana?""Maksudnya?""Hee ... Kali mau ke rumah kita.""Kamu ini, kita belum halal.""Biar aku ngurusin kamunya gak kagok gitu loh,""Kagok gimana?""Ya megang kamunya, kalo dah halal pan megang yang lain juga boleh kan," serunya mengerling nakal. Aku melotot ke arahnya, sambil menunjukan kepalan tangan."Wih takut nyonya Kenzo marah,""Jangan bercanda,""Iya deh iya.""Aduuuuuh Ken, aw."Aku meringis kesakitan saat kakiku menaiki mobil, baju atasan
Semua sudah terencana dari mulai awal acara sampai akhir. Mereka mengatur semuanya, aku hanya pasrah saja meski ada hal yang mengganjal dalam hati. Aku ingin tahu siapa bu Indi bagiku juga bagi Maya."Umi," sapaku lalu kutempelkan jari telunjukku ke bibir tanda kalau apa yang akan aku sampaikan adalah rahasia."Kenapa, Nak?" tanya umi pelan dan hampir berbisik."Tadi ada bu Indi," jawabku dengan berbisik juga. Umi menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan, beliau tak percaya apa yang aku katakan."Jangan bercanda, Nak.""Gak, tadi aku sempat ngobrol dengannya, dia seperti ketakutan. Tapi dia terharu melihat kita.""Benarkah?""Umi tau sesuatu?""Bu Indi itu orang baik, jujur, waktu dia jadi asisten rumah tangga kami. Satu kesalahan dia, dia mau merebut abi dari umi."Astaga, drama apalagi ini ya Allah. Terlalu pelik cerita ini, aku hanya ingin tau siapa maya dan Ken kenapa malah mendapat cerita seperti ini."Merebut bagaimana?""Dia menjebak abi dengan berbagai cara supaya dia bisa
[Ta,] sebuah pesan dari nomor yang tidak diketahui. Kulihat foto profilenya, bu Indi.[Iya Bu, ada yang mau ibu sampaikan?][Ibu tunggu di taman kota,][Baik, aku siap-siap dulu.]Aku sudah mulai siap pergi, tapi ibu menghadang."Mau kemana, Sayang?""Ada janji ketemu teman, Bu. Sebentar saja ya,""Gak minta Ken antar?""Gak, dia kerja. Gak apa Tita sendiri saja.""Ya sudah hati hati ya," pesan ibu."Iya Bu."Akupun datang ke taman kota, sendiri. Kulihat bu Indi sudah duduk di sana. Kusapa beliau dengan uluk salam, dengan tenang dia menjawabnya."Gimana, Bu. Apa yang mau ibu kasih tau sama saya?" tanyaku duduk di sampingnya."Selamat ya, Nak. Sebentar lagi kamu menikah.""Iya, tapi bukan itu bu. Ada hal lain yang harus ibu ceritakan.""Soal apa?""Siapa ayah maya?""Bukan urusanmu,""Tita tau cerita ibu, ibu hamil dan minta abi menikahi ibu kan?"Kulihat bu Indi kaget mendengar kalimat yang aku utarakan."Tau dari mana? Oh, si Devi cerita.""Umi sudah memaafkan ibu dan gak pernah dend
"Angkat saja dulu," seru bu Indi. Aku pun manut. "Iya bu Assalamu'alaikum, ""Waalaikumsalam, di mana kamu? Mau hujan loh, ibu suruh Ken jemput kamu ya?""Gak usah, sebentar lagi aku pulang ko.""Yasudah, buruan.""Iya, Bu.""Pulang sana, sebelum hujan turun.""Yuk, bareng," ajakku. Tapi bu Indi menggeleng. "Cerita kita belum selesai, di mana anak ibu dan abi?""Tita, sudah. Cepet kamu pulang sana.""Ayolah bu,""Besok lagi saja,""Ibu janji ya cerita lagi ya,""Iya, sana pulang. Hati-hati ya."Akupun pulang sebelum hujan turun, semoga tidak ada anak buah Kenzo yang melihat aku dan bu Indi mengobrol. ***Kasih, kupagari taman-taman itu di lepas pantai ketika aku melewati hutan bebatuan. Padi-padi melambai, puisi pun ikut membentangkan langit pada burung-burung yang terbang karena merindukan sangkarnya. Angin berlari-lari kecil menjelang fajar ditengah sawah antara pohon kelapa dan sayap-sayap yang patah. Birahi memelas jenazah, menghilangkan jejak di pasir putih dengan bayangannya
Semburat jingga sore itu membuat aku betah berlama-lama di halaman belakang rumah. Memetik dedaunan juga bunga di sana, menikmati segarnya air terjun buatan di kolam ikan. "Nak," sapa ayah menghampiriku. "Iya, ayah." "Boleh ayah bicara sesuatu?""Tentu saja ayah, kenapa?""Sebentar lagi kamu akan menikah, ada yang harus kamu ketahui. Ayah tidak bisa jadi wali nikahmu.""Loh, kenapa ayah?""Ayaah, anter ibu ke pasar sebentar!" belum juga ayah menjawab, ibu datang minta tolong padanya. "Boleh, ayah anter ibumu dulu ya, Nak," pamitnya. "Iya ayah, hati-hati."Ayah mau ngomong apa tadi, kenapa dia bilang tak bisa jadi wali nikah aku? Apa yang salah denganku? [Di mana?] tanyaku dalam pesan singkat whatsapp. [Kangen ya, aku di rumah sakit. Jenguk Rio.] balas Ken. [Napa gak ngajak aku, kan pengen nengok dia juga,][Ya sudah aku jemput sekarang, kamu siap-siap gih.][Ok, Sayang.]Akupun segera berbenah, mengganti pakaian yang lebih sopan dan rapi. Berhijab sesuai syariat juga. Bagaiman
"Sudah, Yank?" tanya Ken. 'Udah," jawabku. Ken membayar apa yang kubeli barusan. Kamipun melanjutkan perjalanan ke arah rumah sakit. Tinggal beberapa meter lagi untuk sampai ke rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil, kami segera menuju ruangan di mana Rio dirawat. Dalam perjalanan, "Bos," sapa lelaki berperawakan tinggi ceking, tanpa lengan dia berbaju sampai kelihatan badannya penuh tato. "Woiy, Tur." mereka bersalaman lalu berpelukan dengan cara mereka. Aku baru lihat orang ini, sepertinya bukan genk nya Kenzo. "Kenalin nih, calon istri gue." Ken memperkenalkan aku, aku menautkan dua tangan di depan dada lalu menyebutkan namaku. "Tita,""Satura.""Lu ngapain ada di sini?" tanya Ken lagi, kami berjalan beriringan menuju kamar rawat inap. "Ibu gue, Bos, dirawat. Sakit Demam berdarah," jawab Satura. "Innalillahi, sekarang gimana keadaannya?" tanyaku prihatin mendengar ibunya sakit. "Masih, trombosit nya belum naik. Kalian mau nengok Rio? Gimana dia, gue belum sempet lihat. Si
Pulang dari rumah sakit, aku teringat apa yang disampaikan ayah tadi sore. Kenapa beliau tidak bisa menjadi wali nikahku? Kucari sosok paling baik di rumah. "Ayah mana, Bu?" aku bertanya pada ibu karena tak kutemukan ayah ada di rumah. "Oh, lagi ke rumah calon besan ada yang harus mereka obrolkan katanya," jawab ibu sambil melipat pakaian ayah. "Loh, ko gak bilang mau ke rumah abi. Ibu kenapa gak ikut?""Capek, Nak. Terus kasihan kamu di rumah sendirian nantinya. Ada apa cari ayah?""Bu, tadi sore ayah sempet bilang kalo dia tidak bisa jadi wali Tita kalo Tita nikah nanti. Kenapa, kan Tita anak ayah?""Oh, nanti ayah yang cerita dan jelasin ya, Nak.""Kenapa tidak ibu saja? Ibu pasti tau," kataku sedikit agak memaksa beliau. "Bukan wewenang ibu, Nak. Biar nanti ayah saja. Kamu makan sana, minum obat jangan lupa kan belum habis obatmu," perintah ibu. "Iya Bu, nanti kalo ayah pulang kasih tau ayah kalo Tita mau ngobrol ya, Bu," pintaku. "Besok lagi saja, Nak. Ayah pasti capek kalo
"Sayang," Ken berlari meraih tubuhku untuk memelukku, aku sangat merindukan Ken ini."Apakah kamu baik-baik saja?""Ya, sayang,""Yo, aku akan menyewakan rumahmu untuk sementara waktu," seru Ken kepada Rio."Hei, itu disewakan, tidak apa-apa bagimu untuk tinggal di sini. Aku tinggal di rumahmu, jadi kamu bisa mengurusnya.""Oh ya, terima kasih, Yo.""Ya, istirahatlah Bos. Apakah Anda ingin saya membeli sesuatu?"Apakah istriku sudah makan?"“Oke sayang, kamu makan. Rio belikan nasi untuk laki-lakiku,”"Siap, Ayah. Waktu mau beli minum, lidahku terlalu pahit untuk diminum,""Jangan minum terlalu banyak, kamu sayang tubuhmu, apalagi kalau nikah nanti tersedak tar Yo, nikah itu enak lho," kata Ken menyetujuiku."Jika kamu berpikir untuk pergi ke sana, aku akan pergi ke sana."***"Sayang, bagaimana kamu bisa tertangkap dengan semua bukti?""Tidak perlu membahasnya, kamu tidak akan mengerti dan aku juga tidak ingin kamu mengerti, sayang,""Baiklah, apa rencana kita selanjutnya? Berapa la
"Lu baik-baik di sini ya, Ta. Gue sama Alvin temenin di sini."Aku mengangguk serta segera masuk ke dalam rumah Rio agar tidak memancing musuh."Yo, telpon bang Kobra, dia gimana?" pintaku."Iya, sebentar." Rio langsung menghubungi Bang Kobra,"Hah? siapa mereka Bang?""Maya, Yo," kudengar percakapan mereka karena Rio sengaja buka speaker agar aku dapat mendengar langsung.Astaghfirullah, dia lagi. Kenapa dia selalu ingin membuatku celaka, padahal ibunya adalah ibuku juga."Lu kudu tiati, Ta,""Maya gak tau rumah lu, kan?""Gak! lu dah makan belom? gue suruh Alvin beliin makanan ya?""Beliin gue nasi Padang saja, Yo. laper gue,""Iya siap."Lagi dan lagi perempuan gila itu masih terus mengincar aku, betapa besar cintanya kepada Kenzo.Kasihan jiwanya terluka bahkan tumbuh rasa dendam.Tanpa aku tulis kesedihannya sudah jelas terlihatTanpa tangis pun sudah terasa betapa perihnyaBertekuk lutut aku mengiba diantara pintamu yang luguAku kini hanya mencoba kuat, meski sekedar menemanin
Beruntung lukaku tak terlalu parah, jadi bisa langsung pulang. Tak sabar aku ingin segera ke kantor polisi untuk melihat keadaan suamiku."Suami kamu kedapatan bawa narkoba," kabar polisi saat aku sampai di kantornya. Aku shock, aku tahu dia bandar narkoba tapi sudah gak lagi dia menggeluti pekejaan haram itu. Dia pun janji tidak akan menyentuh barang haram itu lagi."Izinkan saya bertemu suami saya," pintaku memohon."Baik, tunggu sebentar.""Sayaaang." Ken memelukku, aku sibuk menyeka air mata."Kenapa ini bisa terjadi?" isakku."Sttt ... dengerin aku, kamu jangan ke sini dulu ya. Aku khawatir musuhku akan mengincar kamu, Sayang.""Maksudmu?""Turuti perintahku, Sayang. Aku hapal situasi seperti ini. Aku akan segera keluar asal kamu nurut. Biarkan aku dan teman yang lain yang ngurusin ini.""Gimana kalo umi dan Abi tanya, Ibu sama Ayahku juga?""Bilang sama mereka aku ada kerjaan ke luar kota dadakan,""Iya Sayang, kamu baik-baik di sini.""Kamu bisa telpon ato chat aku, Sayang."Ak
"Jangan gitu dong ummi, Abi cuma sayang ummi," ujar Abi masih merajuk manja."Abi malu, kita di rumah besan loh bukan di rumah kita," sahut ummi mencubit mesra pinggangnya."Astaghfirullah, Abi lupa. Kalian gimana, Nak?" tanya Abi mengalihkan pembicaraan."Kami baik Abi," jawab Ken."Alhamdulillah,"Asyik berbincang dengan mereka kemudian aku dan Ken pamit pulang, karena tadi Ken janji mau ganti nomor kartunya maka kami mampir ke konter.Aku pilih sendiri nomor kartunya, semoga dengan ini Maya tak lagi bisa menghubungi Kenzo.Kami sedang berjalan pulang dari konter setelah pengaktifan kartu baru. Kami berdua bahagia dan berbicara tentang acara yang baru saja berlangsung. Namun, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan kami dan seorang pria keluar dari mobil itu. Pria itu adalah musuh lama Kenzo yang selalu mengganggu bisnis Kenzo. Kenzo segera mengenali musuhnya itu dan aku merasa tidak nyaman dengan keadaan yang memburuk."Kenzo, Elu pikir lu bisa lari dari gue selamanya?" kata musuh
Lagi dan lagi Maya mengganggu kebahagiaan kami, aku tahu Ken curiga atas tingkahku yang tetiba pamit ke kamar mandi dengan membawa ponselnya. Dia hanya sedang menyembunyikannya dari ummi."Ummi pulang ya, Sayang.""Ken antar ya ummi," tawar Ken."Gak usah sayang, kasihan istrimu sendirian di sini.""Tak apa ummi, Tita biasa sendiri," sahutku, ummi tersenyum cantik sekali."Tuh, istrinya Ken itu selain cantik dan menggemaskan dia juga mandiri, ummi.""Iya ummi percaya, tapi ummi mau mampir ke rumah orangtuanya Tita dulu.""Ya gak apa-apa, atau sekalian saja Tita ikut yuk, Sayang.""Ide yang sangat bagus. Tita ganti baju dulu ya, Ummi.""Iya Sayang,"Bergegas aku masuk kamar untuk mengganti baju, Ken mengekor dari belakang setelah pamit juga pada ummi."Sayang, gak usah ngurusin hal yang gak penting ya," kata Ken memelukku dari belakang."Ganti nomor ya,""Iya Sayang, kamu yang pilihin deh nomornya sekalian tar pulang nganterin ummi.""Ok,"Ken mengecup rambutku mesra, aku mencoba melep
"Assalamualaikum," sapa umi di luar rumah, gegas aku temui beliau dengan mencium punggung tangannya."Umi, sendiri?""Iya, Sayang, Ken ada?""Lagi di kamar mandi, umi."Umi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, aku mengikutinya duduk di samping."Umi sehat?""Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah umi masih diberi umur insyallah biar bisa lihat cucu umi,""Amiin, sebentar umi tita ambilkan minum ya.""Jangan, Nak. Nanti umi ambil sendiri.""Baik umi, jangan sungkan ya.""Gak apa-apa Sayang,""Abi kemana? kenapa gak ikut?""Abi lagi ngisi kajian di mesjid An Nafis, Kalian gimana sudah ada tanda-tanda punya anak?""Eh ada umi," ujar Ken menghampiri, langsung saja dia menyalami umi. "Iya Sayang, sehat kamu Nak?""Alhamdulillah umi, eh umi sendiri?""Iya Sayang, sini duduk dekat umi.""Gimana, Mi?""Kapan umi dapat cucu, Nak?""Doain kita umi, Ken juga pengen segera nimang Dede bayi.""Umi selalu doain,""Terima kasih umi,"Sungguh, tiada doa semujarab doa ibu. Bismillah semoga terkabu
Berjejer kukuh bersua dalam kotakMelintas nada yang sempurna molek dan rancak Tanganku menerka bunga-bunga dalam benak Tatapan ini telah mengenal ragam yang acakBerlainan pula goresan yang kita buat disamping warna perak Ku bersyukur seluruh coretan hidup yang kita mulai dari bercak-bercakHingga kini petualangan kita mencetuskan bianglala yang telah tampakTerlukisnya kamu menyempurnakan kesan gradasi dalam motif hidup ku yang abstrakGoresan krayonmu yang menempel bagai kerakLembut bergelombang seperti ombak Cukup bersinergi untuk meronai sebuah sajakAlhamdulillah semua berjalan lancar, aku dan Ken kini sepasang suami-isteri. Semoga Allah meridhoi pernikahan kami."Sini, Yank." Ken menarikku masuk ke dalam kamar mandi."Apasi Ken, hei mo ngapain ih kamu jangan nakal heh...,""Loh kita sudah halal sayang,""Iya tapi kita ngapain ini ah,""Ayolah sayang, sini." Ken terus memaksaku masuk."Keeennn ...,"***"Cieee mandi basah," goda Ken."Mandi ya basah, gimana si.""Sayang,""
"Umii," panggilku mendekati beliau karena kulihat beliau membuka matanya. Sedang Abi masih di ruang tamu berdebat dengan Ken."Nak, apa yang Ken barusan bilang, Sayang?""Umi yang tenang, Tita sekarang anak umi ya.""Apa yang Ken bilang?""Umii ... yang sabar ya.""Jadi benar?"Aku mengangguk sambil menahan tangis, ini sangat menyakitkan dihadapanku seorang ibu dan istri yang terluka hati dan batinnya oleh ibu kandungku sendiri."Umi, maafkan Tita.""Tidak Sayang, kamu gak salah. Semua salah mereka yang mementingkan nafsu semata. Kebohongan mereka kapan pun akan ke permukaan juga meski bukan kalian yang membukanya." Umi menangis tersedu, aku memeluknya."Tita anak umi," imbuhnya. Makin kueratkan pelukanku."Makasih umi,"Aku sungguh menyayangi umi, terlebih sekarang beliau adalah mertuaku. Teringat satu puisi yang ditulis temanku di goup pencinta puisi."KEDUNGUAN CINTA" Cinta, apa kau tau seberapa kuat aku mencoba ?Menjahit luka, mengubur derita .... Menjaga mata, menutup telinga
"Pasangan yang serasi," ucap petugas di kantor urusan agama sesampainya kami di sana.Kami tersenyum menanggapinya."Sudah bisa dimulai kan?" tanyanya lagi. Kami mengangguk.Penghulu menuntun Ken mengucapkan ijab qobul dengan wali hakim yang ditunjuk bang Kobra. Ada rasa yang tak biasa bernaung di dada ini, sungguh luar biasa."Saya terima nikah dan kawinnya Tita Shanum binti Adam dengan maskawin tersebut dibayar tunai.""Saahhh ...,"Alhamdulillah ya Allah, aku resmi jadi istri seorang Kenzo. Riuh sekali suasana di kantor itu, petugas sampe berkali-kali mengingatkan jangan terlalu berisik."Selamat ya, Bos." Bergantian semuanya menyalami Ken dan aku. Ya Allah berkahi pernikahan kami ini, Ridhoi kami sehingga kami dapat mencapai sakinah mawaddah warohmah."Neng, selamat ya kalo kamu butuh teman curhat Teteh bisa jadi teman kamu," ujar istri bang Kobra yang menggendong anaknya."Terima kasih, Teteh. Pasti Tita butuh teteh nanti Tita hubungi teteh kalo mau cerita ya,""Heleh punya temen