"Nak, kau yakin dengan semua ini?" tanya Sang Ibu diambang pintu yang tengah memerhatikan Si Anak yang sedang memindahan beberapa tas berisi barang-barangnya. Tatapannya pilu tapi dia tahu jika dia tak bisa melarang anaknya. Rigel mencoba berdiri tegap sambil meraih tas ranselnya. "Yakin karena aku harus memulai lembaran baru," jawab Rigel. "Kota itu terpencil, jauh dari Pusat Pemerintahan, dan lagi pula tempat itu banyak ditinggali oleh orang-orang yang pernah terkena infeksi," ucap Ibu yang khawatir. "Sariya bukanlah kota yang buruk, memang banyak ditinggali dan selain itu ... disana hening dan sepi." Rigel memakai tas ransel sembari meraih tas jinjing lainnya. Dia sudah membulatkan tekad untuk pindah kerjaan menjadi paramedis klinik yang bekerja di Kota Sariya. Salah satu kota yang banyak ditinggalkan oleh penduduk karena pernah jadi salah satu tempat dimulainya virus crocus mewabah, meski pemerintah sudah memberikan keterangan aman untuk kota itu tetap saja marabahaya akan selal
"Terima kasih Bu Mantri," ucap seorang anak kecil yang baru saja diobati lukanya oleh Rigel.Rigel tersenyum kikuk. "Ah, aku lebih suka dipanggil Ners daripada Bu Mantri, atau Kakak saja," sahut Rigel sambil mengemasi kotak-kotak berisi obat-obatan itu. Rigel juga mengemasi perban dan beberapa set hecting sederhana."Ini obat antibiotik, dihabiskan ya," ucap Rigel. "Sebenarnya ini tugas Kak Alex tapi mengingat tempat ini terpencil dan sangat kekurangan akses jadi apa boleh buat?" Rigel berbincang seorang diri sementara Si Anak kecil memandangi Rigel dengan bingung. Rigel menatap Anak Kecil itu kemudian mengusap puncak kepalanya. "Kamu bisa kembali ke rumahmu sendiri?" tanya Rigel. Anak kecil itu mengangguk. "Terima kasih Bu Mantri, aku pulang dulu," ucap Si Anak Kecil sambil berlari keluar dari Klinik. "Hati-hati, kakimu baru saja dibersihkan!" teriak Rigel sembari berjalan ke depan Klinik. Rigel berdiri sesaat di halaman pekarangan Klinik. Klinik ini daripada mirip seperti banguna
"Misi pertama," ucap Rigel yang bergumam dengan kedua mata membelalak. Adriel mencoba mendekati Rigel namun Rigel langsung menyembunyikan surat yang ada dari dalam box. Rigel tersenyum untuk menyembunyikan misi yang sudah sampai ditangannya. "Bukan apapun, hanya beberapa surat rindu dari Corrie," ucap Rigel. Adriel memandangi Rigel sejenak. Kedua mata biru Adrian tampak mengekori langkah Si Manis Rigel yang beranjak dari dapur. Adriel tahu tatapan cemas dan kening mengkerut Rigel yang sedang berpikir keras itu. "Kalau begitu aku akan kembali ke Kantor Pengiriman," ucap Adriel pada Rigel."Ah benar sekali, aku juga harus kembali ke Klinik." Rigel juga bergegas beranjak sembari membawa box yang sebelumnya Adriel berikan padanya. "Terima kasih sudah menemaniku makan siang," Rigel tersenyum suka cita pada Adriel sampai membuat Pria itu salah tingkah.Adriel buru-buru memalingkan wajahnya. "Ehem ... ten ... tentu saja, kalau begitu selamat tinggal," ucap Adriel sambil buru-buru beranjak
"Inilah pahlawan kita, aksi beranimu Nona Meil!" puji Gubernur sembari mendatangi Rigel. Rigel pun membungkuk sedikit setelah itu mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan. "Salam Gubernur Carlos, terima kasih atas jamuan ini," ucap Rigel. Rigel langsung memandangi Gubernur dengan tidak nyaman karena ketika berjabatan tangan Sang Gubernur memengangi tangan Rigel. "Ehem ... Gubernur, terima kasih atas jamuan ini," sahut Adriel sembari meraih tangan Gubernur sehingga memisahan Rigel dari cengkeraman yang aneh itu. "Adriel Cooper, Kurir Pesan yang ditugaskan Pak Hamza," ucap Adriel sambil tersenyum pada Gubernur.Gubernur langsung menatap sinis. "Oh benar sekali, Pekerja Muda yang penuh semangat." Gubernur berucap sambil tertawa hambar. Dia tersinggung dengan sikap Adriel tapi sesaat setelah para tamu undangan mulai berdatangan, Gubernur pun beranjak untuk menyapa tamu kehormatan lain yang tak kala mencuri panggung,Kedua mata Rigel membelalak saat Harlan datang bersama Julia. Keda
"Muse ... kau tahu itu? suara mereka indah, tubuhnya elok dan parasnya rupawan ... mereka pengiring suara untuk dewa tapi kau selalu mengiringiku dan menghiburku, Adriel," ucap Rigel yang mabuk itu."Kau ... menggodaku?" tanya Adriel. Padahal Adriel tahu jika bertanya pada Rigel pun percuma karena Rigel sedang mabuk jadi Adriel menyelinap pergi dari Pesta tepat waktu tengah malam. Dia membopong tubuh Rigel meski setelah itu bingung karena motornya tidak akan bisa membawa Rigel bersamanya dalam keadaan mabuk seperti itu.Kota Sariya, termasuk kota kecil yang kendaraan umumnya hanya bus umum yang beroperasi saat pagi sampai sore. Tidak seperti New Neoma dan Kota Pusat Tyre yang saat malam pun hiruk pikuk kendaraan masih ramai. Selain kehampaan hanya ada kesunyian. Adriel pun menyentuh anting kanannya untuk memberikan sinyal pada Kaelar Si Ajudan Setia itu.Demi keselamatan Rigel, Adriel pun beralih menggendong tubuh Rigel yang mulai terkulai karena ketiduran itu. Adriel pun berjalan sed
"Apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan?" tanya Adriel seorang diri sembari menatap Rigel yang tengah tertidur itu. Adriel pun menyudahi tatapannya pada Rigel kemudian beranjak pergi dari Klinik. Pria bermata biru itu menuruni tangga serta kembali ke halaman depan Klinik. Dia menatap Sang Ajudan yang masih berdiri siaga menanti kedatangannya. "Kita harus bergegas pergi Yang Mulia, sebelum matahari akan terbit Yang Mulia," ucap Kaelar. "Vetle, berikan aku rincian perkembangan dari perbaikan pesawatku," perintah Adriel. [Menampilkan rincian kerusakan dan bagian-bagian yang perlu diperbaiki][Scanning mulai dalam 88% ... 96% ... 100%]Kaelar menatap keseriusan Adriel pada layar sorot kecil yang muncul dari anting kanannya. Kaelar berdecak kagum. "Wah,wah, seperti yang diharapkan dari Pangeran Kerajaan New Neoma," puji Kaelar sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tapi kenapa Yang Mulia?" tanya Kaelar mendekati Adriel yang masih sibuk menatap rincian dari pesawatnya itu."Itu karena
"Aku merupakan mantan regu penyelamat yang diangkat jadi anggota penyelamat elit semua itu bermula dari pertemuanku dan Harlan ..."Rigel mulai teringat akan masa lalunya. Saat itu musim salju pertama di Tyre. Rigel selalu terkesan akan musim dingin meski sudah pindah ke Tyre sejak lima tahun lalu. Semua ini karena Rigel sejak kecil menghabiskan masa dan waktu di Negara Tropis yang kini harus ditinggalkan. Saat itu regu yang dipimpin oleh Alex selaku kapten sekaligus pilot yang paling menjanjikan karena jarang seorang paramedis merangkap sebagai pilot, Corrie selaku Co-Pilot, Nico selaku teknisi dan juga Rigel yang memang sejak awal dijadikan inti dari regu penyelamatan ini karena Rigel berbakat dalam bidangnya. Rigel sejak dibangku perkuliahan dinilai memiliki kepekaan dan insting yang cepat, jika disandingkan bersama para dokter maka Rigel akan jadi rekan tim yang paling menjanjikan. Rigel ingat saat itu, dia masih termangun di pangkalan udara. Putih salju nyaris menutupi lapangan
“Gadis itu jelas-jelas datang dari keluarga yang miskin dan tidak jelas asal usulnya, Harlan!” bentak Wanita Tua itu pada seorang Pria yang berdiri mematung menatapnya. Kedua matanya melotot sembari menunjukkan secarik undangan di tangannya. “Kau malah berani-beraninya mau menikahi Perempuan itu!” murka Sang Wanita Tua.“Ibu, Rigel wanita yang cerdas dan luar biasa, Ibu percayalah padaku jika dia wanita yang tepat untuk kunikahi,” ucap Pria itu memelas. “Siapa yang tak kenal dia? Rigel Seras Meil, dua kali menjadi ketua tim regu penyelamat ekspedisi dan aku salah satu orang yang ditolong olehnya.” Pria itu berucap kemudian menghela napas cukup panjang.“Percuma kami menyekolahkanmu sampai jadi petinggi militer tapi jika kau masih bersikap bodoh dengan menikahi orang karena balas budi,” celetuk Sang Ibu. “Tinggalkan wanita itu dan jangan buat malu, kami sudah dari dulu menjodohkanmu dengan Julia, anak pewaris Violens Corporation.” Sang Ibu berucap sambil beranjak pergi.Sebuah pintu ti
"Aku merupakan mantan regu penyelamat yang diangkat jadi anggota penyelamat elit semua itu bermula dari pertemuanku dan Harlan ..."Rigel mulai teringat akan masa lalunya. Saat itu musim salju pertama di Tyre. Rigel selalu terkesan akan musim dingin meski sudah pindah ke Tyre sejak lima tahun lalu. Semua ini karena Rigel sejak kecil menghabiskan masa dan waktu di Negara Tropis yang kini harus ditinggalkan. Saat itu regu yang dipimpin oleh Alex selaku kapten sekaligus pilot yang paling menjanjikan karena jarang seorang paramedis merangkap sebagai pilot, Corrie selaku Co-Pilot, Nico selaku teknisi dan juga Rigel yang memang sejak awal dijadikan inti dari regu penyelamatan ini karena Rigel berbakat dalam bidangnya. Rigel sejak dibangku perkuliahan dinilai memiliki kepekaan dan insting yang cepat, jika disandingkan bersama para dokter maka Rigel akan jadi rekan tim yang paling menjanjikan. Rigel ingat saat itu, dia masih termangun di pangkalan udara. Putih salju nyaris menutupi lapangan
"Apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan?" tanya Adriel seorang diri sembari menatap Rigel yang tengah tertidur itu. Adriel pun menyudahi tatapannya pada Rigel kemudian beranjak pergi dari Klinik. Pria bermata biru itu menuruni tangga serta kembali ke halaman depan Klinik. Dia menatap Sang Ajudan yang masih berdiri siaga menanti kedatangannya. "Kita harus bergegas pergi Yang Mulia, sebelum matahari akan terbit Yang Mulia," ucap Kaelar. "Vetle, berikan aku rincian perkembangan dari perbaikan pesawatku," perintah Adriel. [Menampilkan rincian kerusakan dan bagian-bagian yang perlu diperbaiki][Scanning mulai dalam 88% ... 96% ... 100%]Kaelar menatap keseriusan Adriel pada layar sorot kecil yang muncul dari anting kanannya. Kaelar berdecak kagum. "Wah,wah, seperti yang diharapkan dari Pangeran Kerajaan New Neoma," puji Kaelar sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tapi kenapa Yang Mulia?" tanya Kaelar mendekati Adriel yang masih sibuk menatap rincian dari pesawatnya itu."Itu karena
"Muse ... kau tahu itu? suara mereka indah, tubuhnya elok dan parasnya rupawan ... mereka pengiring suara untuk dewa tapi kau selalu mengiringiku dan menghiburku, Adriel," ucap Rigel yang mabuk itu."Kau ... menggodaku?" tanya Adriel. Padahal Adriel tahu jika bertanya pada Rigel pun percuma karena Rigel sedang mabuk jadi Adriel menyelinap pergi dari Pesta tepat waktu tengah malam. Dia membopong tubuh Rigel meski setelah itu bingung karena motornya tidak akan bisa membawa Rigel bersamanya dalam keadaan mabuk seperti itu.Kota Sariya, termasuk kota kecil yang kendaraan umumnya hanya bus umum yang beroperasi saat pagi sampai sore. Tidak seperti New Neoma dan Kota Pusat Tyre yang saat malam pun hiruk pikuk kendaraan masih ramai. Selain kehampaan hanya ada kesunyian. Adriel pun menyentuh anting kanannya untuk memberikan sinyal pada Kaelar Si Ajudan Setia itu.Demi keselamatan Rigel, Adriel pun beralih menggendong tubuh Rigel yang mulai terkulai karena ketiduran itu. Adriel pun berjalan sed
"Inilah pahlawan kita, aksi beranimu Nona Meil!" puji Gubernur sembari mendatangi Rigel. Rigel pun membungkuk sedikit setelah itu mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan. "Salam Gubernur Carlos, terima kasih atas jamuan ini," ucap Rigel. Rigel langsung memandangi Gubernur dengan tidak nyaman karena ketika berjabatan tangan Sang Gubernur memengangi tangan Rigel. "Ehem ... Gubernur, terima kasih atas jamuan ini," sahut Adriel sembari meraih tangan Gubernur sehingga memisahan Rigel dari cengkeraman yang aneh itu. "Adriel Cooper, Kurir Pesan yang ditugaskan Pak Hamza," ucap Adriel sambil tersenyum pada Gubernur.Gubernur langsung menatap sinis. "Oh benar sekali, Pekerja Muda yang penuh semangat." Gubernur berucap sambil tertawa hambar. Dia tersinggung dengan sikap Adriel tapi sesaat setelah para tamu undangan mulai berdatangan, Gubernur pun beranjak untuk menyapa tamu kehormatan lain yang tak kala mencuri panggung,Kedua mata Rigel membelalak saat Harlan datang bersama Julia. Keda
"Misi pertama," ucap Rigel yang bergumam dengan kedua mata membelalak. Adriel mencoba mendekati Rigel namun Rigel langsung menyembunyikan surat yang ada dari dalam box. Rigel tersenyum untuk menyembunyikan misi yang sudah sampai ditangannya. "Bukan apapun, hanya beberapa surat rindu dari Corrie," ucap Rigel. Adriel memandangi Rigel sejenak. Kedua mata biru Adrian tampak mengekori langkah Si Manis Rigel yang beranjak dari dapur. Adriel tahu tatapan cemas dan kening mengkerut Rigel yang sedang berpikir keras itu. "Kalau begitu aku akan kembali ke Kantor Pengiriman," ucap Adriel pada Rigel."Ah benar sekali, aku juga harus kembali ke Klinik." Rigel juga bergegas beranjak sembari membawa box yang sebelumnya Adriel berikan padanya. "Terima kasih sudah menemaniku makan siang," Rigel tersenyum suka cita pada Adriel sampai membuat Pria itu salah tingkah.Adriel buru-buru memalingkan wajahnya. "Ehem ... ten ... tentu saja, kalau begitu selamat tinggal," ucap Adriel sambil buru-buru beranjak
"Terima kasih Bu Mantri," ucap seorang anak kecil yang baru saja diobati lukanya oleh Rigel.Rigel tersenyum kikuk. "Ah, aku lebih suka dipanggil Ners daripada Bu Mantri, atau Kakak saja," sahut Rigel sambil mengemasi kotak-kotak berisi obat-obatan itu. Rigel juga mengemasi perban dan beberapa set hecting sederhana."Ini obat antibiotik, dihabiskan ya," ucap Rigel. "Sebenarnya ini tugas Kak Alex tapi mengingat tempat ini terpencil dan sangat kekurangan akses jadi apa boleh buat?" Rigel berbincang seorang diri sementara Si Anak kecil memandangi Rigel dengan bingung. Rigel menatap Anak Kecil itu kemudian mengusap puncak kepalanya. "Kamu bisa kembali ke rumahmu sendiri?" tanya Rigel. Anak kecil itu mengangguk. "Terima kasih Bu Mantri, aku pulang dulu," ucap Si Anak Kecil sambil berlari keluar dari Klinik. "Hati-hati, kakimu baru saja dibersihkan!" teriak Rigel sembari berjalan ke depan Klinik. Rigel berdiri sesaat di halaman pekarangan Klinik. Klinik ini daripada mirip seperti banguna
"Nak, kau yakin dengan semua ini?" tanya Sang Ibu diambang pintu yang tengah memerhatikan Si Anak yang sedang memindahan beberapa tas berisi barang-barangnya. Tatapannya pilu tapi dia tahu jika dia tak bisa melarang anaknya. Rigel mencoba berdiri tegap sambil meraih tas ranselnya. "Yakin karena aku harus memulai lembaran baru," jawab Rigel. "Kota itu terpencil, jauh dari Pusat Pemerintahan, dan lagi pula tempat itu banyak ditinggali oleh orang-orang yang pernah terkena infeksi," ucap Ibu yang khawatir. "Sariya bukanlah kota yang buruk, memang banyak ditinggali dan selain itu ... disana hening dan sepi." Rigel memakai tas ransel sembari meraih tas jinjing lainnya. Dia sudah membulatkan tekad untuk pindah kerjaan menjadi paramedis klinik yang bekerja di Kota Sariya. Salah satu kota yang banyak ditinggalkan oleh penduduk karena pernah jadi salah satu tempat dimulainya virus crocus mewabah, meski pemerintah sudah memberikan keterangan aman untuk kota itu tetap saja marabahaya akan selal
"Semudah itu kau berpaling," ucap Harlan yang ternyata sedari tadi memerhatikan Rigel. Semua itu karena dia baru saja hendak meninggalkan gedung Tyre namun berpas-pasan dengan Rigel yang sedang bersama pria lain."Aku tidak menyangkanya." Harlan kini menatap kehampaan dari jauh tempatnya berpijak. Ia hanya bisa menatap motor hitam yang mengangkut Sang Kekasih bersama pria lain semakin menjauhinya. Dia hanya termangun dalam hampaan tapi ingin memperjuangkan Rigel masih jadi gelora hatinya sampai saat ini.Derapan langkah kaki seseorang mendekat. Sepasang sepatu hak tinggi yang mengkilap milik seorang wanita berwajah angkuh. "Sudah kukatakan, dia wanita gampangan yang cepat berpaling," celetuk Wanita itu sambil mengibaskan rambut pirangnya. "Sebagai anak pewaris Violens, kau ini cukup kurang kerjaan ya?" cibir Harlan. Setelah itu Harlan beranjak lebih dulu sembari membuang tatapannya. Dia cukup malas meladeni pertengkaran yang akan terjadi bersama Julia ini. "Maksudmu apa?" tanya Juli
"Ada remahan cokelat disini," ucap Adriel sembari mengusap ujung bibir Rigel. Pria itu menatapnya dengan dalam. Rigel jadi tertegun saat kedua mata biru Adriel yang cerah itu beradu tatap dengannya. "Cantiknya," ucap Rigel tanpa sadar memuji Adriel. Tidak mengherankan jika Adriel bagaikan seorang pangeran berkuda putih. Tampang dan kedua matanya sangat cerah nan indah. "Apakah begitu?" Adriel semula tak mau menapaki keterkejutannya karena pada nyatanya Rigel yang lebih dulu mendekati dirinya. Adriel bahkan merasakan dadanya yang berdenyut cepat kala Rigel memujinya. Ketika hendak berbincang dengan Rigel lagi, Adriel justru menatap Rigel yang telah berjalan keluar.Rigel hanya berdiri di hamparan padang rumput seorang diri. Rigel memejamkan kedua matanya karena sedang menikmati angin sore yang bertiup sepoi-sepoi. Ketika senja nyaris berpisah, langit magenta petang dan Adriel yang ikut terdiam memandangi mahluk ciptaan Tuhan yang indah itu. Tatapan sepasang mata biru itu memuja Rige