Dear Reader... Mohon maaf atas keterlambatan update untuk cerita ini. Mulai hari ini akan diupdate rutin lagi ya... Terima kasih untuk yang tetap membaca kelanjutannya. Salam sayang - Ans
“No, Bi. I am really serious about this. Kasus ini memang kau yang melakukan. But, ini bukan salahmu. Kau tidak perlu merasa bahwa kau melarikan diri. Masa depanmu masih panjang, Bi. Jika bersama Daddy membuatmu memiliki kehidupan yang baik, so you can choose it.” Bukan hal mudah bagi Marcella menga
“Bisakah kau mengatakan sesuatu?” Aryani memaksa walau dia tahu bahwa Bayu melakukan lebih buruk dari apa yang bisa dia pikirkan. Aryani tahu Bayu adalah seorang pria dengan hati yang lembut. Namun jika itu menyangkut orang yang dia cintai, Bayu tidak akan berbaik hati. Aryani adalah adik dan kelu
Bayu menunggu Aryani melanjutkan kata-katanya. Walau tanpa suara, tatapannya jelas sebuah bentuk intimidasi. Satu sisi dia tidak mengerti dengan apa yang Aryani katakan. Namun di sisi lain dia kagum karena kali ini Aryani berani mengatakan pendapat yang berlawanan dengannya. Setelah kepergian Gunaw
Lisa melihat Marcella dengan tatapan mata bingung. Kerutan di wajah Marcella menandakan ada yang tidak beres dengan berkas yang ada di tangannya. Sedikit membungkukkan badan, Lisa memberanikan diri bertanya. “Ada yang bisa saya bantu, Bu Cella?” Marcella menutup kembali berkas itu. Dia melihat ke
Marcella memutar-mutar dengan malas gelas kopi yang ada di depannya. Hari ini dia kehilangan minat untuk fokus dengan pekerjaan yang sudah menumpuk di laptop yang ada di depannya. Pikiranny terus menuju pada berkas lain yang merupakan laporan keuangan dan proposal rencana akusisi investasi Tjandra C
“Senang mendengar bahwa perusahaan anda akhirnya mendapatkan kesempatan kedua, Tuan Cardo.” Avan menanggapi dingin pemaparan yang Cardo sampaikan. Pembicaraan pun terus mengalir seperti seharusnya. Baik Avan mau pun Marcella memainkan peranan mereka dengan baik. Mereka melakukan pekerjaan dengan pr
Avan menoleh ke arah Marcella yang masih duduk di dalam mobil sambil memandang gelisah ke arah restaurant mewah di depan mereka. Pintu di sisi Avan yang sudah terbuka pun terpaksa ditutup kembali. “Kenapa? Ini salah satu restaurant favoritku. Mereka punya banyak pilihan menu jika kau menyukai maka
“Kecuali?” Marcella menunggu sambungan pernyataan Avan. Sesaat Avan diam. Dia tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Hanya sepasang mata coklat gelap yang terus terarah ke wajah Marcella. Pandangan mereka terkunci tanpa ada kata yang bisa diucapkan. Hingga Avan memilih untuk memecahkan suasana