“Bagaimana mungkin?” desis Bayu. Suaranya nyaris tidak bisa didengar bahkan oleh Marcella. Tatapan Bayu tertuju ke tengah taman. Sebuah tatapan yang menunjukkan keterkejutan dan sekaligus kekaguman. Apa yang dilihatnya begitu indah. Pemandangan yang membuatnya sulit untuk mempercayai pengelihatanny
"Kita tidak perlu menemuinya." Bayu memutuskan keinginan Maria. Suaranya tegas dan dalam. Jelas dia tidak ingin ada perlawanan dalam tindakan yang dia lakukan.Bayu berharap ekspresinya bisa membuat Maria berhenti dan tidak menentang Dalam banyak hal, apa yang terjadi di rumah ini adalah mutlak kepu
“Kalian tidak salan dengar. Ini adalah rahasia besar yang Gunawan bahkan enggan untuk menceritakan padaku. Aku pun sama terkejutnya pada waktu itu.” Maria menelan rasa pahit yang entah kapan berusaha dia tahan. Sebuah perasaan yang sudah sangat lama Maria simpan sendiri. Kali ini Bayu dan Marcella
“Apa yang salah dengan itu. Setelah kau mengatakan bahwa kau hamil anak Gunawan, dia berjanji untuk menyayangi Nirina. Namun kau sangat serakah. Kau meminta Gunawan memilih antara dirimu dan Nirina atau kami. Tentu saja Gunawan memilih kami. Dan itu alasanmu menjauhkan Gunawan dari Nirina. Kau ingin
Mereka sontak menoleh ke arah asal suara, kecuali Miranti. Senyum sinisnya muncul dan ‘mengatakan’ bahwa dia sudah tahu siapa yang datang di sana. Sesosok wanita cantik dengan usia setara Bayu berdiri di sekitar mereka. Walau dia mengenakan kacamata hitam, tatapan sinisnya jelas terasa ditujukan pad
“Pengagum lain?” Bayu mengerutkan kening. Dia melangkah masuk dan mengambil setangkai mawar yang ada di meja Marcella. Matanya menatap benci bunga cantik yang ada di tangannya. Alarm di kepala Bayu menyala. Seseorang sedang coba mengusik miliknya. Dan dia tidak suka itu! Itu hanyalah rangkaian keci
“Aku tidak datang ke tempat ini dengan tangan kosong, Marcella.” Pras tersenyum. Dia benar-benar tidak peduli dengan keberadaan Bayu. Matanya tidak lepas dari memandang Marcella. Itu membuat amarah Bayu semakin menuju ke puncaknya. Ingin rasanya Bayu menempeleng pria di depannya itu. Berani sekali
Bayu menoleh ke arah asal suara. Lalu kembali melihat ke arah lain. Orang yang menyapanya tidak menunggu di persilahkan. Dengan segelas kopi yang sudah di tangan, dia duduk di depan Bayu. Dia heran karena Bayu terlihat gelisah. Pemandangan yang tidak pernah dilihatnya. “Kau sedang di kantor Momy?”