Satu jam kemudian mereka memasuki halaman luas sebuah mansion. Bangunan itu terlihat seperti istana yang berdiri di tengah taman yang sejuk dan asri. “Kau tinggal di mansion ini?” Marcella memandang keluar jendela. Marcella adalah wanita yang berasal dari kalangan atas. Dengan rangkaian bisnisny
“Dengar, Ary. Kau tidak boleh keluar rumah tanpa pelayan. Setidaknya kau harus pergi bersama sopir. Jangan membuatku mati karena khawatir. Cukup satu kesalahan yang harus kita telan seumur hidup.” Lalu Bayu pun berbalik meninggalkan meja makan. Langkahnya cepat dan panjang mengisyaratkan kemarahan d
“Aku bahkan sudah mendapatkan banyak informasi tentang hal ini. Setelah semua bukti terkumpul, aku akan menyampaikan padamu.” Bayu tahu pasti bahwa Manu akan selalu menjadi orang yang bisa dia andalkan. Sepanjang hari ini emosi dan energi Bayu terkuras karena masalah perusahaan dan kekhawatiran te
“Hah?!” Mata Aryani melotot karena pertanyaan dari Marcella. “Apakah aku belum mengatakan padamu bahwa kakakku adalah seorang pria yang sangat tampan?” Marcella menggeleng sambil menyuapkan satu sendok penuh salad ke mulutnya. “Ah… Karena itulah kau sering bingung saat aku bercerita tentangnya. Ka
“Bisakah kau tidak marah?” Ini bukan pertanyaan. Karena Aryani sedang meminta Bayu untuk berjanji. Melihat mata Aryani yang ketakutan, rasa bersalah menangkup hati Bayu. Dia mulai berpikir apakah dirinya selama ini terlalu keras pada saudara satu-satunya yang dia miliki. Meski semua dia lakukan kar
“Kau tidak memberiku pilihan bukan?” Aryani merengut karena merasa bahwa Bayu sedang bernegosiasi dengannya. Melihat wajah Aryani yang merajuk, Bayu tersenyum lebar. Ia meraih laptopnya dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Melihat tidak ada jalan lain untuk melunakkan persyaratan Bayu Aryani memi
“Bayu….” Sial! Suara yang keluar justru terdengar seperti desahan. Bayu menghabiskan ruang di belakang Marcella dan mengunci tubuh mereka tanpa jarak. Udara menguar menjadi suhu panas tanpa ampun ketika kedua mata mereka bertemu. Sebuah kerinduan yang sama. Perasaan yang meminta untuk dibebaskan.
“Mam!” Bianca berteriak tidak percaya ketika dia baru saja membuka pintu. Marcella merentagkan tangan lebar dan membiarkan Bianca menyerbu ke arahnya. Kedua ibu dan anak itu berpelukan hangat beberapa menit untuk saling melepas kerinduan. “Wow! So surprise! Momy datang tiba-tiba?” pekik Bianca. M
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat