Di kamar dengan batasan dinding yang sama. Bayu berusaha meredam detak jantungnya. Perasaan yang tidak bisa dia pungkiri mengejarnya sampai ke batas untuk diakui. Dia sadar, bahwa Marcella mendorongnya menjauh. Meski mereka masih dalam sandiwara yang sama, namun kenyataan adalah hal yang berbeda. B
Kaki Marcella seolah diikat dengan ribuan ton besi ketika dia tiba di rumah sakit. Sopir pribadi Hadiwijaya membawanya ke sebuah ruangan. Di sana Marcella berhadapan dengan ranjang yang di atasnya ada gundukan putih tertutup rapat. Tubuh Marcella membeku. Air mata menolak untuk mengalir. Marcella p
“Katakan dengan jelas!” Bayu mencoba untuk memproses apa yang pria itu katakan. Manu mengangguk tanda mengerti Dia baru saja hendak membuka mulut ketika Marcella tiba-tiba datang menghampiri mereka. “Upacara tutup peti akan dimulai,” ujarnya. Mata Marcella melihat pria yang ada di depan Manu. Dia
“Oh, itu… Bayu ingin aku tidur dengan tenang. Karena itulah dia memilih tidur di sofa.” Marcella berusaha menyembunyikan kebohongan dengan meneguk susu di depannya. Nindia mengerutkan kening. Tidur dengan tenang bagi Nindia adalah tidur di samping Hadiwijaya. Bagaimana bisa seorang istri tidur tena
“Aryani… tenanglah. Biarkan Bayu menjelaskan semuanya.” Maria mencoba meredam emosi Aryani yang naik ke permukaan. Bagaimana pun reaksi terburuk dari Aryani, Bayu akan tetap tersenyum. Kasih sayang dan rasa bersalahnya pada Aryani telah mengalahkan kekesala apa pun untuk adiknya itu. Bayu menyalak
“Apakah sikapku harus terkait dengan masalah? Aku sedang bekerja, berhentilah mengatakan hal yang tidak perlu untuk kudengar.” Marcella semakin tidak peduli. Matanya sibuk melihat layar laptop. Jarinya bergerak cepat mengetikkan berbagai hal. Tidak seperti ketukan pada umumnya, Bayu merasa itu seper
“Ada apa denganmu, Cella? Kamu terlihat selalu terkejut dengan apa pun yang ibu katakan.” Nindia mengerutkan kening. Marcella adalah sosok yang tenang. Dia bukan wanita ekspresif yang mudah bereaksi pada hal-hal kecil. Tidak mungkin permintaan sederhana Nindia membuat Marcella begitu terkejut. “Ka
“Kau ini bicara apa? Jangan mengoceh sebelum mabuk!” Marcella menerobos tubuh Sarah dan masuk ke dalam club. Di belakangnya Sarah mengangguk dengan senyuman dan menggelengkan kepala. Sama sekali bukan Marcella yang dia kenal. Biasanya, Marcella akan menjawab tegas. Di bukan tipe wanita yang hidup d
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat