“Ada apa denganmu, Cella? Kamu terlihat selalu terkejut dengan apa pun yang ibu katakan.” Nindia mengerutkan kening. Marcella adalah sosok yang tenang. Dia bukan wanita ekspresif yang mudah bereaksi pada hal-hal kecil. Tidak mungkin permintaan sederhana Nindia membuat Marcella begitu terkejut. “Ka
“Kau ini bicara apa? Jangan mengoceh sebelum mabuk!” Marcella menerobos tubuh Sarah dan masuk ke dalam club. Di belakangnya Sarah mengangguk dengan senyuman dan menggelengkan kepala. Sama sekali bukan Marcella yang dia kenal. Biasanya, Marcella akan menjawab tegas. Di bukan tipe wanita yang hidup d
Mata Marcella terpejam. Tapi butiran air mengalir dari sudut matanya. Pemandangan yang membuat hati Bayu terkoyak. Wajah Marcella adalah ekspresi kesedihan yang dalam. Perasaan dalam diri Bayu adalah pengakuan cinta yang mulai dia sadari. Dia hanya ingin Marcella tersenyum, tanpa air mata. Bayu mul
“Bi… please, be nice.” Marcella menyentuh bahu putrinya. Walau hubungannya dengan Bayu menegang, namun bukan berarti Marcella bisa membiarkan Bianca melemparkan banyak kebencian pada Bayu. Terlebih itu di depan Nindia dan orang lain yang baru mereka kenal. Bianca mengerucutkan bibir. Tangannya me
Bianca dan Marcella menoleh bersamaan ke arah datangnya suara. Mereka melihat Bayu berdiri di sana. Walau kata-kata yang Bianca lontarkan terdengar kejam, wajah Bayu sama sekali tidak menunjukkan kemarahan. Bianca melihat sengit ke arah Bayu. Dia merasa tidak punya alasan untuk menyukai pria itu. J
“Itu… itu memang bukan urusanmu.” Marcella mempertahankan sisa-sisa ketegaran yang bisa dia tunjukkan. Kadang Marcella tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Saat di depan Bayu, dia menjadi makhluk yang paling lemah dan mendamba. Berbeda dengan dirinya yang telah puluhan tahun menjadi pengusaha suk
“Bayu? Hmm… Matthew, ini adalah suamiku. Bayu, ini adalah Mattew, ayah Bianca.” Marcella berdiri dan memperkenalkan kedua pria di hadapannya dengan rasa canggung. Bayu mengulurkan tangan dengan hangat pada Mattew. Dia mendapatkan sambutan yang sama hangatnya. “Hi,” Mattew menyapa. “Jadi, kalian
“Bukankah kau sudah menikah? Aku menerima surat undangan pernikahanmu sebelum aku kembali ke Indonesia waktu itu.” Marcella tertegun sesaat karena lamaran Mattew. Mattew tersenyum kecut dan menggeleng. “Semua terdengar bodoh, Cella. Untuk kedua kalinya aku lari dari altar pernikahan.” Tawa ringan k