Bianca dan Marcella menoleh bersamaan ke arah datangnya suara. Mereka melihat Bayu berdiri di sana. Walau kata-kata yang Bianca lontarkan terdengar kejam, wajah Bayu sama sekali tidak menunjukkan kemarahan. Bianca melihat sengit ke arah Bayu. Dia merasa tidak punya alasan untuk menyukai pria itu. J
“Itu… itu memang bukan urusanmu.” Marcella mempertahankan sisa-sisa ketegaran yang bisa dia tunjukkan. Kadang Marcella tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Saat di depan Bayu, dia menjadi makhluk yang paling lemah dan mendamba. Berbeda dengan dirinya yang telah puluhan tahun menjadi pengusaha suk
“Bayu? Hmm… Matthew, ini adalah suamiku. Bayu, ini adalah Mattew, ayah Bianca.” Marcella berdiri dan memperkenalkan kedua pria di hadapannya dengan rasa canggung. Bayu mengulurkan tangan dengan hangat pada Mattew. Dia mendapatkan sambutan yang sama hangatnya. “Hi,” Mattew menyapa. “Jadi, kalian
“Bukankah kau sudah menikah? Aku menerima surat undangan pernikahanmu sebelum aku kembali ke Indonesia waktu itu.” Marcella tertegun sesaat karena lamaran Mattew. Mattew tersenyum kecut dan menggeleng. “Semua terdengar bodoh, Cella. Untuk kedua kalinya aku lari dari altar pernikahan.” Tawa ringan k
“Yeah, dad sangat mengerti kenapa mom melakukan itu. Ok, aku akan kembali ke kamar.” Bianca meninggalkan Bayu duduk sendiri di meja makan dengan luka menganga di hatinya. Dia tidak bisa lagi mengabaikan perasaan bahwa sebenarnya cinta itu telah tumbuh di hatinya. Kenyataan mendorong Bayu mundur. Wa
Nindia mengangguk. “Ayah sudah tidak ada. Kau sibuk dengan bisnis dan kegiatanmu. Di sini Bianca juga sibuk, tapi aku bisa mengurus banyak hal untuknya. Dengan begitu, aku merasa sedang mengurus ayah.” Marcella mengangguk. Dia mendekati Nindia dan memeluknya. “Kapan pun ingin pulang, kabari aku d
“Tuan Gunawan sudah tahu sejak lama bahwa dirinya menderita kanker ganas. Dokter sudah memperkirakan kapan dia akan meninggal. Saat waktu itu tiba, Tuan Gunawn memperhitungkan anda dan Nona Muda Aryani belum cukup usia untuk mengambil alih kerajaan bisnisnya. Maka kemungkinan yang akan mengambil ali
Tanpa mengarahkan wajah pada Bayu, Manu tersenyum. “Aku akan memberikan nyawaku pada Tuan Gunawan Tjandra jika itu memang diperlukan. Dia adalah simbol hidup kedua bagiku.” Lalu Manu melangkah menuju ke pintu keluar. Bayu mengerutkan kening dan mencoba mencerna kata-kata Manu. Pikirannya membolak
“Dan dia jatuh cinta padamu.” Bayu menyimpulkan. Marcella tersenyum sedih. “Katakanlah begitu. Tapi, Avan bukanlah alasan aku memutuskan untuk tidak kembali padamu. Itu adalah dia hal yang berbeda.” “Apakah dia lebih baik dariku?” tanya Bayu. Marcella mengerling. “Kenapa aku harus membandingkan k
Bayu meraih tangan Marcella. Hatinya bergetar. Semula dia memang berniat untuk tetap memberikan investasi itu pada Naomi Company. Jika itu berarti kemenangan Marcella dan membalaskan sakit hatinya pada Bayu, maka dia akan dengan senang hati memberikan kemenangan itu pada Marcella. Namun ternyata, j
Pria yang sejak tadi memilih diam itu pun melihat ke arah Nirina. “Apa kau sedang mengancamku?” tanya Bayu. “Tentu saja tidak, Bayu. Ini bukan ancaman, ini adalah hal yang akan tampil menjadi kenyataan. Video pelecehan yang pernah kau lakukan pada Marcella, ada di tangaku.” Nirina menoleh ke salah
Kamera wartawan berkilatan di depan mereka. Itu sama sekali tidak mengganggu bagi Nirina. Dia tersenyum bangga dan bahagia dengan para pewarta yang ada bersama mereka. Marcella duduk tenang dan anggun di sebelahnya sementara Bayu duduk di sisi yang lain. Itu adalah ruang pertemuan di dalah satu hot
Marcella duduk diam sambil memutar-mutar gelas berisi air yang ada di depannya. Kata-kata Nindia mengandung banyak kekhawatiran. Dalam hati Marcella selalu bersyukur karena ibu yang dia miliki adalah Nindia. Wanita yang tegar dan tidak terpengaruh oleh keadaan. Kebijakannya dalam menentukan banyak h
Sesaat semua orang memejamkan mata. Beberapa dari mereka adalah orang yang belum pernah melihat kekejaman Bayu yang hanya terdengar dari telinga. Ketika akhirnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri dengan siapa mereka sedang bekerja, tak urung mereka pun berubah menjadi jeli. “Berterima kasih
Bayu berdiri cepat. Dia membuka salah satu laci yang ada di belakangnya. Sepucuk senjata dengan segera berada di tangannya. Bayu dengan cekatan memasang beberapa peluru dan melepaskan pengaman pelatuknya. Manu berdiri. “Tidak, Bayu. Bukankah kiat sudah sepakat untuk tidak menggunakan cara ini lagi
Tidak ada satu jawaban pun yang diterima Bayu. Sepanjang malam, ratusan kali dia menyentuh ponselnya hanya untuk melihat bahwa Marcella tidak sama sekali menanggapi pesan yang dia kirimkan. Pertanyaan bergelayutan di benak Bayu. Apakah istrinya belum membaca pesannya? Atau Marcella memang sudah tida
“Tidak mungkin Marcella melakukan itu, Kak. Dia bukan wanita yang bisa membalas dendam dengan cara yang kejam.” Aryani menyangkal. “Bukankah itu menurutmu. Kenyataannya tidak seperti itu. Orang paling baik sekali pun bisa melakukan hal kejam ketika mereka melewati batas rasa sakitnya.” Bayu memijat