***
Arghhh! Sial*an! Marco bisa merasakan gadisnya tersudut tapi demi menjaga situasi agar tidak memancing keributan. Bagaimana pun juga, malam ini adalah malam pertandingan persahabatan yang dibuat Tesh. Isa lalu memberi isyarat yang ia tahu harus ia kabulkan.
"Baiklah, Gio. Biarkan petarungmu mengikuti permainan malam ini. Marco yang akan menjadi lawan pembuka." Isa mengatakannya dengan tegas.
"Arghh! Menarik ini, anj*ing penjagamu melawan anj*ingku!"
Oke, orang ini lebih parah dari Rage. Lain kali akan aku hempaskan dia dan mulut besarnya ke bawah tanah! Marco menenangkan diri karena ia tahu sebentar lagi ia harus bertarung melawan raksasa jadi-jadian di tengah ring dan menjadi tontonan sirkus.
Spolier: Bab agak panjang dan mengandung adegan kekerasan. *** Ting! Denting bel tiga kali membahana dan menandai selesainya pertarungan antara Marco si Pendatang Baru dengan Raksasa tiga kali lipat tingginya yang bernama Stone Scrusher. Hanya butuh dua detik untuk Marco memastikan si Raksasa itu sudah tersungkur. Bukan maksud sombong, dalam sebuah pertarungan teknik masih lebih penting dibanding ukuran. Tanpa sadar sudut bibirnya mengembang, Marco membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia masih selihai dulu ketika bertugas di medan perang. Marco melihat ke tempat kekasihnya duduk. Isa sudah beranjak sambil mengatakan sesuatu dengan serius pada Gio Si Eksentrik itu. Mengapa setiap pria yang berurusan dengan
*** Dor! Marco menurunkan bidikan tembakannya ke arah bahu Tesh. Perempuan itu serta merta kehilangan keseimbangan dan mengambil kesempatan untuk menjatuhkan Mischa dengan berat badannya. Dengan refleks, Mischa mengarahkan senjata ke kepalanya sendiri. Dor! Tembakan lain yang berasal dari atap gedung lain sudah membidik pergelangan tangan Mischa dengan tepat. Bidikan itu persis ketika ia akan menarik pelatuk dan membunuh dirinya sendiri di depan umum. Mischa terjatuh di bawah Tesh dan berupaya menghancurkan salah satu bahan peledak yang menempel di rompinya dengan tangan kosong. Marco dan Jett segera membekuk Mischa. Berusaha agar perempuan itu tidak banyak bergerak dan meledakkan satu gedung sesuai rencananya semula.
*** Apa kau belum lelah menghadapi drama keluargaku, Marco? Marco menurunkan Isa tepat di ujung bak mandi yang hampir penuh tiga per empat bagiannya. Ia lalu melucuti pakaiannya. Dengan polos ia masuk ke bak besar itu duluan. Isa masih berdiri menunggunya. "Babe." Ia meraih gadisnya untuk duduk bersamanya. Air dan busa yang menyebarkan aroma coklat ke penjuru ruangan menusuk lembut indra penciuman mereka. Marco sengaja memilih terapi cocoa untuk meredakan stres yang kini dirasakan Isa setelah kejadian di club tadi malam. Isa sudah menyandarkan punggungnya ke dada Marco. Marco membelai dari bahu sambil bergerak melingkar menuju tengkuknya. Elusannya meluncur turun ke sisi p
*** Mereka sampai di lantai kelas vip rumah sakit dan menuju kamar Tesh. Tidak seperti kemarin, penjagaan di depan kamarnya cukup ramai. Pengawal yang hadir disitu bukan hanya orang-orang Rivera. Sejumlah wajah dikenalinya dari kejadian kemarin. Ini pengawal Gio. Seakan sudah tahu apa yang sedang menantinya di balik pintu, Marco memperhatikan raut wajah Isa yang menegang. Gadisnya tetap berjalan dengan percaya diri menuju pintu. Hampir semua pria yang ada di lorong itu memberinya anggukan hormat. Marco berjalan di belakangnya. Krakk! Isa membuka pintu kamar. Tepat sekali si pria eksentrik itu sedang duduk di hadapan Tesh dan melipat tangannya. Hanya ada mereka berdua dan seorang perawat yang berjaga di ujung ranjang Tesh.
***Selesai menjenguk Tesh dan situasi canggung yang menghampiri ketiganya, mereka akhirnya meluncur ke kabin dimana Jett dan anak buah Marco mengamankan Mischa."Kita tidak menuju safehouse?" Isa bertanya padanya."Tidak, sayang. Kita menuju kabin di pinggir kota. Mischa harus diamankan di tempat tersembunyi. Lagipula, aku tidak mau mengorbankan anak buahku yang lain jika ada penyerangan kembali ke safehouse."Isa mengangguk."Apa Rage sudah mulai bertugas denganmu?" Isa menyilangkan salah satu kaki dengan santai dan memperlihatkan belahan paha mulusnya.
***-Marco POV-Klik! Ujung revolver milik Isa kembali bersarang tepat di dahinya.Marco mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. Adegan menegangkan dan percakapan kedua gadis yang pernah bersahabat itu disaksikan dengan matanya sendiri dari balik kaca pemantau.Ketegangan menyelimuti Isa dan Mischa. Marco menangkap kegelisahan dari sepasang mata Mischa yang berusaha menembus kaca penyekat ruangan antara ruang pemantau dan ruang interogasi tahanan. Sebaliknya, Isa menunjukkan ketenangan yang luar biasa padahal ujung pelatuk kini berada di tengah dahinya.Kematianmu adalah tebusan untuk putriku. Kalimat itu terngiang di benak Marco.
***"Perjalanan kita masih lama?" Isa meraih tangan kanan Marco dan membelai telapaknya. Menggiringnya menuju pipinya dan mengecupnya. Sentuhan sederhana itu seakan menghidupkan hasratnya."Mungkin satu jam kurang." Marco menepikan mobilnya di pinggir jalan setapak dan menyalakan lampu hati-hati. Ia lalu menarik Isa dan menempelkan kedua bibir mereka. Menciumnya perlahan sambil mengecupnya."Uhm." Isa mengulum bibirnya, seakan paham apa yang sedang dirasakannya. Ia memeluk bahunya dan mendesak ciumannya lebih dalam. Marco memberikan sentuhan yang tidak kalah manis, menggigit gemas bibir bawahnya dan membelai lidah gadisnya dengan lidahnya.Marco lalu mencengkram pergelangan tangan Isa dan menghentikan semua kegiatan mereka. Ia lalu menarik tuas kursi penumpang dan menaha
***"Apa aku harus mengenakan penutup mata ini, Marco?""Sssh! Tentu saja, Baby!" Marco mengawalnya menaiki undakan tangga batu. Udara malam ini cukup hangat karena sedang musim panas. Cukup bersahabat untuk menghabiskan waktu makan malam diluar bersama lelakinya."Masih jauh tidak? ""Sepuluh langkah lagi. Kau cerewet sekali, Sayang."Mereka menaiki tangga batu terakhir. "Sudah sampai, Princess." Marco membuka kain yang menutup matanya.Isa mengerjap-ngerjapkan kedua matanya."Kalau begini, bisa luntur maskaraku, Marco." Isa merengek manja.Marco tergeli. Satu-satunya perempuan yang
PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam
***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel
***Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua
***"Ayolah, Princess! Aku melarangmu melakukan pertunjukkan selama kalian masih berada di sekitar keponakan kecilku." Suara Gio memecah aktivitas Marco dan Isa.Marco mengeluarkan suara protes. Isa menengadahkan kepalanya dan menangkap sepasang wajah jenaka Gio yang sangat dikenalnya sejak remaja. Sejak Brie dan Mischa kembali dalam hidupnya, Gio terlihat lebih ceria dan menyenangkan."Gio." Isa menyapanya meski masih berada dalam dekapan Marco."Isa.""Gio" Marco sudah berdiri tegak menghadap pria berbahaya pemimpin gangs terbesar di Chicago."Fox." Gio menganggukkan kepalanya pada Marco. "Bukankah ada kode etik atau semacamnya yang menjabarkan kau dilarang melahap Tuan Pu
***"Marco." Isa mendekati Marco yang sedang menikmati sarapan setelah keduanya menyelesaikan ronde pagi bersama. Isa menyandarkan tubuhnya di sudut meja makan."Uhm.""Jika aku punya satu permintaan, apa kau akan mengabulkannya?""Tentu saja, Tuan Putri." Marco menggeser kursinya. Marco mendudukkannya di atas meja dan wajahnya sejajar dengan paha gadisnya."Bawa aku kabur.""Kemana?" Marco mengelus betis Isa yang kini diraihnya agar bertumpu di atas pahanya."Entahlah. Kau pernah mengatakan akan membawaku kabur jika Tesh tidak merestui hubungan kita." Isa mengacak rambut bergelom
***[Makan malam bersama Tesh.]Marco mengenggam erat tangan Isa sambil menaiki undakan tangga batu menuju meja semi outdoor yang sudah disiapkan Tesh. Pelayan mengawal keduanya dan menunjukkan meja untuk tiga orang yang menghadap pada pemandangan dermaga yang indah pada malam hari.Lampu-lampu kecil berpendar kekuningan menyelimuti keduanya. Malam ini akan menjadi sangat romantis, jika tidak ingat bahwa kedatangan Marco dan Isa adalah untuk memenuhi tugas negara menemui Tesh, sang pemimpin kartel terkejam di sepanjang wilayah Amerika Selatan.Pelayan menggeser kursi untuk Isa dan mempersilahkannya duduk. Marco meraih kursi disisinya. Mereka masih harus menunggu kehadiran Tesh.
***Setelah kepulangan Zayden, mereka kembali berdua. Keduanya sedang menikmati sisa petang di balik sofa di ruang tengah."Kau masih belum ingin pulang, Princess?" Marco mengelus paha Isa yang sedang ditumpangkan di pahanya.Isa menggeleng."Kau tidak nyaman tinggal di rumah besar itu atau kau belum siap bertemu Tesh untuk sementara waktu ini?" Marco membidik pertanyaannya langsung."Tesh." Isa menjatuhkan jawaban dengan tegas."Kau sudah sempat menghubunginya sejak kemarin?"Isa menggeleng. "Tesh menghubungiku tadi siang ketika aku sedang menyusuri
***Tirai tipis di jendela kamar Marco yang berhadapan langsung dengan laut berkibar mengikuti angin sepoi. Isa masih memejamkan mata dan dengkurnya perlahan menjadi melodi pagi hari untuk Marco.Sinar matahari mulai memasuki dan menghangatkan suasana kamarnya yang minimalis. Dengan nuansa cat dinding dan furniture yang didominasi warna putih dengan kesan minimalis dan modern.Marco merasa hidupnya sudah lebih dari cukup. Ujung bibir gadisnya tidak lagi merenggut seperti dua malam terakhir. Kelegaan menjalar di hatinya.Luka hati dan rasa bersalah akan selalu mengikuti gadisnya. Peristiwa penculikannya kemarin pasti sangat membekas di sanubari Isa. Inilah adalah konsekuensi berat dari nama belakang keluarga yang harus disandang seseorang. Takdir yang tidak bisa dipilih s
***Dengan segera, Isa selesai diperiksa oleh Doc dan diberi sedikit obat penahan nyeri untuk beberapa memar di leher sebagai akibat cekikan Vargas. Marco tidak memiliki pilihan selain membawa pujaan hatinya pulang ke rumah peristirahatannya di Pantai Timur. ‘‘Entah mengapa, Isa menolak pulang ke kediamannya sendiri.’Marco bersyukur bahwa Isa hanya mengalami cedera ringan pasca perang terbuka dengan Vargas. Tapi persoalannya, meski hanya luka ringan Isa menunjukkan tanda-tanda yang kurang baik. Pandangan kosong yang membayang di kedua mata indah itu menjadi alasan utama mengapa Marco tidak berminat bergeming sedikit pun dari sisi Isa.Ketika mereka sampai di rumah Marco pada penghujung sore, Isa bahkan tidak mengeluarkan suara. Gadis muda itu