"Neng, kita udah sampai nih," ucapku pada mereka di belakang.
"Mina tidur, Mang. Hahah," balas Sena.
"Lah ... padahal cuma 20 menit juga sampai, udah tidur aja dia." Aku pun keluar dari mobil lalu membukakan pintu mereka, "Bangun, Neng ...."
Mina pun bangun, lalu keluar dari mobil bersama Sena. Kasihan, sepertinya Mina sangat lelah hari ini. Terkadang aku prihatin pada kondisi Mina yang selalu ambruk hanya karena mengejar lelaki seperti Sena. Walau sudah ditolak dan disakiti, cinta Mina tak berubah walau hanya sesaat.
"Saya langsung ke kamar ya Mas, Neng ... cepat istirhat ya ... kalau perlu apa-apa telpon aja ...."
"Iya, Mang. Kita istirahat lah malam ini," jawab Sena. Mina pun menjawab sambil melambaikan tangannya, "Sampai jumpa besok ya, Mang ...."
Selama 4 tahun menjadi supir pribadinya, aku menjadi sangat mengenal seperti apa kepribadiannya. Dia adalah wanita pecinta sejati, yang tak akan pernah menjalin hubungan sebelum dia yakin akan kekuatan cinta yang sedang meracuninya. Menurutnya, hidup sekali bukan untuk jatuh cinta berkali-kali. Definisi cinta yang pernah dijelaskannya padaku pun sangat berbeda dengan apa yang menjadi pandangan umum.
Saat kutahu bahwa Sena menjadi lelaki pilihannya, aku mengubur cintaku dalam-dalam. Apalagi setelah menemani perjuangannya untuk mencuri hati Sena, semakin membuatku merasa mustahil bisa dicintai olehnya. Walaupun begitu ada pelajaran yang bisa kuambil dari kisah cinta mereka, bahwa cinta harus memiliki.
Mina adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, dan dia adalah anak perempuan satu-satunya. Ayahnya seorang keturunan Jepang, sedangkan ibunya berasal dari keturunan Sunda. Itulah sebabnya Mina memiliki wajah unik yang tidak dimiliki manusia pada umumnya, dia lebih mirip identik dengan bidadari. Dua orang kakak-lelakinya pun tak kalah uniknya, mereka sering dipanggil malaikat tampan tak bersayap.
Orangtuanya merupakan pengusaha di Korea Selatan, yaitu Owner dari pabrik produk barang-barang elektronik. Kakak pertamanya memonopoli pabrik mesin percetakan di Indonesia, sedangkan kakak keduanya menangani cabangnya di Australia. Maka dari itulah, Mina selama ini tinggal dengan para asisten keluarganya yang jumlahnya sangat banyak. Bayangkan saja, usahanya yang menggurita memiliki lebih dari 100.000 orang karyawan. Seluruh aset harta berupa rumah, perkebunan, Caffe, restoran, semuanya dijaga oleh para asisten kepercayaan. Mina saja yang usianya baru beranjak 23 tahun sudah tercatat sebagai Owner beberapa restoran dan Club di Bali, Jawa, dan Jakarta. Rumah atau lebih tepat disebut istana pribadinya berjumlah puluhan, setiap istana dijaga oleh minimal 10 sampai 20 asisten rumah tangga. Benar-benar latar belakang keluarga yang tajir melintir.
Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu Mina sangat disayang dan dimanja oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Meskipun begitu, untuk urusan cinta Mina dibebaskan sebebas-bebasnya. Asalkan Mina bahagia, keluarganya tidak melarang Mina menikah dengan siapa pun, meski dengan pria termiskin sekalipun. Karena menurut keluarganya, harta mereka sudah terlalu banyak sehingga tak perlu mengorbankan perasaan hanya demi harta.
Aku sebagai supir pribadinya, sangat beruntung dijadikan sahabat terdekat olehnya. Alhamdulillah untuk masalah gaji, sampai aku tidak tahu lagi harus bersyukur bagaimana. Dalam satu bulan, aku menerima gaji pokok sebesar 15 juta rupiah, uang makan 6 juta rupiah, uang pulsa, retribusi, dan lain-lain, yang jika ditotal semuanya lebih dari 70 juta. Untuk mencegah aku berhenti bekerja, Mina mengadakan kontrak padaku selama 5 tahun ke depan. Padahal, aku tidak mungkin berhenti karena selain gajinya sangat besar, perlakuan Mina pun sangat bersahabat padaku. Dia menghormatiku layaknya kakak kandung, dan aku sudah menganggap Mina sebagai adikku sendiri.
"Kriiiingg ... Kriiiing ...." Aku terbangun karena dikagetkan oleh suara dering ponselku. Di layarnya tertulis nama Mas Sena. Dalam keadaan belum terjaga sepenuhnya, aku mengangkat panggilannya,
"Halo, Mas ...."
"Halo, Mang ... udah bangun belum?"
"Masih tidur nih Mas ...." Aku pun melihat jam di layar, owh ... baru jam setengah 7 pagi, "masih pagi Mas, masih ngantuk ...."
"Mang, kita ke Caffe lantai bawah yuk, kita ngopi ...," ajak Sena padaku.
"Aduuuh ... yaudah tunggu saya mau mandi dulu," jawabku malas.
Aku pun bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Kubersihkan seluruh tubuh dan gigiku, sambil menyanyikan beberapa lirik lagu,
"Hiiiiduuuup ... iniii indaaahhh ... biilaaaa akkkuuu seeelaaalluuu ... Ada di dekatmuuhuu ... setyap waktyuhuu ... hingga aku hembuuusskan nafaaasss ... yang teeerakhiiiiir .... dan kita pun beeerteemuuuhuuu ...."
Setelah yakin tubuhku bersih dan puas menggelar konser di kamar mandi, aku pun segera bersiap-siap untuk memulai aktivitas hari ini. Baju Branded, parfum mahal, dompet buaya, sepatu Branded original, semua menghiasi tubuh langsingku. Sebagai seorang supir yang gajinya lebih besar dari anggota DPR, hahahah ... aku harus selalu tampil bersih dan elegant, hahahah ....
"Halo!"
"Iya, Mas ...."
"Cepet ih ...."
"Wokeh Mas OTW ...."
Sena menelponku untuk segera menghampirinya. Aku pun segera memenuhi panggilannya dengan tubuh penuh semangat. Ah ... sepertinya hari ini aku merasa bugar sekali.
"Pagi, Mas ... Mina mana, Mas?"
"Belum bangun dia, Mang. Amang mau pesen kopi apa?"
"Saya kopi hitam aja Mas."
Sejurus kemudian Sena memanggil pelayan untuk memesan beberapa hidangan untuk kami. Sepertinya pagi ini akan ada obrolan panjang. Namun sepertinya cuaca sangat mendukung, cahayanya teduh, serta angin yang terasa sejuk. Membuatku semangat dan tersenyum menikmati pagi yang indah ini.
"Ini, Mas ... kopinya ...," ucap pelayan seraya menata hidangan pesanan kami.
"Hmmmhh ... aroma roti hangat yang segar, kopi hitam yang mengandung semangat ...," ucapku sambil menikmati kopi penuh nikmat.
"Mang, boleh tanya-tanya seputar Mina gak? Santai aja, cuma ngajak ngobrol ringan aja ...," tanya Sena memulai pembicaraan.
"Boleh-boleh, Mina orangnya terbuka kok. Apalagi buat kamu, apa sih yang enggak."
"Iya, sih. Cuma kalau aku nanya dia bawa'annya mau cium terus jadi gak fokus."
"Hahahah ... Mas bisa aja. Yaudah, Mas mau nanya apa?" ucapku agar segera memulai obrolan yang serius.
Sena pun mulai menceritakan awal mula pertemuannya dengan Mina. Ternyata mereka bertemu pertama kali melalui aplikasi jejaring sosial Facebuke. Mina dan Sena aktif di salah satu grup komunitas sesama penulis. Ternyata Mina hobi menulis cerita pendek humor, sedangkan Sena sering menulis cerpen romantis. Seiring berjalannya waktu keakraban mereka terjalin karena sering terlibat dalam perdebatan komentar, dan mereka saling mendukung. Obrolan mereka via Inbox pun semakin intim, dan benih-benih ketertarikan mulai tumbuh di hati Mina. Sena bercerita, bahwa kepiawaiannya dalam menyusun kata menjadi sebuah nasihat magis membuat Mina sangat mengaguminya. Selain itu Mina merasa bahwa karakter akun Sena tidaklah seperti akun pria pada umumnya, arah pembicaraan Sena tidak pernah sekalipun menjurus ke dalam percakapan-percakapan berbau mesim. Begitulah yang kudengar dari penuturannya.
"Selama berteman di medsos itu, Mina bilang hanya akulah yang dia beritahu tentang kehidupan pribadi, serta latar belakang keluarganya. Namun, justru itulah yang membuatku menjauhkan diri dari kemungkinan jatuh cinta padanya. Karena aku tentu merasa tak sederajat dengan Mina. Yah ... meskipun berulang kali dia bilang tidak pernah memberi syarat apa pun pada pria, asalkan dia cinta maka siapa pun bisa menjadi suaminya," ujar Sena melanjutkan.
"Iya, sih Mas. Kalau boleh saya bilang, sebenarnya Mas itu orang kedua yang mengetahui kriteria yang diinginkan Mina. Sayalah orang pertama yang sering diajaknya membahas tentang cinta, dan darinyalah saya banyak belajar. Jika bukan karena kutipannya, saya pasti sudah lama menjadi pria yang masuk dalam barisan sakit hati, heheheh .... Menurutnya, cinta sejati adalah yang mampu membangkitkan jiwa, tidak pernah menyerah, dan siap berjuang dengan mengorbankan apa pun." Aku menanggapi cerita Sena dengan sok bijak. Aku pun melanjutkan, "asalkan Mas tahu, saya adalah orang yang seperti telah mendapat pencerahan dari seorang Mina. Bayangkan saja Mas, pria mana sih yang tidak cemburu dan iri hati melihat Mas dicintai oleh Mina? Seorang wanita muda tajir melintir, yang dibebaskan dalam mencari calon suaminya nanti, mengejar-ngejar seorang pedagang Martabak, dan tak menyerah meski sudah sering ditolak. Namun karena saya sudah lulus kuliah percintaan yang didirikan Mina di mobilnya, ha
Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu. Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya. "Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a
"Bang! Saya mohon terimalah cinta saya, Bang! Abang harus percaya ...."Tidak mungkin! Wanita tajir dan seindah Mina bisa mengucapkan itu padaku. Aku masih menganggapnya bercanda, tetapi dia sama sekali tak menunjukkan wajah sedang berdusta. Apakah benar dia serius? Seakan laut di depanku ini ikut tertawa bersama."Coba Abang pikir, untuk apa saya ajak Abang berdua ke pantai jika tidak ada maksud lain? Saya pilih Abang!""Apa yang kamu lihat dari saya?""Abang pria jujur. Abang apa adanya. Selama 1 bulan kita berteman, tidak ada tanda-tanda abang menyimpan rahasia. Tapi saya tahu Abang juga menyukai saya, dan Abang tidak pernah merahasiakannya. Saya kuliah di jurusan psikolog, Bang. Saya selalu berhati-hati dalam memilih seorang pria.""Kami lebay gak sih, Mina? Kamu kan tau aku sudah punya pacar? Apa kamu juga sedang menguji saya?""Bang Sena, cinta yang tertolak tidak lebih menyakitkan dibandingkan cinta yang tak dipercaya!"Butuh s
"Kemampuan khusus apa? "Untuk melihat siapa jodoh kita?" Mina berkata bahwa dia memiliki kemampuan untuk melihat siapa jodohnya. Padahal, kami sama-sama tahu bahwa dalam agama kami, jodoh adalah rahasia Tuhan. Karena itulah aku tidak mungkin percaya padanya begitubsaja. "Ngaco lo, ah. Gak usah ngadi-ngadi, Mina," ucapku. "Itu memang benar kok. Aku tahu siapa yang akan hadir dalam hidupku." "Coba jelaskan secara terperinci lah." Mina mulai bercerita. Dia berkata bahwa jodoh memanglah rahasia tuhan, tetapi yang dia maksud di sini adalah kemampuan untuk merasakan firasat. Lebih tepatnya sebuah getaran yang akan mulai terasa jika kita sedang berada di dekat jodoh kita. Jafi tetap saja jika calon jodohnya tersebut sedang berada di tempat yang jauh, Mina tidak tahu bahwa orang itu adalah jodohnya. "Jadi, gue bisa merasakan getaran yang sangat kuat saat bertemu dengan lo," ucap Mina. Hari ini, Mina mengajakku ke sebuah Mall untuk makan siang. Kami makan di salah satu restoran di sana.
"Sena, jika kamu ingin pergi, pergilah. Saya gak akan tahan kamu lagi.""Gak bisa. Saya cinta sama kamu."Dalam hatinya, Sena sangat tak ingin melepaskan Vhera. Namun, rasa cemburu membuatnya selalu tak bisa berhenti berbuat kasar.Sebenarnya dia sadar akan kebodohan dirinya, membenci dan memarahi Vhera karena tak bisa menjaga mawarnya. Namun, itu adalah masa lalu yang tak ada hubungan dengan dirinya. Secemburu apa pun dia sekarang, Vhera di masa lalu adalah yang belum mengenal dan bertemu Sena. Jadi bagaimana mungkin dia bisa memarahi keterlambatannya sendiri? Takdir memang merupakan penjara bagi kehendak bebas manusia. Setidaknya, Sena sudah mengetahui itu walau nyatanya dia tak bisa menerima."Jika kamu tidak bisa menerima keadaan saya, untuk apa kita bertahan, Sena? Percuma, kamu tidak merasa bahagia. Untuk apa saya bertahan dengan orang yang tak bisa menerima masa lalu saya.""Saya tidak bisa tenang sebelum bisa membunuhnya!""Kalau beg
Rasa tak percaya mengahetkanku saat melihat nominal saldo yang terpanmpang di layar mesin ATM."Tiga Puluh Juta Rupiah," ucapku saat mengeja jumlah angka yang tertera.Hanya beberpaa jam saat bertemu di pantai itu. Malamnya, Mina menyuruhku untuk mengirimkan nomor rekening lewat sms, dan mengeceknya jika malam sudah berganti pagi. Karena tidak sabar, pukul 6 pagi langsung kutancapkan gas sepeda motorku untuk menuju ke mesin ATM. Setelah yakin bahwa saldoku bertambah, aku pun langsung menelpon Mina."Halo, Neng.""Iya, Halo. Ada apa, Mang?"" Banyak banget kirimnya, Neng?""Iya, Bang. Anggap aja itu buat persiapan Amang bekerja nanti. Sekalian buat bantu kondisi keuangan Amang sekarang.""Wah, makasih banyak ya Neng. Saya siap mengabdi buat Neng!""Yaudah kalo gitu, nanti kamu langsung ke tempat saya yah. Saya gak jadi jemput.""Baik, Neng. Siap."Aku pun langsung pulang ke rumah, untuk bersiap pergi bekerja di har
* Pagi ini, Mina menyuruhku untuk mengantarnya ke kantor pusat, di mana seluruh petinggi eksklusif semua perusahaan yang dimilikinya memimpin dari sana. Setiap kali aku berada di sana, keakraban antara aku dan Mina seolah tak pernah ada. Bagaimana tidak, Mina dikenal sebagai wanita muda paling berkuasa di seluruh jaringan perusahaan milik Aurora Grup. Dia adalah salah satu dari 3 besar Owner, yaitu dia dan kedua kakak kandungnya. Berbeda dengan kedua kakaknya yang sangat misterius, Mina lebih terkenal di antara para karyawan dan jajaran manajemen. Hal itu disebabkan, bahwa dia sering melakukan Resuffle kepada barisan Manajer. Selain itu, dia tidak segan-segan memecat siapa pun yang Integritasnya mulai kelihatan menurun. Meskipun begitu, banyak karyawan yang setelah dipecat olehnya menjadi kaya mendadak, karena memperoleh pesangon yang sangat besar. Walau usia Mina masih sangat muda dan berkuliah, tetapi
"Mina!? Apa yang kamu lakukan?" ucapku kaget saat tahu bahwa yang mengganggu tidurku tadi, adalah Mina."Saya bingung Sena! Apakah kamu benar-benar tidak mau menyentuhku?""Untuk apa saya menyentuhmu! Saya tidak mungkin melakukan itu! Kamu sahabat terbaikku, Mina!" Sudah kuduga, hal ini pasti terjadi. Tak kusangka, Mina seperti wanita-wanita tajir menyeramkan di luar sana. Melakukan apa pun demi cinta."Apa? Sahabat? Di kamar hotel? Berdua?" ucap Mina berusaha mendebatku."Lalu apa maksudmu, Mina!""Saya hanya mau membuktikan bahwa saya benar-benar mencintaimu! Terlepas siapa pun kamu, pandanglah saya sebagai Mina. Seorang wanita yang berhak merasakan cinta.""Sudahlah Mina, cinta tak harus seperti ini. Kita bisa saling memberikan kenyamanan meski tanpa sentuhan. Yakinlah, Mina.Sebelah hati aku menghormatinya sebagai teman, sebelah hati lagi tak kuasa jika harus menahan godaan yang dia berikan. Seorang bidadari tajir kini tidak hanya
"Bang! Saya mohon terimalah cinta saya, Bang! Abang harus percaya ...."Tidak mungkin! Wanita tajir dan seindah Mina bisa mengucapkan itu padaku. Aku masih menganggapnya bercanda, tetapi dia sama sekali tak menunjukkan wajah sedang berdusta. Apakah benar dia serius? Seakan laut di depanku ini ikut tertawa bersama."Coba Abang pikir, untuk apa saya ajak Abang berdua ke pantai jika tidak ada maksud lain? Saya pilih Abang!""Apa yang kamu lihat dari saya?""Abang pria jujur. Abang apa adanya. Selama 1 bulan kita berteman, tidak ada tanda-tanda abang menyimpan rahasia. Tapi saya tahu Abang juga menyukai saya, dan Abang tidak pernah merahasiakannya. Saya kuliah di jurusan psikolog, Bang. Saya selalu berhati-hati dalam memilih seorang pria.""Kami lebay gak sih, Mina? Kamu kan tau aku sudah punya pacar? Apa kamu juga sedang menguji saya?""Bang Sena, cinta yang tertolak tidak lebih menyakitkan dibandingkan cinta yang tak dipercaya!"Butuh s
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol