Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna.
"Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami.
"Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja.
"Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang."
"Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera.
Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan?
"Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya,
"Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...."
"Bisa aja kamu, Mina." Sena menyahutku dengan datar. Aku pun menjulurkan lidah padanya.
Makanan kami akhirnya sampai. Tanpa diminta, aku pun memesan kembali minuman untuk Vhera,
"Kak, es jeruknya satu lagi ya ... buat teman saya."
Vhera hanya tertawa melihatku memesan minuman untuknya. Ternyata Vhera seorang wanita yang supel. Tidak pemalu, dan sangat berwibawa. Pantas aja, Sena sangat mencintainya. Setiap perkataanya berkolaborasi seimbang dengan pandangan matanya, yang cukup mampu menundukan nyali lawan bicaranya.
Sambil menyantap makanan, kami saling bercanda ria dengan Vhera. Kami bercerita tentang kejadian-kejadian lucu yang perhah kami alami. Tak luput juga aku bertanya padanya,
"Kak, saya dengar-dengar kakak baru putus ya sama Sena?"
"Ih ... kok bisa nanya kayak gitu," Vhera menjawab dengan malu-malu, "pasti Sena yang cerita, kan?" Vhera melirik ke arah Sena.
"Ah ... apaan, si Mina itu nguping kemarin pas kamu datang ke tempat jualan." ucap Sena padanya.
Aku dan Amang pun tertawa bersama.
"Kalau saya, Kak, udah lama saya ngejar-ngejar Sena tapi ditolak terus. Beruntung lah Kakak dikejar-kejar Sena, eh malah Kakak putusin," curhatku pada Vhera, "disitu saya merasa heran, wkwkwk ...."
"Iya, Kak. Si Mina ini berjuang mati-matian, tapi gak pernah menang, hahahah ...," sahut Amang menertawaiku.
"Kalian ngomong apa, sih ih ...," sahut Sena.
"Saya sebenarnya tidak berniat mutusin dia, cuma terpaksa aja mengikuti keinginan orang tua. Saya mau dijodohin," ucap Vhera, benar-benar mengharukan.
"Kasihan ya, Kakak. Beruntungnya saya, orang tua saya tidak pernah mau ikut kisah percintaan anaknya. Orang tua saya membebaskan saya untuk memilih pria manapun, asal saya merasa bahagia dengan pilihan saya."
"Bersyukurlah kamu, Mina. Bisa memilih pria yang kita cintai itu sebuah anugerah. Semoga akhirnya kamu menikah dengan pria pilihanmu, Mina.
"Terus, Kak, gimana tuh rasanya menikah sama orang yang tidak kita cinta?"
"Begini, Mina. Cinta itu sebuah pendirian, tapi bukan berarti jika kita merelakannya, cinta kita disebut palsu. Hidup adalah pilihan. Realita atau cinta, yang mana yang kamu pilih adalah yang terbaik."
"Setuju, Kak. Memang ada yang ditakdirkan rela menikah dengan orang yang mencintai, dan ada pula orang yang beruntung menikahi orang yang ia cintai."
"Nah ... tuh pinter kamunya." Vhera dan kami pun tertawa bersama.
"Denger tuh, Mina ... nasihat Mama Vhera, hahahah ...," ucap Sena menyela.
Kami pun akhirnya selesai makan. Berada dekat dengan Vhera menang nyaman rasanya. Entah apa yang Sena rasakan saat dekat denganku, apakah cuma karena nafsu?
"Kak, ikut kami yuk ke lantai atas, ke tempat bermain," ucapku pada Vhera.
"Boleh, tapi sebentar aja ya ... setengah jam lagi saya harus pulang."
Aku pun beranjak untuk membayar semuanya. Lalu mengajak mereka bangkit dari tempat duduknya. Kami semua menaiki Tangga Berjalan, sambil melihat suasana Caffe yang semakin ramai karena hari sudah memasuki waktu maghrib.
Setibanya di tempat bermain, aku langsung membeli 4 kartu vhoucher bermain, masing-masing kuisikan saldo sebanyak dua juta, agar kami ouas bermain tanpa takut kehabisan saldo.
"Ini kartu kalian, mainlah sepuasnya. Saldonya banyak, ga akan habis," ucapku pada mereka sembari membagi-bagikan kartu.
Aku bermain bersama Amang, Sena kubiarkan bermain bersama Vhera. Aku tidak merasa cemburu sedikit pun, karena memang niat kami ingin bersenang-senang. Selain itu, aku pun menyukai sosok Vhera yang supel dan apa adanya. Aku sudah menganggapnya kakak perempuanku, karena aku hanya memilki kakak laki-laki.
Semua permainan kami lahab habis. Mandi bola, lempar bola basket, Dancing, karaoke, ambil boneka, dan lain-lain. Tak terasa sudah 2 jam kami berada di tempat itu. Kulihat jam di layar ponselku sudah jam 9 malam. Wow, si Vhera kok gak izin pulang? Wah ... dia lupa sepeelrtinya.
Kuhampiri Vhera yang sedang balapan simulasi mobil dengan Sena,
"Kak, katanya setengah jam mau pulang?"
"Oh iya, astaga! Saya lupa!" Vhera dan Sena saling bertatap. Hahahah ....
"Cieee ... yang ketemu mantan sampai lupa pulang, hahahah ...," Ucap Amang sambil mengajakku tertawa, aku pun ikut tertawa.
"Iiih ... apaan sih ... aku bakal dimarahin nih sama papah aku ...," ucap Vhera dengan nada manja. Aku pun tertawa melihatnya.
"Yaudah, Kak. Gapapa, bilang aja tadi ketiduean di Mall, hahahah ...."
"Yaudah, kami juga mau pulang nih, udah malam juga., " ucap Sena yang mencoba menenangkan si Vhera, "kita antar pulang Vhera, ya?" Tawar Sena padaku.
"Iya, Kak. Mita pulang sama-sama," jawabku menvafah pada Vhera.
Vhera setuju dan akhirya kami berempat pulang bersama. Tidak jauh rupanya, hanya selang 15 menit kami sudah sampai di depan rumahnya. Vhera pun keluar dari mobil dan segera menuju pintu rumahnya, setelah melambaikan tangannya pada kami, dia masuk dan menutup pintu rumahnya. Karena malam sudah sangat larut, kami menolak tawaran Vhera untuk mampir. "Mungkin, besok-besok aku akan sering mampir ke sini," kataku pada Amang.
"Mau ngapain emangnya?" tanya Sena.
"Ya silahturahmi lah, Yang ...."
Kami bertiga pun akhirnya bertolak dari rumah Vhera menuju hotel tempat kami menginap kemarin. Malam ini adalah malam terakhir kami bisa tidur di hotel, karena waktu bookingnya berakhir. Selain itu, aku tidak akan memperpanjangnya ksrena besok harus masuk kuliah.
"Amang tadi ga jadi beli Hp baru, ya?"
"Walah ... iya, Neng. Amang lupa."
"Dasar si Amang, suruh beli Hp baru aja lupa."
"Iya, Neng. Abisnya gak sabar sih mau main tadi, heheheh ...."
Aku merebahkan kepalaku di pangkuan Sena. Setiap mau mendekati perpisahan seperti ini, rasanya ada rasa sakit yang datang tiba-tiba. Sakit yang sama seperti yang sudah-sudah, yang mungkin hanya lenyap setelah aku bisa menikah dengannya.
"Sena, Sayang, aku kok gak lihat kamu ngerokok 2 hari ini?"
"Iya, kemarin aku minum obat asma 2 bungkus. Pas ngerokok rasanya lain."
"Alhamdulillah, semoga bisa berhenti selamanya ya, Yang ...."
"Besok kamu kuliah, gih!"
"Iya ... aku juga niatnya besok masuk, Yang. Kalo tidak dosenku bakal lapor kakakku, hihih ...."
"Jangan sering bolos."
"Iya."
10 menit kemudian, kami sampai di tempat parkir hotel. Seperti biasa, setiap kembali dari jalan-jalan di luar kami langsung menjnu ke kamae masing-masing. Rasanya tubuh kami lelah sehingga untuk basa-basi saja rasanya tak sanggup.
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a
"Bang! Saya mohon terimalah cinta saya, Bang! Abang harus percaya ...."Tidak mungkin! Wanita tajir dan seindah Mina bisa mengucapkan itu padaku. Aku masih menganggapnya bercanda, tetapi dia sama sekali tak menunjukkan wajah sedang berdusta. Apakah benar dia serius? Seakan laut di depanku ini ikut tertawa bersama."Coba Abang pikir, untuk apa saya ajak Abang berdua ke pantai jika tidak ada maksud lain? Saya pilih Abang!""Apa yang kamu lihat dari saya?""Abang pria jujur. Abang apa adanya. Selama 1 bulan kita berteman, tidak ada tanda-tanda abang menyimpan rahasia. Tapi saya tahu Abang juga menyukai saya, dan Abang tidak pernah merahasiakannya. Saya kuliah di jurusan psikolog, Bang. Saya selalu berhati-hati dalam memilih seorang pria.""Kami lebay gak sih, Mina? Kamu kan tau aku sudah punya pacar? Apa kamu juga sedang menguji saya?""Bang Sena, cinta yang tertolak tidak lebih menyakitkan dibandingkan cinta yang tak dipercaya!"Butuh s
"Mina!? Apa yang kamu lakukan?" ucapku kaget saat tahu bahwa yang mengganggu tidurku tadi, adalah Mina."Saya bingung Sena! Apakah kamu benar-benar tidak mau menyentuhku?""Untuk apa saya menyentuhmu! Saya tidak mungkin melakukan itu! Kamu sahabat terbaikku, Mina!" Sudah kuduga, hal ini pasti terjadi. Tak kusangka, Mina seperti wanita-wanita tajir menyeramkan di luar sana. Melakukan apa pun demi cinta."Apa? Sahabat? Di kamar hotel? Berdua?" ucap Mina berusaha mendebatku."Lalu apa maksudmu, Mina!""Saya hanya mau membuktikan bahwa saya benar-benar mencintaimu! Terlepas siapa pun kamu, pandanglah saya sebagai Mina. Seorang wanita yang berhak merasakan cinta.""Sudahlah Mina, cinta tak harus seperti ini. Kita bisa saling memberikan kenyamanan meski tanpa sentuhan. Yakinlah, Mina.Sebelah hati aku menghormatinya sebagai teman, sebelah hati lagi tak kuasa jika harus menahan godaan yang dia berikan. Seorang bidadari tajir kini tidak hanya
* Pagi ini, Mina menyuruhku untuk mengantarnya ke kantor pusat, di mana seluruh petinggi eksklusif semua perusahaan yang dimilikinya memimpin dari sana. Setiap kali aku berada di sana, keakraban antara aku dan Mina seolah tak pernah ada. Bagaimana tidak, Mina dikenal sebagai wanita muda paling berkuasa di seluruh jaringan perusahaan milik Aurora Grup. Dia adalah salah satu dari 3 besar Owner, yaitu dia dan kedua kakak kandungnya. Berbeda dengan kedua kakaknya yang sangat misterius, Mina lebih terkenal di antara para karyawan dan jajaran manajemen. Hal itu disebabkan, bahwa dia sering melakukan Resuffle kepada barisan Manajer. Selain itu, dia tidak segan-segan memecat siapa pun yang Integritasnya mulai kelihatan menurun. Meskipun begitu, banyak karyawan yang setelah dipecat olehnya menjadi kaya mendadak, karena memperoleh pesangon yang sangat besar. Walau usia Mina masih sangat muda dan berkuliah, tetapi
Rasa tak percaya mengahetkanku saat melihat nominal saldo yang terpanmpang di layar mesin ATM."Tiga Puluh Juta Rupiah," ucapku saat mengeja jumlah angka yang tertera.Hanya beberpaa jam saat bertemu di pantai itu. Malamnya, Mina menyuruhku untuk mengirimkan nomor rekening lewat sms, dan mengeceknya jika malam sudah berganti pagi. Karena tidak sabar, pukul 6 pagi langsung kutancapkan gas sepeda motorku untuk menuju ke mesin ATM. Setelah yakin bahwa saldoku bertambah, aku pun langsung menelpon Mina."Halo, Neng.""Iya, Halo. Ada apa, Mang?"" Banyak banget kirimnya, Neng?""Iya, Bang. Anggap aja itu buat persiapan Amang bekerja nanti. Sekalian buat bantu kondisi keuangan Amang sekarang.""Wah, makasih banyak ya Neng. Saya siap mengabdi buat Neng!""Yaudah kalo gitu, nanti kamu langsung ke tempat saya yah. Saya gak jadi jemput.""Baik, Neng. Siap."Aku pun langsung pulang ke rumah, untuk bersiap pergi bekerja di har
"Kemampuan khusus apa? "Untuk melihat siapa jodoh kita?" Mina berkata bahwa dia memiliki kemampuan untuk melihat siapa jodohnya. Padahal, kami sama-sama tahu bahwa dalam agama kami, jodoh adalah rahasia Tuhan. Karena itulah aku tidak mungkin percaya padanya begitubsaja. "Ngaco lo, ah. Gak usah ngadi-ngadi, Mina," ucapku. "Itu memang benar kok. Aku tahu siapa yang akan hadir dalam hidupku." "Coba jelaskan secara terperinci lah." Mina mulai bercerita. Dia berkata bahwa jodoh memanglah rahasia tuhan, tetapi yang dia maksud di sini adalah kemampuan untuk merasakan firasat. Lebih tepatnya sebuah getaran yang akan mulai terasa jika kita sedang berada di dekat jodoh kita. Jafi tetap saja jika calon jodohnya tersebut sedang berada di tempat yang jauh, Mina tidak tahu bahwa orang itu adalah jodohnya. "Jadi, gue bisa merasakan getaran yang sangat kuat saat bertemu dengan lo," ucap Mina. Hari ini, Mina mengajakku ke sebuah Mall untuk makan siang. Kami makan di salah satu restoran di sana.
"Sena, jika kamu ingin pergi, pergilah. Saya gak akan tahan kamu lagi.""Gak bisa. Saya cinta sama kamu."Dalam hatinya, Sena sangat tak ingin melepaskan Vhera. Namun, rasa cemburu membuatnya selalu tak bisa berhenti berbuat kasar.Sebenarnya dia sadar akan kebodohan dirinya, membenci dan memarahi Vhera karena tak bisa menjaga mawarnya. Namun, itu adalah masa lalu yang tak ada hubungan dengan dirinya. Secemburu apa pun dia sekarang, Vhera di masa lalu adalah yang belum mengenal dan bertemu Sena. Jadi bagaimana mungkin dia bisa memarahi keterlambatannya sendiri? Takdir memang merupakan penjara bagi kehendak bebas manusia. Setidaknya, Sena sudah mengetahui itu walau nyatanya dia tak bisa menerima."Jika kamu tidak bisa menerima keadaan saya, untuk apa kita bertahan, Sena? Percuma, kamu tidak merasa bahagia. Untuk apa saya bertahan dengan orang yang tak bisa menerima masa lalu saya.""Saya tidak bisa tenang sebelum bisa membunuhnya!""Kalau beg
Rasa tak percaya mengahetkanku saat melihat nominal saldo yang terpanmpang di layar mesin ATM."Tiga Puluh Juta Rupiah," ucapku saat mengeja jumlah angka yang tertera.Hanya beberpaa jam saat bertemu di pantai itu. Malamnya, Mina menyuruhku untuk mengirimkan nomor rekening lewat sms, dan mengeceknya jika malam sudah berganti pagi. Karena tidak sabar, pukul 6 pagi langsung kutancapkan gas sepeda motorku untuk menuju ke mesin ATM. Setelah yakin bahwa saldoku bertambah, aku pun langsung menelpon Mina."Halo, Neng.""Iya, Halo. Ada apa, Mang?"" Banyak banget kirimnya, Neng?""Iya, Bang. Anggap aja itu buat persiapan Amang bekerja nanti. Sekalian buat bantu kondisi keuangan Amang sekarang.""Wah, makasih banyak ya Neng. Saya siap mengabdi buat Neng!""Yaudah kalo gitu, nanti kamu langsung ke tempat saya yah. Saya gak jadi jemput.""Baik, Neng. Siap."Aku pun langsung pulang ke rumah, untuk bersiap pergi bekerja di har
* Pagi ini, Mina menyuruhku untuk mengantarnya ke kantor pusat, di mana seluruh petinggi eksklusif semua perusahaan yang dimilikinya memimpin dari sana. Setiap kali aku berada di sana, keakraban antara aku dan Mina seolah tak pernah ada. Bagaimana tidak, Mina dikenal sebagai wanita muda paling berkuasa di seluruh jaringan perusahaan milik Aurora Grup. Dia adalah salah satu dari 3 besar Owner, yaitu dia dan kedua kakak kandungnya. Berbeda dengan kedua kakaknya yang sangat misterius, Mina lebih terkenal di antara para karyawan dan jajaran manajemen. Hal itu disebabkan, bahwa dia sering melakukan Resuffle kepada barisan Manajer. Selain itu, dia tidak segan-segan memecat siapa pun yang Integritasnya mulai kelihatan menurun. Meskipun begitu, banyak karyawan yang setelah dipecat olehnya menjadi kaya mendadak, karena memperoleh pesangon yang sangat besar. Walau usia Mina masih sangat muda dan berkuliah, tetapi
"Mina!? Apa yang kamu lakukan?" ucapku kaget saat tahu bahwa yang mengganggu tidurku tadi, adalah Mina."Saya bingung Sena! Apakah kamu benar-benar tidak mau menyentuhku?""Untuk apa saya menyentuhmu! Saya tidak mungkin melakukan itu! Kamu sahabat terbaikku, Mina!" Sudah kuduga, hal ini pasti terjadi. Tak kusangka, Mina seperti wanita-wanita tajir menyeramkan di luar sana. Melakukan apa pun demi cinta."Apa? Sahabat? Di kamar hotel? Berdua?" ucap Mina berusaha mendebatku."Lalu apa maksudmu, Mina!""Saya hanya mau membuktikan bahwa saya benar-benar mencintaimu! Terlepas siapa pun kamu, pandanglah saya sebagai Mina. Seorang wanita yang berhak merasakan cinta.""Sudahlah Mina, cinta tak harus seperti ini. Kita bisa saling memberikan kenyamanan meski tanpa sentuhan. Yakinlah, Mina.Sebelah hati aku menghormatinya sebagai teman, sebelah hati lagi tak kuasa jika harus menahan godaan yang dia berikan. Seorang bidadari tajir kini tidak hanya
"Bang! Saya mohon terimalah cinta saya, Bang! Abang harus percaya ...."Tidak mungkin! Wanita tajir dan seindah Mina bisa mengucapkan itu padaku. Aku masih menganggapnya bercanda, tetapi dia sama sekali tak menunjukkan wajah sedang berdusta. Apakah benar dia serius? Seakan laut di depanku ini ikut tertawa bersama."Coba Abang pikir, untuk apa saya ajak Abang berdua ke pantai jika tidak ada maksud lain? Saya pilih Abang!""Apa yang kamu lihat dari saya?""Abang pria jujur. Abang apa adanya. Selama 1 bulan kita berteman, tidak ada tanda-tanda abang menyimpan rahasia. Tapi saya tahu Abang juga menyukai saya, dan Abang tidak pernah merahasiakannya. Saya kuliah di jurusan psikolog, Bang. Saya selalu berhati-hati dalam memilih seorang pria.""Kami lebay gak sih, Mina? Kamu kan tau aku sudah punya pacar? Apa kamu juga sedang menguji saya?""Bang Sena, cinta yang tertolak tidak lebih menyakitkan dibandingkan cinta yang tak dipercaya!"Butuh s
Tak disangka, janji selalu berulang karena pertengkaran masih sering terjadi. Sebelah hati aku cinta, sebelah lagi tak mau Sena kecewa. Sampai kapan aku bertahan karena ditahan. Nasib menyakitkan ini, semua gara-gara pria brengsek yang memaksaku memberinya mawar untuk melepaskan nafsu dahaganya — Ilham."Pokoknya aku gak mau!""Ayolah Vhera. Bukankah selama ini aku setia sama kamu, selalu memberikan apa yang kamu butuh dan inginkan. Mengapa kamu tidak mau memberikan apa yang aku inginkan? Aku hanya mau bukti terakhir itu.""Cinta tidak harus dibuktikan dengan itu, Ilham! Aku kan sudah berjanji sama kamu, aku bersedia menikah denganmu setelah lulus kuliah! Kenapa kamu tidak sabar!"Segala perdebatan itu menjadi percuma, Ilham tetap memetik mawar itu dengan cara paksa. Aku hanya bisa pasrah tanpa tahu harus apa. Ilham menikmati madu dengan penuh nafsu dan buas, tanpa peduli tangisanku sama sekali. Sungguh perih, perih rasanya. Seandainya waktu bisa diulang, a
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol