“Sayang, kita coba lagi yuk malam ini!” Nisa mengajak suaminya untuk mencoba lagi, ya mencoba untuk membolongi. Sesuai dengan saran dari Riri yang diberikan tadi di sekolah.
Reza yang sedang focus dalam ponselnya pun kini menoleh kepada Nisa, lalu meletakkan ponselnya di bawah bantal. “Duh, nanti kamu teriak lagi, ntar dimarahi sama si Bunda, udah, ya nanti aja. Aku juga ngantuk nih,” tolak Reza kepada Nisa, seolah ia sama sekali tidak ada hasrat untuk bercinta, padahal biasanya tanpa ditawari pun, sang lelaki akan dengan senang hati melakukannya. Ada apa dengan Reza? Atau memang ia merasa sebal juga karena teriakan Nisa dan susahnya untuk dimasukin olehnya sehingga menjadikan dia enggan untuk mencoba? Ahh, bukannya lelaki suka sekali tantangan? Nisa langsung mengerucutkan bibirnya, tak suka ditolak seperti itu, padahal ia ingin melayani suaminya dengan baik seperti istri pada umumnya. “Udahlah, nanti aja, ya! Gak usah ngambek begitu, di sini tuh bener“Astaga, Nisa! Pelan-pelan dong kalau bersih-bersih, duh kamu ini, ya!” ucap Eneng bersungut-sungut seraya mengambil pot bunga plastic yang terjatuh tidak sengaja oleh Nisa.“Eh, iya, Bun, Nisa gak sengaja, Nisa minta maaf, ya.” Nisa meminta maaf dengan sedikit ketakutan, khawatir jika mertuanya itu akan murka kepadanya.“Kan tadi Bunda sudah ajarkan kepada kamu, bagaimana caranya menyapu yang benar, dan juga mengepel yang benar, harus lihat-lihat juga sekeliling, jangan asal aja!” Eneng kembali bersungut-sungut mengomentari pekerjaan Nisa.“Iya, Bun, maaf,” ucap Nisa lagi untuk kedua kalinya meminta maaf kepada mertuanya.“Ya sudah, nanti kamu harus lebih hati-hati, ya, Bunda juga bukan marahin kamu, hanya saja karena Bunda ingin agar kamu nanti bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, yang pintar masak, pintar bersih-bersih rumah, dan juga pintar nyari uang, agar suamimu itu nanti bisa bangga punya istri seperti kamu.”DEGNisa sempat tersentak
Maya hanya diam saja, memasang wajah kesal, marah, emosi, dan juga lelah, ya semuanya kini menjadi satu kesatuan rasa menyesal karena telah memilih untuk menikah dengan lelaki seperti Wahyu. Bahkan lihatlah kini! Lelaki itu malah melempar sapu ke depan mukanya sendiri, entah apa yang ada di dalam benak lelaki itu.Maya masih menatap Wahyu dengan tatapan tajam setelah sapu itu dilemparkan olehnya begitu saja. Maya sendiri tidak menyangka jika emosinya pada malam ini akan menjalar ke mana-mana.Ahh, ternyata kehidupan pernikahan tak seindah seperti yang terjadi di negeri dongeng. Tentu saja TIDAK seperti itu, pada kehidupan nyata, pernikahan tidak semudah itu, pernikahan bukan berarti awal bahagia akan suatu kehidupan, tapi malah sebaliknya, pernikahan adalah awal mula dari sebuah bencana yang datang, awal mula dari sebuah perjuangan.“Apa maksudmu melemparkan sapu itu, hah?” tanya Maya lagi kepada Wahyu dengan mata yang berkilat-kilat, penuh dengan kemarahan
“KAYAK GAK ADA PIRING AJA! COBA SANA AMBIL YANG BENAR!” bentak Eneng kepada Reza, anak kesayangannya itu, ketika mengambil piring dengan ukuran sedang, tentu saja itu tak membuat Nisa terkejut karena hal sepele saja ibu mertuanya bisa memarahi anaknya di depan istrinya sendiri.Hal yang tak seharusnya dilakukan oleh Eneng kepada Reza, terlebih dengan usianya saat ini, sudah punya istri, tak seharusnya diperlakukan sebagai anak kecil dan dimarahi habis-habisan seperti memarahi anak kecil saja.“Iya, Bun, maaf,” ucap Reza dan langsung menukar piring ukuran sedang itu, dengan piring ukuran besar, yang diameternya sekitar 26 cm, piring yang sama, dengan yang digunakan oleh orang yang ada di sana, termasuk adiknya Reza.Sebab memang yang disediakan di meja makan berbahan marmer dan bundar itu hanya lauknya saja, sedangkan nasinya, tersimpan rapi di rice cooker, yang tak jauh dari sana.Bagi Nisa, tentu saja ini hal yang sangat sepele, kenapa harus dipermasalahkan
“Ingat, kan Nis, semua apa yang udah Bunda ajarkan sama kamu?” tanya Eneng kepada Nisa, memberikan wejangan kepada menantunya sebelum akhirnya pindah ke rumah barunya, rumah yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua Reza.“Iya, Bun, Nisa udah ingat semua kok.” Nisa menjawab seraya menganggukkan kepalanya saja pasrah dan patuh kepada ibu mertuanya, yang memang selama tiga bulan ini ia seperti sedang dalam masa training saja.“Jadi selama tiga bulan kamu tinggal di sini, Bunda sudah mengajarkan kamu bagaimana caranya menjadi istri yang baik di rumah dan juga bagaimana caranya melayani Reza, sebab kamu tahu sendiri kan kalau suamimu itu kalau gak dilayani, ya gak akan keurus.” Eneng kembali menegaskan.“Kamu harus perhatikan terus penampilannya, ya, bajunya yang rapi, pokoknya harus selalu disetrika, terus itu juga mukanya Reza kamu nanti yang bersihkan, ya. Sebab biasanya Bunda yang ngebersihin mukanya, tapi kan sekarang Reza sudah punya istri dan pindah rumah, jadi
“Bunda sama Ayah bela-belain nguras tabungan 300 jutaan untuk rumah kalian berdua ini, jadi tolong, ya dijaga rumahnya,” ucap Eneng lagi kepada Nisa dan Reza ketika keduanya kini sedang berkemas di rumah baru.Yaa lebih tepatnya yang beres-beres adalah Nisa sendiri, dan dibantu oleh mertuanya sebentar, sementara Reza? Tentu saja ia hanya diam berdiri saja karena memang dilarang oleh Ibunya untuk membantu.“Iya, Bun, makasih, ya.” Reza ikut berkomentar kepada Bundanya, Nisa hanya tersenyum saja menimpali ucapan ibu mertuanya ini yang entah sudah keberapa kalinya diucapkan.“Iya, sayang, apa lagi sekarang mesjidnya di samping rumah banget tuh,” sahut Bunda lagi kepada anaknya.“Denger ucapan si Bunda, tuh Reza! Kamu harus rajin sekarang ke mesjidnya, tuh masjid samping rumah banget,” sahut Ayah kepada Reza, yang memang sulit sekali jika diajak sholat berjamaah ke masjid, ada saja alasannya.“Harus sering ngedoakan Bunda dan Ayah, supaya kami berdua punya
“Kita coba malam ini yuk,” ajak Nisa kepada suaminya. Ajakan yang seharusnya mereka lakukan sejak malam pengantin, akan tetapi sampai saat ini, di usia pernikahannya yang sudah ketiga bulan, masih belum berhasil juga dijebolkan keperawanannya. “Duh, sayang, nanti aja, ya. Aku capek, kan tadi kita abis bersih-bersih, memangnya kamu gak capek apa?” Reza membalikkan tanya kepada Nisa, seraya merebahkan dirinya di atas kasur, ya kasur sebagai tempat favoritenya untuk tidur. Padahal sejak tadi pun, ia sama sekali tidak melakukan apa pun, karena yang membereskan semuanya adalanya Nisa sendiri, dibantu oleh mertuanya sebentar. Sedangkan Reza, dibiarkan saja tidak melakukan apa pun. “Yah, gagal lagi, ditunda lagi dong,” seru Nisa dengan wajah masam, cemberut, padahal ia hanya ingin menunaikan tugasnya sebagai istri saja, tidak lebih, akan tetapi suaminya selalu saja menolaknya, entah karena apa. “Kan masih bisa besok-besok, ya. Gak usa
“Enak banget tahu jadi si Nisa itu, dapat mertua baik banget, sampai dikasih rumah juga tuh di kota,” ucap Bu Ineu, Adiknya Bu Wawat, yang memang doyan sekali ngerumpi, seperti biasa, wanita paruh baya itu berkata pada tetangganya di kampung, yang mana rumahnya tidak jauh dari rumah orang tua Nisa. Ya, sudah menjadi kebiasaan keluarga itu, yang memang suka sekali pamer harta kekayaan kepada tetangga, bahkan pamer kebaikan pula. “Wah, iya, ya benar, enak beruntung banget si Nisa bisa diambil mantu oleh Bu Eneng, siapa sih yang gak mau diambil mantu sama Bu Eneng yang banyak duitnya itu,” sahut ibu-ibu yang sedang memilih sayuran di tukang sayur keliling. “Iya, benar, Bu. Duh kapan ya saya bisa jadi kayak Bu Aiysah dan Pak Epi, jadi besan orang kaya,” timpal ibu yang lainnya juga seraya terkekeh dan ikut fokus memilih sayur, meskipun pada dasarnya sama sekali belum ada perubahan apa pun atas orang tua Nisa. “Ha ha ha. Makanya kalian itu harus punya anak yang p
“Eh, ngapain pake obat tidur segala?” tanya Riri dengan nada tinggi kepada Nisa.“Supaya gak ngerasin sakit, he he he.” Nisa menjawab seraya terkekeh, asal kena saja.“Ihh, dasar! Aneh banget kamu ini, Nisa!” Riri seraya melempar gumpalan kertas yang diremas-remas oleh Riri, karena saking kesalnya dengan ucapan Nisa bahwa ia akan meminum obat tidur, agar tidak terasa sakit ketika hubungan badan.“Aww.” Nisa meringis ketika lembaran kertas itu mengenai dirinya.“Jangan ngada-ngada deh, Bu Nisa! Gak usah pake obat tidur segala, efeknya jelek! Lagi pula, ya gimana mau bisa merasakan sensasi nikmatnya bercinta kalau pake obat tidur segala, duh, astaga! Ada-ada aja, Bu Nisa ini!” Deden pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja tak habis pikir dengan Nisa.“Tahu, luh! Dasar, emang parah banget nih anak,” timpal Riri lagi.“Ha ha ha. Hanya sekadar saran aja, gak usah diambil pusing, kan baru rencana, belum dilakukan, gak usah berlebihan seperti itu