Alexandra melihat kedatangan Ethan dengan begitu bersemangat. Dia tidak tahu hal apa yang sudah terjadi sampai membuat lelaki itu terlihat begitu ceria dari biasanya.“Aku ada kabar gembira,” kata Ethan. Dia menarik kursi lalu mendudukinya. Tepat di depan Alexandra yang tengah mengaduk teh hangatnya.“Berita apa?”“Aku akan dipindahkan ke perusahaan cabang. Di sana kemungkinan besar aku bisa naik jabatan. Dan aku akan membawamu ke sana.”“Ke mana?”“Ehmm, jauh dari kota. Tapi aku yakin kamu suka.”“Masih di pedesaan?”“Pulau.”Mendengar kata pulau membuat Alexandra teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. Namun, Ethan memastikan jika pulau itu bukanlah pulau yang ditempati oleh dirinya dan Rafael saat itu.“Gimana? Sebelum perut kamu membesar, sebaiknya kita daftarkan pernikahan kita.”Ada beberapa hal yang membuat Alexandra masih ragu, entah mengapa dia takut dengan keputusan yang dia buat saat ini.“Lexa? Kamu masih punya niatan untuk menggugurkan anakmu?”“Bukan begitu.”
SATU BULAN KEMUDIAN …Satu bulan sudah Alexandra sudah resmi menjadi istri dari Ethan. Dia juga telah tinggal di sebuah rumah yang digunakan khusus untuk karyawan.Rumah yang dia tempati saat ini lebih luas, halaman juga luas dan bisa digunakan Alexandra untuk menanam tanaman dan juga bunga.Setiap hari kegiatan Alexandra hanya berkebun. Jika dia memiliki ide, dia melanjutkan tulisannya yang sudah lama terbengkalai. Karena sejak ada Ethan, dia sudah tidak perlu memusingkan biaya hidupnya.Pekerjaan Ethan mulai stabil, dan jika sudah satu tahun berada di sana dia akan diangkat menjadi manajer di perusahaan cabang. Hal yang sangat ditunggu oleh Ethan, karena dengan begitu dia akan mendapatkan kenaikan gaji dan juga tunjangan.Alexandra sekarang berusaha untuk melupakan William, meskipun belum bisa sepenuhnya tapi dia yakin jika dirinya bisa melupakan William.Dia tidak mencoba melihat kabar di internet dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk membaca buku.“Aku berangkat dulu,” kata Et
Ethan pulang dengan membawa sekotak penuh donat kesukaan Alexandra. Meskipun Alexandra tidak memintanya tetapi Ethan selalu saja membawa makanan untuk istrinya tersebut.Hati Alexandra yang awalnya membatu lama-lama luluh karena sikap Ethan yang benar benar berbeda dengan waktu dia masih remaja. Cuek dan tidak begitu peduli.Tetapi, mungkin karena Ethan kini sudah dewasa watak dan sifatnya pun sedikit berubah. Dan itu menjadi jauh lebih baik.“Aku ada kabar baik,” kata Ethan, dia meletakkan satu kotak donat itu di atas meja makan.“Apa? Kamu naik jabatan?” tebak Alexandra. Tak sabar ingin memakan donat kesukaannya.“Kok kamu tau.” Ethan menatap Alexandra dengan serius.“Padahal aku cuma asal tebak, tapi serius bener?”Ethan mengangguk semangat. “Tapi masih enam bulan lagi, kinerjaku harus dievaluasi tapi kata orang pusat udah pasti aku diangkat.” Ethan meringis tersenyum memperlihatkan senyumnya yang menawan.“Wah selamat! Aku yakin kamu pasti bisa.”“Nanti kalau udah dua tahun, mungk
Alexandra membuka matanya ketika dia merasakan tangan dingin memeluk tubuhnya. Begitu membalik tubuhnya dia melihat Ethan ada di belakangnya dan memeluknya erat.“Kamu bangun? Maaf, aku kedinginan soalnya,” kekeh Ethan.“Habis dari mana?”“Dari luar, jalan jalan sebentar.”“Kok nggak ajak ajak.”“Kamu masih tidur tadi.”“Aku mau cuci muka kalau begitu.”“Nggak usah, udah malam, besok pagi aja.” Ethan makin erat memeluk Alexandra. Alexandra pun tak berdaya dan diam dalam pelukan Ethan.“Soal bibi Martha… “Alexandra memulai pembicaraannya. Ethan yang tadinya menutup mata dan berusaha untuk tidur membuka matanya kembali.“Kenapa sama ibuku?”“Gimana kabarnya?”“Emm… aku nggak tau.”“Aku takut.”“Takut apa? Ketemu sama ibuku?”Alexandra mengangguk.“Dia nggak akan menemukan kita di sini, aku janji.”Mungkin besok Ethan harus mencari jalan lain agar bisa membuat ibunya tidak menyusulnya ke sana. Dia sebenarnya tak mau bersikap seperti itu terhadap ibunya jika dulu dia memperlakukan Alexan
“Ibu akan ke sana sekarang, jangan pikir ibu nggak tau di mana rumahmu. Ibu punya uang untuk menyusulmu.” Martha langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Ethan.Ethan pun bingung dengan rencana mendadak dari ibunya. Padahal dia masih berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan rumah sementara untuk ibunya.Ethan mencoba untuk menelpon Martha lagi, tapi sayangnya ponsel ibunya tidak aktif. Jelas sekali jika ibunya tidak akan main main dengan ancamannya kemarin sore.Saat ini yang Ethan pikirkan adalah Alexandra, perempuan itu pasti ketakutan jika melihat Martha tiba tiba berdiri di depan rumahnya.**Malam hari di rumah Ethan.Ethan pamit pada Alexandra untuk pergi sebentar menemui temannya. Padahal jelas dia ingin mencegah agar ibunya tidak sampai ke rumahnya.Di jalanan dia melihat-lihat di sekeliling, mengantisipasi jika mendapati ibunya dan dia akan melarangnya pergi ke rumahnya.Akhirnya Ethan sampai di halte bus. Tempat di mana seharusnya Martha pasti turun di tit
William masih memikirkan kejadian tadi siang. Wanita paruh baya tadi, dia yakin bahwa wanita tadi adalah Martha, bibi Alexandra. Namun mengapa wanita itu ada di sana? Apakah dia mengenal salah satu mempelai pengantin?Masih dalam pikirannya, Nikita tiba tiba masuk ke ruang kerjanya dan berdiri mematung.“Kamu memikirkan apa?” tanya Nikita.“Bukan apa apa.”“Jangan bohong.”William memandang wajah Nikita kemudian tersenyum.“Apa aku bisa meminta tolong pada asisten pribadimu?”Nikita menaikkan kedua alisnya.“Apa?”“Tolong selidiki wanita yang …”“Kalau Alexandra aku nggak mau. Kamu udah janji kan?”“Bukan Alex, ini bibi Alexandra, aku mau memastikan kalau wanita itu nggak muncul di kehidupan Alexandra lagi. Dia sudah pernah membuat hidup Alex menderita.”“Kamu yakin hanya itu?”William mengangguk dengan mantap.Nikita pun setuju, dia meminta asisten pribadinya untuk mencaritahu mengenai kabar Martha, tinggal di mana dan dengan siapa saat ini. Hanya itu yang perlu diketahui oleh Willia
Karena tidak mungkin memasak, akhirnya Ethan membeli makanan dari luar.Alexandra sudah bersiap atas kemungkinan apa saja yang akan dikatakan Martha begitu dia sampai rumah.Dan benar saja, ketika mereka bertiga berada di meja makan yang sama. Martha tak henti hentinya mengeluh karena keputusan Ethan yang menikah mendadak tanpa meminta persetujuan padanya.“Tadi gadis yang namanya Fara, cantik,” pujinya di depan Alexandra. “Dia masih muda dan mandiri. Sepertinya nggak manja,” kata Martha sambil menelan makanannya.Alexandra mencoba untuk mengunyah makanannya meski rasanya sangat berat.“Coba aja kalau kamu masih sendiri, ibu suka kalau kamu pacaran sama Fara. Mana baik banget dia.”“Bu, bisa kan nggak usah ngomong macam macam,” keluh Ethan.“Lho ibu kan cuma bicara apa adanya.”Alexandra menghela napasnya. Dia meminum air lalu berdiri dan membuang kertas makanan di atas meja.“Sayang, aku mandi dulu,” kata Alexandra sengaja membuat Martha panas. Ethan tersenyum karena pertama kalinya
“Will, aku hamil,” kata Nikita tiba tiba saat mereka berdua sedang sarapan.William yang mendengar hal itu pun tidak tahu harus bereaksi apa. Dia hanya terkejut mendengar kabar mengejutkan dari Nikita.Wanita itu berkata dengan begitu tenang seakan hamil baginya bukanlah masalah yang besar.“Kenapa diam saja? Kamu nggak mau ngucapin selamat buatku?”William mengernyitkan keningnya, dia mengelap bibirnya dengan tisu.“Tunggu dulu Nikita, bukankah kesepakatan kita dulu kamu nggak perlu hamil? Dan selama kita menikah kamu meminum pil kontrasepsi kan?”Nikita menghela napasnya.“Aku sengaja nggak minum dua bulan terakhir.”“Kenapa? Kenapa kamu nggak ngasih tau aku?”“Tenang saja, aku nggak akan minta pertanggungjawabanmu kok. Yah, meskipun kamu suamiku.“Aku akan merawat anak ini sendiri setelah kita bercerai. Sepertinya aku akan kesepian setelah kita berpisah. Jadi, sebaiknya aku memiliki seorang anak.”William tidak berkata apa-apa, itu sudah keputusan Nikita. Hanya saja …“Bagaimana ka