Senin pagi yang dingin di bulan Juni , sebenarnya bukankah ini sudah memasuki musim kemarau tapi kenapa sampai sekarang aku harus berangkat ke sekolah dengan membawa payung , benar-benar pagi yang melelahkan. Tapi meskipun hujan dan mendung petang aku tetap berangkat 30 menit lebih awal hari ini , tahu kenapa ? karena aku akan bertemu kakak kelas yang selama sebulan ini lagi PDKT denganku. Hujan yang turun pagi ini terasa sangat menyejukkan bagiku , bahkan cipratan genangan air kotor dari pengendara motor sialan pun tak cukup untuk memancing emosi ku pagi ini , awan mendung gelap bagaikan pelangi yang berwarna – warni di mataku , semua kesialan ini tidak berarti bagiku dibandingkan pertemuan dengan kakak kelas kesayangan , apakah ini yang orang-orang bilang adalah perasaan cinta. Entahlah, aku bahkan masih kelas 1 SMA , masih berusia 15 tahun , tahu apa aku tentang cinta dan sebagainya.
Ini tahun pertamaku di SMA , selama 15 tahun dalam hidupku baru kali ini ada cowok yang PDKT padaku. Bukannya aku ga cantik , aku cantik kok kalo menurut kedua orang tua ku , aku adalah putri mereka yang paling cantik. Tapi terkadang aku berpikir juga , apakah mereka terlalu subjektif dalam menilaiku hanya karena aku adalah anak mereka. Aku selalu berfikir seperti itu sampai pada suatu hari di bulan April ada seorang kakak kelas dari klub basket dengan rambut pendek rapi berwarna hitam , berkulit putih , berbadan tegap dan tinggi datang menghampiri ku dengan tersenyum. Saat itu aku lupa tidak bawa payung dan karena ada rapat OSIS jadi aku pulang agak telat dibandingkan teman-temanku lalu entah kebetulan atau memang takdir , kakak itu menawarkan payungnya untukku dan karena dia langsung berlari pergi jadi keesokan paginya aku mencarinya untuk berterima kasih sambil mengembalikan payung miliknya lalu dari situlah dia akhirnya meminta nomor handphone ku dan kita jadi makin sering berhubungan.
Sekolah kami terdiri dari 3 lantai , aku berada di lantai 2 , lantai khusus untuk kelas 1 sedangkan kak Bima ada di lantai bawah karena sudah tahun keduanya di sekolah ini. Jadi sebelum aku naik keatas kami selalu bertemu di lorong lantai bawah , bisa dibilang lorong ini cukup sepi dibandingkan tempat lain itu sebabnya tidak ada yang tahu pertemuan rahasia kami setiap pagi. Tempat kami biasanya bertemu berada tepat di depan perpustakaan, biasanya memang jarang sekali ada murid lewat sini pagi hari karena baru akan di buka jam 10. Kami memulai jam pelajaran pertama tepat pukul 7 pagi , dan selama sebulan ini dengan rajin aku menghabiskan 15 menit ku sebelum masuk kelas untuk ngobrol dengan kak Bima. Sebenarnya tidak ada yang spesial di obrolan kami , tapi entah kenapa aku begitu bahagia bila mengobrol dengannya. Rasanya seperti ada kupu-kupu yang terbang di dalam dada ku setiap kali aku melihatnya berbicara dan tersenyum ke arahku , seperti pagi ini , meskipun hujan dan mendung tapi hatiku begitu hangat bagaikan tersirami sinar matahari dengan melihat senyumannya.
“ hai , selamat pagi Aya” dia menyapa sambil melambaikan tangan kanan nya ke arahku
“pagi kak Bima” balasku menyapa nya.
Mungkin wajahku sudah bersemu semerah tomat saat ini dengan senyum konyol di wajahku.
“Gimana tidurmu semalam, nyenyak ?” tanyanya dengan tersenyum
“kita ngobrol sampai malam ya , jadi serasa kita bersama terus sepanjang malam” sambungya
“Tidurku cukup nyenyak kak” jawabku “Bagaimana dengan kakak ?” Tanya ku lagi
“Ehm , tidurku juga makin nyenyak akhir-akhir ini , mungkin karena kita sering ngobrol sebelum tidur , jadi aku makin sering bermimpi indah sekarang ini.” Jawabnya , yang membuat ku makin malu
“Kak , aku bawakan macaroon untuk kakak, semoga kakak suka” kataku sambil memberikan bungkusan kecil yang dihiasi dengan pita merah muda di atasnya
“Wah, kamu membuatnya sendiri ?”
aku hanya menunduk sambil mengangguk kecil dan tersenyum kepadanya
“Tentu, tentu saja aku suka , aku akan memakannya” lanjutnya “Kamu memang suka masak ya ?” tanyanya sambil merapikan rambut ku dengan tangan kiri nya , membuat ku makin berdebar tidak keruan.
“Iya , sebenarnya ibu ku sering bikin kue-kue kering hanya sebagai hobby sih, dan aku sering membantunya lalu karena teringat kakak aku akhirnya membuat kue manis ini.” Kata ku sambil tersenyum malu
“kalau begitu aku juga akan mengingatmu tiap melihat kue cantik ini.”katanya sambil memasukkan kue di dalam plastic bening dengan pita merah muda pemberianku ke dalam tas nya di bagian depan.
“jangan hanya di lihat dong kak, makanlah kalau lagi bosan di kelas, siapa tau bisa jadi penyemangat belajar kakak.”
“tentu saja.” Jawabnya “apa kamu suka nonton film?” Tanyanya kemudian
“iya aku suka sekali nonton film , apalagi film komedi , aku bisa tertawa tanpa henti ketika menontonnya.”
“Baiklah, bagaimana kalau kita nonton hari sabtu, itu pun kalau kamu mau dan lagi senggang ga ada acara.”
“Tentu saja aku mau , aku ga pernah ada acara kok setiap sabtu malam.” Jawabku penuh semangat , dan setelah sadar aku terpikir kenapa juga aku sampai menyebutkan kalau tidak pernah punya acara di sabtu malam , seperti mengumumkan saja kalau aku adalah jomblo sejati selama ini.
“oke, kita ketemuan di bioskop sekitar jam 2 siang aja ya , biar aku yang beli tiketnya” kata nya kemudian sambil tertawa membuatku makin malu dibuatnya “sudah bel masuk, sebaiknya kamu cepetan masuk kelas, aku ga mau kamu dimarahin guru”
“Iya , kakak juga” jawabku.
***
“Ketua kelas! Aya , Ayana Puspitarani” Teriak seseorang di ujung kelas menyadarkanku dari lamunan indah. “Ya, iya bu” jawabku bingung karena ketahuan sedang melamun saat jam pelajaran “Tolong bantu kumpulkan tugas teman-teman sekelas dan bawa ke ruang guru” kata bu guru Indah sambil tersenyum “baik bu,” jawabku sambil mengangguk, Bu Indah adalah guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas kami, kelas 1-7 , meskipun sudah menjadi seorang ibu beliau masih cantik dan terlihat muda, salah satu guru yang aku kagumi. “kamu kenapa sih ?” kata seorang cewek di depanku sambil menengok ke arahku waktu Bu Indah sudah berjalan meninggalkan kelas “sering banget ngelamun sekarang” cecarnya padaku “dia lagi laper” jawab cowok di samping
Pertanyaan Karin tentang pertemanan kami memang benar-benar membuatku kaget, karena kuakui terkadang aku juga ragu apakah kami memang sedekat itu hingga bisa dikatakan sebagai teman atau bahkan sahabat. “Apa maksudmu , kenapa kamu sampai berpikir seperti itu ?” jawabku sambil menoleh dan menatap lurus ke arahnya. “Aku merasa sepertinya yang kita lakukan bersama selama ini tidak ada artinya bagimu.” Katanya lagi masih sambil menatap lurus kedepan “Apa aku harus melihatnya sendiri agar tahu kalau kamu lagi dekat dengan seseorang seperti sekarang , apa begitu susahnya buat kamu untuk menceritakan kepada kami.” “Bukan begitu , hanya saja …” kataku sambil menatap kebawah dan bingung harus menjawab seperti apa agar tidak makin menyinggung perasaan nya
Ini benar-benar membuat ku gila , entah berapa lama aku tertidur dan kenapa ibu tidak membangunkan aku sih. Aku langsung berlari ke kamar mandi , membasuh muka dan menyiram tubuhku seadanya lalu berpakaian seadanya pula. Aku berlari turun ke ruang makan sambil berteriak “Bu, Kenapa nggak bangunin aku sih” Ibu yang lagi berada di dapur tetap fokus dengan kesibukannya tanpa menengok sedikitpun “Kamu mengunci pintu kamarmu, ketukan kencang di pintu seribu kali pun nggak akan bisa membangunkan mu.” Jawab ibu membela diri “Aku telat nih berangkat kursus nya.” Jawabku menggerutu “Sana minta antar kakakmu , mumpung dia barusan datang.” Ibu benar-benar seperti cenayang , karena benar aj
Karena sudah hampir jam 6 malam , langit pun hanya menyisakan sedikit cahaya matahari , Lendra langsung menuju ke arah motor nya yang terparkir rapi di samping motor kakak ku , setelah mengenakan helm dia mulai menyalakan motornya dan tanpa di komando , aku pun langsung memasang helm ku lalu naik ke motor nya. Mungkin karena dia terburu-buru menarik gas di sepeda motor nya sebab ketika kita mulai berjalan aku kaget hingga tanpa bisa kutolak tubuhku terdorong ke depan sehingga membuat kedua tanganku tanpa sadar memeluk pinggangnya , meskipun agak canggung aku benar-benar tidak berani melepaskan pelukan ku karena takut terjatuh. Beruntung aku tidak terlambat hari ini, gedung tempat kursus ku memang tidak begitu jauh dari rumah tapi juga tidak dekat, bisa dibilang jarak yang nanggung , jika harus naik
Karena kesiangan, pagi ini aku gagal bertemu dengan kak Bima , beberapa ini keadaan cukup tenang entah kenapa Sabrina juga tidak pernah lagi bertanya-tanya lagi tentang orang yang dekat dengan ku. Hanya saja setiap kita makan siang bersama atau lagi ngobrol bersama sebisa mungkin aku tidak melihat handphone untuk membalas chat dengan kak Bima karena jika begitu , mereka pasti akan ricuh lagi. Aku juga sudah menceritakan ke kak Bima tentang bagaimana penasarannya teman-teman ku padanya , dia hanya tertawa dan menawarkan akan mentraktir kami suatu saat nanti. Kak Bima benar-benar baik, bagaimana dia bisa terpikir akan mentraktir kami , hati ku selalu senang dan tanpa sadar mulutku mengambang menjadi sebuah senyuman ketika memikirkannya. “lagi-lagi kamu melamun sambil tersenyum sendiri.” Kata Sabrina menyadarkanku “segitu bahagianya ya.” Katanya lagi sambil menaruh nampan berisi
Berbelanja bersama mereka memang selalu menyenangkan, sepulang sekolah sekitar jam 6 sore kami janjian bertemu di department store terdekat. Setelah berkeliling dengan beberapa kericuhan seperti biasanya akhirnya kami sepakan menentukan pakaian apa yang cocok untuk ku kenakan besok. Baju terusan sepanjang lutut berwarna merah muda dan putih , dengan lengan yang memperlihatkan sedikit bahu jika dikenakan , menurut mereka aku akan terlihat manis memakainya. Sekarang kami sedang duduk di sebuah café di pinggir jalan , sepertinya café ini memang cukup populer karena instagramable dan karena ini hari jum’at malam suasana di café pun sedikit lebih rame dari biasanya kurasa. Karena kami bertiga jadi kami memilih untuk duduk di meja dengan 4 kursi saling berhadapan, sebenar nya Sabrina
Hari telah berganti, pagi ini begitu cerah , matahari tanpa tertutup awan terasa begitu hangat , aku bangun pagi-pagi sekali dengan begitu bersemangat. Kucuci muka ku tiga kali , ku gosok gigiku dua kali dan tidak lupa kumur dengan penyegar agar nafasku benar- benar fresh , kucuci rambutku tiga kali , bahkan Ayah memuji betapa wanginya aku ketika baru keluar dari kamar mandi. Setelah ku keringkan rambutku , ku keriting rambutku sehingga membuat rambutku yang lurus sedikit bergelombang. Kukenakan make up tipis dengan lipstik berwarna merah muda lalu kukenakan baju baru yang baru saja ku setrika dengan rapi. Setelah kusemprotkan perfume , sekali lagi kupandangi cermin dengan pantulan bayangan ku di dalam kamar , kupikir penampilan ku kali ini sudah cukup lumayan , atau malah berlebihan , aku takut jika dianggap terlalu berlebihan jadi aku coba video call Lendra setidaknya dia teman cowok ku satu-satu nya yang mungkin
Kak bima membukakan pintu untuk ku dan membiarkan aku masuk terlebih dahulu , lalu kami memilih meja dengan empat kursi. Kak Bima juga menarik kursi untuk ku sehingga aku bisa duduk dengan nyaman sebelum dia memilih untuk duduk di kursi yang berada tepat di hadapan ku. Aku mulai membuka menu yang berada di atas meja waktu seorang pelayan datang sambil memberikan segelas air putih kepada kami. “kamu mau pesan apa?” Tanya kak Bima padaku “Ehm , kamu bilang suka spaghetti kan.” “Iya kak aku suka.” “Baiklah, pesanlah itu , lalu kamu juga suka es krim ?” Tanya nya lagi , kali ini aku menjawab dengan anggukan dan senyuman paling manis yang pernah aku tunjukan “Oke , kamu imut sekali.” Kata nya kemudian membuat ku makin berdebar “Permisi, kami mau pesan Spaghetti Saus Tomat , Linguine
Hari pertama Sabrina di sekolah baru di Australia adalah campuran antara harapan dan ketidakpastian. Setelah menjalani perjalanan panjang dari kota asalnya dan beradaptasi dengan rumah barunya, ia merasa tidak siap menghadapi tantangan baru di sekolah. Sekolah barunya adalah sebuah institusi besar dengan ribuan siswa, berbeda jauh dari sekolah kecil yang ia tinggalkan.Ketika Sabrina memasuki gerbang sekolah, dia merasa seolah-olah dia terlempar ke dalam dunia yang sama sekali baru. Gedung-gedung sekolah yang tinggi, koridor yang ramai, dan suara-suara yang bergema di seluruh area membuatnya merasa terasing. Bahkan, pengantar informasi tentang fasilitas sekolah dan jadwal pelajaran terdengar seperti bahasa asing bagi Sabrina.Di kelas pertama, Sabrina duduk dengan canggung di kursi barunya. Dia mencoba mendengarkan pelajaran, tetapi kata-kata gurunya terdengar cepat dan sulit dimengerti. Bahasa Inggris yang dia pelajari di sekolah sebelumnya sangat berbeda dari aksen d
Satu tahun telah berlalu sejak pembicaraan Sabrina dengan Ibu tentang perpindahan ke Australia. Setelah kenaikan kelas akhirnya Sabrina benar-benar tidak bisa lagi menunda kepergiannya dan harus menamatkan SMP di sekolah lain.Malam sebelum keberangkatan Sabrina ke Australia, suasana di rumah terasa tenang dan penuh kehangatan. Sabrina sudah menyiapkan semua barangnya dan melakukan segala persiapan akhir untuk perjalanan yang akan mengubah hidupnya. Meskipun dia merasa siap secara fisik, hatinya terasa berat karena harus meninggalkan Brian, sahabat terdekat yang telah mendampinginya selama ini.Sabrina duduk di kamarnya, mengatur pesan singkat terakhir yang akan dikirimkan kepada Brian. Pesan ini sangat penting baginya, karena merupakan bentuk perpisahan dan ungkapan terima kasihnya. Dia membuka aplikasi pesan di ponselnya dan mengetik dengan hati-hati:“Brian, besok pagi aku akan pergi ke Australia. Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk semua dukunganmu selama ini. Kehadiranmu sel
Hari pertama kursus memasak dimulai dengan suasana canggung. Sabrina merasa sedikit gugup di tengah banyak anak perempuan yang tampak saling mengenal satu sama lain. Namun, melihat Brian di antara mereka memberikan sedikit rasa lega.Instruktur, seorang wanita ramah bernama Ibu Maya, memulai dengan memperkenalkan diri dan menyambut para peserta kursus."Selamat datang di kursus memasak anak-anak! Hari ini kita akan belajar membuat kue sederhana. Mari kita mulai dengan mencuci tangan dan bersiap-siap di meja masing-masing."Sabrina dan Brian mengambil tempat di meja yang sama."Aku tidak menyangka akan bertemu kamu di sini," kata Brian dengan senyum lebar."Aku juga," jawab Sabrina, mencoba tersenyum meskipun hatinya masih berat.Saat kursus berlangsung, mereka belajar tentang bahan-bahan dasar dan cara mencampur adonan. Sabrina merasa kikuk, tapi Brian dengan sabar membantunya.“Ini seperti seni, kamu akan terbiasa,” katanya sambil menunjukkan cara mengaduk dengan benar.“Aku tidak ya
Hari ini pun ibu memarahiku , seakan apapun yang kulakukan selalu salah dimatanya. Karena berlari keluar rumah sambil menangis tanpa sadar kini aku sudah ada di taman , untung saja taman ini begitu sepi jadi aku bisa menghabiskan waktu disini sendirian ‘dengan tenang’ pikirku. Tempat ini begitu tenang dan sejuk karena banyak pohon-pohon dengan ukuran besar yang seolah menjadi pagar pembatas antara taman dan jalan lebar di depannya. Aku mengayunkan tubuhku naik turun di sebuah ayunan sambil menatap langit , haruskah aku pergi ketempat ayah tapi sebenarnya datang ke tempat asing juga menakutkan buatku , aku juga tidak ingin meninggalkan ibu disini sendirian. Ketika sedang sibuk dengan pikiranku sendiri , lewat sudut mata aku melihat seorang anak lelaki yang usianya sepertinya tidak jauh berbeda denganku. Kuperhatikan dari kejauhan dia terlihat begitu murung , berjalan sambil tertunduk lesu sepertinya dia mulai menyadari jika aku terus saja memperhatikan
Kami masih menikmati suasana di dalam café bahkan setelah semua makanan dan minuman yang dihidangkan untuk kami telah sepenuhnya habis. Tapi itu tidak membuat kami mendapatkan masalah dari pemilik cafe karena café ini tergolong cukup sepi , mungkin juga karena baru saja dibuka. Setelah menyelesaikan urusan pekerjaannya Brian datang menghampiri kami bertiga. Brian sangat tinggi dan cukup tampan dengan rahang yang terlihat begitu kokoh , rambut hitam rapi dan kulit yang sehat dan bersih. Gen keluarga besar Karin memang tidak main-main , mereka seperti hidup di dunia yang berbeda , aku merasa seperti lalat yang berhadapan dengan 2 kupu-kupu yang begitu cantik.“jadi kamu serius mau terus jadi pembuat kue.” Tanya Karin pada brian yang sekarang duduk disampingnya“Iya begitulah , aku ingin belajar lebih dalam lagi sekarang , sam
Matahari bersinar dengan indah hari ini , sedikit awan dan udara yang tidak begitu panas membuat sabtu ini begitu cerah dan ceria. Seperti rencana sebelumnya , akhirnya aku , Karin dan Sabrina pergi ke toko aksesoris yang ditemukan lewat sosmed oleh Karin. Tempat ini mirip seperti sebuah toko antik yang terletak di pinggiran kota , ada seorang wanita muda berusia sekitar awal 30 tahunan menyambut kedatangan kami , bisa aku tebak dia adalah pemilik toko ini. Tentu saja dia sudah mengetahui kedatangan kami karena memang untuk kesini harus membuat janji temu terlebih dahulu dan itu yang sudah dilakukan Karin untuk kami. Setelah berkenalan kuketahui nama kakak pemilik toko tadi adalah Kak Nila , Kak Nila menunjukkan beberapa contoh yang sudah dipilih oleh Karin melalui website sebagai referensi , mulai dari gelang-gelang cantik juga cincin dan gantungan kunci.“Ini sangat indah ketika sudah dilihat langs
Setelah seminggu berjibaku dengan soal-soal dari berbagai materi pelajaran , akhirnya selesai juga akhir dari perjuangan kami para murid SMA dalam menghadapi ujian semester kali ini. Cukup lega karena telah selesai tapi juga lumayan was-was dan cemas karena menunggu hasilnya. Aku selalu berharap mendapatkan peringkat pertama di sekolah meskipun itu tidak mungkin karena ada Karin yang satu sekolah denganku , tapi setidaknya aku selalu masuk ke peringkat sepuluh besar di sekolah. Kami bertiga janjian untuk bertemu di halaman belakang sekolah setelah setelah ujian selesai. Karin dan Sabrina sudah berada disana ketika aku datang . lengkap dengan cola dan pizza yang sepertinya baru saja di pesan oleh Karin.“Ayaaa , sini-sini , Karin pesan banyak makanan , ayo makan bareng.” Teriak Sabrina sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah ku“Cepatlah ke
“Aku tidak mengerti kenapa kamu menganggapku seperti itu sedangkan kamu sendiri tidak benar-benar menganggapku sebagai teman.” Kataku kali ini sambil menundukkan kepala lagi dan memandangi punggung tanganku. “Tunggu dulu, aku tidak menganggapmu sebagai teman, ide dari mana itu, kenapa aku seperti itu padamu, tidakkah kamu melihatnya, aku bahkan masuk ke sekolah ini karena ada kamu disini.” Jawab Karin “Aku mendengarnya Karin , saat itu , saat reuni para orang tua kita , kamu menyetujui pendapat tante itu untuk berteman hanya dengan anak-anak yang selevel denganmu , itu artinya bukan aku kan , aku tidak pernah selevel denganmu, kamu cantik dan juga pintar.” kataku sambil sedikit meninggikan nada bicaraku “Jika diingat lagi , kamu memang menjauh setelah pertemuan waktu itu ya , tapi bukankah kamu harusnya men
Sore ini aku malas untuk beranjak dari dalam kamar , setelah Karin pulang aku harusnya segera bersiap-siap untuk berangkat ke tempat les , tapi rasanya badanku sangat berat untuk digerakkan , seakan-akan berat badanku tiba-tiba bertambah 10 kg dalam hitungan menit. Mungkin aku akan langsung tertidur seperti ini , tanpa makan malam , aku bahkan berencana untuk tidak mandi kalau saja tidak ada suara ketukan keras dari pintu kamarku. “Aya kamu tidur ? Ga pergi les ?” Terdengar suara teriakan ibuku dari balik pintu , dengan Langkah berat aku mulai menuju Ke arah pintu kamar dan membuka sedikit pintunya sehingga kepalaku saja yang keluar dan aku bisa melihat ibu menggelengkan kepalanya padaku “Kamu sakit.” “Iya” jawabku sambil memanyunkan bibirku “Tapi tadi waktu Karin kesini , kamu