"Aku tahu kamu masih mencintaiku. Aku tahu kamu ingin kembali padaku. Tapi aku juga ingin kamu terlepas dari Eza lebih dulu supaya kita bisa tenang menjalani hidup kita."
"Apa maksudmu?" tanya Naura sarkas.
"Naura, aku sudah berbicara dengan ibumu. Kamu boleh tanyakan pada ibumu apa yang sudah kami bicarakan," ujar Alfa.
"Bicara? Kapan kalian bicara dan apa yang kalian bicarakan?"
"Tanyakan pada ibumu yang sangat menyayangiku, Naura," kata Alfa diiringi kekehan renyah.
"Berhenti beromong kosong!"
"Haih ... kamu memang nggak pernah percaya padaku. Percuma saja aku menjelaskannya."
"Ck!" Naura hanya berdecak pelan.
"Naura, besok datanglah bekerja. Aku nggak akan bisa tanpamu setelah kamu datang," pinta Alfa.
"Sepercaya diri itu kamu menganggap aku akan datang? Apa kamu hanya bisa bersikap seenaknya terhadap orang lain? Oh, ternyata kabar itu benar. Kamu boss yang arogan, Alfa!"
"Aku bukan seperti apa yang dikatakan
"Ya ampun ...." Naura menutup mulutnya tak percaya."Ada apa, Naura? Siapa yang datang?" tanya Dahayu masih dari tempatnya.Naura cepat-cepat berlari menghampiri ibunya membawa surat itu."Bu, lihatlah. Dia sangat kurang kerjaan," kata Naura mencibir si pengirim surat."Surat? Dari ... Alfa?" tanya Dahayu. Naura mengangguk."Mana coba ibu baca." Dahayu mengambil alih kertas itu."Undangan interview. Mohon datang tepat waktu dan persiapkan mental. Undangan interview dari calon suami tidak boleh ditolak. Jika ditolak maka saudari akan dikenakan sanksi. Sekian, terima kasih. NB : berdandanlah yang cantik." Dahayu membaca isi surat yang baru saja diantar."Ya Allah ... ibu boleh ketawa nggak?" celetuk Dahayu."Ketawa aja, Bu, ketawa," balas Naura cepat. Dan Dahayu pun tak bisa menahan tawanya."Iya, ibu lupa bilang. Alfa juga berpesan supaya kamu tetap datang bekerja besok. Dia nggak bermaksud memecatmu dari pekerjaanmu," je
Alfa dan Eza terus saja saling pukul hingga mereka sama-sama kehabisan banyak tenaga. Mereka sama kelelahan dan napas mereka pun tersengal.Ya, mereka seakan mencari kesempatan untuk melampiaskan semua amarahnya, semua emosinya, semua kekecewaannya.Wajah mereka sudah tidak berbentuk. Lebam dimana-mana. Lingkar mata menghitam. Keduanya sama-sama terluka parah karena Alfa tidak bisa lagi menahan diri. Ia juga ingin melampiaskan kekesalannya."Sial! Seharusnya aku datang ke rumah Naura malam ini. Tapi gara-gara kamu aku nggak akan bisa datang. Mana berani aku muncul di hadapan Naura dalam keadaan jelek seperti ini," ujar Eza sambil duduk menyandarkan diri pada jembatan. Alfa duduk tak jauh dari Eza, sama-sama bersandar pada jembatan.Alfa terkekeh. "Kamu sendiri yang mencari masalah dan sekarang kamu menyalahkan aku? Kamu nggak lupa kamu yang mengundangku kesini, kan?" kata Alfa.Eza hanya membalasnya dengan terkekeh sinis."Seharusnya aku mal
Naura mengikuti langkah ibunya menuruni anak tangga."Siapa yang kirim hadiah, Bu?" tanya Naura."Nggak tahu, ibu nggak buka. Pengantar paketnya bilang kalau itu untuk calon istri Alfarezi Kavindra," kata Dahayu, persis seperti yang dikatakan kurir tadi.Naura mendengus. Ia sudah tahu siapa pengirim paket itu sekarang."Ngapain sih, kurang kerjaan banget kirim-kirim paket," gerutu Naura. Meski begitu tangan Naura tetap bergerak membuka kotak berwarna merah itu.Hanya ada satu benda di dalam kotak itu. Dan itupun tidak seimbang dengan kotaknya yang besar, sama sekali tak sebanding.Naura mendengus lagi. Ia meraih buku tersebut. Ternyata itu adalah katalog gaun pengantin.Naura kemudian membuka lembar demi lembar dengan sedikit kasar. "Emang dasar kurang kerjaan!" umpat Naura mengerucutkan bibir.Dahayu yang memperhatikan Naura pun tertawa kecil."Itu kamu disuruh pilih dulu gaun pengantinnya, nanti baru dibikinin, gitu ka
"Sa-sayang?" Naura mengulang panggilan orang yang menelpon."Kenapa? Kamu nggak mau dipanggil sayang?" tanya si penelpon yang tak lain adalah Alfa."Apa? Aku bukan sayangmu!""Kamu selalu jadi sayangnya aku, Naura Aswangga," balas Alfa.Naura tidak menjawab."Udah terima paket dariku?" tanya Alfa."Udah.""Besok mau kan datang ke kantor?" tanya Alfa lagi."Nggak!" Balas Naura cepat. Saat ini Naura sedang bersikap jual mahal.Hadeuhh ... Naura dan Alfa ini benar-benar membuat geregetan. Yang satu mendekat yang satu lari menjauh. Saat yang satu sudah berbalik dan mendekat, sekarang tinggal yang satunya lagi yang cuek. Siapa yang tidak akan gemas? Padahal mereka masih saling cinta."Kenapa enggak?""Menurutmu?" Naura berbalik bertanya."Menurutku? Yaa, menurutku kamu harus datang.""Dasar nggak punya perasaan!" maki Naura."Aku? Kenapa lagi? Aku salah lagi?" tanya Alfa menunjukkan nada mem
"Naura ... siapa yang mengetuk pintu?" tanya Dahayu sambil mengelap tangannya yang basah."Ibu, ayo lihat siapa yang datang." Naura menarik tangan ibunya tergesa."Naura, jangan tarik-tarik ibu gini dong. Memangnya siapa sih yang datang?" protes Dahayu."Ibu lihat aja, ibu pasti akan terkejut."Dahayu pun menurut saja, membiarkan putrinya menarik tangannya.Benar saja ucapan Naura. Begitu sampai di ruang tamu Dahayu sampai mematung karena saking terkejutnya."Jeng Nalin?"Merasa namanya disebut, Nalin pun menoleh ke arah sumber suara."Haiii, Jeng Dahayu, ya ampun ...." kedua ibu itu sama-sama mendekat lalu saling berpelukan. Naura dan Alfa saling melempar senyum dan berpandangan. Naura pun berjalan mendekat pada Alfa.Alfa menarik Naura untuk mendekat lalu melingkarkan tangannya di pinggang Naura. Naura kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Alfa."Aku senang melihat ibu sama ibu Nalin seperti ini. Mereka ma
"Tapi, Al, gimana kalau Eza nggak mau memaafkan aku?" lirih Naura cemas. "Naura, dia pasti—" "Sudah pasti aku nggak akan memaafkanmu, Naura." Mendengar suara itu Naura langsung membalikkan badan dan ia sangat terkejut mendapati Eza berdiri disana. Bukan hanya Naura saja yang terkejut, Alfa juga ikut terkejut. Kenapa Eza ada disana? "E-Eza, kamu—" "Ibumu ada?" Potong Eza cepat. "A-ada, ibu ada di dalam," balas Naura. "Bisa aku menemui ibumu sebentar?" tanya Eza lagi. "Iya, boleh. Emm ... itu, Za, aku mau bicara sama kamu." "Nanti aja, aku mau ketemu ibumu dulu, Ra," kata Eza. "Oh, ya ya, tentu. Ayo." Naura masuk lebih dulu. Eza mengikuti Naura, namun sebelum ia masuk Eza menyempatkan untuk menatap Alfa lekat. "Apa?" tanya Alfa heran. Eza tidak menjawab, ia hanya mengedikkan bahu lalu menyusul Naura masuk. "Ibu, ada Eza datang," ucap Naura sesampainya di dalam.
"Naura," panggil Alfa."Hm?""Jadi apa hubungan kita sekarang?" tanya Alfa menggelitik.Naura mengerutkan kening menatap Alfa."Apa?" Naura berbalik bertanya."Iya, kita kan pernah berpisah selama lima tahun. Jadi sekarang apa hububgan kita?" tanya Alfa lagi."Mantan!" balas Naura asal."Tapi kan kita nggak pernah putus?""Ya udah, pacar!""Tapi kamu bilang kamu udah menganggap kita selesai karena kita lost contact," kata Alfa lagi.Naura mendengus kesal. "Teserah kamu aja, Alfa, terserah!" Naura berbalik dan pergi. Namun Alfa kembali memanggilnya."Naura.""Apa lagi?" tanya Naura galak."Kalau nanti aku nyatain cinta lagi, kamu nggak akan nolak aku kan?"Mendengar itu ekspresi Naura langsung berubah 180 derajat. Pipinya memerah dan senyum di bibirnya tak bisa disembunyikan."Tergantung bagaimana usahamu!" kata Naura yang langsung berbalik pergi, menyembunyikan wajah tersipunya.
Byur!Segelas minuman manis sengaja disiramkan pada Naura. Naura sangat terkejut, begitu pula dengan Alfa.Alfa langsung menoleh, mencari tahu siapa pelaku yang menyiram kekasihnya itu."Akhirnya aku menemukanmu disini. Berani sekali kamu masih mendekati Alfa! Apa kamu nggak tahu—""Apa? Nggak tahu apa?" potong Alfa cepat."Alfa, aku nggak suka sama cewek ini, sebaiknya kamu jauhi saja dia," rengek seorang itu. Ya, dia adalah Sherly si anak pejabat yang Alfa hormati."Siapa yang memberimu hak untuk mengatur hidupku? Bukan dia, tapi kamu yang harus pergi!" kata Alfa tajam."Alfa, kenapa kamu mengusirku? Kenapa kamu memilih membelanya?" Sherly masih terus saja menunjukkan sikap percaya dirinya. Padahal ia sama sekali tidak pernah dianggap.Mereka kini mulai menjadi tontonan banyak orang."Apa menurutmu aku harus membelamu?" tanya Alfa tajam."Tentu saja, Alfa, karena aku ini pacar—""Dia kekasihku