Alfa dan Eza terus saja saling pukul hingga mereka sama-sama kehabisan banyak tenaga. Mereka sama kelelahan dan napas mereka pun tersengal.
Ya, mereka seakan mencari kesempatan untuk melampiaskan semua amarahnya, semua emosinya, semua kekecewaannya.
Wajah mereka sudah tidak berbentuk. Lebam dimana-mana. Lingkar mata menghitam. Keduanya sama-sama terluka parah karena Alfa tidak bisa lagi menahan diri. Ia juga ingin melampiaskan kekesalannya.
"Sial! Seharusnya aku datang ke rumah Naura malam ini. Tapi gara-gara kamu aku nggak akan bisa datang. Mana berani aku muncul di hadapan Naura dalam keadaan jelek seperti ini," ujar Eza sambil duduk menyandarkan diri pada jembatan. Alfa duduk tak jauh dari Eza, sama-sama bersandar pada jembatan.
Alfa terkekeh. "Kamu sendiri yang mencari masalah dan sekarang kamu menyalahkan aku? Kamu nggak lupa kamu yang mengundangku kesini, kan?" kata Alfa.
Eza hanya membalasnya dengan terkekeh sinis.
"Seharusnya aku mal
Naura mengikuti langkah ibunya menuruni anak tangga."Siapa yang kirim hadiah, Bu?" tanya Naura."Nggak tahu, ibu nggak buka. Pengantar paketnya bilang kalau itu untuk calon istri Alfarezi Kavindra," kata Dahayu, persis seperti yang dikatakan kurir tadi.Naura mendengus. Ia sudah tahu siapa pengirim paket itu sekarang."Ngapain sih, kurang kerjaan banget kirim-kirim paket," gerutu Naura. Meski begitu tangan Naura tetap bergerak membuka kotak berwarna merah itu.Hanya ada satu benda di dalam kotak itu. Dan itupun tidak seimbang dengan kotaknya yang besar, sama sekali tak sebanding.Naura mendengus lagi. Ia meraih buku tersebut. Ternyata itu adalah katalog gaun pengantin.Naura kemudian membuka lembar demi lembar dengan sedikit kasar. "Emang dasar kurang kerjaan!" umpat Naura mengerucutkan bibir.Dahayu yang memperhatikan Naura pun tertawa kecil."Itu kamu disuruh pilih dulu gaun pengantinnya, nanti baru dibikinin, gitu ka
"Sa-sayang?" Naura mengulang panggilan orang yang menelpon."Kenapa? Kamu nggak mau dipanggil sayang?" tanya si penelpon yang tak lain adalah Alfa."Apa? Aku bukan sayangmu!""Kamu selalu jadi sayangnya aku, Naura Aswangga," balas Alfa.Naura tidak menjawab."Udah terima paket dariku?" tanya Alfa."Udah.""Besok mau kan datang ke kantor?" tanya Alfa lagi."Nggak!" Balas Naura cepat. Saat ini Naura sedang bersikap jual mahal.Hadeuhh ... Naura dan Alfa ini benar-benar membuat geregetan. Yang satu mendekat yang satu lari menjauh. Saat yang satu sudah berbalik dan mendekat, sekarang tinggal yang satunya lagi yang cuek. Siapa yang tidak akan gemas? Padahal mereka masih saling cinta."Kenapa enggak?""Menurutmu?" Naura berbalik bertanya."Menurutku? Yaa, menurutku kamu harus datang.""Dasar nggak punya perasaan!" maki Naura."Aku? Kenapa lagi? Aku salah lagi?" tanya Alfa menunjukkan nada mem
"Naura ... siapa yang mengetuk pintu?" tanya Dahayu sambil mengelap tangannya yang basah."Ibu, ayo lihat siapa yang datang." Naura menarik tangan ibunya tergesa."Naura, jangan tarik-tarik ibu gini dong. Memangnya siapa sih yang datang?" protes Dahayu."Ibu lihat aja, ibu pasti akan terkejut."Dahayu pun menurut saja, membiarkan putrinya menarik tangannya.Benar saja ucapan Naura. Begitu sampai di ruang tamu Dahayu sampai mematung karena saking terkejutnya."Jeng Nalin?"Merasa namanya disebut, Nalin pun menoleh ke arah sumber suara."Haiii, Jeng Dahayu, ya ampun ...." kedua ibu itu sama-sama mendekat lalu saling berpelukan. Naura dan Alfa saling melempar senyum dan berpandangan. Naura pun berjalan mendekat pada Alfa.Alfa menarik Naura untuk mendekat lalu melingkarkan tangannya di pinggang Naura. Naura kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Alfa."Aku senang melihat ibu sama ibu Nalin seperti ini. Mereka ma
"Tapi, Al, gimana kalau Eza nggak mau memaafkan aku?" lirih Naura cemas. "Naura, dia pasti—" "Sudah pasti aku nggak akan memaafkanmu, Naura." Mendengar suara itu Naura langsung membalikkan badan dan ia sangat terkejut mendapati Eza berdiri disana. Bukan hanya Naura saja yang terkejut, Alfa juga ikut terkejut. Kenapa Eza ada disana? "E-Eza, kamu—" "Ibumu ada?" Potong Eza cepat. "A-ada, ibu ada di dalam," balas Naura. "Bisa aku menemui ibumu sebentar?" tanya Eza lagi. "Iya, boleh. Emm ... itu, Za, aku mau bicara sama kamu." "Nanti aja, aku mau ketemu ibumu dulu, Ra," kata Eza. "Oh, ya ya, tentu. Ayo." Naura masuk lebih dulu. Eza mengikuti Naura, namun sebelum ia masuk Eza menyempatkan untuk menatap Alfa lekat. "Apa?" tanya Alfa heran. Eza tidak menjawab, ia hanya mengedikkan bahu lalu menyusul Naura masuk. "Ibu, ada Eza datang," ucap Naura sesampainya di dalam.
"Naura," panggil Alfa."Hm?""Jadi apa hubungan kita sekarang?" tanya Alfa menggelitik.Naura mengerutkan kening menatap Alfa."Apa?" Naura berbalik bertanya."Iya, kita kan pernah berpisah selama lima tahun. Jadi sekarang apa hububgan kita?" tanya Alfa lagi."Mantan!" balas Naura asal."Tapi kan kita nggak pernah putus?""Ya udah, pacar!""Tapi kamu bilang kamu udah menganggap kita selesai karena kita lost contact," kata Alfa lagi.Naura mendengus kesal. "Teserah kamu aja, Alfa, terserah!" Naura berbalik dan pergi. Namun Alfa kembali memanggilnya."Naura.""Apa lagi?" tanya Naura galak."Kalau nanti aku nyatain cinta lagi, kamu nggak akan nolak aku kan?"Mendengar itu ekspresi Naura langsung berubah 180 derajat. Pipinya memerah dan senyum di bibirnya tak bisa disembunyikan."Tergantung bagaimana usahamu!" kata Naura yang langsung berbalik pergi, menyembunyikan wajah tersipunya.
Byur!Segelas minuman manis sengaja disiramkan pada Naura. Naura sangat terkejut, begitu pula dengan Alfa.Alfa langsung menoleh, mencari tahu siapa pelaku yang menyiram kekasihnya itu."Akhirnya aku menemukanmu disini. Berani sekali kamu masih mendekati Alfa! Apa kamu nggak tahu—""Apa? Nggak tahu apa?" potong Alfa cepat."Alfa, aku nggak suka sama cewek ini, sebaiknya kamu jauhi saja dia," rengek seorang itu. Ya, dia adalah Sherly si anak pejabat yang Alfa hormati."Siapa yang memberimu hak untuk mengatur hidupku? Bukan dia, tapi kamu yang harus pergi!" kata Alfa tajam."Alfa, kenapa kamu mengusirku? Kenapa kamu memilih membelanya?" Sherly masih terus saja menunjukkan sikap percaya dirinya. Padahal ia sama sekali tidak pernah dianggap.Mereka kini mulai menjadi tontonan banyak orang."Apa menurutmu aku harus membelamu?" tanya Alfa tajam."Tentu saja, Alfa, karena aku ini pacar—""Dia kekasihku
"Eh itu dia tante Nalin. Tapi dia sama siapa?" tanya Vano."Calon istriku," balas Alfa cepat."Calon istri?" tanya Vano tak percaya.Yang di tunggu-tunggu pun akhirnya datang. Mereka semakin mendekat."Eh tunggu-tunggu, itu kan ... Naura?" Vano nampak terkejut melihat Naura tengah berjalan bersama Nalin mendekat ke arah Alfa dan Vano."Eh, itu kan Naura, Bego! Mana ada calon istrimu? Dia kan udah punya calon suami. Waah ... ini orang otaknya udah nggak waras," umpat Vano sekaligus mencibir."Eh, otakku waras-waras aja, sangat waras malah," balas Alfa santai."Ini orang pengin di lempar pakai gelas kayaknya," kata Vano geregetan."Eh, Vano?" Naura akhirnya telah sampai dan menyapa Vano yang tadinya tengah memelototi Alfa."Ha-hai, Naura. Nggak nyangka ya, kita bisa ketemu disini. Dan aku terkejut karena ternyata kamu sama tante Nalin," ucap Vano sedikit merasa kikuk. Naura tertawa kecil."Hai, Tante," lanjut Vano m
Apa-apaan ini? Baru saja mereka berbaikan dan sekarang Naura tahu bahwa Alfa pergi ke bar? Padalah Alfa telah berjanji untuk tidak mendekati tenpat itu. Mendekati saja tidak diperbilehkan apalagi memasukinnya? Naura benar-benar kesal."Hahaha ...." Vano tertawa lepas, sangat puas melihat Naura yang marah pada Alfa dan membuat Alfa panik."Sialan! Ngapain kamu ungkit-ungkit masalah kalau aku pergi ke bar? Lagian aku nggak ngapa-ngapain kan? Kamu yang bikin masalah tapi kamu nggak berniat membantuku? Dasar, sahabat biadab!" maki Alfa panjang lebar."Kali ini aku nggak akan ikit campur urusan kalian. Salah-salah aku yang kena batunya. Selesaikan saja sendiri," kata Vano dengan santainya."Yaa ... kamu memang nggak ngapa-ngapain karena aku datang tepat waktu. Coba aja kalau aku datang terlambat, kamu mungkin udah akan habis satu botol whiskey.""Da-ah, Alfa. Aku duluan," pungkas Vano kemudian ikut meninggalkan Alfa sendiri."Sialan! Gimana caran
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.