Bakat alami yang dimiliki Eleanor adalah merusak hal baik apapun yang ada disekitarnya. Ketika dia masih kecil dia merusak hubungan baiknya dengan ibunya karena suatu insiden tahun 1998. Eleanor yang dihantui trauma karena kerusuhan itu memilih untuk melimpahkan kesalahan pada ibunya. Kalau saja saat itu ibunya tidak mengajaknya berbelanja di Orion Plaza setidaknya mereka tidak akan menyaksikan pembantaian dan penjarahan secara langsung di depan mata. Terlebih saat itu Eleanor kecil sempat terpisah dari Margaret. Dan jika saja orang baik tidak menolongnya, Eleanor pasti menjadi salah satu korban.
Sejak saat itu Eleanor enggan berbicara dengan ibunya. Dia memilih tinggal dan dibesarkan oleh kakek dan neneknya hingga selepas SMA. Eleanor juga enggan pulang ke rumah orang tuanya jika ayahnya tidak ada di rumah. Itu hanya sebagian kecil hubungan yang sengaja di rusak Eleanor. Saat dia masih SMA ada hubungan pertemanan yang juga rusak karena dia. Hubungan yang melibatkan dia, Jenny dan seorang teman laki-laki yang namanya tidak ingin Eleanor sebut lagi. Nama yang sudah tidak penting baginya.
Lalu yang paling parah adalah usahanya untuk merusak hubungan asmara Jonathan dan Allena. Dia secara tidak langsung menjadi katalis kerusakan tersebut. Jonathan mungkin tidak menyadari hingga detik ini jika Eleanor berperan besar dalam menghancurkan rencana masa depannya dengan Allena. Yang dia tahu Eleanor hanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan Allena. Karena itu Jonathan masih percaya Eleanor tidak akan melakukan hal buruk pada Allena terlepas dari apa yang telah diperbuat mantan kekasihnya itu. Eleanor hanya seorang pebisnis. Kelicikannya mungkin hanya berlaku pada caranya menjalankan bisnis.
Namun itu hanya prasangka Jonathan sebelum dia mendengar sendiri dari bibir Eleanor bahwa wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu melakukan sesuatu pada Allena. Bukan sekali ini Jonathan mendengar pengakuan itu. Dia masih familiar dengan pembicaraan mereka beberapa bulan lalu sebelum mereka memutuskan untuk menikah, hari dimana Jonathan mengetahui bahwa Eleanor melakukan sesuatu pada perusahaannya. Jonathan sadar bahwa Eleanor memiliki pengaruh dan sebuah hak istimewa layaknya penguasa. Namun permintaan maaf yang tampak tulus hari itu membuat cara pandang Jonathan pada dunia Eleanor berbeda. Dia pikir itu terakhir kalinya Eleanor menggunakan kekuasaannya. Tapi dia salah.
“Apa maksudnya semua ini?” tanya Jonathan. Dia tidak pernah merasa kehilangan kata-katanya sebelum hari ini.
“Aku yang sengaja membuat perempuan itu menghilang.”
“Apa yang kamu lakukan padanya?” Jonathan tidak lagi memiliki kesabaran. Tapi Eleanor seakan memperlambat kata-katanya.
“Hanya membawanya ke tempat dimana seseorang dengan gangguan kejiwaan seharusnya berada. Setidaknya setelah apa yang dilakukannya pagi ini.”
“Allena tidak gila!” potong Jonathan. Wajahnya masih mengeras dan tatapannya tidak pernah semarah itu pada orang lain.
Sangat disayangkan Eleanor merusak hubungan baik yang Jonathan coba berikan. Ketika hubungan diantara mereka tidak dibentuk dari ikatan cinta, setidaknya memperlakukan satu sama lain dengan baik dan saling menghormati adalah pilihan yang terbaik. Mereka masih bisa hidup normal selayaknya pasangan yang telah menikah. Tetapi Eleanor justru lebih menyukai konfrontasi dibandingkan kepura-puraan. Dia lebih memilih dibenci dibandingkan mendapat perhatian yang hanya ada karena tanggung jawab pernikahan.
“Dia tidak akan berada disana jika dia bukan perempuan gila.” Kata-kata Eleanor seperti bensin yang menyulut api semakin besar. Terlebih dengan nada bicaranya yang dingin dan seakan tidak berperasaan.
“Kamu bukan keluarganya dan kamu tidak mengenalnya sedikitpun jadi kamu tidak mempunyai hak membawanya ke tempat itu.” geram Jonathan.
Layaknya bongkahan es, Eleanor tetap berpegang pada argumennya. Dia bahkan merasa tidak perlu menatap Jonathan sepanjang percakapan itu. Dada Jonathan naik turun karena menahan amarah. Tinjunya meremas kemudi. Tapi dia memejamkan mata agar dapat menahan kata-kata kasar yang ingin dilontarkannya.
“Tolong… keluarkan dia dari sana! jika kamu masih memiliki hati nurani.” Jonathan memohon dengan suara yang lebih halus.
“Dia akan keluar dari tempat itu begitu dinyatakan sembuh.”
“Eleanor!” untuk pertama kalinya Jonathan menyebut nama Eleanor tanpa rasa hormat ataupun panggilan sopan. Dia mulai mengambil otoritasnya sebagai seseorang yang telah dipilih Eleanor menjadi suaminya.
“Kamu bisa menemuinya jika itu yang kamu inginkan. Sekretarisku akan mengirim detail alamat rumah sakit itu untukmu.”
Segera setelah mengucapkan kata-kata itu, Eleanor melepas safe belt-nya lalu membuka pintu mobil dan turun dari sana. Dia meninggalkan Jonathan dalam amarah yang tertumpuk. Napas Eleanor memburu ketika dia telah berada di dalam lift. Dia lupa bagaimana bisa melangkah hingga kesana. Sebab begitu dia sendiri di ruang sempit itu, lututnya mendadak terasa lemas. Dia sudah sering melakukan konfrontasi dengan orang-orang yang ingin ditundukannya. Tetapi Eleanor tidak pernah merasa hatinya sesakit itu. Seolah ada sesuatu yang menggerogoti dadanya dan meremukan tulangnya. Perasaan yang jelas sangat asing.
Kenyataan bahwa Jonathan masih sangat peduli pada mantan kekasihnya harusnya tidak mengganggu Eleanor. Dia sudah menulis dalam kesepakatan pernikahan mereka bahwa Jonathan boleh mengambil Allena sebagai wanita simpanan dengan syarat Jonathan tidak akan pernah menyebut nama wanita itu dihadapannya. Tapi Jonathan tidak mengambil Allena menjadi wanita simpanan, tidak pula menjauhinya. Melainkan dia menyebut nama Allena seolah-olah dia masih menjadi tunangannya. Dia menyebut nama itu di hadapan Eleanor.
***
Berbaring di tempat tidurnya tanpa memejamkan mata, Eleanor melakukan itu sepanjang malam. Dia berharap dapat mendengar suara decitan pintu apartemen yang terbuka. Tapi hingga matahari akan terbit, dia tidak mendengarnya. Saat dia bangkit dari tempat tidurnya, kekosongan merayap hingga sudut rungan itu. Tinggal semalam di tempat asing yang diklaimnya sebagai tempat kemenangannya. Namun bukan bahagia atau rasa kepuasaan yang didapatkannya. Melainkan rasa sepi yang tidak berujung. Dia yang sudah terbiasa hidup sendiri sejak kematian kakek dan neneknya untuk pertama kalinya merindukan seseorang untuk berada di sisinya.
Eleanor sadar setelah dia meninggalkannya di lantai basement, Jonathan tidak pulang ke apartemen itu. Barang-barangnya pun belum dipindahkan. Wadrobe milik mereka yang bersebelahnya salah satunya tetap kosong. Menegaskan bahwa hanya Eleanor yang terlalu berhasrat pada pernikahan aneh itu. Kalau dipikir ulang Jonathan memang hanya terpaksa menerimanya. Eleanor tidak seharusnya memiliki ekspektasi yang terlalu jauh.
Melangkah keluar dari kamar tidur utama, Eleanor berjalan menuju kabinet pantry. Memeriksa satu per satu apakah ada peralatan masak yang bisa digunakannya. Tapi ternyata tidak ada satu pun. Bahkan lemari pendingin pun tidak menyimpan apapun. Dia baru sadar bahwa apartemen itu masih belum diisi oleh peralatan apapun. Jonathan jelas belum mempersiapkannya saat mengajukan persyaratan bahwa mereka harus tinggal di apartemen yang dibelinya.
Sambil membawa ponsel bersamanya Eleanor melangkah menuju jendela di ruang rekreasi. Tirainya yang berwarna tosca tampak menutupinya dengan rapat. Eleanor berusaha menyibaknya hingga ke lapisan gorden putih yang berada di baliknya. Sekilas tampak warna fajar kemerahan di langit, tapi jalanan kota di bawah sana telah sibuk. Lampu-lampu gedung tampak mengantuk. Dan taka da satupun yang ingin terjaga lebih awal. Eleanor menekan layar ponselnya berusaha menghubungi Rere. Panggilan itu baru tersambung setelah beberapa kali dia mencoba.
“Halo…” suara serak Rere terdengar seperti dia belum siap membuka matanya. Eleanor yakin Rere pun tidak sempat melihat ID kontak yang menelponnya.
“Kamu sudah bangun?”
Tidak terdengar jawaban dari seberang. “Kamu punya waktu dua puluh menit untuk menjemputku. Hari ini aku akan ke kantor dan memimpin rapat. Aku sudah memutuskan untuk tidak membolos walaupun sehari. Jadi atur jadwalku secepat mungkin.”
“What?” suara keras dari seberang membuat Eleanor harus menjauhkan ponsel dari gendang telinganya. “Bukannya kamu berencana cuti beberapa waktu setelah pernikahan? Ada acara pesta pernikahan yang harus kamu persiapkan bukan?”
“Tidak. Aku berubah pikiran. Aku tidak akan cuti terlalu lama dari perkerjaanku.” Sahut Eleanor dengan cepat. “Lagipula aku sudah menyerahkan persiapan itu pada paman.”
“Kamu menyerahkannya pada Pak Hok?” Rere mengulangi perkataan Eleanor.
“Yah, aku sudah memutuskannya.”
Rere mendengus. “Pesta itu bakal berubah menjadi pesta bisnis. Harusnya kamu memilih aku saja untuk mempersiapkannya.”
Sedetik kemudian Rere menyesali perkataannya. Jika Eleanor menyerahkan persiapan itu padanya bukan tidak mungkin dia akan sangat sibuk. Itu hanya akan menambah daftar perkerjaan yang membuatnya stress.
“Aku tidak begitu mempercayaimu. Jadi aku tidak akan menyerahkan tanggung jawab seberat itu padamu.” cibir Eleanor seperti biasa. “Lagipula aku juga tidak punya teman untuk diundang jadi wajar kalau orang-orang yang datang nanti hanya kolenga bisnis paman.”
Kata-kata Eleanor terdengar seperti ironi yang diucapakan dengan cara yang kejam. Sehingga Rere tidak tahu harus bersimpati atau justru mencelanya.
“Waktu terus berjalan dan kamu punya waktu dua puluh menit untuk sampai di apartemen ini. Jadi lebih baik kamu bergegas.”
“Hei! Aku bukan supirmu! Lagipula kenapa kamu tidak menelpon Pak Sapardi saja?”
“Aku memberinya cuti hari ini sekaligus untuk mengantar Mbak Sari pulang kampung.”
“Kalau Pak Sapardi saja kamu beri cuti kenapa aku tidak? Kenapa aku yang harus jadi supir pengganti? Dan memangnya kamu tidak mau menemui Mbak Sari sebelum pulang kampung?” Rere yang kesal terus mengoceh dari seberang. Tapi Eleanor yakin dia sudah beranjak dari tempat tidurnya karena beberapa kali dia mendengar suara gaduh.
“Aku tidak pandai mengucapkan selamat tinggal.” Jawab Eleanor singkat. Kemudian bergegas mematikan panggilan itu sebelum Rere menyahuti.
Matahari tampak merangkah naik. Sinarnya menyusup di sela-sela gedung tinggi. Pemandangan kota di bawahnya diselimuti cahaya keemasan. Sementara lampu jalanan satu per satu mulai padam. Eleanor meninggalkan jendela untuk kembali ke kamarnya. Ketika dia melewati kamar tidur yang lain sempat terbesit dibenaknya untuk mencoba membukanya. Lalu berharap Jonathan tidur meringkuk disana. Tapi dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa kamar itu kosong. Dan bahwa Jonathan lebih memilih tempat di luar sana dibanding berada dalam satu ruangan dengannya. Itu lebih baik dibanding melihat Jonathan merasa tak nyaman bersamanya.
“Lagian ngapain sih kamu harus bilang yang sebenarnya? Sudah bagus kamu menyingkirkan Allena untuk beberapa waktu.”
Meski enggan, Rere tetap tiba dua puluh menit kemudian untuk menjemput Eleanor. Mereka dalam perjalanan ke rumah Eleanor karena tampaknya Eleanor ingin memuaskan dirinya dengan olahraga ekstrim terlebih dahulu.
“Normalnya pernikahan itu saling berbagi kasih seperti janji pernikahan kalian, tapi malah lebih suka melakukan konfrontasi yang memicu pertengkaran. Lebih parahnya itu terjadi di hari yang sama setelah kalian mengucapkan janji pernikahan. Kamu yakin mau kehidupan pernikahanmu seperti itu?”
“Aku lebih suka dia membenciku dibanding memaksanya memperlakukanku sebaik itu.”
“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu!” geram Rere.
Seakan dia yang lebih frustasi dengan kehidupan Eleanor.
Di mobilnya Jonathan terdiam. Hawa dingin yang ditinggalkan Eleanor memadamkan amarah dalam dirinya. Kendati demikian amarah itu tidak hilang, melainkan mengendap di tempat dimana dia menyebutnya “pengendalian emosi”. Sekarang apa? Setelah dia menikah dengan seorang calon ratu kerajaan bisnis atau setidaknya dia sudah menjalankan peran itu, lalu apa? Apa yang diharapkan Jonathan dari pernikahan itu sebenarnya? Lamunan Jonathan memunculkan sebuah pertanyaan yang terlalu idiot jika diabaikan; apakah dia sudah mengenali siapa perempuan yang dinikahinya hari ini? benar? Hari ini. Belum sehari mereka menikah, tetapi masalah itu muncul ke permukaan. Jonathan mencoba menjernihkan pikirannya dengan memutar radio di dalam mobilnya, lalu menyandarkan kepalanya. Dia seperti tikus yang bersembunyi di saluran bawah tanah karena sadar bahwa di atas sana ada seekor kucing yang sedang menantinya. Setidaknya Jonathan tidak mau menggunakan analogi itu. Dia tidak mau menggambarkan dirinya seperti seekor
Ada tiga box bento berwarna hitam yang tergeletak di meja pantry. Box pertama berisi nasi putih, bistik daging, acar, tuna saus lemon, ekado dan ebi furai, box kedua diisi caesar salad dan potongan buah, lalu yang terakhir box paling atas adalah snack chicken spring roll dan greak yogurt. Itu adalah menu makan siang paling mahal dan paling banyak yang pernah Jonathan makan. Biasanya dia dan Ryan paling-paling akan pergi ke restaurant sushi terdekat atau paling tidak mereka akan memesan soto dan rawon dari warung legendaris langganan mereka. Tidak pernah terpikirkan olehnya harus memakan makan siang sebanyak itu sendiri.“Harusnya makan siang yang seperti ini yang memang cocok untuk CEO.” Celetuk Ryan. Jonathan tidak menyentuh makanan itu sedikitpun, melainkan hanya memandanginya.“CEO perusahaan rintisan tidak termasuk!” balas Jonathan.“Tapi itulah keuntungannya menjadi pria beristri, kamu tidak akan pernah merasa tidak diperhatikan.” Ucap Ryan lagi sembari berbalik mengambil segela
“Semua upaya demi cinta akan gagal jika seseorang tidak mengembangkan seluruh kepribadiannya dengan sedemikian aktif sehingga mencapai sebuah orientasi yang produktif, bahwa pemenuhan cinta seseorang tidak dapat dicapai tanpa kemampuan untuk mencintai orang lain, tanpa kerendahan dan keteguhan hati, serta keyakinan dan kedisiplinan.”-Halaman pengantar dari buku The Art Of Loving, Erich Formm-Rere melihat Eleanor menandai halaman itu dengan sebuah pembatas buku. Lalu beberapa baris kalimat dari halaman itu diberi highlight. Itu adalah buku yang dibaca Eleanor selama sebulan terakhir, atau bahkan lebih. Dia membawanya kemanapun dan tidak membiarkan Rere untuk menyentuhnya. Namun dengan usahanya yang gigih untuk mengintip judul buku tersebut, Rere akhirnya mengetahuinya. Itu adalah sebuah buku non-fiksi berjudul seni mencintai atau karena Eleanor membaca versi asli dalam bahasa inggris, judulnya adalah The Art Of Loving. Salah satu judul buku yang menurut Rere tidak akan pernah membuat
“You can't make an omelet without breaking some eggs.”Ketika Allena melihat Jonathan disana, dia langsung berhambur ke pelukannya. Tetapi Jonathan hanya terpaku, tidak membalas pelukan itu. Allena belum menyadari perubahan dalam kehidupannya. Dia bukan lagi orang yang dicintai Jonathan. Sekalipun perasaan seseorang tidak pernah benar-benar hilang sepenuhnya. Jonathan berkunjung pagi itu setelah mendapat telepon bahkan Allena sudah diperbolehkan menerima kunjungan.Tidak ada yang berubah dari diri Allena. Perempuan itu tidak tampak terluka atau lecet. Jonathan sempat khawatir jika orang-orang Eleanor akan melakukan sesuatu padanya. Namun mereka tidak melakukan apapun selain memasukan Allena ke rumah sakit khusus itu.Untuk pertama kalinya Jonathan yang melepaskan pelukan itu terlebih dahulu. Mereka bertemu di luar kamar perawatan Allena dengan seorang suster yang menemani. Allena menatap mata Jonathan dengan tatapan memohon, dia tampak enggan menjauh meski melihat manik-manik mata Jon
Gandaria Luxury Hotel & Resort diambil alih kepemilikannya oleh Liem Hok sekitar tahun 2000-an untuk tujuan pribadi. Namun lambat laun pembangunan resort itu diperluas dan fasilitasnya ditingkatnya hingga kemudian menjadikan salah satu bisnis keluarga tersebut di bidang pariwisata. Kini Gandaria Luxury Hotel & Resort telah menjadi salah satu resort bintang lima di Nusa Dua yang sering menjadi tempat pertemuan bisnis dan sekaligus tempat menginap bagi kalangan atas. Liem Hok yang telah mempersiapkan pesta itu sejak sepekan lalu tampak sengaja memamerkan fasilitas dan kemewahan tempat itu kepada setiap tamunya.Setiap koridor di hiasi dengan pernak-pernik etnik, lampu-lampu kristal, guci-guci kuno. Hiasan dan konsep pesta itu sendiri memakai tema dreamy fairlytale dengan kristal-kristal lampu bernuansa magical white-beige, lilin-lilin, lighting effect, bunga mawar putih hinga lily serta lampion indah berbentuk terantai di sepanjang area kolam yang menghadap laut. Di sepanjang area, mula
Katakanlah instingnya kuat. Ketika melihat Jonathan meninggalkan pesta itu lebih awal, dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Jonathan melangkah menjauh dari tempat dimana Liem Hok dan anggota kongsi bisnisnya berada. Melihat bagaimana pamannya tampak tertawa dan menikmati pembicaraan dengan mereka, Eleanor tidak melihat cela untuk mencurigai pamannya. Namun jika bukan pamannya siapa lagi yang akan mampu berbuat sesuka hatinya.“Ada apa? Kamu mencari seseorang?”Ketika Eleanor mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru dan menyisiri semua tamu undangan, Rere datang menghampirinya. Untuk malam dia memang merasa kecolongan karena ada dua orang yang harus dilindunginya dari orang-orang gila di pesta itu. Eleanor telah mengintruksikan Rere untuk menemani ibunda Jonathan serta menjauhkannya dari kemungkinan bahwa Margaret dan tacik-tacik pasar atom lainnya mempunyai rencana untuk mempermalukan Aulia di depan umum. Namun sejauh ini Rere berhasil menceganya.Hanya Jonathan yang sekarang mem
“Love is about standing in, not falling for”(Page 28, Art Of Loving)Sepuluh tahun sejak dia pertama kali mengenalnya. Namun orang lain mungkin berpikir bahwa dia mengenal Rere baru setelah dia menjadi sekretaris Eleanor. Kenyataannya dia bertemu Rere ketika dia masih kulia di NUS. Saat itu Rere masih pegawai magang di kantor Singapura. Belakangan William tahu bahwa Rere atau Resti Anggika adalah anak tukang kebun kakeknya yang diberi beasiswa dan sekolahkan oleh kakeknya hingga universitas. Setelah lulus kulia−meski tidak diwajibkan−Rere pun berkerja di perusahaan kakek William sebagai upaya balas budi. Setelah pertemuan di usia itu, William pun tidak lagi mendengar kabar tentang Rere.Dia sendiri mengalami turbulensi yang membuatnya mempertanyakan tentang tujuan hidup dan keinginannya. Kehidupan yang dijalaninya sebagai putra bungsu tidak membuatnya puas. Dan karena IQ-nya di atas rata-rata, dia pun mulai menemukan sesuatu yang tidak beres dari bisnis keluarganya. Ada yang salah de
Sejak matahari terbit, Eleanor sudah berlari di sekitar pantai. Hingga dua jam kemudian, dia masih melakukan hal yang sama. Sudah beberapa kali putaran dia melewati garis pantai, membiarkan ombak menemaninya. Pasir di bawah kakinya meninggalkan banyak jejak sepatu. Namun Eleanor tidak ingin berhenti sampai dia tak mampu lagi berlari. Anggaplah dia perpaduan dari kepribadian misokhisme dan sadisme, dia memaksa orang lain mengikuti kehendaknya, dia menyakiti, mempermainkan mereka tapi disisi lain dia juga membiarkan dirinya disakiti, dihina dan dipermainkan oleh seseorang. Dia menyiksa dirinya sebagai hukuman atas perbuatannya karena tidak ingin membiarkan orang lain menghukumnya.Peluh membanjiri pelipis Eleanor seiring dengan terik matahari yang menyengat. Deburan ombak mulai melunak. Di putaran yang kesekiankalinya itu akhirnya Eleanot tidak fokus hingga terandung dan jatuh. Siku dan lututnya menumbuk pasir, dia segera berdiri untuk melanjutkan joggingnya. Tapi otot kakinya kelelahan
Selama sepuluh tahun lebih jantungnya tidak pernah berdetak kencang untuk seorang pria. Eleanor mati rasa dan hidup bagaikan robot uang. Bekerja, bekerja dan bekerja. Dalam pundaknya terdapat tanggung jawab sebagai generasi keempat dari kerajaan bisnis keluarganya, sehingga dia mulai lupa bagaimana menjadi seorang wanita pada umumnya. Terlebih wanita yang dicintai Jonathan.Uang mungkin bukan lagi segalanya bagi keluarganya. Mereka mampu membeli apapun dengan uang. Begitupula dengan Eleanor yang telah berupaya membeli cinta Jonathan Aldebaran. Namun hal itu tidak serta merta membuat Eleanor tahu bagaimana cara mencintai atau dicintai.Sepanjang perjalanan menuju restaurant Eleanor menyentuh pergelangan tangannya. Ada perasaan aneh setiap kali dia mengingat bagaimana Jonathan menggandeng pergelangan tangannya sore tadi. Rasanya berbeda dari saat mereka berjalan bergandengan di altar ataupun di pesta pernikahan mereka. Telapak tangan Jonathan terasa hangat dan lebar. Dalam genggaman itu
Meninggalkan kawasan ITDC, Jeep Wrangler Rubicon itu melaju di jalanan beraspal dengan kecepatan sedang 22 km/jam. Jonathan sendiri yang mengemudikannya dengan Eleanor di kursi penumpang. Eleano tampak nyentrik dengan kacamata Ana Hickmann rose gold, bak mobil yang terbuka membuat kulitnya tersengat matahari, sementara rambut curly tipis miliknya berterbangan di terpa angin. Mereka tidak berencana melakukan perjalanan jauh. Hanya sekedar membuang waktu bersama. Daftar rencana yang dikirim Rere pagi ini sudah Eleanor disingkirkan jauh-jauh. Dia tidak akan mengikuti daftar memalukan itu.From: Restianggika@hscorporate.comSubject: List kegiatan honeymoonKepada Yth.Ibu Eleanor LiemsudibyoDi tempatSehubungan dengan rencana honeymoon anda, saya−selaku sekretaris korporate yang bersangkutan−telah melakukan riset mendalam tentang apa saja kegiatan yang dapat dilakukan bersama pasangan dalam rangka honeymoon. Dan karena Ibu Eleanor yang terhormat telah mempercayakan perkerjaan penting ini
Sejak matahari terbit, Eleanor sudah berlari di sekitar pantai. Hingga dua jam kemudian, dia masih melakukan hal yang sama. Sudah beberapa kali putaran dia melewati garis pantai, membiarkan ombak menemaninya. Pasir di bawah kakinya meninggalkan banyak jejak sepatu. Namun Eleanor tidak ingin berhenti sampai dia tak mampu lagi berlari. Anggaplah dia perpaduan dari kepribadian misokhisme dan sadisme, dia memaksa orang lain mengikuti kehendaknya, dia menyakiti, mempermainkan mereka tapi disisi lain dia juga membiarkan dirinya disakiti, dihina dan dipermainkan oleh seseorang. Dia menyiksa dirinya sebagai hukuman atas perbuatannya karena tidak ingin membiarkan orang lain menghukumnya.Peluh membanjiri pelipis Eleanor seiring dengan terik matahari yang menyengat. Deburan ombak mulai melunak. Di putaran yang kesekiankalinya itu akhirnya Eleanot tidak fokus hingga terandung dan jatuh. Siku dan lututnya menumbuk pasir, dia segera berdiri untuk melanjutkan joggingnya. Tapi otot kakinya kelelahan
“Love is about standing in, not falling for”(Page 28, Art Of Loving)Sepuluh tahun sejak dia pertama kali mengenalnya. Namun orang lain mungkin berpikir bahwa dia mengenal Rere baru setelah dia menjadi sekretaris Eleanor. Kenyataannya dia bertemu Rere ketika dia masih kulia di NUS. Saat itu Rere masih pegawai magang di kantor Singapura. Belakangan William tahu bahwa Rere atau Resti Anggika adalah anak tukang kebun kakeknya yang diberi beasiswa dan sekolahkan oleh kakeknya hingga universitas. Setelah lulus kulia−meski tidak diwajibkan−Rere pun berkerja di perusahaan kakek William sebagai upaya balas budi. Setelah pertemuan di usia itu, William pun tidak lagi mendengar kabar tentang Rere.Dia sendiri mengalami turbulensi yang membuatnya mempertanyakan tentang tujuan hidup dan keinginannya. Kehidupan yang dijalaninya sebagai putra bungsu tidak membuatnya puas. Dan karena IQ-nya di atas rata-rata, dia pun mulai menemukan sesuatu yang tidak beres dari bisnis keluarganya. Ada yang salah de
Katakanlah instingnya kuat. Ketika melihat Jonathan meninggalkan pesta itu lebih awal, dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Jonathan melangkah menjauh dari tempat dimana Liem Hok dan anggota kongsi bisnisnya berada. Melihat bagaimana pamannya tampak tertawa dan menikmati pembicaraan dengan mereka, Eleanor tidak melihat cela untuk mencurigai pamannya. Namun jika bukan pamannya siapa lagi yang akan mampu berbuat sesuka hatinya.“Ada apa? Kamu mencari seseorang?”Ketika Eleanor mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru dan menyisiri semua tamu undangan, Rere datang menghampirinya. Untuk malam dia memang merasa kecolongan karena ada dua orang yang harus dilindunginya dari orang-orang gila di pesta itu. Eleanor telah mengintruksikan Rere untuk menemani ibunda Jonathan serta menjauhkannya dari kemungkinan bahwa Margaret dan tacik-tacik pasar atom lainnya mempunyai rencana untuk mempermalukan Aulia di depan umum. Namun sejauh ini Rere berhasil menceganya.Hanya Jonathan yang sekarang mem
Gandaria Luxury Hotel & Resort diambil alih kepemilikannya oleh Liem Hok sekitar tahun 2000-an untuk tujuan pribadi. Namun lambat laun pembangunan resort itu diperluas dan fasilitasnya ditingkatnya hingga kemudian menjadikan salah satu bisnis keluarga tersebut di bidang pariwisata. Kini Gandaria Luxury Hotel & Resort telah menjadi salah satu resort bintang lima di Nusa Dua yang sering menjadi tempat pertemuan bisnis dan sekaligus tempat menginap bagi kalangan atas. Liem Hok yang telah mempersiapkan pesta itu sejak sepekan lalu tampak sengaja memamerkan fasilitas dan kemewahan tempat itu kepada setiap tamunya.Setiap koridor di hiasi dengan pernak-pernik etnik, lampu-lampu kristal, guci-guci kuno. Hiasan dan konsep pesta itu sendiri memakai tema dreamy fairlytale dengan kristal-kristal lampu bernuansa magical white-beige, lilin-lilin, lighting effect, bunga mawar putih hinga lily serta lampion indah berbentuk terantai di sepanjang area kolam yang menghadap laut. Di sepanjang area, mula
“You can't make an omelet without breaking some eggs.”Ketika Allena melihat Jonathan disana, dia langsung berhambur ke pelukannya. Tetapi Jonathan hanya terpaku, tidak membalas pelukan itu. Allena belum menyadari perubahan dalam kehidupannya. Dia bukan lagi orang yang dicintai Jonathan. Sekalipun perasaan seseorang tidak pernah benar-benar hilang sepenuhnya. Jonathan berkunjung pagi itu setelah mendapat telepon bahkan Allena sudah diperbolehkan menerima kunjungan.Tidak ada yang berubah dari diri Allena. Perempuan itu tidak tampak terluka atau lecet. Jonathan sempat khawatir jika orang-orang Eleanor akan melakukan sesuatu padanya. Namun mereka tidak melakukan apapun selain memasukan Allena ke rumah sakit khusus itu.Untuk pertama kalinya Jonathan yang melepaskan pelukan itu terlebih dahulu. Mereka bertemu di luar kamar perawatan Allena dengan seorang suster yang menemani. Allena menatap mata Jonathan dengan tatapan memohon, dia tampak enggan menjauh meski melihat manik-manik mata Jon
“Semua upaya demi cinta akan gagal jika seseorang tidak mengembangkan seluruh kepribadiannya dengan sedemikian aktif sehingga mencapai sebuah orientasi yang produktif, bahwa pemenuhan cinta seseorang tidak dapat dicapai tanpa kemampuan untuk mencintai orang lain, tanpa kerendahan dan keteguhan hati, serta keyakinan dan kedisiplinan.”-Halaman pengantar dari buku The Art Of Loving, Erich Formm-Rere melihat Eleanor menandai halaman itu dengan sebuah pembatas buku. Lalu beberapa baris kalimat dari halaman itu diberi highlight. Itu adalah buku yang dibaca Eleanor selama sebulan terakhir, atau bahkan lebih. Dia membawanya kemanapun dan tidak membiarkan Rere untuk menyentuhnya. Namun dengan usahanya yang gigih untuk mengintip judul buku tersebut, Rere akhirnya mengetahuinya. Itu adalah sebuah buku non-fiksi berjudul seni mencintai atau karena Eleanor membaca versi asli dalam bahasa inggris, judulnya adalah The Art Of Loving. Salah satu judul buku yang menurut Rere tidak akan pernah membuat
Ada tiga box bento berwarna hitam yang tergeletak di meja pantry. Box pertama berisi nasi putih, bistik daging, acar, tuna saus lemon, ekado dan ebi furai, box kedua diisi caesar salad dan potongan buah, lalu yang terakhir box paling atas adalah snack chicken spring roll dan greak yogurt. Itu adalah menu makan siang paling mahal dan paling banyak yang pernah Jonathan makan. Biasanya dia dan Ryan paling-paling akan pergi ke restaurant sushi terdekat atau paling tidak mereka akan memesan soto dan rawon dari warung legendaris langganan mereka. Tidak pernah terpikirkan olehnya harus memakan makan siang sebanyak itu sendiri.“Harusnya makan siang yang seperti ini yang memang cocok untuk CEO.” Celetuk Ryan. Jonathan tidak menyentuh makanan itu sedikitpun, melainkan hanya memandanginya.“CEO perusahaan rintisan tidak termasuk!” balas Jonathan.“Tapi itulah keuntungannya menjadi pria beristri, kamu tidak akan pernah merasa tidak diperhatikan.” Ucap Ryan lagi sembari berbalik mengambil segela