Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian di hotel hari itu. Rachel sudah kembali bekerja seperti biasa. Ia hanya memakai cutinya dua hari saja untuk menenangkan diri. Rachel sudah menceritakan semuanya kepada Bella.
Mendengar cerita Rachel, Bella sangat marah. Awalnya ia sangat ingin menemui Celline. Namun, dengan cepat Rachel mencegahnya. Rachel tidak ingin, perusahaan tempatnya bekerja ini mendapat masalah karena masalah pribadinya.Celline bisa saja mempersulit perusahaan Ayah Bella. Rachel tidak ingin itu terjadi, dan memutuskan untum tetap diam dan mengikuti alurnya saja.Bella meminta Rachel untuk pergi berlibur untuk menyegarkan pikiran dan membuang sakit hatinya, tapi Rachel menolak. Ia ingin secepatnya bisa menyelesaikan pesanan klien khususnya ini."Haii, Beb. Apa kau sudah merasa lebih tenang sekarang? Jika kau ingin berlibur dan butuh teman, aku selalu siap." Bella menghampiri Rachel saat melihat wanita itu berjalan di lorong kantor
Hai kak, dukung terus ya karya author dengan memberikan komentar yang membangun. Terima kasih. Salam cinta dari Author ❤️
"Apa kau lembur hari ini?" Pesan dari Nathan kembali masuk ke ponsel Rachel. Perasaan tak tega menyelimuti hati Rachel. Ia tak ingin Nathan terus menunggu tanpa kabar darinya. Jadi, Rachel memutuskan untuk membalas pesannya satu kali."Aku tidak di kantor hari ini. Aku sedang menghadiri sebuah acara di luar kota bersama Bella." Balas Rachel berbohong. "Baik lah, kalau begitu aku akan pulang sekarang dan makan di apartemen saja." Balasan pesan masuk lagi ke ponsel Rachel. Namun Rachel tidak berniat membalasnya lagi kali ini. Setelah menunggu beberapa menit, tidak ada balasan dari Rachel. Nathan segera pergi meninggalkan tempat itu. Ia memacu mobilnya dengan sangat kencang. Di dalam perjalanan, ia menyempatkan untuk menghubungi Roy. Nathan merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Rachel pasti menyembunyikan sesuatu darinya. "Roy, kau cari tau dimana teman Rachel yang bernama Bella itu saat ini berada. Cepat." Titah Nathan seten
Saat sampai di rumah yang Rachel tempati, Nathan segera menekan bell yang ada di sisi kiri pintu rumah itu. Setelah beberapa saat menunggu, pintu rumah terbuka sedikit setelah sebelumnya terlihat seseorang mengintip dari balik tirai. "Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jihan sopan, dia berani membukakan pintu, karena mengetahui Nathan lah yang datang saat ia mengintip tadi. "Apa Rachel sudah pulang?" Tanya Nathan langsung pada intinya. "Belum, Tuan. Kami juga sedang menunggunya." Jawab Jihan dengan ekspresi yang khawatir. "Apa dia mengatakan akan ke luar kota atau ke tempat lainnya hari ini?" Nathan semakin tidak tenang. "Tidak, Tuan. Jika akan keluar kota, paginya dia akan memberi tahuku. Atau setidaknya, siang dia sudah mengabari kalau tidak akan pulang karena sedang berada di luar kota." Jawab Jihan sungguh-sungguh. "Lalu, apa kau tau dimana dia berada kira-kira pada jam segini?" Nathan tidak tau harus mulai mencari dari man
Hari ini, Nathan masih menunggu kabar dari Roy. Apa sebenarnya yang telah di lakukan Celline pada Rachel. Tok... Tok... Tok... Terdengar suara ketukan pintu. "Masuk." Perintah Nathan. Dan terlihat Roy membuka pintu, berjalan masuk. "Bagaimana, Roy? Apa kau mendapatkan seluruh informasi yang aku minta?" Tanya Nathan geram. "Tentu, Boss, hanya dengan sedikit gertakan sudah membuat pengawal ingusan yang bekerja pada Nona Celline itu buka mulut." Jawab Roy membanggakan diri. "Lalu, apa yang terjadi ?" Nathan jelas tak ingin membahas kehebatan Roy saat ini. "Empat hari lalu Nona Celline meminta Nona Rachel bertemu di sebuah hotel. Mereka membicarakan bisnis di sana. Tapi akhirnya Nona Celline mengatakan bahwa Dia dan Tuan akan segera melangsungkan pernikahan." Jelas Roy. "Dasar wanita jalang. Berani sekali kau mengatakan apa yang tidak akan pernah aku berikan padamu. Sudah kukatakan, jangan berharap terlalu banyak." Ucap Nathan samb
Perhatian Nathan saat ini membuat Celline senang, sekaligus sedikit bergidik takut. Tidak biasanya Nathan akan bersikap seramah dan selembut ini padanya. "Jadi, apa yang telah kau lakukan pada Rachel?" Tanya Nathan tak sabar dan langsung to the point. Hal ini membuat Celline yang baru saja menenggak anggurnya tersedak. "Uhuuk.. uhuuk.. a-apa maksudmu?" Celline balik bertanya dengan suara terbata-bata. "Bukankah kau datang menemui Rachel? Memintanya untuk merancang set kamar pengantin? Untukmu dan Untukku? Hahaha.. Sudah kukatakan, jangan meminta terlalu banyak padaku." Nathan mengatakannya dengan nada tajam dam tawa yang mengerikan. "Ya, dia bekerja di bidang itu, tentu saja aku datang menemuinya untuk meminta bantuan jasanya. Aku ingin dia secara khusus merancang set kamar pengantin kita. Aku mamberitahunya tentang kehamilanku. Dia akan memberikan box bayi sebagai bonus dan kado pernikahan kita. Bukan kah itu sangat bagus. Kurasa dia sudah mere
Tak dapat dipungkiri, bagaimana pun Rachel mencoba untuk tidak peduli dan tidak mengingat masalah itu. Tetap saja ia memikirkannya. Rachel tidak bisa benar-benar berkonsetrasi saat bekerja. Bella yang melihat sahabatnya itu sedang tidak dalam keadaan baik - baik saja, berinisiatif menemuinya. Bella ingin menanyakan dengan jelas apa yang terjadi. Saat jam istirahat, Bella menghampiri Rachel ke ruangannya. "Haii pejuang dollar, apa kau akan terus mengerjakan desain itu sampai melupakan jam makan siangmu?" Tanya Bella dan duduk di kursi depan meja Rachel. "Kau duluan saja, aku masih sibuk. Lagi pula aku belum lapar." Jawab Rachel yang masih fokus menggores pensil di atas kertas putih itu. " Please Ra, jangan menyiksa diri sendiri. Aku tidak tau masalahmu apa saat ini. Tapi aku ingin kau menceritakannya padaku sekarang. Bukankah aku ini sahabatmu? Lalu kau anggap apa diriku? Kau ingin membuatku menjadi sahabat yang buruk?" Bella menodong Rac
Rachel percaya pada Bella. Bella lah orang yang selama ini ada untuknya. Jika tanpa campur tangan Bella selama ini, entah bagaimana kini nasib dia dan putrinya. "Aku akan menjauhinya Bell." Rachel kembali berbicara. "Lakukan semua yang terbaik untukmu dan juga Key." Pinta Bella sungguh-sungguh. "Kau benar, aku harus memikirkan perasaan Key. Syukur lah selama ini aku belum memperkenalkan mereka secara resmi." Rachel terlihat sangat lega. "Kau membuat keputusan yang berguna untuk saat sekarang." Canda Bella. "Aku hanya memikirkan Key. Jika dia terbiasa dengan Nathan di sisinya, itu akan sangat melukai hati juga perasaannnya saat mendengar kabar ini." Terang Rachel. "Kau benar. Pria brengsek itu bahkan belum sempat memberikan kalian kebahagiaan, sekarang malah menambah luka." Umpat Bella lagi. "Aku juga seorang wanita yang pernah mengandung anaknya. Aku tau bagaimana rasanya menanggung semua itu sendiri. Meski akhirnya aku sampai
"Kita tidak ada pilihan lain, Nathan. Sebaiknya kau bersikap baik padanya." Ucap Jeny, ibu Nathan. "Tapi, Mi, aku sama sekali tidak pernah mencintainya. Bahkan sedikit pun tidak pernah menyukainya." Bantah Nathan "Jika kau tidak menyukainya, bagaimana mungkin saat ini dia bisa mengandung anakmu?" Tanya Jeny lagi. "Itu karena dia menjebakku, Mi. Dia membuatku mabuk dan memasukkan obat perangsang dalam minumanku. Jika aku sadar, menyentuhnya pun aku tak sudi." Elak Nathan sekali lagi. "Lagi pula, apa Mami yakin itu adalah anakku? Mengingat seberapa liarnya dia selama ini, aku tidak percaya sedikit pun itu adalah bayiku." Lanjut Nathan emosi. "Nathan.." teriak Jeny pada putra semata wayangnya itu. "Jadi lah pria yang bertanggung jawab. Walau pun kau mabuk saat melakukannya, tetap saja pada akhirnya itu bayimu. Calon cucu Mami. Darah keturunan Darke." Ucap Jeny bahagia mengingat bahwa sebentar lagi dia akan menjadi GrandMa. "Aku pa
"Sayang, benarkah begitu? Kapan kau bertemu dengannya? Kenapa kau tidak mengajakku. Aku juga ingin melihatnya. Benarkah aku sudah menjadi GrandMa?" Tanya Jeny beruntun pada Frans. "Tentu saja, aku bahkan hanya melihatnya dari jauh. Dia sangat dingin seperti Nathan. Cara bicaranya sangat angkuh. Aku suka saat dia berbicara." Kenang Frans saat melihat Key dari jauh tempo hari. Hatinya melunak saat melihat gadis kecil itu. Karena itu sekarang dia berusaha membantu Nathan agar tidak bertindak gegabah. "Apakah Papi mengikutinya?" "Benar, awalnya Papi hanya ingin melihat bagaimana kehidupan Rachel saat ini. Siapa sangka Papi menemukan dia telah memiliki seorang Putri. Papi tidak perlu mencari informasi atau test DNA lagi setelah melihat seberapa miripnya dia dengan dirimu." "Tentu saja. Dia adalah darah dagingku. Keturunan Darke." Ucap Nathan bangga.". "Hei, kenapa kalian melupakan keberadaanku disini? Kalau begitu kapan kita akan membaw
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.