"Racheeell, aku sangat rindu padamu." tiba-tiba Bella meloncat kepelukan Rachel.
"Ya ampun, apa-apaan ini? Lihat lah betapa lebaynya dirimu itu, Key saja bertemu denganku tidak separah ini ekspresinya." ledek Rachel sambil tetap memeluk sahabatnya itu.
Bella adalah satu-satunya sahabat yang Rachel punya dari dulu. bahkan dia pindah ke kota D ini karena Bella lah yang memaksa. Bella tau semua yang dialami sahabatnya itu.
"Itu mungkin karena dia lebih dekat pada Jihan dari padamu." Bella menyindir sambil berjalan ke kulkas mengambil sebotol minuman soda.
"Yah terus, aku harus gimana beb? Pekerjaanku sekarang mengharuskanku bolak-balik kota D dan S. Aku belum siap jika harus membawa Key pulang kesana. Aku tidak tau reaksi apa yang orang-orang disana akan berikan untuk kami nanti." ucap Rachel dalam.
"Raa... Itu sudah lama sekali. Sudah tujuh tahun berlalu dan tidak akan ada yang bertanya tujuh tahun lalu kau kemana, kenapa pindah dan bla-bla." cerocos Bella kesal setiap kali sahabatnya enggan membawa Key pulang ke kota kelahirannya hanya karna alasan yang tidak pasti.
"Tapi Bell, aku tetap saja merasa sangat takut. Kalau tiba-tiba dia datang gimana? Terus dia tau tentang Key gimana? Lalu dia mau ambil Key gimana juga? Aku belum siap untuk semua hal itu! Membayangkannya saja membuatku hampir gila. Kau tau kan sehebat apa keluarganya? Sangat mudah bagi mereka untuk mengetahui informasi tentang siapa pun yang mereka inginkan." Rachel frustasi memikirkan hal yang bahkan belum tentu terjadi.
"Kalau memang seperti itu, pasti mudah juga bagi dia untuk tau dimana kau berada selama tujuh tahun terakhir ini. Tapi buktinya apa? Kau dan Key hidup dengan aman dan bahagia tanpa dia disini. Sadar lah, dari awal dia memang tidak pernah mencarimu. Bahkan aku tak yakin dia tau siapa Key." Bella mengomel sambil menyesap sedikit demi sedikit minumannya.
"Ya, kau mungkin benar untuk satu hal ini, Bell. Mungkin memang sejak saat dia memutuskan untuk meninggalkanku dulu, dia tak pernah lagi berusaha mencari kabar tentangku. Mungkin selama ini hanya aku yang ke ge-eran." seru Rachel sendu.
"Bukan ke ge-eran Ra, tapi kau masih berharap padanya." sambung Bella.
"Aku bukan berharap ingin bersamanya atau lebih dari itu, aku hanya ingin tau apa alasan dia dulu menghilang dariku, padahal malam itu dia sudah berjanji akan datang menemuiku. Aku ingin memberitahunya tentang kehamilanku pada malam itu. Aku pikir dia akan bahagia lalu kami akan segera menikah seperti yang telah kami rencanakan dulu, Bell." Rachel berkata pelan sambil terus memutar - mutar gelas kaca ditangannya.
"Yah, semoga saja suatu hari nanti kesempatan itu datang." Bella mulai berdiri dari kursinya, menepuk pundak sahabatnya itu.
Bella tau sudah banyak hal buruk dan hal sulit yang Rachel lalui demi kehidupan yang layak untuk Key. Meski pun kerja sudah menjadi candu baginya, tapi saat ia tau Key terluka sedikit saja, sudah bisa dipastikan Rachel akan bertindak sangat posesif seakan akan ia tak akan pernah melihat anaknya lagi.
Pernah suatu hari Jihan menelpon saat Rachel sedang di luar kota, Key jatuh dari sepeda. Lututnya terluka dan badannya tiba-tiba panas. Rachel langsung memesan taxi online. Menyuruh supir mengemudi dengan cepat unutk mengantarnya pulang kembali ke kota D.
Perjalanan yang harusnya tiga jam, menjadi dua jam karena sopir memang lihai melajukan mobilnya, sesuai permintaan Rachel. Melihat Putrinya lemas tak berdaya, hatinya hancur.
Ia sangat takut jika Tuhan mengambil Key darinya. Karena sampai saat ini hanya Key lah yang membuatnya tetap hidup. Key lah alasan ia bertahan sejauh ini.
"Aku juga ingin memberikan kebahagiaan yang mungkin selama ini sangat di impikan Key. Aku tau Key sangat ingin mempunyai sosok ayah. Yang akan menggendongnya di pundak, mengajaknya liburan dan melakukan hal- hal menyenangkan lainnya." seru Rachel.
"Semoga kelak Tuhan mengirimkam sosok ayah yang sangat mencintai Key sepenuhnya, seperti ia mencintai anaknya sendiri. Aku akan menerimanya meski mungkin aku tak bisa mencintainya. Asal Key bahagia, apapun akan aku lakukan, Bell." nada Rachel berbicara sangat berat dan jelas sekali ada kesedihan yang dalam disetiap kata katanya.
"Amin. Biasanya, doa single Mom itu sangat cepat di kabulkan Tuhan." canda Bella lalu tertawa keras.
" Tapi Bell, sepertinya dia ada di kota ini sekarang." Rachel berkata lirih.
"Dia? Dia siapa maksudmu?" Tanya Bella cuek.
"Nathan." Hanya itu yang Rachel katakan, tapi mampu membuat Bella berdiri saking kagetnya.
"What? Apa maksudmu? Jangan mengada-ngada. Itu akibatnya jika kau masih terus memikirkannya." Bella tidak menganggap serius hal itu. Dia hanya berfikir mungkin Rachel berhalusinasi.
"Aku serius Bell. Kemarin aku berpapasan dengannya di caffe, setelah bertemu dengan Mr. Erick." Jawab Rachel meyakinkan Bella.
"Lalu, apa yang dia katakan ? Apa dia menjelaskan sesuatu tentang dia yang menghilang tujuh tahun lalu ?" Tanya Bella mulai serius.
"Tidak satu pun. Dia bahkan tidak mengenaliku." Terlihat raut wajah sedih disana.
"Nah kan, apa kubilang, kau terlalu memikirkan si brengsek itu. Jadi kau berhalusinasi, merasa dia di sekitarmu." Bella akhirnya kembali duduk.
"Entah lah Bell, tapi aku merasa itu benar dia. Tapi aku juga tidak tau, kenapa dia tidak mengenaliku. Apa dia berpura-pura tidak mengenaliku?" Rahcel jelas masih memikirkan kejadian kemarin.
"Sudah lah, jangan terlalu sering memikirkan dia. Mungkin saja saat ini dia sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Dan kau hanya membuang-buang waktumu untuk memikirkan dia ?" Jelas sekali Bella merasa kecewa pada sahabatnya ini. Tapi dia juga sangat kasihan pada Rachel.
" Ya, mungkin akan ada hari dimana kita bertemu lagi dengannya. Aku yakin kejadian kemarin bukan lah sebuah kebetulan." Ucap Rachel lirih.
"Ayo lah, jadi curhat gini. Katanya mau mengajak Key main ke Mall. Key nya juga mana lagi, kenapa tidak kelihatan dari aku datang tadi?" sambung Bella setelah puas tertawa.
"Oh iya. Tunggu sebentar, aku panggil Key dulu." Rachel bergegas mencari Key kekamarnya.
"Baby, come on. Aunty Bella udah nungguin tuh." sapa Rachel pada Key yang lagi asyik berdandan merapikan bandana di kepalanya.
"Oke Mom. Key udah siap kok, kita pergi sekarang?" Jawabnya sambil tersenyum riang.
"Tentu my princess." sahut Rachel sambil menggandeng tangan putri kesayangan nya.
"Waah.. Lihat lah siapa yang menjadi bintangnya hari ini!" ucap Bella takjub melihat Key datang. Key sangat cantik menggunakan gaun ala-ala princess warna biru muda, mengenakan bandana bunga dan juga sepatu putih yang mirip sepatu cinderella.
"Aunty lebay deh. Apa tak pernah melihat anak perempuan cantik?" jawab Key sekenanya sehingga membuat dua sahabat itu tertawa.
"Yuk, kita berangkat sekarang Tuan Putri." ajak Bella sambil menunduk kan badan mempersilahkan Key berjalan duluan ke luar rumah dimana mobilnya terparkir.
"Wow.. Aunty ganti mobil lagi ya ? Enak ya jadi orang kaya, banyak uang. Key juga pengen nanti jadi kaya seperti Aunty Bella." katanya sambil tersenyum.
Tapi kata-kata itu justru membuat Rachel takut. Dengan cepat Rachel berusaha menyembunyikan ketakutannya itu didepan Key.
"Nah, makanya Key harus rajin belajar dong. Biar jadi anak pintar. Sekolah yang tinggi kalo perlu keluar negeri. Nanti Key bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan yang gajinya besar. Key pasti bisa sukses dan banyak uang. Kalo Aunty sih cuma menikmati kekayaan Papi Aunty, hahaha." seru Bella panjang lebar sambil tertawa.
"Enak ya Aunty, punya Papi kaya. Anaknya jadi ikutan kaya. Tapi sayang sekali alAunty jadi malas bekerja." seru Key cuek.
Kata-kata yang singkat tapi penuh makna sekali bagi Rachel. Dan Bella juga salah tingkah karna sepertinya dia salah bicara lagi kali ini.
Selama perjalanan mereka tertawa bahagia karna ada saja katakata lucu atau nyanyian Key yang membuat dua sahabat itu tak bisa berhenti tertawa.
Key merasa seperti punya 2 Ibu. Aunty Bella-nya juga sangat teramat menyayangi dan memanjakan nya. Bahkan jika Rachel marah kepada Key, Bella akan lebih dulu membela lalu balik memarahi Rachel.
Tapi satu hal yang Rachel tau, diam-diam Key sangat merindukan figur seorang ayah. Terkadang saat Rachel membereskan kertas-kertas warna yang digambar Key, dia menemukan gambar berbentuk keluarga harmonis. Ada sosok Ayah, Ibu dan Anak Perempuan.
Tapi Rachel tidak ingin merusak hari ini dengan pikiran-pikirannya yang absurd. Hari ini dia ingin fokus menemani putrinya bermain. Sekaligus melepas penat setelah satu minggu ini bekerja diluar kota.
Jadi mereka menikmati perjalanan dengan atap mobil yang dibuka. Lalu Key berdiri. Bernyanyi-nyanyi sambil merentangkan tangannya. Rambutnya yang di buat keriting itu terbang tertiup angin. Key terlihat sangat bahagia.
"Tuhan, tolong beri aku umur yang panjang. Agar aku bisa terus menemani Key. Agar aku bisa selalu melihat senyum dan tawanya yang seperti ini." ujar Rachel dalam hati.
Di sebuah Mall.Ditengah hiruk-pikuknya manusia, Nathan diam-diam memperhatikan semua hal yang Rachel lakukan bersama Key dan Bella.Tadi saat berhenti dilampu merah, Nathan yang sedang dalam perjalanan ke kantor melihat Key sedang bernyanyi riang di atap sebuah mobil.Meski hanya terlihat separuh badannya saja. Hal itu membuat hati Nathan menjadi hangat.Key sangat lucu.Ia segera menyuruh Roy mengikuti kemana arah mobil itu pergi.Dan di sini lah mereka sekarang. Nathan bahkan tak peduli jika kini dirinya sudah mirip dengan seorang penguntit."Boss, apa tidak sebaiknya kita datangi saja ?" Tanya Roy pada Boss-nya itu."Apa kau ingin membuatnya takut ?" Jawab si Boss."Tapi kita bisa pakai cara jitu Boss, seolah-olah pertemuan ini hanya sebuah kebetulan." saran sang ajudan kepercayaan itu lalu membisikkan sesuatu pada sang Boss."Tumben kau pintar. Tunggu saja disini, dan cukup awasi aku dari jauh. Aku akan coba
Nathan dan Rachel sedang menikmati secangkir capucino dingin di sebuah caffe didalam mall.Sambil terus mengawasi Key yang tengah asyik bermain.Awalnya agak canggung. Tapi dengan sedikit gugup, akhirnya Rachel memulai pembicaraan."Jadi, apa maksudmu menemuiku? Melihat bagaimana kejadian tadi, aku jadi berfikir bahwa pertemuan tempo hari juga bukan lah suatu kebetulan." tanya Rachel panjang lebar."Aku memang tidak mengenalmu saat ini, tapi mungkin dulu aku mengenalmu." jawab Nathan sambil menyesap sedikit minumannya. Hanya sekedar membasahi kerongkongan. Karna jujur saja, dia juga sangat gugup saat ini. Ia tak habis pikir, saat ini bisa ada disini bersama wanita yang tak ia kenal."Apa maksudmu? Katakan langsung dengan jelas, jangan membuatku menerka-nerka kemana arah pembicaraanmu itu." Rachel masih saja berbicara dengan nada ketus."Aku tidak tau secara pasti. Tapi aku mengalami kecelakaan mobil tujuh tahun lalu, yang mengakibatkan
"Boss, ini kiriman dokumen dari Dokter Bram." ujar Roy sambil menyerahkan amplop coklat pada Nathan."Mari kita lihat, apa saja yang mereka lakukan padaku tujug tahun belakangan ini." sahut Nathan sambil mengeluarkan kerta putih itu dan mulai membacanya.Setelah meninggalkan Rumah Sakit malam itu, Nathan kembali menghubungi Dokter Bram. Ia meminta semua dokumen riwayat pengobatannya sejak pertama pasca kecelakaan itu.Ia sangat yakin ada yang tidak beres dalam pengobatannya yang selalu di tangani oleh Arnold dan Celline.Terlihat dengan jelas, urat-urat leher Nathan menegang. Lalu ia meremas kertas itu dan melemparnya ke tong sampah disamping meja kerjanya."Sialan! Beraninya kau mempermainkanku. Dasar jalang! " Nathan berkata dengan geram."Tunda semua rapat dan pertemuan klien hari ini! Aku ingin pulang dan beristirahat." perintah Nathan pada Roy."Baik, Boss." sahut Roy.Ia tau suasana hati boss-nya sedang tidak baik saat in
Setelah 2 pekan berlalu.Rachel dan Keynara menjalani hidup seperti biasanya. Nathan tidak pernah lagi datang mengganggu ketenangan ibu dan anak ini."Kak, hari ini Key pengambilan raport kenaikan kelas. Orang tua di haruskan hadir." Jihan menyampaikan pesan guru Key kemarin saat menjemputnya pulang sekolah."Astaga, benarkah ? Tapi aku ada rapat penting pagi ini. Lalu jam 10 aku harus langsung berangkat ke kota S untuk menemui klien. Apa tidak bisa kamu saja yang mewakiliku Jihan?" Pinta Rachel tulus."Tapi kak, Guru Key bilang itu harus orang tuanya." Jihan menjawab dengan sedih."Kak, tidak masalah. Kemarin Key sudah izin sama Bu Misca, kalau Momy tidak bisa hadir. Untuk Key, kan selalu ada toleransi dari Bu Misca." Key tiba - tiba datang sambil mengedipkan sebelah mata kepada Jihan.Jihan faham, Key sedang berbohong.Mungkin dia juga tidak tega jika ibunya ini gagal pergi bertugas. Ia tau ibunya bekerja keras demi kehidupannya.
Nathan salah satu anak dari deretan keluarga konglomerat di kota S, menjalin hubungan asmara dengan Rachel gadis biasa yang bekerja paruh waktu di sebuah caffe.Berita ini tentu saja menjadi topik panas dikalangan konglomerat.Berita ini juga sangat mengganggu Frans dan Jeny sebagai orang tua Nathan.Sementara mereka telah merencanakan perjodohan dengan keluarga Paul dan Lara, untuk anak semata wayang mereka Celline."Bagaimana ini Pi? Selama ini Nathan tidak pernah mau dijodohkan dengan gadis manapun, ternyata karna gadis miskin itu. Pasti dia telah mencuci otak Nathan. Orang-orang seperti mereka hanya tergila-gila pada harta." Jeny buka suara.Sementara Frans masih duduk sambil sebelah tangannya menopang dagu, sebelah lagi mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja."Piii,ngomong dong! Jangan diam aja. Mami ga akan pernah rela kalau Nathan sampai menikah dengan gadis itu. Mau simpan dimana wajah mami ini pii?." rengeknya lagi pada Frans.
Di kamar sebuah apartamen.Sepasang kekasih sedang bercumbu mesra. Tapi, selalu tak pernah lebih dari ciuman -ciuman panas saja.Meski dua tahun sudah mereka menjadi sepasang kekasih. Nathan selalu bisa menahan diri. Karena ia takut Rachel menganggapnya lelaki yang menjalin hubungan demi kepuasan birahinya saja.Tapi mungkin, hal itu tidak berlaku untuk hari ini.Nathan dengan lembut mengecup setiap inci wajah Rachel.Mata, hidung, pipi. Lalu menggigit manja telinganya. Kecupan itu turun ke leher.Rachel hanya bisa mendesah karena cumbuan yang diberikan kekasihnya itu.Kemudian kecupan itu berakhir di bibir mungilnya, dari kecupan menjadi lumatan.Mereka berciuman sangat lama, saling bertukar saliva. Seakan tak pernah puas. Seakan -akan napas mereka tak akan pernah habis.Tangan kanan Nathan telah menyelinap kebalik kemeja Rachel.Sementara satunya lagi memegang tengkuk Rachel agar ciumannya tak lepas. Rache
Dua bulan sudah berlalu sejak percintaan pertama Nathan dan Rachel. Sejak saat itu mereka sering melakukannnya.Mereka biasanya akan bercinta di akhir pekan, saat keduanya bebas dari tuntutan pekerjaan. Tapi Nathan selalu memakai pengaman.Pagi ini Rachel ingin sekali meminum kopi, padahal sebelumnya ia tak pernah suka kopi.Rachel juga merasa sangat pusing dan tak berselera makan beberapa hari ini. Ia membuat kopi hitam, lalu menyeruputnya selagi panas.Rachel duduk sambil menonton tivi. Rachel memang sudah berhenti bekerja seminggu ini karena caffe tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. jadi ia memilih untuk tidak buru-buru mencari pekerjaan lain agar bisa bersantai paling tidak tiga bulan ini.Saat iklan sebuah produk mie muncul, dia sangat ingin memakannya. Lalu pergi kedapur untuk membuat mie, tapi ternyata stok mie Rachel habis.Ia segera berganti baju, dan berjalan ke mini market di depan gang rumahnya. hanya untuk membeli sebungku
Di sisi lain.Nathan ternyata tidak berada di kantor. Ia sedang berada di sebuah restoran mewah. Tengah mempersiapkan segala sesuatu untuk melancarkan niat tulusnya malam ini. Ia ingin melamar Rachel. Ia sudah tak sabar menjadikan Rachel sebagai isterinya.Sudah tiga jam ia disini mengatur para pelayan agar mendekor tempat ini seindah dan seromantis mungkin.Setelah semua ia rasa cukup indah, ia bergegas ke parkiran. Masuk ke mobil dan mengemudi dengan santai.Ia ingin segera ke rumah Rachel. Nathan bahkan telah menyiapkan gaun yang indah untuk Rachel kenakan ke restoran nanti bersamanya.Tak disangka-sangka. Setelah setengah perjalanan, ketika memasuki sebuah terowongan panjang pedal gas mobilnya lengket.Sehingga mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi meski Nathan menginjaknya dengan sangat pelan.Tak sampai di situ saja, saat Nathan menginjak pedal rem, itu tidak berfungsi sama sekali.Kejadian buruk lainnya datang, yang a
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.