Di sisi lain.
Nathan ternyata tidak berada di kantor. Ia sedang berada di sebuah restoran mewah. Tengah mempersiapkan segala sesuatu untuk melancarkan niat tulusnya malam ini. Ia ingin melamar Rachel. Ia sudah tak sabar menjadikan Rachel sebagai isterinya.
Sudah tiga jam ia disini mengatur para pelayan agar mendekor tempat ini seindah dan seromantis mungkin.
Setelah semua ia rasa cukup indah, ia bergegas ke parkiran. Masuk ke mobil dan mengemudi dengan santai.
Ia ingin segera ke rumah Rachel. Nathan bahkan telah menyiapkan gaun yang indah untuk Rachel kenakan ke restoran nanti bersamanya.
Tak disangka-sangka. Setelah setengah perjalanan, ketika memasuki sebuah terowongan panjang pedal gas mobilnya lengket.
Sehingga mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi meski Nathan menginjaknya dengan sangat pelan.
Tak sampai di situ saja, saat Nathan menginjak pedal rem, itu tidak berfungsi sama sekali.
Kejadian buruk lainnya datang, yang a
Kembali ke masa kini.Setelah Rachel menceritakan bagian-bagian terpenting dalam kisahnya bersama Nathan dulu (tentu saja hanya yang Rachel alami yaaa ) ia melihat Nathan hanya terdiam, tanpa sepatah kata pun. "Mungkin dia benar-benar tidak bersalah dalam hal ini." Pikir Rachel dalam hati."Jadi, seperti itu lah kita dulu. Dan tolong camkan itu ya, Du-lu!" Rachel mengeja dan menekankan kata dulu."Bagaimana mungkin kau menyalahkanku untuk semua itu? Aku bahkan tak bisa mengingat siapa namaku saat pertama kali sadar setelah dua tahun berjuang antara hidup dan mati." sanggah Nathan meyakinkan Rachel lagi."Ya, anggap lah seperti itu. Tapi selama beberapa tahun ini kita memiliki kehidupan sendiri. Kau hidup dengan sangat baik tanpa diriku, dan aku juga selalu berusaha hidup dengan baik." jawab Rachel lagi."Lalu, siapa ayah Key? kenapa kau tak menceritakan sedikit pun tentang Key?aku merasa dia amat mirip denganku, mungkin kah...?"Nathan senga
Setelah acara selesai, seorang anak datang untuk berdebat dengan Key. "Key, apakah benar dia Papi-mu?" "Ya, dia Papi-ku." "Aku tidak percaya padamu." Katanya memprovokosi Key. "Aku tidak perduli kau percaya atau tidak." Jawab Key acuh. "Lalu kenapa kau selalu di temani baby sitermu itu?" "Papi-ku sibuk bekerja di luar negri" sahut Key acuh. "Kau berbohong. Mungkin kau hanya menyewa seorang paman kaya ini untuk berpura-pura menjadi Papi-mu. Karena kau malu setiap pengambilan raport kau hanya naik sendiri ke atas panggung itu." Ejeknya lagi. "Jaga bicaramu. Setidaknya aku lebih cerdas darimu. Sebaiknya kau minta orang tuamu untuk mengajarimu cara menghormati orang lain." Kata-kata Key sungguh di luar dugaan. "Kenapa cara Key berbicara tidak mirip dengan Rachel sama sekali ? Itu lebih bisa dikatakan mirip dengan gaya ku berbicara." Bathin Nathan. "Anak manis, siapa namamu?" "Aku? Namaku Trisa.
Arnold juga sebenarnya tidak seberani itu untuk berhadapan dengan Celline, tapi karena ini sudah menyangkut Nathan ia akan selalu berusaha menentang apa pun yang dilakukan Celline.Satu hal yang tidak di ketahui Arnold selama ini, obat yang di resepkan untuk Nathan selama ini ternyata selalu diganti oleh Celline.Hal itu lah yang menyebabkan sampai saat ini Nathan masih terjebak di kondisi amnesianya itu."Baik lah, kalau begitu beri aku resep obat Nathan. Aku akan menebus dan memberikannya nanti.""Sebaiknya kita tunggu Nathan datang. Aku harus memeriksa perkembangannya dulu, baru bisa meresepkan obat.""Tapi aku yakin, kondisinya masih sama seperti biasa.""Aku akan menghubungi Nathan untuk menjadwalkan konsultasi ulangnya.""Arnold! Sepertinya sekarang kau mulai berani menentangku.""Aku sudah muak dengan sikapmu selama ini, aku tidak akan takut lagi jika aku harus berhenti bekerja sebagai Dokter. Aku merasa berdosa setiap k
Di sebuah rumah sederhana dikota S."Kapan aku bisa membawa Key ke rumah ini?" Rachel bicara sendiri saat membersihkan rumah yang berdebu."Huh, rasanya baru kemarin aku pulang dan membersihkan rumah ini. Tapi lihat lah sekarang, seperti rumah yang tidak pernah di bersihkan bertahun-tahun." Dia terus menggerutu sendiri."Syukur lah hari ini semuanya berjalan lancar, jadi aku bisa cepat kembali dan membersihkan rumah tua ini."Begitu lah Rachel. Ia akan berbicara sendirian sepanjang waktu sambil terus membersihkan setiap sudut rumah lamanya itu.Meski sudah pernah beberapa kali ingin dibeli orang, tapi dia enggan menjualnya.Rumah ini adalah peninggalan orang tuanya. Hanya ini harta satu-satunya yang mereka tinggalkan untuk Rachel.Dan Rachel sangat ingin memberikan rumah ini pada Key saat ia dewasa nanti.Rachel melihat jam, sudah jam lima sore. Perutnya terasa lapar, karena sibuk beres-beres ia sampai lupa makan siang.
Nathan mengikuti langkah Rachel dan berkata "Bahkan jika itu hanya sebuah lampion murah, kau masih menggantungnya selama ini. Apa itu tandanya dalam hatimu masih sepenuhnya ada aku?" "Itu karena benda itu masih berfungsi dengan baik, jika tidak sudah lama aku akan membuangnya ke tempat sampah." Kilah Rachel. " Ya.. Baik lah, anggap saja seperti yang kau katakan." Ucap Nathan mengalah. Melihat Nathan yang tidak melanjutkan perdebatan dengannya lagi, hati Rachel tiba-tiba saja merasa gundah. Ia berjalan ke arah dapur. Dan tentu saja Nathan mengikutinya lagi kali ini. Saat berada tepat di depan meja makan, Rachel berbalik dan mencium bibir Nathan. Membuat pria itu terkejut karena tidak ada persiapan. Lama kelamaan ciuman itu semakin panas. Bibir mereka saling melumat. Saat ini satu tangan Nathan sudah memegang lembut kepala belakang Rachel. Yang satunya lagi memeluk pinggang ramping gadis itu. Saat ciuman itu menuntut lebih, Rache
Setelah selesai berdiskusi dengan klien-nya, Rachel ingin segera menghubungi nomor ponsel Nathan. Tadi pagi saat mengantarkannya bertemu klien, Nathan berkata akan menunggu di sekitar tempat itu. Ia menyuruh Rachel menghubunginya saat pekerjaannya selesai. Rachel langsung mengatakan iya dan buru-buru masuk ke Restoran itu.Tapi baru saja mengambil ponsel dan akan melakukan panggilan pada nomor ponsel Nathan, dia ingat bahwa dia tidak mempunyai nomor ponsel Nathan saat ini."Duuh, bisa-bisanya aku lupa meminta kartu namanya." Kesal Rachel lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.Rachel memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri. Menelusuri tepi pantai yang sudah pernah ia lewati. Sambil memperhatikan sekelilingnya. Barangkali saja ia melihat Nathan.Setelah lumayan jauh berjalan, Nathan tidak juga terlihat. Rachel memutuskan untuk beristirahat di bawah kursi payung yang banyak berdiri di sepanjang pinggir pantai."Kak, ini jeruk hangatnya." Seru
Sementara itu di kantor Nathan. Roy sedang sibuk mengurus semua kerjaan Nathan yang ia tinggalkan sejak kemarin. Roy sebenarnya adalah seorang yang humoris. Tapi sejak bekerja pada Nathan, membuatnya menjadi sangat pendiam. Sepertinya sifat dan sikap Nathan dapat menular. "Kenapa jadi aku yang harus mengerjakan semua pekerjaan ini? Harusnya Tuan Muda membawaku juga kesana. Siapa tau aku bertemu wanita cantik dan dia mau menjadi kekasihku. Ya setidaknya kami bertukar nomor saja dulu. Saat nanti aku sudah memutuskan untuk berhenti bekerja di sini, aku akan langsung melamarnya. Hahaha..." Roy berbicara sendiri sambil tetap mengerjakan pekerjaan Nathan. "Selama aku masih bekerja di sini, sepertinya seumur hidup aku tidak akan pernah menikah. Apalagi jika nanti Tuan Muda menikah, dia pasti akan lebih banyak libur untuk bulan madu dan bersama isterinya. Sementara aku? Harus menyelesaikan semua pekerjaannya. Tapi untuk saat ini tidak masalah. Tuan memberiku gaji dan b
Seminggu sudah sejak kepulangan Nathan dan Rachel dari kota S. Terlihat hubungan mereka semakin baik dan akrab. Dan sepertinya hal itu juga berimbas juga pada hubungan Roy dan Bella. Pagi itu Rachel sedang berkebun di halaman rumahnya yang tidak terlalu luas. Kebetulan ini adalah hari minggu, tentu saja ia libur bekerja. "Momy, apakah hari ini kita tidak akan pergi main? Rasanya Key sangat bosan selalu bermain di rumah." Ungkap Key dengan gaya yang menggemaskan. "Sayang, kita perginya minggu depan saja ya? Momy belum selesai memperbaiki mini garden ini. Coba Key lihat, banyak sekali bunga Momy yang layu dan mati karena kurang perawatan." Jawab Key sambil menjelaskan keadaannya pada Key. "Tapi kan itu bisa minta tolong Kak Jihan." Katanya lagi. " Key, belajar lah untuk menghargai sesuatu yang kau punya. Saat kau memutuskan untuk memilikinya, maka kau harus sepenuh hati merawatnya." Jawab Rachel dengan lembut sambil terus membersihkan bebe
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.