Di sebuah perusahaan terbesar di kota D, seorang Direktur muda mengetuk-ngetuk jari ke meja kerjanya. Roy sebagai kaki tangannya tidak berani bertanya.
Karena dia sangat hapal, saat ini Bosnya sedang memikirkan masalah yang sangat serius dan tidak boleh ada suara sebelum Boss memberi perintah.
"Roy, kau cari tau gadis bernama Rachel Willona." Ia tau nama lengkap Rachel pada saat membantu membereskan barang-barang Rachel tadi, dia dengan sengaja membaca nama gadis itu pada kartu pengenalnya.
"Baik, Boss. Dalam lima belas menit anda akan menerima semua detail informasinya." sahut sekretaris si boss besar.
"Sebaiknya kau lakukan lebih cepat, karena untuk hal ini aku tak ingin menunggu terlalu lama."
"Baik, Boss. Aku permisi." lalu Roy pun keluar ruangan.
"Bagaimana mungkin aku merasa seperti sangat mengenal gadis itu? Aku merasa tidak asing dengan tatapannya. Dan lagi pula, gadis kecil dalam foto itu terlihat sangat mirip denganku. Apakah mereka ada hubungannya dengan masa laluku? Kenapa aku tidak bisa mengingat satu pun tentang masa laluku?" Boss besar berbicara sendiri dan mulai berpikir keras. Lalu tiba-tiba kepalanya sakit.
"Aaakhh... Kenapa kepala ini selalu saja sakit setiap kali aku berusaha mengingat masa laluku?" Dia berkata sambil mengeluarkan botol obat dari saku jasnya, mengambil satu butir lalu meminumnya. Dia bersandar pada kursi lalu mulai memejamkan mata untuk beristirahat sejenak sambil menunggu Roy datang membawa informasi yang dia minta.
Beberapa menit kemudian Roy datang dengan setumpuk kertas ditangannya.
"Boss, ini informasi yang anda minta. Dari sekian puluh gadis bernama Rachel Willona di kota D, ada satu yang sepertinya anda cari. Tapi Boss..." Roy berhenti bicara membuat Nathan tau pasti ada yang tidak beres.
Dia segera mengambil kertas-kertas itu. Membaca satu persatu informasi di dalamnya. Tak lama berselang, dia meremas kertas ditangannya itu. Tiba -tiba saja kepalanya kembali terasa sakit dan ia pingsan. Roy panik langsung menghubungi dokter pribadinya.
"Bagaimana keadaan Nathan?" Tanya Celline.
"Ini di luar dugaan. Seharusnya setelah tiga tahun pengobatan, Nathan akan pulih. Tapi ini sudah tujuh tahun, kenapa keadaannya malah semakin buruk ?" Kata dokter Arnold yang tak lain adalah teman dan sahabat Nathan dari remaja.
"Mungkin Nathan terlalu sering berusaha mengingat masa-masa sebelum kecelakaan itu terjadi." sahut Celline cepat sebelum Arnold berkata lebih banyak.
"Ya, aku rasa juga begitu. Bagaimana pun pasti dia sangat penasaran bagaimana kehidupannya dulu. Siapa saja orang yang ada di sisinya dulu, sebelum terjadi kecelakaan malam itu." gumam Arnold.
"Sudah kukatakan. Aku lah yang selalu bersamanya. Aku lah satu-satunya orang yang ada untuknya. Dari dulu hingga sekarang." Celline mulai emosi dan berbicara dengan nada tinggi.
"Celline, aku hanya tau ada satu wanita yang dia cintai. Tapi itu bukan kau! Kau hanya mengambil keuntungan atas kejadian yang di alami Nathan. Kau terlalu berambisi memilikinya. Padahal, bahkan saat dia hilang ingatan pun dia tak sebegitu tertariknya padamu." cemooh Arnold yang mulai kesal juga.
"Arnold, jaga ucapanmu! Jika sampai Nathan dengar, kupastikan kau tidak akan pernah bisa bertugas dimana pun lagi." ancam Celline.
Arnold paham, dia bisa menjadi Dokter ahli seperti saat ini karena campur tangan Ayah Celline. Itu juga karna Arnold terpaksa meminta bantuannya. Karena sangat ingin merawat sendiri sahabatnya ini. Dan tentu saja semua itu tidak gratis.
Sebagai imbalannya, Arnold tidak boleh mengungkap semua cerita masa lalu Nathan pada siapa pun di kota D ini. Bahkan pada Nathan sendiri. Saat Nathan bertanya semua dijawab sesuai arahan yang diberikan oleh Celline.
"Baik lah, aku memang tidak bisa berbuat banyak. Demi dia, sahabatku Nathan. Selama ini aku berusaha menutupi semua kebenaran. Tapi kita tunggu saja sampai kapan kau bisa bermain api dengannya. Saat suatu hari dia sadar dan mengetahui segalanya, bersiap lah kau untuk kematianmu." ucap Arnold sungguh-sungguh sehingga itu membuat Celline merasa gugup.
Lalu dia pun keluar dari kamar Nathan meninggalkan Celline yg masih berusaha tetap tenang sambil menggigit bibir bawahnya.
Dan tanpa mereka sadari, Nathan sudah sadar sejak mereka memulai pembicaraan serius tadi, tapi dia berusaha tetap tenang dan pura-pura masih pingsan agar lebih banyak mengetahui apa saja yang selama ini mereka rahasiakan.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" tiba-tiba Nathan bersuara, membuat Celline sedikit terkejut. Tapi dengan cepat menyembunyikan wajah kalutnya, lalu berjalan mendekat sambil membawakan sebuah nampan berisi air putih dan dua butir obat.
"Sayang, kau sudah sadar. Syukur lah, aku tadi sangat takut saat Roy menleponku. Ini, minum dulu obat dan vitaminmu." Celline tersenyum sambil menyodorkan nampan itu.
"Benarkah seperti itu? Apakah aku terlihat seperti akan mati sehingga kau sebegitu khawatirnya?" Tanya Nathan tajam.
"Sayang, kenapa kau berkata seperti itu? Kau tau aku sangat mencintaimu, karena itu aku masih menunggumu meski sudah bersamamu selama delapan tahun ini. Lagi pula kita sudah bertunangan tiga tahun, aku masih setia menunggumu. Karena aku sangat mencintaimu, kau tentu tau itu. Tentu saja aku akan khawatir bahkan pada hal-hal kecil yang terjadi padamu." Ungkap Celline sambil memasang wajah polos tak berdayanya.
"Baik lah, itu saja sudah cukup. Pergi lah, aku butuh istirahat lebih lama." Nathan berkata sambil membaringkan badannya kembali ke kasur.
"Tapi kau harus minum obat ini dulu sayang." Celline enggan pergi sebelum melihat Nathan meminum obatnya.
"Baik lah, akan kuminum. Lalu silahkan pergi dan jangan menggangguku lagi! Aku muak dengan semua tingkahmu itu." Nathan merasa malas untuk berlama-lama berbincang dengan Celline.
Nathan meminum obatnya. Celline keluar kamar dengan rasa puas. Tanpa dia tahu, di dalam kamar Nathan mengeluarkan lagi obatnya dan membungkusnya dalam sebuah tisu. Memasukkan ke dalam saku jas yang tergantung di sisi ranjangnya.
"Aku semakin penasaran, permainan apa yang kalian mainkan selama ini kepadaku. Aku tau ada yang tidak beres dengan obat yang kau berikan Celline. Kita lihat saja nanti." ujar Nathan perlahan sambil memejamkan matanya kembali.
Mungkin karna kelelahan, Nathan tertidur sangat lama. Ia terbangun jam delapan saat perutnya mulai terasa lapar. Tapi dia teringat sesuatu. Lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Roy.
"Roy, jemput aku sekarang!" perintahnya, yang langsung di iyakan oleh Roy.
Sekitar lima belas menit kemudian, Roy telah sampai di rumah mewah bak istana milik Nathan. Nathan berjalan masuk ke mobilnya setelah Roy membukakam pintu.
"Kita ke Rumah Sakit Harapan Cinta" titah sang boss besar.
"Baik, Boss." sahut Roy. Selain kepatuhannya, Roy juga sangat bisa diandalkan. Makanya sampai saat ini Nathan masih mempertahankan Roy di sisinya.
Sesampainya di rumah sakit, Nathan turun dan langsung menuju ke ruang Direktur rumah sakit tersebut.
"Dok, aku ingin mengetahui obat apa ini sebenarnya." Nathan berkata sambil mengeluarkan dua butir obat yang sebelumnya ia bungkus dengan tisu.
" Baik, Tuan Nathan. Mohon menunggu lima menit." jawab Dokter Bram. Beliau adalah Dokter yang di rekomendasikan oleh seorang koleganya baru-baru ini. Kabarnya beliau adalah Dokter terbaik di kota ini.
Setelah lima menit. Dokter Bram kembali dengan raut wajah heran, juga khawatir.
" Dari mana obat ini Tuan dapatkan? Dan untuk siapa? " Tanya Dokter itu sebelum memberikan hasil penelitiannya.
"Katakan saja obat apa itu!" Nathan mengucapkan kata kata dengan intonasi yang dalam dan berat.
"Ini terbuat dari delapan jenis obat yang dapat menyebabkan gangguan pada ingatan. Jika dikonsumsi terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang, pasien akan mengalami kelumpuhan pada otak." jelas Dokter lagi.
"Sialan! Berani sekali kalian bermain denganku. Kalian tunggu balasan dariku." Nathan berkata dengan sangat geram lalu meninggalkan ruangan itu.
Di dalam mobil, Nathan masih terus memikirkan perkataan Dokter tadi. Dia mengaitkan dengan perbincangan Celline bersama Arnold siang tadi. Tiba-tiba Nathan merasa bahwa, Arnold tidak tau apa-apa tentang obat yang di tukar ini.
"Celline. Berani sekali kau mempermainkan hidupku!" Nathan menggertakkan giginya pertanda mernahan amarah yang cukup besar saat ini.
"Roy, kau harus mulai menyelidiki semua aktifitas Celline. Jangan sampai ada yang terlewat. Aku yakin, dia menyimpan banyak rahasia dariku. Dia pasti merencanakan sesuatu yang sangat besar." Perintah Nathan tidak bisa di bantahm
"Baik, Boss. Aku akan melakukannya." Jawab sang ajudan kepercayaan.
"Laporkan setiap hal yang mencurigakan padaku, aku akan menyimpannya. Dan aku akan mengeluarkan semuanya di saat yang tepat nanti. Aku yakin, pasti tidak akan lama lagi waktu itu akan datang." Tatapan Nathan tajam memandang ke luar jendela mobil.
Entah mengapa, ia merasa ada suatu hal besar yang akan segera dia ketahui tidak lama lagi. Ada rahasia besar yang akan muncul di permukaan. Karena benar kata pepatah, sedalam apa pun menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga.
"Racheeell, aku sangat rindu padamu." tiba-tiba Bella meloncat kepelukan Rachel."Ya ampun, apa-apaan ini? Lihat lah betapa lebaynya dirimu itu, Key saja bertemu denganku tidak separah ini ekspresinya." ledek Rachel sambil tetap memeluk sahabatnya itu.Bella adalah satu-satunya sahabat yang Rachel punya dari dulu. bahkan dia pindah ke kota D ini karena Bella lah yang memaksa. Bella tau semua yang dialami sahabatnya itu."Itu mungkin karena dia lebih dekat pada Jihan dari padamu." Bella menyindir sambil berjalan ke kulkas mengambil sebotol minuman soda."Yah terus, aku harus gimana beb? Pekerjaanku sekarang mengharuskanku bolak-balik kota D dan S. Aku belum siap jika harus membawa Key pulang kesana. Aku tidak tau reaksi apa yang orang-orang disana akan berikan untuk kami nanti." ucap Rachel dalam."Raa... Itu sudah lama sekali. Sudah tujuh tahun berlalu dan tidak akan ada yang bertanya tujuh tahun lalu kau kemana, kenapa pindah dan bla-bla." c
Di sebuah Mall.Ditengah hiruk-pikuknya manusia, Nathan diam-diam memperhatikan semua hal yang Rachel lakukan bersama Key dan Bella.Tadi saat berhenti dilampu merah, Nathan yang sedang dalam perjalanan ke kantor melihat Key sedang bernyanyi riang di atap sebuah mobil.Meski hanya terlihat separuh badannya saja. Hal itu membuat hati Nathan menjadi hangat.Key sangat lucu.Ia segera menyuruh Roy mengikuti kemana arah mobil itu pergi.Dan di sini lah mereka sekarang. Nathan bahkan tak peduli jika kini dirinya sudah mirip dengan seorang penguntit."Boss, apa tidak sebaiknya kita datangi saja ?" Tanya Roy pada Boss-nya itu."Apa kau ingin membuatnya takut ?" Jawab si Boss."Tapi kita bisa pakai cara jitu Boss, seolah-olah pertemuan ini hanya sebuah kebetulan." saran sang ajudan kepercayaan itu lalu membisikkan sesuatu pada sang Boss."Tumben kau pintar. Tunggu saja disini, dan cukup awasi aku dari jauh. Aku akan coba
Nathan dan Rachel sedang menikmati secangkir capucino dingin di sebuah caffe didalam mall.Sambil terus mengawasi Key yang tengah asyik bermain.Awalnya agak canggung. Tapi dengan sedikit gugup, akhirnya Rachel memulai pembicaraan."Jadi, apa maksudmu menemuiku? Melihat bagaimana kejadian tadi, aku jadi berfikir bahwa pertemuan tempo hari juga bukan lah suatu kebetulan." tanya Rachel panjang lebar."Aku memang tidak mengenalmu saat ini, tapi mungkin dulu aku mengenalmu." jawab Nathan sambil menyesap sedikit minumannya. Hanya sekedar membasahi kerongkongan. Karna jujur saja, dia juga sangat gugup saat ini. Ia tak habis pikir, saat ini bisa ada disini bersama wanita yang tak ia kenal."Apa maksudmu? Katakan langsung dengan jelas, jangan membuatku menerka-nerka kemana arah pembicaraanmu itu." Rachel masih saja berbicara dengan nada ketus."Aku tidak tau secara pasti. Tapi aku mengalami kecelakaan mobil tujuh tahun lalu, yang mengakibatkan
"Boss, ini kiriman dokumen dari Dokter Bram." ujar Roy sambil menyerahkan amplop coklat pada Nathan."Mari kita lihat, apa saja yang mereka lakukan padaku tujug tahun belakangan ini." sahut Nathan sambil mengeluarkan kerta putih itu dan mulai membacanya.Setelah meninggalkan Rumah Sakit malam itu, Nathan kembali menghubungi Dokter Bram. Ia meminta semua dokumen riwayat pengobatannya sejak pertama pasca kecelakaan itu.Ia sangat yakin ada yang tidak beres dalam pengobatannya yang selalu di tangani oleh Arnold dan Celline.Terlihat dengan jelas, urat-urat leher Nathan menegang. Lalu ia meremas kertas itu dan melemparnya ke tong sampah disamping meja kerjanya."Sialan! Beraninya kau mempermainkanku. Dasar jalang! " Nathan berkata dengan geram."Tunda semua rapat dan pertemuan klien hari ini! Aku ingin pulang dan beristirahat." perintah Nathan pada Roy."Baik, Boss." sahut Roy.Ia tau suasana hati boss-nya sedang tidak baik saat in
Setelah 2 pekan berlalu.Rachel dan Keynara menjalani hidup seperti biasanya. Nathan tidak pernah lagi datang mengganggu ketenangan ibu dan anak ini."Kak, hari ini Key pengambilan raport kenaikan kelas. Orang tua di haruskan hadir." Jihan menyampaikan pesan guru Key kemarin saat menjemputnya pulang sekolah."Astaga, benarkah ? Tapi aku ada rapat penting pagi ini. Lalu jam 10 aku harus langsung berangkat ke kota S untuk menemui klien. Apa tidak bisa kamu saja yang mewakiliku Jihan?" Pinta Rachel tulus."Tapi kak, Guru Key bilang itu harus orang tuanya." Jihan menjawab dengan sedih."Kak, tidak masalah. Kemarin Key sudah izin sama Bu Misca, kalau Momy tidak bisa hadir. Untuk Key, kan selalu ada toleransi dari Bu Misca." Key tiba - tiba datang sambil mengedipkan sebelah mata kepada Jihan.Jihan faham, Key sedang berbohong.Mungkin dia juga tidak tega jika ibunya ini gagal pergi bertugas. Ia tau ibunya bekerja keras demi kehidupannya.
Nathan salah satu anak dari deretan keluarga konglomerat di kota S, menjalin hubungan asmara dengan Rachel gadis biasa yang bekerja paruh waktu di sebuah caffe.Berita ini tentu saja menjadi topik panas dikalangan konglomerat.Berita ini juga sangat mengganggu Frans dan Jeny sebagai orang tua Nathan.Sementara mereka telah merencanakan perjodohan dengan keluarga Paul dan Lara, untuk anak semata wayang mereka Celline."Bagaimana ini Pi? Selama ini Nathan tidak pernah mau dijodohkan dengan gadis manapun, ternyata karna gadis miskin itu. Pasti dia telah mencuci otak Nathan. Orang-orang seperti mereka hanya tergila-gila pada harta." Jeny buka suara.Sementara Frans masih duduk sambil sebelah tangannya menopang dagu, sebelah lagi mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja."Piii,ngomong dong! Jangan diam aja. Mami ga akan pernah rela kalau Nathan sampai menikah dengan gadis itu. Mau simpan dimana wajah mami ini pii?." rengeknya lagi pada Frans.
Di kamar sebuah apartamen.Sepasang kekasih sedang bercumbu mesra. Tapi, selalu tak pernah lebih dari ciuman -ciuman panas saja.Meski dua tahun sudah mereka menjadi sepasang kekasih. Nathan selalu bisa menahan diri. Karena ia takut Rachel menganggapnya lelaki yang menjalin hubungan demi kepuasan birahinya saja.Tapi mungkin, hal itu tidak berlaku untuk hari ini.Nathan dengan lembut mengecup setiap inci wajah Rachel.Mata, hidung, pipi. Lalu menggigit manja telinganya. Kecupan itu turun ke leher.Rachel hanya bisa mendesah karena cumbuan yang diberikan kekasihnya itu.Kemudian kecupan itu berakhir di bibir mungilnya, dari kecupan menjadi lumatan.Mereka berciuman sangat lama, saling bertukar saliva. Seakan tak pernah puas. Seakan -akan napas mereka tak akan pernah habis.Tangan kanan Nathan telah menyelinap kebalik kemeja Rachel.Sementara satunya lagi memegang tengkuk Rachel agar ciumannya tak lepas. Rache
Dua bulan sudah berlalu sejak percintaan pertama Nathan dan Rachel. Sejak saat itu mereka sering melakukannnya.Mereka biasanya akan bercinta di akhir pekan, saat keduanya bebas dari tuntutan pekerjaan. Tapi Nathan selalu memakai pengaman.Pagi ini Rachel ingin sekali meminum kopi, padahal sebelumnya ia tak pernah suka kopi.Rachel juga merasa sangat pusing dan tak berselera makan beberapa hari ini. Ia membuat kopi hitam, lalu menyeruputnya selagi panas.Rachel duduk sambil menonton tivi. Rachel memang sudah berhenti bekerja seminggu ini karena caffe tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. jadi ia memilih untuk tidak buru-buru mencari pekerjaan lain agar bisa bersantai paling tidak tiga bulan ini.Saat iklan sebuah produk mie muncul, dia sangat ingin memakannya. Lalu pergi kedapur untuk membuat mie, tapi ternyata stok mie Rachel habis.Ia segera berganti baju, dan berjalan ke mini market di depan gang rumahnya. hanya untuk membeli sebungku
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes
Setelah delapan tahu berlalu, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Rachel dan Nathan sudah ada didepan mata. Saat ini keduanta tengah bersiap di kamar rias masing-masing. Mereka memilih mengadakan pernikahan di mansion mewah itu. Dengan bujuk rayu Rachel, tentu saja Nathan merelakan mansion itu di datangi ratusan umat Para rekan bisnis hadir semua. Bahkan tak sedikit dari mereka yang jauh-jauh datang dari luar negeri. Karena ingin menyaksikan langsung pernikahan mewah yang akan di gelar oleh keluarga Darke. Mungkin, lebih tepatnya oleh Nathan. Meski sebelumnya Nathan pernah menikah dengan Celline, namun tidak banyak orang yang tau dan menghadiri pernikahan tersebut. "Sayang, apa kau sudah siap?" Tanya Nathan saat membuka pintu kamar tempat Rachel dan Key sedang di make over. "Hampir selesai, hanya tinggal memakai sepatu kacaku." Jawab Rachel sambil berdiri. Rachel terlihat sangat cantik meski hanya dibalut gaun putih sederhana
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.