Share

Bab 5

Penulis: Masatha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pamela tidak mau diperlakukan semena-mena seperti dulu lagi, sampai saat ini jika mengingat masa lalu rasa malu itu menggerogoti harga dirinya.

“Zero, Kalau Lo tidak pergi gue akan berteriak biar Lo dihajar oleh warga di sini!” ancam Pamela. Dulu dia memanggil dengan sebutan kakak, karena dia menghormati Zero yang satu tahun lebih tua darinya. Tapi saat ini, panggilan kakak itu sudah tidak pantas lagi untuk Zero.

Sementara Zero terkekeh, justru semakin senang dipanggil tanpa adanya embel-embel Kak.

“Coba saja berteriak, Gue ingin lihat apakah mereka ingin menghajar gue atau malah menikahkan kita berdua sekarang juga!” tantang Zero masih memeluk tubuh Pamela dari belakang dan mengecup lehernya.

Pamela merinding bukan main, dia bisa merasakan hawa panas dari tubuh Zero. Seolah-olah panas itu juga merambat ke tubuhnya sendiri.

“Lo nggak waras, Zero! Dulu Lo sendiri yang bilang jika gue ini tidak ada arti apa-apa bagi Lo, lalu sekarang Lo kenapa seperti ini?” pekik Pamela dengan suara tertahan.

Zero menarik Pamela masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintunya dari dalam. Sungguh Pamela kesal sekali, sikap Zero yang kurang ajar dan tidak mengenal rasa takut itu masih belum berubah juga.

“Kalau Lo bisa gue aja bicara baik-baik, maka gue juga akan menggunakan cara yang halus,” ucap Zero menatap serius.

Pamela tidak punya pilihan lain, lebih baik seperti itu. Mereka berdua berbicara dengan cara yang baik-baik. Karena Zero orang yang nekat, dan Pamela tidak mau diapa-apakan seperti dulu. Apalagi Zero yang sekarang adalah versi Zero dewasa, tentu  saja nyalinya akan semakin tinggi.

“Baik, mari silahkan duduk!” jawab Pamela menarik napas berat.

Sudut bibir Zero menyeringai, andaikan sejak tadi Pamela bersikap seperti ini dia juga tidak akan bertindak kurang ajar seperti tadi.

Kini mereka berdua duduk di sofa ruang tamu, Pamela memilih duduk agak menjauh takut sewaktu-waktu Zero menyerangnya. Lelaki di hadapannya itu tidak mudah untuk ditebak.

“Sekarang katakan, mau Lo apa?” tanya Pamela.

“Gue mau Lo—putus dengan Tirta,” jawab Zero tanpa basa-basi.

Kedua mata Pamela langsung melotot, bagaimana bisa lelaki itu tidak tahu diri begini? Tapi beberapa detik kemudian Pamela mencoba bersikap tenang, menunjukkan kalau dirinya bukan gadis lemah.

“Zero, Lo ingat 5 tahun yang lalu? Gue memang pernah mencintai Lo tak peduli bagaimana perilaku Lo. Tapi itu dulu, Zero. Sekarang gue sudah mencintai Tirta, dia adalah lelaki yang bisa membuat gue tersenyum lagi setelah apa yang sudah Lo lakukan. Gue tidak akan pernah bisa memutuskan Tirta, dialah orang yang selalu ada dan mendampingi sampai gue menjadi orang yang seperti ini,” jawab Pamela.

“Berapa yang sudah Tirta berikan pada Lo sampai Lo merasa sudah sukses hm? Gue akan mengembalikan semua yang Tirta kasih pada Lo!” jawab Zero memasang wajah datarnya.

Pamela benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Zero, sangat memuakkan!

“Ini bukan tentang uang, tapi tentang waktu dan semua perhatian, dukungan dan semangat dia yang tidak akan bisa dibayar oleh apapun. Sudahlah Zero, gue  mohon jangan ganggu hidup gue lagi. Tetaplah menjadi Zero dulu yang bahkan tidak menganggap gue sebagai teman,” bujuk Pamela.

Zero terdiam, tapi beberapa detik kemudian tertawa lebar.

Pamela semakin takut, apakah dalam kurun waktu lima tahun ini penyakit mental Zero belum sembuh?

“Apakah secinta itu Lo terhadap Tirta?” tanya Zero memasang wajah datar.

Pamela tak mau diremehkan, dia langsung membalas tatapan Zero dengan berani.

“Iya, gue sangat mencintai Tirta. Lebih dari yang pernah gue rasakan padamu!”

“Oh, begitu. Terus—apakah Tirta juga mencintai Lo?” tanya Zero lagi.

“Tentu saja, dia selalu bersikap baik pada gue. Dia selalu berkata lembut, dia menghargai gue, dan dia lebih mementingkan kenyamanan gue dibanding dirinya sendiri,” tegas Pamela, tanpa Zero tahu di bawah meja jemari Pamela gemetar.

“Tapi gue  tidak peduli semua itu, Pamela. Lo adalah milik gue!” ucap Zero dengan tatapan penuh arti.

“Gue—milik gue sendiri. Dan gue punya hak untuk mencintai siapapun. Lo bukan siapa-siapa gue dan Lo tidak pantas berbicara seperti itu!” sergah Pamela.

Zero semakin tertantang dengan keberanian Pamela, lelaki itu mulai mendekat dan menarik Pamela dalam pangkuannya.

“Fuck, lepasin gue, Zero!”

Kesabaran Pamela sudah habis, berbicara dengan Zero sama sekali tidak ada ujungnya. Dia menampar wajah Zero, tapi bukannya Zero marah malah tertawa senang.

Pamela ingin beranjak tetapi tubuhnya langsung dibanting ke sofa, dan Zero menindihnya.

Kedua tangan Pamela di angkat di atas kepalanya, Pamela—sama sekali tidak bisa berkutik.

“Ngomong-ngomong, sudah diapain aja Lo sama Tirta?” tanya Zero mulai muncul sifat posesifnya.

“Bukan urusan Lo! Lepasin gue, cuih!” bentak Pamela sambil meludahi wajah Zero.

“Oh Shit, gue nggak nolak ludah Lo. Tapi dari sumbernya langsung. Lo pasti kangen sama bibir gue kan?”

Zero langsung mencium bibir Pamela dengan kasar, menyesap dan melumatnya sampai membuat bibir Pamela bengkak.

Demi apapun Pamela tidak rela diperlakukan seperti ini, diapun menggigit bibir Zero sampai berdarah.

“Ah!” pekik Zero kesakitan. Tapi Zero semakin mencengkram kedua tangan Pamela agar tidak bisa melawan lagi.

“Gue benci sama Lo! Gue benci sama Lo!” tangis Pamela pecah.

“Menangislah semakin kencang, Pamela. Agar orang-orang tahu lalu masuk ke sini. Lihatlah posisi kita, sangat cocok untuk diarak warga dan dinikahkan paksa bukan?” ejek Zero.

“Biadab!” maki Pamela yang sudah lemas, sebab cengkraman Zero tidak main-main.

“Sekarang Lo jujur sama gue, apa yang sudah Lo dan Tirta lakukan selama ini hm? Kalau Lo nggak mau jawab, gue bakal cek sendiri—di sini!” ancam  Zero.

Menakutkan, Zero yang sekarang jauh lebih mengerikan. Pamela mengutuk diri sendiri, kenapa dulu bisa-bisanya mencintai pemuda seperti ini?

“Oke, jadi Lo pengen gue cek sendiri,” jawab Zero mulai menggunakan jemarinya meremas paha Pamela.

“Stop! Iya gue jawab! Tirta pemuda baik-baik, dia tidak akan melakukan tindakan menjijikkan kaya Lo! Dia mencintai gue makanya dia menjaga kehormatan gue!” maki Pamela.

Mendengar itu, senyuman Zero langsung lebar.

“Wah, kalau gitu, bagaimana reaksi Tirta setelah tahu kalau kita berdua pernah tidur sekamar di Villa. Kira-kira apa yang akan Tirta pikirkan tentang gadis yang terlihat polos seperti Lo ternyata dulu—pernah gue cumbu sambil basah-basahan di kamar mandi?” cibir Zero tertawa puas.

“Tirta sangat mencintai gue, dan dia akan selalu percaya sama gue,” jawab Pamela percaya diri.

Zero langsung mengambil ponselnya, lalu menunjukkan foto mereka berdua yang tidur seranjang dalam posisi Zero mendekap Pamela.

Sontak saja Pamela kaget bukan main.

“Mari kita uji, seberapa besar cinta Tirta ke Lo setelah gue kirim foto ini ke dia!” tantang Zero.

“Jangan, Zero! Gue mohon!” pekik Pamela menangis putus asa.

“Putuskan Tirta!”

“Gue nggak bisa,” tolak Pamela.” Gue nggak akan bisa menyakiti dia,” timpal Pamela memohon.

“Gue kasih waktu seminggu, kalau Lo tidak mutusin dia siap-siap foto ini gue kirim ke Tirta!”

“Tidak ma— hmpp!”

Pamela terbungkam, mulutnya kembali dicium secara brutal oleh Zero.

“Lo—cuma milik gue! Ingat baik-baik!”

Cup

Setelah mengecup singkat bibir Pamela, Zero beranjak dari tubuh Pamela dan pergi begitu saja.

“Gue benci sama Lo, gue nyesel kenal sama Lo,” tangis Pamela memeluk dirinya sendiri.

Kini, apa yang harus Pamela lakukan? Zero—cowok gila.

Zero sangat takut pada Tante Zeta, gue kayaknya harus lapor padanya agar menasihati Zero.

Bab terkait

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 6

    Sebenarnya selama lima tahun di Belanda Zero rutin melakukan terapi. Dia sudah bisa mengontrol emosinya. Siapa kira, bertemu Pamela malah memicu lagi saat perempuan itu bersama lelaki lain. Zero—sangat frustrasi.Pamela, gue tidak mengira ditinggalkan itu akan sesakit ini. Maafkan gue, pasti 5 tahun lalu itu perkataan gue benar-benar menyakiti Lo. Sekarang gue sadar, Lo adalah seseorang yang gue inginkan untuk mendampingi gue sampai mati.Setelah meneror Pamela Zero memilih untuk pulang ke rumah, tetapi baru masuk pintu dia sudah dihadang oleh Daddy nya.“Zero, bibir Lo kenapa?” tanya Syadeva.“Tidak apa-apa, Dad,” jawab Zero menunduk.Syadeva terkekeh, lelaki yang sudah memiliki jam terbang tinggi mana mungkin bisa ditipu oleh anak ingusan itu.“Ayo masuk ke ruang kerja Daddy!” ajak Syadeva.“Iya, Dad,” jawab Zero patuh.Zero takut, sekaligus malu. Dia yakin setelah ini akan mendapat ceramah panjang lebar.“Tadi teman adik kamu yang bernama Pamela menelpon Mommy, untung saja Mommy su

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 7

    Di rumah adiknya, Zero memilih duduk bersama suami adiknya di halaman belakang rumah. Sementara Evelyn dan Aurora bermain entah kemana.“Zero, setelah pertandingan selesai Lo bakal balik ke Belanda?” tanya Eiffel.Zero terdiam, pertanyaan yang sepele dari adik iparnya memang. Tetapi saat ini dia juga tidak bisa menjawabnya.“Kok kelihatan bingung?” sela Eiffel lagi.“Gue—masih belum bisa memutuskannya,” cicit Zero.“Lo kaya orang yang banyak pikiran, kalau ada kesulitan bilang saja! Siapa tau gue bisa membantu,” balas Eiffel.“Gue tidak apa-apa kok, cuma lelah aja.”Tak lama kemudian muncul Aurora dan Evelyn yang sedang main kejar-kejaran, Zero tersenyum tipis kala melihat kedua adiknya yang cantik dan menggemaskan itu.“Aurora, udah jadi seorang istri tapi tingkahnya kaya masih gadis kecil aja,” gumam Zero.“Memangnya kalau sudah menjadi istri harus seperti apa?” balas Eiffel terkekeh.Zero tahu, jika adik iparnya yang memiliki usia jauh lebih tua darinya itu sangat posesif. Tetapi d

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 8

    Pamela—merasa sangat tertekan. Dia tidak ingin pulang ke rumah, tapi juga bingung mau kemana. Tepat pada saat itu, kekasihnya menelponnya.[Hallo]“Hallo, Tirta.”[Kamu dimana, Sayang? Aku ke rumah kamu kok nggak ada, kata Tante Hasna kamu ke toko. Aku susul juga tidak ada]“Oh, aku sedang berada di rumah Aurora. Ini aku lagi diperjalanan, pengen ke cafe.”[Cafe mana?]“Yang biasa kita ke sana.”[Baiklah, aku akan segera menyusul]Pamela pun segera melajukan mobilnya lebih cepat, mobil pemberian dari Tirta saat mereka jadian tepat satu tahun. Lelaki itu—tak hanya membantu Pamela dalam mengobati luka hatinya. Tapi juga membantu proses kesuksesan dia yang sampai bisa memiliki beberapa toko kue cabang. Lalu, bagaimana bisa dirinya setidak tahu diri itu mau menyakitinya?Zero lelaki yang mesum, kalau gue mau menerima tawaran dia untuk menjadikannya selingkuhan justru akan semakin rumit. Bisa-bisa gue habis di tangan dia. Lebih baik gue jujur saja sama Tirta, yang penting gue masih perawan

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 9

    “Pamela—Gue sayang sama Lo,” gumam Tirta memeluk Sander.“Sadar heh, gue Sander!” pekik Sander memegang Tirta yang memeluknya, takut terjatuh.“Udah Lo bawa dia pulang aja!” titah Zero.“Bantuin gue dong,” rengek Sander.Zero membantu, tapi hanya sampai Tirta masuk ke dalam mobil.“Gue nggak bisa ikut. Ada urusan!” dusta Zero.Sander hanya mencebikkan bibirnya, tapi kalau itu hanya sebuah alasan.Zero segera pulang dan menyerahkan Tirta pada Sander, dia malas mendengar ocehan Tirta yang teler terus membahas tentang Pamela. Dia—cemburu. Andaikan saat itu dia tidak melakukan kesalahan besar sudah pasti Pamela hanya akan mencintai dia seorang.Zero membutuhkan—teman. Dan yang tahu mengenai dirinya hanyalah adiknya sendiri. Saat berhenti di lampu lalu lintas, diapun segera menelpon sang adik sebab biasanya Vicenzo setiap malam suka keluyuran di luar.[Hallo, ada apa, Kak?]“Lo dimana?” tanya Zero malas basa-basi.[Baru pulang, ada apa?]“Jangan tidur dulu, gue mau curhat penting.”[Oke]Z

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 10

    “Sayang, apakah kamu baik-baik saja?” tanya Zeta pada putra pertamanya.“Iya, Mom.”“Kamu—bisa merelakan Pamela?” tanya Zeta lagi.Zero terdiam, tak mau berkata bohong tapi tidak bisa menjawab jujur.“Mom…”“Iya?” tanya Zeta dengan tatapan yang teduh.“Mommy apakah mencintai Daddy?” tanya Zero tiba-tiba.Zeta terkekeh, lalu mengambil beberapa pakaian di depannya. “ Ya cinta lah, kalau tidak mana ada lahir Vicenzo dan Evelyn,” timpalnya.“Jadi, Mommy sayang sama aku dan Aurora karena saking cintanya dengan Daddy?” sela Zero penasaran. Ini adalah pertanyaan yang sudah dipendam sejak dia kecil. Sebab faktanya, dia dan Aurora terlahir dari ibu yang berbeda-beda akibat kesalahan masa lalu Syadeva tetapi Zeta mencintai mereka semua dengan cara yang sama.“Bukan begitu, Mommy mencintai kalian bukan karena Daddy. Ya karena kalian adalah anak Mommy!” jawab Zeta.Zero terdiam lagi, tidak meragukan kasih sayang ibu sambungnya itu.“Mom…”“Iya, Nak? Ada yang mau ditanyakan lagi?”tanya Zeta yang p

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 11

    “Tirta, Lo apa kabar?” sapa Hani.“Baik,” jawab Tirta singkat.“Semenjak bersama Pamela, sepertinya Lo jauh lebih bahagia,” balas Hani tersenyum simpul.“Seperti yang Lo lihat sendiri, dia adalah perempuan setia jadi lelaki mana yang tidak akan bahagia,” sindir Tirta.Hani hanya tersenyum tipis, mereka berdua pun memulai berdansa.“Pamela tidak marah kalau Lo dansa sama gue?” tanya Hani penasaran.“Tidak, dia tahu gue sangat mencintai dia dan gue adalah lelaki setia,” tegas Tirta.Hani nampak menarik napas, lalu menatap Tirta dengan sendu.“Tirta, jujur saja gue selalu mencintai Lo. Tapi gue juga sudah mengikhlaskan Lo bersama Pamela. Hanya saja gue perlu klarifikasi, jika gue tidak pernah selingkuh. Lelaki yang Lo maksud sebagai selingkuhan gue itu adalah sepupu gue sendiri. Gue bilang begini agar kedepannya gue tidak dicap sebagai perempuan tukang selingkuh. Setidaknya saat kita tanpa sengaja berpapasan Lo tidak akan menatap gue dengan pandangan jijik,” ucap Hani panjang lebar.Tir

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 12

    Sepanjang perjalanan Pamela merasa was-was, bagaimana jika Tirta tahu?Tak lama kemudian ponselnya berbunyi, diapun segera mengangkatnya.[Hallo, Pamela. Kamu dimana?]“Aku sudah pulang naik taksi,” dusta Pamela.[Kenapa tadi tidak memanggilku]“Kamu sepertinya sedang mengobrol serius dengan Hani.”[Aku susul ke rumah kamu ya sekarang?]“jangan, Tirta. Aku capek ingin istirahat. Sebagiannya kamu juga istirahat ya. Besok kita baru ketemu.”[Iya, Sayang]Pamela menatap layar ponselnya, dia—sudah mulai berani berbohong dengan kekasihnya.Saat menatap jalanan, dia kaget karena arahnya bukan ke rumahnya.“Zero, Lo mau bawa gue kemana?” pekik Pamela.“Nggak usah banyak protes!” jawab Zero dingin.Inilah yang paling membuat Pamela gak bisa menerima Zero, selain sikapnya berubah-ubah juga apa-apa tidak bertanya dulu padanya. Beda jauh dengan Tirta yang meski sedang marah tetap bersikap lembut. Tirta melakukan sesuatu juga bertanya terlebih dahulu, sekiranya Pamela keberatan Tirta tidak akan m

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 13

    Pamela adalah gadis lugu dan polos, dia selalu menjaga diri bahkan saat bersama Tirta belum pernah berciuman bibir. Bersama kekasihnya, paling hanya pelukan, cium pipi dan kening. Karena Tirta adalah pemuda sopan yang jika apa-apa meminta izin terlebih dahulu. Dan sejauh ini, Pamela masih belum siap berciuman bibir dengan Tirta.Satu-satunya lelaki yang mengerjai bibirnya secara brutal adalah Zero, itupun dengan cara pemaksaan.Kini, Pamela tengah dilanda dilema yang begitu besar. Dia merasa sudah berkhianat pada Tirta. Merasa tidak pantas lagi dan tidak bisa menjaga diri untuk kekasihnya.Apalagi saat melihat bagaimana interaksi Hani dan Tirta, Pamela sadar akan sesuatu. Mereka—masih belum usai. Sama halnya dengan dia dan Zero.“Masih pengen basah-basahan sambil ciuman?” sela Zero yang membuyarkan lamunan Pamela.“Ti—tidak!”“Emh, Lo bawa baju ganti apa tidak?” tanya Zero datar.Sontak kedua mata Pamela langsung melotot,” Zero, gue mana bawa baju ganti! Lo yang nyulik gue!” sergah Pa

Bab terbaru

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 43

    Senja menghiasi langit, menarik ingatan ke masa lalu. Zero sedang duduk berduaan dengan Daddy nya—Syadeva. Lelaki yang tidak pernah menjadi panutannya tetapi juga tidak bisa untuk dibenci.Meskipun hidup kadang terasa melelahkan, seorang anak tempat untuk pulang tetapkan orang tuanya. Begitu juga sebaliknya, sebagai orang tua tempat untuk kembali adalah istri dan anak-anaknya. Keluarga adalah sebuah kesatuan, yang tidak akan pernah bisa untuk dipisahkan. Darah mengalir deras, menjadi ikatan yang kokoh menyalurkan kasih sayang tanpa diucapkan.“Dad, apakah kamu pernah menyesal memiliki anak aku? Maksudnya—karena aku lahir dari rahim wanita yang tidak kamu cintai?” tanya Zero penasaran.Itu adalah ungkapan hati terdalam dari seorang Zero, yang selama ini dia tutup rapat-rapat.Syadeva nampak terkejut, tetapi sesaat kemudian menarik napas dalam-dalam.“Saat kamu pertama kali datang padaku, usiamu baru tujuh tahun. Tanpa perlu tes DNA, aku sudah yakin jika kamu adalah putraku. Saat itu a

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 33

    Saat pertandingan Indonesia melawan Korea, keluarga Syadeva pun pergi ke sana semua. Mereka memberikan semangat pada Zero yang memang sejak kecil bercita-cita sebagai pemain sepak bola.Zero berhasil memasukkan dua gol, yang membuat namanya semakin harum karena bisa mengantarkan Indonesia ke semi final.Dari tribun, Pamela menangis haru. Bagaimana tidak?Dulu dirinya melihat Zero memainkan bola di taman komplek, sedangkan kini bermain di lapangan internasional.Usai pertandingan selesai. Zero langsung menghampiri keluarganya yang duduk di tribun.“Yohh hebat!” puji Vicenzo.“Kak Zero keren!” teriak Aurora.“Kak Zero top pokoknya!” timpal Emma.Pamela hanya tersenyum, senyuman bangga.Syadeva dan Zeta pun sampai berkaca-kaca, betapa banyak hal yang telah mereka semua lalui dan kini tinggal memetik manisnya.“Selamat, Nak. Kamu memang selalu membanggakan,” ucap Zeta menangis haru.“Setelah ini kita pesta makan!” ujar Syadeva sembari menepuk putra sulungnya.*Esok harinya, setelah semua

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 32

    Setiap selesai latihan, Zero langsung ke rumah sakit. Untung saja pelatihnya sangat baik, memberi dirinya toleransi ketika istrinya mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit.Pamela sedang tidak baik-baik saja, karena sudah dua hari ini mamanya belum sadar dari komanya. Sampai di kamar inap, Zero langsung menghampiri sang istri dan mengecup keningnya.“Sudah makan?” tanya Zero.“Sudah, tadi Aurora sadang kemari menyuapiku,” jawab Pamela. “ Kamu sendiri sudah makan?” “Belum, selesai latihan aku langsung mandi dan bergegas kemari.”“Ada banyak makanan, Daddy dan Mommy yang membelinya.”“Oke, aku makan dulu!” jawab Zero.Dia memang lapar, karena aktifitas pelatihan yang berat sangat menguras tenaganya.Sambil mengunyah makannya, Zero sesekali melirik ke istrinya. Wajahnya pucat, pancaran kesedihan terlihat nyata di kedua netranya. Sungguh, Zero tidak tahan melihat semua ini.“Zero.”“Iya?”“Kenapa kamu terus menatap aku?” tanya Pamela.“Kamu cantik,” balas Zero memberikan senyum

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 31

    “Hancurkan saja karirnya, buat dia merasa malu untuk keluar rumah!”Meskipun masih tertidur, aku samar-samar Pamela bersama dengarkan suaminya sedang berbicara di telepon dengan seseorang. Ucapan yang berkesan mengancam dan mengerikan itu, sempat membuat Pamela segera terbangun.“Zero, kamu sedang telponan dengan siapa?” tanya Pamela.Zero nampak kaget, lalu mengecup keningnya dengan lembut.“Bukan siapa-siapa, kalau kamu ngantuk sebaiknya tidur aja lagi,” bujuk Zero kalem.“Ini jam berapa sih?”“Jam lima sore, tidurlah. Aku tahu kamu lelah.”“Emangnya kamu tidak lelah? Kenapa kamu juga tidak tidur?” sela Pamela.Zero mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir sang istri dengan gemas. “Karena aku kuat,” bisik Zero menyeringai. Pamela langsung mendorong dada suaminya, lalu beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.“Aku ikut!” pekik Zero.“No!” tolak Pamela langsung menutup pintu kamar mandi. Jangan sampai suaminya itu dibiarkan masuk, kisah 3 jam kemudian baru bisa keluar.Usai man

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 30

    Zero baru saja selesai melaksanakan shooting untuk iklan langsung bergegas menuju ke lokasi yang lain.Sebagai pemain sepak bola yang populer, dia memang diburu sebagai model iklan. Zero yang introvert pun mencoba untuk bersosialisasi, demi masa depannya membangun bisnis karena dia tahu tidak akan selamanya menjadi pemain sepak bola. Sebab semua ada masanya.Saat sedang istirahat, dia iseng membuka ponselnya. Dia penasaran apakah ada pesan dari sang istri? Dia kecewa, tak ada satupun pesan dari Pamela. Yang ada justru notif dari akun sosmednya.“Ini iklan dua Minggu yang lalu, sialan kenapa mereka semua menghujat istriku?” geram Zero murka.Dia yakin saat ini pasti istrinya sedang sedih dan juga insecure. Zero pun segera menelpon adiknya.[Hallo]“Hallo, Lo lagi apa?”[Masih di sekolah, kenapa?]“Tolong kondisikan yang lagi rame itu, kasihan Pamela.”[Memangnya apa yang lagi rame? Gue lagi jarang buka sosmed, sibuk mau lomba basket]“Pamela dihujat gara-gara gue main iklan sama Zaski

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 29

    Zero mengalah, tidak ingin terjadi hal-hal yang akan semakin membuat istrinya marah. Zero pun memutuskan untuk tidur duluan, meskipun dia sendiri tidak benar-benar bisa terlelap. Sampai beberapa saat kemudian dia mendengar suara langkah kaki mendekat, Zero segera memejamkan mata pura-pura tidur. Akan tetapi dia bisa merasakan, tubuh istrinya yang rebahan di sisinya. Bahkan dia juga bisa menghirup aroma parfum Pamela yang manis.“Zero, aku tahu kamu belum tidur!” gumam Pamela.Zero langsung membuka mata, kemudian memeluk istrinya dan mengecup pipinya.“Bagaimana mungkin aku bisa tidur, Aku selalu ingin didekatmu seperti ini,” jawab Zero dengan nada lembut.“Boleh aku minta sesuatu padamu?” tanya Pamela serius.“Boleh, silakan mau minta apa. Asal jangan tentang perpisahan di antara kita,” balas Zero.“Aku mohon, minta maaflah dengan Tirta. Bisakah kita hidup dengan rukun? Apalagi sekarang Tirta sudah memiliki istri, akupun juga sudah bersuami. Aku berjanji tidak akan pernah melakukan

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 28

    Pamela dan Hani sudah berusaha untuk mencairkan suasana, mereka berdua terus membahas hal-hal random berharap suami mereka akan ikut tertawa. Tetapi nyatanya mereka masih mempertahankan wajah dingin mereka. Bahkan Pamela yang mengenal Tirta sebagai lelaki paling sabar, baru kali ini lihat mantan kekasihnya itu terlihat jutek.“Enak banget makan di sini, lain kali kita ke sini lagi yuk? Kita janjian biar bersama,” ajak Hani.“Iya, gue juga pengen ke sini lagi,” jawab Pamela.“Aku mau ke toilet,” pamit Tirta pada istrinya.“Iya, jangan lama-lama ya,” balas Hani.“Aku juga mau ke toilet,” sela Zero.Pamela tidak langsung mengingat, kenapa suaminya itu secara tiba-tiba mau ke toilet setelah Tirta? Tetapi tanpa Pamela memberi izin, suaminya itu pergi begitu saja. “Duh, gue khawatir mereka akan berantem,” cicit Hani.“Itulah yang saat ini sedang gue pikirkan,” jawab Pamela resah.“Lo tahu, sekalipun Tirta sangat baik sama gue tetapi saat tengah malam gue melihat dia selalu merenung di ba

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 27

    Sejak pagi ini, Pamela memilih untuk membuat kreasi kue baru dari pada memikirkan suaminya. Dia sengaja tidak menonaktifkan ponselnya, untuk memberi pelajaran pada Zero.Siang harinya Aurora datang berkunjung bersama Zeta dan Emma. Membuat Pamela cukup terhibur.“Kebetulan kalian kemari, aku sedang membuat kue,” sapa Pamela ramah.“Wah, pantas saja dari tadi ada aroma wangi. Aku mau nyoba!” pekik Emma antusias. “Baiklah, ini khusus pelanggan setia aku yang paling istimewa,” balas Pamela lagi.“Aku juga mau dong,” sela Aurora.“Boleh, silakan dimakan sepuasnya. Aku akan membuatkan kalian teh manis dulu ya,” pamit Pamela.Hari ini ibunya sedang kontrol ke rumah sakit, bersama salah satu ART nya. Sementara ART yang satunya sedang belanja stok bahan makan untuk Minggu depan. Makanya Pamela yang membuatkan minuman sendiri untuk keluarga suaminya. Ketika Pamela ke dapur, Zeta mengikutinya.“Pamela, kamu pasti sedang sedih bukan? Tapi Mommy yakin, kalau Zero tidak akan pernah selingkuh da

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 26

    Ketika Pamela bangun dari tidurnya, lagi-lagi Zero sudah tidak ada disisinya. Lelaki yang kini menjadi suaminya itu memang selalu datang dan pergi sesuka hati.Entah pernikahan macam apa yang sedang dia jalani, padahal ini adalah mimpi yang sudah dia bangun sejak lama. Bisa hidup bersama dengan Zero. Tetapi dia sungguh lelah, ingin dia sesekali dimengerti juga oleh suaminya.“Keinginan, memang tidak selalu seperti yang diharapkan. Menikah dengan orang yang aku cintai juga tidak menjamin sebuah kebahagiaan. Rasanya aku seperti mencintai dengan sepihak. Zero … apakah kamu sungguh mencintai aku juga?”Saat dirinya hendak mandi, tiba-tiba pintu kamar terbuka lalu muncul sosok Zero yang membawakan dirinya nampan berisi nasi goreng dan segelas susu.Sontak saja tubuh Pamela mematung, Zero masih sini.“Kenapa melihat aku seperti melihat hantu, hm?” tanya Zero tersenyum. Iya, lelaki itu tersenyum. Sesuatu yang teramat jarang Zero lakukan.“Aku kira kamu sudah kembali ke hotel,” jawab Pamela

DMCA.com Protection Status