Pak Munajat dan sang istri akhirnya meninggalkan pondok milik Alfa pada malam hari. Beliau tidak berkenan untuk menginap meski sang Putri sudah membujuknya. Alasannya, beliau dan sang istri harus menghadiri pertemuan penting dengan para petinggi pemerintahan. Mesti enggan, Shadiqah membiarkan kedua orang tuanya pulang sementara dirinya tetap berada di pondok.Sebelum meninggalkan pondok, Pak Munajat dengan antusias mencari-cari sosok gadis yang tadi sempat dia lihat. Pasalnya sosok gadis itu sangat mirip dengan sosok wanita yang pernah dia cintai dulu. Sayang, mereka tidak berjodoh. Tapi, mau dicari bagaimana pun, sosok si gadis tak juga terlihat. Membuat Pak Munajat memilih segera masuk mobil. Dia tak ingin terlalu menarik perhatian terutama untuk istri dan anaknya.Pak Munajat dan sang istri segera meninggalkan halaman pesantren dengan mobil mewahnya, meninggalkan jejak kekaguman pada beberapa santri yang lewat atau turut membantu di ndalem.Tepat ketika mobil Pak Munajat tidak ada
Shadiqah sedang menatap Galuh dengan intens. Bibirnya sesekali tersenyum sinis. 'Anak terbuang rupanya? Hah! Gak bisa disandingin sama aku.' Shadiqah membatin.Dengan sifatnya yang mudah berbaur, Shadiqah langsung bisa mencari info tentang Galuh. Para santri atau ustazah dengan mudahnya menceritakan siapa Galuh itu. Dan info yang Shadiqah dapat membuatnya makin meradang karena dia merasa harga dirinya tercoreng karena harus dibandingkan dengan gadis yatim piatu tanpa asal asul yang jelas. Padahal dia anak orang kaya, mantan dubes lagi. Galuh sih apa, begitu pikirnya. Untuk itu, Shadiqah bertekad akan mempermalukan sang gadis. Membuatnya menyadari betapa berbeda kelas antara dia dan Galuh. 'Lihat saja! Akan kutunjukan seperti apa itu seorang calon ratu. Dan betapa rendahnya seorang babu.'Shadiqah berjalan dengan santai menuju ke arah Galuh yang sedang sibuk melipat pakaian kedua orang tua angkatnya. "Mbak Galuh, sendirian?" tanya Shadiqah. Dia ikut duduk di sisi tikar yang lain.Ga
Alfa sedang menderas Alqur'an di samping ranjang sang adik. Tiba-tiba rintihan pelan terdengar. Alfa kaget dan langsung menutup mushaf kecil yang sedang ia baca kemudian dia berdiri. Dia dekati sang adik."Masya Allah. Wi! Alwi, kamu dengar Mas?"Suara erangan terdengar. Alfa mengucap syukur. Dia bahkan bersujud di lantai. Rasa haru bercampur tangis mencuat di diri Alfa. Dia segera menghapus air matanya, tak mau sampai orang tahu kalau dia menangis. Apalagi Alwi, bisa bibully tujuh turunan nanti."Wi! Kamu dengar suaraku?" Alfa kembali memanggil nama sang adik.Suara erang kesakitan kembali terdengar sebagai respon. Alfa kembali mengucap syukur. Lalu dia segera menekan tombol emergency. Tak berselang lama seorang perawat datang dan lima belas menit dari kedatangan perawat, dokter jaga pun datang diikuti satu perawat lagi. Alfa sendiri segera menelepon Bunyai Latifah, mengabarkan jika Alwi sudah siuman. Beliau sedang makan siang bersama Jauza.Ucapan hamdallah Alfa lantunkan lagi begit
Ruang tamu rumah Kyai Baihaki masih memancarkan aura panas. Maklum, sejak beberapa jam yang lalu terjadi perdebatan sengit antara Bunyai Latifah dengan sang kakak. Kyai Baihaki masih mencoba memberi masukan sambil meredam amarahnya, tapi sang adik terlalu egois. Demi egonya dia tak mau mendengar nasehat sang kakak.“Terus maumu apa?” tanya Kyai Baihaki.“Ya mauku, Alwi sembuh, Mas.”“Terus?”“Pokoknya aku gak mau dia sama Galuh. Titik. Anakku terlalu berharga buat gadis miskin dan tanpa nasab gak jelas itu,” sinisnya.“Latifah!” bentak Kyai Baihaki.“Aku ngomong bener kok. Kalau nasabnya gak jadi masalah, Galuh udah nikah sejak dulu, gak jomblo kayak sekarang. Bahkan, kalau nasabnya gak jadi masalah, Mas Baihaki pasti nyuruh Alfa nikahin dia kan? Tapi gak. Alfa milih si Shadiqah yang orang tuanya jelas. Mas juga gak ngelarang. Terus kenapa aku juga gak boleh milih Jauza buat anakku? Yang udah jelas nasabnya dibanding Galuh?”Bunyai Latifah tak menyetujui usul sang kakak untuk menikahk
Galuh menekan dadanya. Rasanya sakit sekali. Niat hati ingin menemui sang ibu angkat karena harus membahas sesuatu. Ternyata dia malah mendengarkan banyak hal yang membuat hatinya sakit. Galuh sebetulnya tidak ingin mencuri dengar. Tapi, sejak dia mendengar namanya disebut terus, mau tak mau dia jadi penasaran dan menguping semua pembicaraan.'Ya Allah sakit,' batin Galuh. Tanpa sadar dia memukul dadanya. 'Kenapa ya Allah? Kenapa aku harus selalu menanggung masalah karena nasabku. Sebenarnya aku siapa? Apakah tidak ada tempat yang bisa menerimaku dengan baik? Bagaimana bisa Abah memberi saran agar aku menikahi Gus Alwi? Bukankah beliau tahu, bagaimana adiknya memeperlakukanku selama ini?'Tak tahan dengan rasa sakit yang dia alami. Galuh segera pergi dari kediaman Kyai Baihaki sebelum ada yang sadar akan keberadaannya. Sayang, baru juga berbalik, Galuh menabrak seseorang."Aduh!" Galuh tanpa sadar memekik. Dia segera menutup mulut dan menoleh ke arah ruang tamu. Tapi, tak ada perger
Shadiqah menatap calon suaminya dengan kekesalan yang sudah memuncak."Mas sama Galuh tadi ngapain? Kenapa deket banget gitu?" semburnya. Dia cemburu karena Alfa tak pernah sedekat itu dengan dirinya. Apalagi sampai pegangan tangan."Cuma ngomong, Sha.""Ngomong kenapa sambil pegangan tangan?""Aku gak pegangan cuma nyekal lengan dia. Itu pun ada kain yang menghalangi.""Aku gak suka Mas. Lagian kamu gak usah ngurusi dia lagi. Cuma anak ha-!""Shadi!" teriak Alfa membuat Shadiqah terdiam. Pasalnya baru kali ini Shadiqah dibentak sama Alfa."Jaga ucapanmu!"Alfa memelototinya dengan tatapan tajam. Shadiqah meneguk ludahnya kasar. Dia mengumpati dirinya karena hampir saja keceplosan."Oke aku minta maaf. Tapi Mas! Mas jangan bela Galuh doang dong. Lihat ini!" Shadiqah memperlihatkan pergelangan tangannya."Aku disakitin Galuh, loh. Lihat ini tanganku." Dia mengadu.Alfa melirik ke arah tangan Shadiqah."Gak ada yang aneh pada tanganmu, Shadi. Dan tolong kamu tunggu di sini. Aku harus ke
"Tapi saya gak cinta!"Kalimat itu bagai petir di siang bolong. Alwi shock. Meski sudah terbiasa ditolak oleh Galuh tapi tidak pernah di depan banyak orang seperti sekarang. Jadi Alwi bingung mau ngomong apa.Sementara itu, Alfa terlihat menghembuskan napas, wajahnya yang tadi terlihat tegang, sudah mulai mengendur. Hanan bahkan sampai ingin tertawa melihatnya tapi dia tahan. Tak elok di saat suasana lagi genting dia malah menertawakan Alfa."Saya gak cinta sama njenengan Gus Alwi. Bagaimana saya bisa menerima njenengan?"Alwi masih diam. Lalu setelah rasa shock-nya sedikit berkurang, Alwi mampu berbicara."Cinta datang karena terbiasa, Galuh." Akhirnya setelah lama diam, Alwi mampu membalas ucapan Galuh."Begitu, ya," ucap Galuh tak yakin."Kamu tahu kehidupan pondok. Banyak orang yang awalnya dijodohkan. Pakdhe, Budhe, dan yang lain juga. Mereka gak masalah dan langgeng kok hubungannya."Galuh tak menjawab. Dia hanya menatap Alwi dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan."Kita bi
Suasana di ruang rawat Alwi masih penuh dengan aura suram. Alfa, Galuh, Alwi bahkan Bu Nyai Khomsah, sama-sama menangis. Kyai Baihaki terlihat lesu. Hanan melirik semua orang bergantian. Dia jadi ikutan sedih. Sementara Bu Nyai Latifah masih terlihat kembang kempis dadanya. Rupanya amarahnya masih bercokol di diri. Tak ada yang berbicara, semua sibuk dengan perasan masing-masing. "Hiks hiks hiks. Aku minta maaf, Luh. Maaf," ucap Alwi setelah keheningan terjadi begitu lama."Tapi demi Allah, Luh. Aku benar-benar mencintaimu. Hanya kamu, dan gak akan ada yang lain."Galuh tak membalas pernyataan Alwi. Dia sibuk menghentikan tangisnya. "Kalau, aku minta kesempatan apa boleh? Aku akan berusaha untuk sembuh. Aku akan bekerja dengan giat. Dan jika aku merasa sudah pantas, aku akan kembali melamarmu."Alwi menatap Galuh dengan sorot penuh permohonan. Galuh lagi-lagi hanya diam. Bu Nyai Latifah yang egois kembali mengeluarkan kata-kata super pedas untuk Galuh.“Ngelamar apa? Gak ada! Umi ga
Alfa sedang duduk sambil menikmati es buah di salah satu meja bersama teman-temannya yang lain. Sesekali mereka bercerita dan tertawa. Di sebelahnya ada hijab yang menghalangi dan tanpa bertanya pun Alfa paham kalau di seberang hijab adalah para tamu wanita termasuk teman-teman Syifa di sana.“Sssst, lihat cowok yang tadi sama Teuku Rafly, kan?”“Yang cowok dari Jawa itu, kan?”“Iya.”“Ganteng ya?”“Banget.”“Hihihi, udah punya istri belum ya?”“Aku udah tanya Bang Rafly, masih munfarid tapi udah ada anak cewek satu?”“Anak?!” pekik semua gadis. Lalu mereka menutup mulut, takut dimarahi para tetua karena berisik.“Anak angkat.”“Oooo.”Para wanita yang tadi kaget kini bisa menghela napas lega termasuk gadis bercadar yang sedang duduk sendirian. Pasalnya tiga rekannya yang bercadar juga, sedang meng-ASI-hi anak mereka masing-masing. Ya, dari mereka berlima, hanya Lulu alias Galuh yang masih single. Galuh yang tidak ada teman ngobrol malah jadi ikutan mendengarkan gosip.Tak berapa jauh
Zalina sesekali melirik ke arah Alfa. Dia benar-benar mengagumi wajah Alfa yang tampan. Mana perawakan Alfa mirip sekali seperti kakak pertamanya yang tinggi besar. Jadi terlihat gagah. Kulit Alfa yang tidak terlalu putih juga menunjukkan pesona khas lelaki Jawa yang membuat Zalina betah memandang Alfa."Kamu bisa gak sih, gak kelihatan ganjen gitu, Lin," bisik Zami. Dia tentu saja sejak tadi bisa melihat tingkah genit sang adik yang sebentar-sebentar melirik Alfa."Ganteng, Bang. Mana gagah lagi.""Cih, gantengan aku.""Apaain sih, Abang mah kerempeng, noh Bang Rafly itu baru gagah bin ganteng. Kayak Bang Alfa juga."Zalina kembali tersenyum saat menatap Alfa. Sebetulnya sudah sejak tadi Zalina mencoba mencari perhatian Alfa. Sayang, si kanebo kering lebih banyak menunduk selama pengajian dan jarang menatap lawan jenis. Hal itu membuat Zalina merasa tertantang. Pasalnya di desa ini dia terkenal paling cantik dan jadi idaman banyak pria. Jadi kalau ada pria yang tidak melirik dirinya,
“Dedek Faaaaay, Abah mertuamu datang!” teriak Hanan menggema. Fairuz yang sedang bermain di halaman belakang langsung melempar mainannya dan berlari menuju Hanan.“Masya Allah, mantuku yang cantik, giimana kabarmu, Sayang?” Hanan membopong Fairuz lalu mencium gemas kedua pipi Fairuz.“Woi! Lepasin anakku gak!” “Gak mau ya, orang Fay calon mantuku ya Nak ya."“Iya.”“Tuh, weeee.”Hanan kini memutar-mutar tubuh Fairuz. Bukannya takut, Fairuz malah minta lebih tinggi. Tak berselang lama Nabila dan sang putra yang kini berusia delapan belas bulan juga datang.“Fay Sayang? Peluk Umi, Nak?”“Umiii.”“Aaaaa, calon mantuku.”Nabila mengulurkan dua tangannya. Fairuz minta turun dari gendongan Hanan. Si gadis cilik berlari ke arah Nabila lalu keduanya berpelukan.“Masya Allah kamu tambah cantik, Nak.” Tak lupa Nabila mengecup pipi gembul Fairuz saking gemasnya.“Kim Kim Kim peyuk.” Bocah lelaki berusia delapan belas bulan bernama Hakim, menarik-narik baju Fairuz. Fairuz tertawa. Dia memeluk ge
Alwi sedang asik makan siang di ruang tamu sambil sesekali ngobrol dengan Fairuz. Kyai Baihaki dan Bu Nyai Khomsah sedang berada di pondok. Alfa sendiri sedang menemui dua pengurus pondok putra, membahas beberapa hal penting di ruang perpus merangkap ruang kerjanya."Fay.""Ya Om.""Pengen punya ibu gak? Cari sana, bapakmu kan banyak yang naksir.""Fay udah punya Umi.""Siapa?""Umi Galuh. Kan kita sama wajahnya."Fairuz menunjuk kedua pipinya dengan kedua jari telunjuk. Tak lupa matanya dia kedip-kedipkan."Dih! Bukan ya! Galuh itu calon istri masa depan om.""Umi aku weee.""Istriku.""Umiku!"“Istriku.”“Umiku Umiku Umiku!”"Istriku istriku istriku!"Alwi tak mau kalah ngotot dengan Fairuz. Mereka berdua bagai kucing dan anjing. Meski Fairuz suka diledekin sama Alfa, tapi ledekan Alfa hanya akan membuat Fairuz jengkel sebentar lalu tertawa karena Alfa pintar menjungkir-balik hati sang anak yang jatuhnya tidak akan bisa betah lama-lama marah pada sang abah. Sementara Alwi, polahnya
2 Tahun 4 Bulan KemudianAlfa masih bergelung nyaman di kasurnya. Maklum dia baru saja sampai rumah mendekati subuh. Setelah sholat subuh, Alfa memutuskan untuk tidur karena rasa lelah dan kantuk yang tak tertahankan. Rasanya baru saja dia terlelap, gedoran di pintu kamarnya terdengar menggema.Alfa bukannya bangun, malah mempererat pelukannya pada bantal guling kesayangan. Aksi yang membuat si penggedor jadi tidak sabaran dan memilih masuk setelah mengucap salam.“Assalamu'alaikum, Abaaaaah!” teriakan gadis cilik berusia tiga tahun menggema di seluruh kamar.Bukannya bangun, Alfa malah makin mengeratkan pelukan pada guling. Sang gadis cilik kesal, dia menggelembungkan kedua pipinya.“Abaaah, banguuuun!” teriaknya.Fairuz langsung saja menuju ke ranjang. Tak lupa dia menduduki punggung Alfa sambil berteriak membuat Alfa kaget dan sontak membuka matanya.“Abaah, bangun bangun bangun. Abah kok tidur mulu, ih! Bangun!” teriak Fairuz.Alfa masih ngelag, dia membuka matanya. Awalnya kurang
Alfa menatap sendu nisan bertuliskan 'Melati Anggraini binti Fulan'. Dengan bantuan Aidan, mereka bisa mencari panti asuhan tempat Melati dulu dirawat. Sehingga Melati bisa dimakamkan di pemakaman dekat panti asuhan "Kasih Bunda" tempat Melati dibesarkan dari bayi.Jamilah, sang pemimpin panti serta beberapa penghuni panti yang mengenal Melati sangat terpukul dengan kematian Melati. Bagi mereka, Melati adalah orang baik yang ramah, penuh kasih sayang dan menyenangkan.Jamilah, mencoba tegar. Dia mengusap air matanya lalu menatap ke arah Alfa dan Aidan."Terima kasih, karena sudah mau mengurusi jenazah Melati dan membawanya kemari."Jamilah menghela napas. "Anak itu sangat cantik dan baik. Makanya Amer jatuh cinta padanya. Sayang, kedua orang tua Amer menentang. Tapi dasarnya Amer keras kepala dia tetap nekat. Melati juga sudah terlalu bucin. Sudah saya larang, tapi dia tetap nekat."Jamilah tersenyum lemah. "Meski tanpa restu mereka tetap menikah. Meski banyak ujian terutama dari kelu
"Astaghfirullah!""Ya Allah!""Allahu akbar!""Aaah!"Bruk! Brak! Jeder!Dentuman demi dentuman, teriakan demi teriakan, takbir hingga ucapan istighfar menggema jadi satu. Suasana di sekitar Tol Calarang tepatnya di kilometer 82 benar-benar kacau. Ada sekitar 17 mobil pribadi yang ikut menjadi korban tabrakan beruntun yang disebabkan oleh truk pembawa kardus. Jeritan dan teriakan terus menggema. Beberapa mobil yang berada di depan atau belakang lokasi mobil yang bertumpuk, berhenti. Beberapa dari mereka ada yang keluar dari mobil untuk membantu para korban. Beberapa dari korban yang selamat, mencoba menyelamatkan diri.Alfa merasakan rasa sakit di bahu dan pelipisnya. Dia melirik ke arah belakang tempat kedua temannya berada."Hanan! Iklas!" teriaknya.Alfa mencoba melepaskan diri dari himpitan. Dia tak bisa keluar dari kanan, sehingga Alfa mencoba keluar dari pintu samping kiri. Meski merasakan sakit yang luar biasa, Alfa segera menuju ke bagian belakang, tampak Hanan dan Iklas yang
Tiga anggota keluarga Munajat masih berada di ruang tamu bersama Eko. Keempatnya tidak ada yang bersuara, semua diam dengan pikiran masing-masing. Ponsel Munajat berbunyi.“Bagaimana?”“Penyadapan. Ada seseorang yang bisa masuk ke sosmed Arkan dan penyimpanan foto beserta video Arkan yang tersimpan di gdrive.” Suara seseorang terdengar di seberang telepon.Munajat tertawa keras sekali. “Kamu mau bilang, si bedebah Alfa punya backingan orang yang tidak biasa?”“Betul. Tapi, kami tidak bisa melacak siapa orangnya, Tuan."“Hahaha, tidak usah dilacak. Percuma, aku yakin dia pasti orang cerdas nan cerdik. Mainnya halus.”"Iya Tuan.""Gadis itu bagaimana?""Sama Tuan. Hilang jejak."Lagi, Munajat tertawa. "Baiklah. Baiklah."Munajat memberi beberapa perintah untuk anak buahnya lalu dia menutup sambungan. Munajat menyandarkan punggung di sofa. Dia memijit pelipisnya. Pikirannya kemana-mana.Lama, keheningan kembali melanda hingga Yunita, istri dari Munajat memberanikan diri untuk mendekati s
"Mas Alfa," lirih Shadiqah. Alfa tak menjawab. Dia hanya menatap tajam sosok Shadiqah tanpa berkedip. Pak Eko yang baru datang melirik ke arah Shadiqah, Alfa, Shadiqah lagi lalu ke Alfa dan kini ke arah duo Hanan-Iklas yang terlihat sedang berbisik-bisik."Gila, udah mahir, Bro. Aku aja yang mau nikah masih deg-degan, bingung gimana besok nyium biniku pertama kali," bisik Hanan."Binimu masih segel kan?" bisik Iklas juga."Segel lah. Santri tahu. Dididik agama dengan baik insya Allah.""Good job, Bro. Wah, besok aku kudu pinter nyari calon bini, Alfa aja yang perfeksionis sampai ketipu.""Harus, Mas Bro. Harus!"Hanan dan Iklas terus berkasak-kusuk. Shadiqah sendiri fokus menatap Alfa. Dia jujur takut, Alfa melihat semua yang dia lakukan."Ma-""Pakai baju yang sopan dulu, Sha. Saya tunggu. Dan ... kalau tak ingin memakai kerudung, tak masalah. Penting bajumu sopan dan terutama ... tutupi lehermu!" ucap Alfa dingin. Ada ketegasan juga dalam suara Alfa.Shadiqah meneguk ludahnya kasar