Share

4. Api & Samudra

Penulis: RedSky Note
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-27 12:59:07

Laut dan fajar. Kawan setia Pasai sudah sejak lama, jauh sejak dia ditakdirkan jadi tumpuan hidup ketiga keluarganya.

Jalan yang berat tapi tak habis dia syukuri setiap waktu. Karena baginya kebahagiaan ibu dan adik-adiknyalah tujuan utama dari segala rasa lelahnya.

Pagi ini seperti biasa, pemuda desa nelayan itu tengah membenahi kapal yang hendak membawa mereka ke laut.

Badan dan tangannya sibuk bekerja, tapi fikirannya tidak.

Fokusnya terusik sejak semalam oleh objek yang tidak seharusnya mampir ke sudut manapun di hidupnya.

Pasai tahu, rasa tertariknya pada gadis kota itu manusiawi. Hanya status dan nasib mereka yang membuat rasa tertarik itu menjadi suatu hal yang sangat salah dan nyaris terlarang.

Di dunia ini salah satu lautan yang terlalu sulit untuk disebrangi adalah lautan materi. Karena sudah banyak kapal karam bahkan sebelum menatap ujung daratan yang ditujunya.

"Serius banget Mas pagi ini mukanya."

Suara lembut bernada ringan membuat Pasai tersentak tak kepalang.

"Ya Tuhan!" Nyaris saja Pasai mengucapkan keterkejutannya dengan kencang.

Penyebabnya adalah, di pesisir tak jauh darinya Agni tertawa seraya menyibak rambutnya yang berantakkan tertiup angin dingin.

Pasai menghela napas panjang. Tahu dia tak mungkin bisa mengusir teman tak diundangnya.

Wanita itu pagi ini berpakaian lebih tertutup. Memadukan sweater hitam berleher tinggi dengan celana training panjang berwarna merah gelap.

Dan entah kenapa dimatanya gadis itu tampak segar dan lebih cantik.

"Jalan-jalan paginya kejauhan, Mbak," Ucap Pasai tak ingin berbasa-basi.

Agni menghela napas berat.

"Kayaknya nggak seneng banget kamu ngeliat aku disini?" tanya wanita itu kesal.

Keduanya lalu diam, meski kali ini diam untuk sama-sama saling menolak perasaan.

Agni diam-diam melahap sosok pelaut muda itu sekali lagi.

Hari ini Pasai berkaos hitam bergambar jangkar kapal yang berwarna kuning pudar. Celana panjangnya berbahan kain yang juga sudah tampak sobek di bagian betis dengan warna yang sudah berubah banyak.

Tapi sialnya, pemuda itu tetap tampak gagah. Wajah tampannya terlihat tegas dengan kulit gelap khas orang yang terlalu banyak di bawah terik matahari.

Tangannya kekar tapi bukan tipe berotot. Badannya atletis terbentuk murni dari kerasnya pekerjaan yang dia kerjakan.

Agni menelan ludah diam-diam. Pipinya terasa menghangat padahal pagi hari itu waktu sedang dingin-dinginnya.

Tapi tubuhnya terasa menghangat dengan jantung bergetar pelan melebihi ritme yang seharusnya.

"Udah sarapan, Mbak?"

Agni mengerjap tak percaya mendengar pertanyaan itu.

"Kamu nanya aku?" tanya perempuan cantik itu dengan gugup.

Pasai yang sejak tadi tak melihat kearahnya sontak menoleh bingung.

"Yang ada cuma mbak Agni, kan," Jawabnya sesingkat mungkin.

Dan Agni membalasnya dengan cengiran bodoh di bibirnya yang berlipstik merah samar.

Dengkusan pelan terdengar dari pemuda yang kini memilih berjongkok menatapi gulungan tambang super besar daripada lawan bicaranya yang berparas cantik.

"Aku boleh panggil kamu Pasai?" tanya si cantik itu dengan ragu.

Pasai menoleh lagi ke arahnya, kali ini seulas senyum kecil tampak terselip di bibirnya.

"Terserah. Urusan kamu mau panggil aku apa," jawab laki-laki itu.

Agni terbelalak lebar, mendengar prianya itu bicara lebih santai padanya.

Dan hal sepele itu membuatnya merasa senang tanpa sebab, sampai dia harus berupaya menahan senyum konyol yang nyaris merekah di bibirnya.

"Aku suka laut ternyata," Ucapan gadis itu terdengar diantara suara hempasan ombak yang tidak terlalu tinggi pagi ini.

Pasai menatapnya beberapa saat lalu mengalihkan tatapannya kearah laut yang menenangkan.

"Laut itu tangguh. Sepintar apapun kita dan teknologi, tetap saja laut yang menang."gumam Agni.

"Bukannya wajar manusia selalu menyukai dan melihat hal yang lebih hebat dari mereka?" jawaban laki-laki itu membuatnya terdiam.

Agni sedikit tak menyangka jika ucapan asalnya akan ditanggapi dengan serius oleh orang itu.

"Yah... Aku sendiri gak tahu bakal senyaman ini berdiri dekat laut." Agni tertawa pelan karena ucapannya sendiri.

Pasai terkekeh pelan mendengarnya.

"Hidup kamu mungkin lelah di kota sana. Makanya di sini malah terkesan berbeda dan lebih kerasan." Laki-laki itu memberinya tawa kecil setelah ucapannya.

Agni bergerak maju lalu duduk dengan santai di pasir pantai.

"Mungkin juga. Tapi kamu benar. aku suka sesuatu yang tangguh, dan tampak indah." Ujar gadis itu dengan pandangan lekat menatap Pasai yang tiba-tiba tampak membatu dan seolah bingung.

Tatapan mata pemuda itu tampak goyah, mengerjap beberapa kali sebelum dialihkan sepenuhnya kearah lautan yang mulai tampak terang.

Jantung Pasai melonjak sepersekian detik tadi. Ucapan wanita itu benar-benar membuatnya tak tahu harus bagaimana.

Dia bukan pemuda remaja yang tak paham tanda ketertarikan yang ditunjukkan padanya secara terang-terangan. Pasai selalu menangkap minat yang cukup jelas dari wanita itu setiap kali mata mereka tak sengaja bertemu.

Dan tak munafik, Pasai tergugah sebagai manusia biasa dan seorang pria. Jantungnya berdebar cepat, bahkan itu sesuatu yang belum pernah dia alami pada Ratri sekalipun.

Keheningan di antara keduanya terurai saat rombongan nelayan kapal H.Baron mulai berdatangan.

"Loh..? Si Mbak yang kemarin ini ya?" tanya salah seorang dari mereka.

Agni mengangguk dan menyalami mereka satu-persatu dengan ramah.

"Mau ikut lagi?" tanya H. Baron seraya bercanda.

Gadis itu menggeleng dengan senyum malu.

"Lain kali aja lagi, Pak," jawab Agni dengan ramah.

"Lain kali mending pakai kapal wisata aja," ujar Pasai tiba-tiba.

Haji Baron mengangkat alis melihat pegawainya yang pendiam tiba-tiba bicara tanpa diminta.

"Gak suka banget kayaknya aku ikut lagi," Protes gadis cantik berambut panjang itu seraya mendelik ke arah laki-laki itu.

Haji Baron mengerjap lalu melihat bergiliran pada sepasang muda mudi yang jelas beda kasta itu.

'menarik' batin H. Baron tanpa sadar.

"Bukan gitu. Ada fasilitas nyaman kenapa harus pilih yang bau coba kan?" jawab pemuda itu ketus.

"Terserah aku lah. Kan yang mau juga aku," timpal Agni lagi sedikit kesal.

Pasai hendak menjawab sebelum Haji Baron memotong ucapannya tiba-tiba.

"Bilang aja langsung. Kamu kuatir si Mbaknya naik kapal butut terus." Celetuk Haji Baron sambil cuek melenggang naik ke atas kapal.

Begitu telak hingga membuat Pasai sendiri tergagap seraya menatap Agni yang pipinya memerah dengan mata membelalak.

***

"Ratri...?"

Petang hari saat menjejakkan kaki dipesisir Pasai melihat sesosok gadis berdaster bunga-bunga tengah menanti.Tak harus menebak, gadis itu selalu menunggunya dengan setia setiap kali pulang melaut agak terlambat.

Raut lega kini tampak terpancar di wajah cantik dan sederhana itu. Ratri salah satu yang tercantik di kampung mereka.

Kulitnya kuning langsat, cukup terang dibanding warna kulit orang-orang setempat. Rambutnya ikal besar yang tampak tebal diikat atau dijepit di atas kepala. Dan Pasai sudah mengenal gadis itu sejak Ratri masih berusia SMP.

Itulah sebabnya butuh usaha lebih untuk menyambut perasaan yang diberikan gadis itu secara terang-terangan saat Pasai susah kadung melihat gadis itu sebagai adik daripada seorang pasangan.

"Mas...Ini teh hangat," hanya begitu dia saja bicara.

Begitu lembut keluar dari sosok anggun yang menentramkan mata.

Pasai tersenyum kecil. Biarlah tak ada badai dalam hatinya saat berdekatan dengan gadis itu, tapi sudah jelas Ratri hidup di dunia yang sama seperti dirinya.

"Jangan terlalu sering tunggu Mas disini, Dek. Angin malam bahaya loh," ucap Pasai dengan khawatir.

Gadis itu tersenyum menenangkan, entah kenapa melihat senyum itu kini malah membuat Pasai sedikit merasa bersalah.

Padahal Ratri belum terikat apapun dengannya. Tapi kesetiaan gadis itu menunggu dan menyayanginya dalam waktu cukup lama membuatnya tersentuh dan bersyukur.

Karena tak sekalipun gadis itu menuntut jawaban darinya, atau tak juga sekalipun dia menanyakan balik isi perasaan Pasai padanya.

Pasai menatap lekat gadis sederhana yang selalu setia menunggunya itu. Seribu alasan agar dia menikahi Ratri secepatnya berputar dengan mudah dibenaknya.

Ratri adalah cerminan kesempurnaan bagi pemuda seperti dirinya, dan ada lebih banyak hal baik lagi yang menguatkan hal itu.

Tapi sayangnya Ratri sempurna hanya dalam benaknya. Hasil dari pertimbangan logika dan pemikiran baik buruk, maupun sebab akibat.

Sialnya di hatinya kini mulai ada satu-satunya alasan mengapa memilih Ratri bukan lagi jalan yang mudah.Ya, hatinya perlahan sudah mulai terisi, nama Agni yang tidak tahu diri.

***

Gama menyodorkan sebuket besar bunga mawar beserta satu set anting mewah keluaran terbaru kepadanya.

Di kanan kirinya kawan dan kerabat saling berteriak mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Agni tertawa renyah dan memeluk satu persatu orang dengan wajah cerah.

Gama yang terakhir, pria itu harus yang terakhir. Yang secara diam-diam dia akui sebagai teman paling setia. Dalam susah senang dan segala kondisi yang tak mampu dia lalui sendiri.

"I love you..." Suara laki-laki itu bergetar penuh perasaan saat dia memeluk Agni dengan erat.

Kali ini entah mengapa Agni merasa tersekat. Cubitan rasa tak nyaman menggangunya tiba-tiba. Rasa malu dan tak layak yang tak pernah dirasakannya pada Gama perlahan timbul tanpa sebab.

Ditatapnya Gama dengan arah fikiran baru yang muncul tiba-tiba.

"Aku sayang kamu. Kamu pasti tahu," ucap Agni tulus.

Gama membelalak lebar. Agni baru pertama kali ini mengungkapkan emosi apapun padanya secara langsung.

Laki-laki itu menatapnya dengan hati-hati, seolah berusaha membaca dan mencari hal apapun yang membuat gadis pujaannya melunak malam ini.

Senyum lembut nan haru merekah di wajah tampannya.

Gama memang cukup tampan. Perawakannya tinggi dengan wajah Indochina yang membuatnya layak disandingkan dengan model majalah Asia lainnya. Dan Gama seorang dokter, yang sudah dikenalnya bertahun-tahun sejak mereka SMA.

Agni balas tersenyum kecil kali ini, lalu menepuk pelan bahu sahabatnya yang paling setia.

Tiba-tiba Gama menariknya dengan lembut ke tengah riuh para kenalan mereka yang hadir memberi kejutan ke villa pribadinya itu.

Agni bergabung dengan pestanya sendiri dengan ceria. Dia ikut bercengkrama dan tertawa-tawa di antara hingar bingar musik yang terdengar cukup kencang.

Kepalanya sakit sebenarnya, tapi bibirnya berusaha tertawa tanpa jeda.

Harus begitu, karena beginilah dunianya. Dunia di mana setiap senyum, sapaan dan persahabatan bernilai uang atau jabatan.

Biarlah sesak, tapi dunianya selalu meriah dan dia tak pernah kehabisan kawan maupun lawan.

Harusnya.

Tapi hatinya yang tak bersyukur itu mulai berulah. Perlahan tawanya berhenti, kakinya melangkah cepat berlari ke arah kamar mandi.

Dibasuhnya wajah dengan air dingin yang menyegarkan, lalu dia menatap wajahnya di cermin.

Matanya tampak lelah entah kenapa. Tiba-tiba dia rindu laut dan suara deburan ombaknya yang menenangkan.

Dia rindu angin, juga mataharinya yang terik tak berbelas kasih.

Matanya memejam erat, berusaha mencari dan membasmi sumber kesuraman yang dirasakannya malam ini.

Perlahan, kilasan sosok laki-laki yang menatapnya tajam dari atas kapal nelayan menyerbu benaknya tanpa diminta.

Agni gemetar, ingin meronta membuang hatinya saja jika bisa.

Rasa nelangsa dan frustasi mulai melingkupi hatinya yang tak bisa bahagia. Dia tahu penyebabnya sekarang, karena nama asing yang perlahan menjarah relung hatinya mungkin sudah milik seorang wanita.

Bab terkait

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   5. Rindu Pertama

    Harusnya Agni pulang hari ini. Kembali ke kotanya yang ramai, dan kembali ke kehidupannya yang kadang menyenangkan, kadang juga menyesakkan.Tapi disinilah dia berada. Masih di desa nelayan kampung halaman mendiang Ibunya yang sepi dan sederhana.Ya, akarnya Agni berasal dari desa ini, dan kini rasanya dia enggan meninggalkan tempat ini juga."Kapan pulang?"Agni menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil pada seorang pria tampan bermata sipit yang menatapnya lembut."Kamu duluan aja ya. Aku rasanya masih mau disini," jawab gadis itu mencoba ramah.Gama tersenyum kecil merasakan hatinya senang. Agninya yang selalu tampak ketus, entah kenapa tampak lebih ramah beberapa hari ini.Mau tidak mau, harapan perlahan bangkit kambali di hatinya yang sudah lama nyaris menyerah.Gama ingin mencoba lagi meraih hati wanita yang sudah bertahun-tahun dicintainya. Jadi dengan nekad, tangannya mengusap rambut gadis itu penuh kelembutan."Kayaknya tempat ini memang bagus ya buat kamu," ucap Gama tiba-tiba.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   6. Mengambil Jarak

    Agni memandang nyalang ke arah laki-laki yang terlihat sedang menggulung tambang besar di atas kapal nelayannya di pagi buta."Kenapa kamu menghindar? Kita seperti kembali ke awal?" Agni nyaris berteriak frustasi karena sikap diam orang yang kini seolah tak kenal dengannya."Pulanglah, kembali ke tempatmu." Pasai tidak harus bicara apapun lagi, dia tahu Agni akan paham maksudnya.Agni melangkah maju. Tanpa gentar, kakinya perlahan menaiki kapal nelayan yang masih tertambat di ujung salah satu dari beberapa dermaga kecil yang ada di pesisir pantai.Dia menghampiri Pasai yang sengaja membelakanginya kali ini."Bukannya sikap kamu terlalu kasar pada orang yang mau kenal kamu lebih dekat?" Agni tak bisa menghentikan nada muram di kalimat yang diucapakannya.Pasai adalah laki-laki pertama yang menarik minatnya sebagai wanita. Bukankah dia berhak menunjukkan minat pada siapapun yang diinginkannya?"Bisa tidak kamu jadikan aku teman? Seperti Ratri," pinta Agni pelan.Suara deburan ombak di p

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   7. Mencuri Hadiah

    "Kok aku nangis?" Agni menatap putus asa ke arah bayangannya di cermin.Mata sembab, hidung memerah disertai suara serak menjadi tanda jika dia memang tidak baik-baik saja."Pasai." gumamnya dengan mata melamun sendu.'Baru satu hari, tapi hati aku sudah sesakit ini. Dosaku apa sampai harus jatuh cinta sama dia, Ya Tuhan,' dalam hati Agni mengeluhkan perasaannya yang tak berbalas.Tidak, Pasai jelas menyukainya juga. Hanya takdir yang jelas tidak menyukai mereka berdua.Tok! Tok!"Agnisha Aryatama!" Suara seruan lantang yang familiar di telinganya membuat Agni seolah membeku tak percaya."Ayah?" gumam gadis itu kebingungan.Dengan ragu-ragu dia bangkit dan berjalan untuk membuka pintu kamar villa yang disewanya."Ayah?" Agni berhadapan dengan Ayahnya yang tampak mengernyit kesal ke arah putri semata wayangnya itu."Kenapa sewa villa kecil begini sih kamu? Villa keluarga sendiri juga ada." Danureja Aryatama berkacak pinggang dengan ekpresi kesal.Agni meringis salah tingkah mendengar p

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   8. Tikungan

    Pasai membeku merasakan sentuhan hangat nan lembut di bibirnya. Jantungnya berdebar kencang dengan perasaan memanas yang muncul ke permukaan. Tangannya tanpa sadar terulur dan balas mendekap tubuh Agni yang memeluknya begitu dekat Keduanya tenggelam dalam sentuhan sederhana namun terasa begitu mengikat. Mereka seakan lupa pada segala alasan yang menghalangi perasaan satu sama lain.Sebuah kesadaran tiba-tiba menelusup di benak Pasai. Pemuda itu perlahan melepas ciuman hangat yang tak seharusnya mereka lakukan."Agni," Pasai berbisik di bibir gadis yang masih mendekapnya begitu erat.Agni membuka matanya perlahan. Sepasang mata jernih meredup menatap Pasai penuh kesedihan."Itu ciuman pertamaku, milik kita." Gadis itu balas berbisik dengan senyum sendu terukir di bibirnya yang terlihat sedikit bengkak kemerahan.Pasai terhenyak seolah kembali disadarkan pada kenyataan, sekelumit sesal perlahan mulai mengganggu nuraninya. Dia tidak pernah menyentuh wanita manapun terlalu dekat selain k

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   9. Batas Tak Terlihat

    Agni terpaku menatap sesosok pria yang kini tampak duduk dengan wajah pucat. Tanpa terasa, kakinya yang jenjang melangkah ke arah tempat orang itu beristirahat."Kok bisa gini?" Kecemasan gadis cantik itu membuat Pasai yang masih menunduk seraya memegangi kepalanya mendongak seketika.Tak ada jawaban dari nelayan muda yang kabarnya tengah terluka itu. Hanya saja sorot kaget dan kesal sudah cukup membuat Agni tahu jika Pasai tidak terluka parah."Kecelakaan, Mbak." Ujar Pasai singkat dan nyaris tanpa ekspresi.Mata cantik Agni meredup mendengar sebutan Mbak yang kembali disematkan oleh laki-laki itu. Kemudian dia sadar tidak datang kesana sendirian. Gama bersamanya, bergandengan dengan rasa cemas yang bisa saja sama meski tak setara. "Kalian akrab?" Suara bernada dingin membuat Agni sedikit terperanjat.Gama baru saja masuk ke kamar tamu Haji Baron tempat Pasai berbaring."Enggak, aku cuma nyapa. Gimanapun kami pernah melaut bareng seharian," jawab Agni dengan tegas.Hatinya berjengit

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   10. Kabut Rahasia

    Wedari Suryadiningrat memeluk ponsel di dadanya dengan tangan nyaris gemetaran. Air mata haru bahkan terus mengalir di pipinya yang sudah keriput termakan usia.Kabar bahagia yang dinantikannya selama lebih dari 20 tahun membuat perasaannya membuncah tak percaya."Oma?" Suara bariton terdengar cemas memasuki ruang pribadi Wedari.Jendra, salah satu cucu dari anak angkatnya itu lalu duduk dengan perlahan di kursi beludru yang berhadapan dengan neneknya itu."Oma kenapa? Ada yang sakit?" Raut khawatir Jendra bahkan begitu terlihat di wajah tampannya.Sekilas, rasa takut dan ragu hinggap di benak Wedari. Firman dan Jendra sudah belasan tahun membantunya mengelola seluruh aset keluarga mereka yang cukup banyak. Dan sekarang, kehadiran tiba-tiba orang yang seharusnya mewarisi seluruh aset itu justru dirasa akan mengerikan. Wedari takut cucu kandungnya itu celaka, karena bagaimanapun Firman memang sangat berjasa bagi keluarganya meski dia bukan darah dagingnya sendiri.Wedari, yang tahun i

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   11. Tak Sengaja

    "Dia apa kabarnya, Tuhan?" gumaman lembut Agni memecah keheningan malam.Dia berbaring telentang di sofa yang berada di ruang kantornya yang berada di lantai 4 sebuah gedung perkantoran besar.Sudah sebulan sejak dia meninggalkan desa nelayan dan Pasai beserta kenangan mereka. Tapi rasa rindunya masih berdenyut perih seperti baru kemarin saja mereka berpisah. Yah, seharusnya perasaan sesaat tidak berlangsung selama ini, bukan?'Aku emang bodoh, bisa-bisanya naksir sama orang asing,' Agni membatin menyesali nasibnya sendiri.Sekarang malam-malamnya sering terisi lamunan tentang sosok tegap yang pernah mendekapnya begitu erat, namun semu dan tak mungkin dia dapat."Ah, sial! Sama aja kayak aku jatuh cinta sama hantu kalau kayak gini," rutuk Agni kesal sendiri."Agni!" Tiba-tiba suara Danureja, sang ayah menerobos ruang kerjanya dengan nada kesal.Agni tersentak dan langsung duduk dengan waspada. "Kamu sudah dua hari tidur di kantor. Ayah sampai bolak-balik periksa kamar kamu di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   12. Terpergok

    Agni langsung membawanya pergi ke tempat yang agak jauh dari gudang itu. Mereka kini berdua di depan sebuah ruangan pribadi milik seorang petugas gudang yang memang sudah Agni kenal sejak kecil. Saat pria seusia Danureja itu melihat Agni datang dengan terburu-buru diikuti seorang pemuda tampan, helaan napas iba terlihat di wajah pria itu."Om Bimo, ini temen Agni. Aku mau bicara penting sama dia," Agni separuh berbisik pada pria bertubuh agak tambun itu.Bimo menghela napas panjang, lalu diam-diam mengamati pemuda itu. Bertubuh tinggi tegap, dengan kulit kecoklatan dan paras tegas yang terlihat gagah dan rupawan. Yah, selera yang unggul, namun akan sulit untuk diperjuangkan sepertinya.Bimo mengernyit iba melihat keduanya. Setidaknya, jika tak berakhir baik. Dia bisa memberi mereka kenangan untuk mereka simpan."Ya sudah, masuk aja. Om mau ambil kopi dulu. Kuncinya ada di pintu." Ujar Bimo. Dia percaya pada kemampuan Agni menjaga diri dan kehormatannya karena sudah sedari gadis itu k

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10

Bab terbaru

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   13. Adu Nasib?

    "Sejak kapan hubunganmu dengan Agni Aryatama?" David melontarkan pertanyaan yang membuat Pasai berjengit diam-diam."Kami nggak ada hubungan apa-apa, Pak," elak pemuda desa itu dengan ekspresi keras.David menarik nafas panjang melihat pemuda itu terus menghindari tatapannya.David, Ihsan dan Pasai sedang berada di restoran hotel Green Orion milik keluarga Agni untuk makan siang setelah kejadian mengejutkan ketiganya di ruang staf hotel itu. Tentu saja David yang nyaris harus menyeret dua orang desa nelayan itu agar mau ikut makan di tempat yang tergolong mewah itu."Pasai, saya bertanya serius. Tolong dijawab, apa arti gadis itu untuk kamu?" tanya David membuat Pasai mengernyit bingung."Bukan urusan Pak David. Saya tidak wajib mengungkapkan hal pribadi pada orang yang baru saya kenal," jawab pemuda itu dengan tegas.David mengembuskan nafas kasar. Entah kenapa dia tidak kaget dengan sikap defensif dan keras kepala keponakan kandungnya itu, karena mendiang ayah Pasai juga keras kepa

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   12. Terpergok

    Agni langsung membawanya pergi ke tempat yang agak jauh dari gudang itu. Mereka kini berdua di depan sebuah ruangan pribadi milik seorang petugas gudang yang memang sudah Agni kenal sejak kecil. Saat pria seusia Danureja itu melihat Agni datang dengan terburu-buru diikuti seorang pemuda tampan, helaan napas iba terlihat di wajah pria itu."Om Bimo, ini temen Agni. Aku mau bicara penting sama dia," Agni separuh berbisik pada pria bertubuh agak tambun itu.Bimo menghela napas panjang, lalu diam-diam mengamati pemuda itu. Bertubuh tinggi tegap, dengan kulit kecoklatan dan paras tegas yang terlihat gagah dan rupawan. Yah, selera yang unggul, namun akan sulit untuk diperjuangkan sepertinya.Bimo mengernyit iba melihat keduanya. Setidaknya, jika tak berakhir baik. Dia bisa memberi mereka kenangan untuk mereka simpan."Ya sudah, masuk aja. Om mau ambil kopi dulu. Kuncinya ada di pintu." Ujar Bimo. Dia percaya pada kemampuan Agni menjaga diri dan kehormatannya karena sudah sedari gadis itu k

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   11. Tak Sengaja

    "Dia apa kabarnya, Tuhan?" gumaman lembut Agni memecah keheningan malam.Dia berbaring telentang di sofa yang berada di ruang kantornya yang berada di lantai 4 sebuah gedung perkantoran besar.Sudah sebulan sejak dia meninggalkan desa nelayan dan Pasai beserta kenangan mereka. Tapi rasa rindunya masih berdenyut perih seperti baru kemarin saja mereka berpisah. Yah, seharusnya perasaan sesaat tidak berlangsung selama ini, bukan?'Aku emang bodoh, bisa-bisanya naksir sama orang asing,' Agni membatin menyesali nasibnya sendiri.Sekarang malam-malamnya sering terisi lamunan tentang sosok tegap yang pernah mendekapnya begitu erat, namun semu dan tak mungkin dia dapat."Ah, sial! Sama aja kayak aku jatuh cinta sama hantu kalau kayak gini," rutuk Agni kesal sendiri."Agni!" Tiba-tiba suara Danureja, sang ayah menerobos ruang kerjanya dengan nada kesal.Agni tersentak dan langsung duduk dengan waspada. "Kamu sudah dua hari tidur di kantor. Ayah sampai bolak-balik periksa kamar kamu di rumah

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   10. Kabut Rahasia

    Wedari Suryadiningrat memeluk ponsel di dadanya dengan tangan nyaris gemetaran. Air mata haru bahkan terus mengalir di pipinya yang sudah keriput termakan usia.Kabar bahagia yang dinantikannya selama lebih dari 20 tahun membuat perasaannya membuncah tak percaya."Oma?" Suara bariton terdengar cemas memasuki ruang pribadi Wedari.Jendra, salah satu cucu dari anak angkatnya itu lalu duduk dengan perlahan di kursi beludru yang berhadapan dengan neneknya itu."Oma kenapa? Ada yang sakit?" Raut khawatir Jendra bahkan begitu terlihat di wajah tampannya.Sekilas, rasa takut dan ragu hinggap di benak Wedari. Firman dan Jendra sudah belasan tahun membantunya mengelola seluruh aset keluarga mereka yang cukup banyak. Dan sekarang, kehadiran tiba-tiba orang yang seharusnya mewarisi seluruh aset itu justru dirasa akan mengerikan. Wedari takut cucu kandungnya itu celaka, karena bagaimanapun Firman memang sangat berjasa bagi keluarganya meski dia bukan darah dagingnya sendiri.Wedari, yang tahun i

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   9. Batas Tak Terlihat

    Agni terpaku menatap sesosok pria yang kini tampak duduk dengan wajah pucat. Tanpa terasa, kakinya yang jenjang melangkah ke arah tempat orang itu beristirahat."Kok bisa gini?" Kecemasan gadis cantik itu membuat Pasai yang masih menunduk seraya memegangi kepalanya mendongak seketika.Tak ada jawaban dari nelayan muda yang kabarnya tengah terluka itu. Hanya saja sorot kaget dan kesal sudah cukup membuat Agni tahu jika Pasai tidak terluka parah."Kecelakaan, Mbak." Ujar Pasai singkat dan nyaris tanpa ekspresi.Mata cantik Agni meredup mendengar sebutan Mbak yang kembali disematkan oleh laki-laki itu. Kemudian dia sadar tidak datang kesana sendirian. Gama bersamanya, bergandengan dengan rasa cemas yang bisa saja sama meski tak setara. "Kalian akrab?" Suara bernada dingin membuat Agni sedikit terperanjat.Gama baru saja masuk ke kamar tamu Haji Baron tempat Pasai berbaring."Enggak, aku cuma nyapa. Gimanapun kami pernah melaut bareng seharian," jawab Agni dengan tegas.Hatinya berjengit

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   8. Tikungan

    Pasai membeku merasakan sentuhan hangat nan lembut di bibirnya. Jantungnya berdebar kencang dengan perasaan memanas yang muncul ke permukaan. Tangannya tanpa sadar terulur dan balas mendekap tubuh Agni yang memeluknya begitu dekat Keduanya tenggelam dalam sentuhan sederhana namun terasa begitu mengikat. Mereka seakan lupa pada segala alasan yang menghalangi perasaan satu sama lain.Sebuah kesadaran tiba-tiba menelusup di benak Pasai. Pemuda itu perlahan melepas ciuman hangat yang tak seharusnya mereka lakukan."Agni," Pasai berbisik di bibir gadis yang masih mendekapnya begitu erat.Agni membuka matanya perlahan. Sepasang mata jernih meredup menatap Pasai penuh kesedihan."Itu ciuman pertamaku, milik kita." Gadis itu balas berbisik dengan senyum sendu terukir di bibirnya yang terlihat sedikit bengkak kemerahan.Pasai terhenyak seolah kembali disadarkan pada kenyataan, sekelumit sesal perlahan mulai mengganggu nuraninya. Dia tidak pernah menyentuh wanita manapun terlalu dekat selain k

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   7. Mencuri Hadiah

    "Kok aku nangis?" Agni menatap putus asa ke arah bayangannya di cermin.Mata sembab, hidung memerah disertai suara serak menjadi tanda jika dia memang tidak baik-baik saja."Pasai." gumamnya dengan mata melamun sendu.'Baru satu hari, tapi hati aku sudah sesakit ini. Dosaku apa sampai harus jatuh cinta sama dia, Ya Tuhan,' dalam hati Agni mengeluhkan perasaannya yang tak berbalas.Tidak, Pasai jelas menyukainya juga. Hanya takdir yang jelas tidak menyukai mereka berdua.Tok! Tok!"Agnisha Aryatama!" Suara seruan lantang yang familiar di telinganya membuat Agni seolah membeku tak percaya."Ayah?" gumam gadis itu kebingungan.Dengan ragu-ragu dia bangkit dan berjalan untuk membuka pintu kamar villa yang disewanya."Ayah?" Agni berhadapan dengan Ayahnya yang tampak mengernyit kesal ke arah putri semata wayangnya itu."Kenapa sewa villa kecil begini sih kamu? Villa keluarga sendiri juga ada." Danureja Aryatama berkacak pinggang dengan ekpresi kesal.Agni meringis salah tingkah mendengar p

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   6. Mengambil Jarak

    Agni memandang nyalang ke arah laki-laki yang terlihat sedang menggulung tambang besar di atas kapal nelayannya di pagi buta."Kenapa kamu menghindar? Kita seperti kembali ke awal?" Agni nyaris berteriak frustasi karena sikap diam orang yang kini seolah tak kenal dengannya."Pulanglah, kembali ke tempatmu." Pasai tidak harus bicara apapun lagi, dia tahu Agni akan paham maksudnya.Agni melangkah maju. Tanpa gentar, kakinya perlahan menaiki kapal nelayan yang masih tertambat di ujung salah satu dari beberapa dermaga kecil yang ada di pesisir pantai.Dia menghampiri Pasai yang sengaja membelakanginya kali ini."Bukannya sikap kamu terlalu kasar pada orang yang mau kenal kamu lebih dekat?" Agni tak bisa menghentikan nada muram di kalimat yang diucapakannya.Pasai adalah laki-laki pertama yang menarik minatnya sebagai wanita. Bukankah dia berhak menunjukkan minat pada siapapun yang diinginkannya?"Bisa tidak kamu jadikan aku teman? Seperti Ratri," pinta Agni pelan.Suara deburan ombak di p

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   5. Rindu Pertama

    Harusnya Agni pulang hari ini. Kembali ke kotanya yang ramai, dan kembali ke kehidupannya yang kadang menyenangkan, kadang juga menyesakkan.Tapi disinilah dia berada. Masih di desa nelayan kampung halaman mendiang Ibunya yang sepi dan sederhana.Ya, akarnya Agni berasal dari desa ini, dan kini rasanya dia enggan meninggalkan tempat ini juga."Kapan pulang?"Agni menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil pada seorang pria tampan bermata sipit yang menatapnya lembut."Kamu duluan aja ya. Aku rasanya masih mau disini," jawab gadis itu mencoba ramah.Gama tersenyum kecil merasakan hatinya senang. Agninya yang selalu tampak ketus, entah kenapa tampak lebih ramah beberapa hari ini.Mau tidak mau, harapan perlahan bangkit kambali di hatinya yang sudah lama nyaris menyerah.Gama ingin mencoba lagi meraih hati wanita yang sudah bertahun-tahun dicintainya. Jadi dengan nekad, tangannya mengusap rambut gadis itu penuh kelembutan."Kayaknya tempat ini memang bagus ya buat kamu," ucap Gama tiba-tiba.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status