Share

2. Perbedaan

Author: RedSky Note
last update Last Updated: 2023-03-09 13:56:15

Agni berdiri di samping perahu nelayan yang kata penjaga villanya dimiliki oleh salah satu nelayan senior terbaik di kampung itu. Perahu itu terbuat dari kayu bercat biru tua dan masih berbentuk perahu nelayan tradisional. Ini akan jadi pengalaman pertamanya menaiki perahu kecil seperti itu.

Sejak datang liburan ke daerah ini, dia langsung tertarik saat melihat barisan kapal nelayan yang tertambat di pesisir tak jauh dari villanya. Padahal biasanya, dia selalu menggunakan fasilitas kapal wisata yang sudah lebih modern meski tidak mewah. Tapi, kapal-kapal kecil itu begitu menarik minatnya di liburan kali ini.

Diperhatikannya satu-persatu para nelayan yang sedang sibuk mempersiapkan perjalanan mereka. Dua dari mereka mungkin berusia pertengahan tiga puluhan, bertubuh sama-sama kurus meski yang satu tampak lebih berisi dan mempunyai jenggot.

Pria yang ketiga, tampak sebagai pemimpinnya jelas lebih tua bernama Haji Baron tadi.

Dan yang terakhir yang diperhatikan oleh gadis itu, pria yang terlihat paling muda dari semuanya. Meski jelas usianya tampak jauh lebih tua dari Agni sendiri.

Namun Agni belum begitu jelas melihat wajahnya, karena pemuda itu selalu kebetulan bekerja membelakanginya.

"Nama Mbaknya siapa?"

Agni sedikit tersentak dari kegiatan pengamatannya tadi saat mendengar suara sapaan sopan dari hadapannya.

Salah satu nelayan yang mungkin berusia 30 atau 40 tahunan bertubuh kurus menghampirinya.

"Saya Agni, Pak." Jawab gadis itu ramah.

Bapak itu mengangguk-ngangguk sambil tersenyum sopan.

"Saya Karim, yang ada jenggotnya itu Pak Yono, yang punya perahu Pak Baron, terus yang lagi naurunin peti ikan itu namanya Pasai." Kata bapak itu sambil menunjuki teman-temannya satu persatu.

Agni tersenyum ramah pada mereka yang memebalas dengan senyum canggung ke arahnya.

Saat itu, akhirnya si nelayan yang paling muda berbalik dan turut melempar senyum sopan juga kearahnya.

Gadis itu mengerjap takjub sekilas.

Pemuda itu... lumayan. Malah lebih dari lumayan.

Matahari pagi memang belum muncul, tapi dari cahaya lampu petromak yang cukup terang Agni bisa menangkap sosok tegap tinggi yang kini tersenyum tipis ke arahnya itu.

Pria bernama Pasai itu berkulit coklat, mungkin bahkan lebih gelap. Agni tak begitu yakin sebenarnya. Rambutnya agak berantakan di bagian depan karena tertiup angin pantai dan sebagian tampak lembab menempel karena keringat. Tidak gondrong, hanya saja panjangnya sudah mencapai telinga.

Wajahnya tampak kokoh. Hidungnya mancung, dengan mata menyorot kalem dan misterius. Tubuhnya tinggi tegap khas para pekerja namun tampak gesit dan terlatih. Dan pemuda itu tak sekalipun terdengar berbicara.

Reflek, Agni tersenyum kecil melihatnya.

'Pemuda Samudra' batin Agni.

Dia lalu tersenyum kecil, merasa m begitu konyol menjuluki seorang pria yang baru pertama dia temui.

***

Harusnya Agni jijik dan mual mencium bau ikan menyengat di depannya. Tapi sebaliknya, gadis itu tampak begitu antusias melihat proses penangkapan ikan di perahu kecil itu.

Sampai para  nelayan itu kadang tertawa geli melihat ekspresi penumpangnya yang tampak berbinar-binar setiap mereka memasukkan ikan yang menggelepar-gelepae ke tong atau peti di atas kapal.

Matahari mulai menghangat, dan langit pun sudah tampak biru dengan barisan awan seputih kapas yang berarak dengan indah.

Mereka semua duduk beristirahat sejenak. Saling berbincang basa-basi dengan duduk berhadapan.

Tiba-tiba angin lautan bertindak jahil dengan meniup gaun merah satu-satunya wanita di perahu itu.

Gaun halus itu terangkat tinggi, mempertontonkan sepasang kaki jenjang dan paha putih molek pada para pria selibat itu.

Agni terkesiap panik. Bagaimana tidak, pakaian dalamnya sampai terlihat karena gaunnya terangkat terlalu tinggi.

Dan lagi di hadapannya berjejer laki-laki asing yang tak di ketahui baik atau tidak moralnya.

Ditambah dia berada di tengah lautan yang cukup jauh ke daratan. Jika terjadi hal yang tidak-tidak, maka dia jelas tak akan bisa apa-apa.

Dengan amat panik dan waspada, gadis itu mendongak melihat para pria yang tadi duduk berhadapan dengannya.

Namun akhirnya Agni malah tebelalak penuh takjub, karena semua laki-laki di kapal itu terlihat berpaling.

Tak ada satupun yang menatapnya dengan sorot kurang ajar. Bahkan yang termuda sekalipun. Pemuda itu  malah tampak berbalik menghadap kearah lautan. Padahal tadi orang itu jelas tengah menghadap ke arahnya juga.

Agni tersenyum lega dan kagum diam-diam. Ternyata para nelayan yang tampak sederhana itu malah lebih bisa menghormati wanita dibanding para pria di kalangan atas yang ada di kehidupannya.

Padahal, pria-pria yang dikenalnya jauh lebih berkelas dan tampak lebih terpelajar dari para nelayan sederhana itu.

Tapi mereka yang "hebat" itu tak akan sungkan memperlakukan wanita dengan semena-mena dan kurang ajar. Perbedaan yang cukup mencengangkan sebenarnya.

Tak lama setelah rehat, satu persatu  kembali bekerja seperti semula. Tapi tiba-tiba, pemuda bernama Pasai itu menghampirinya dengan senyum sopan.

"Maaf Mbak, ini ada sarung bersih milik pak Haji Baron. Silahkan dipakai, Mbak!" Ucapnya dengan halus bahkan tak sekalipun pemuda itu menatap matanya lebih dari dua atau tiga detik.

Agni meringis malu. Pasai memang tidak terus terang bilang supaya bajunya yang pendek itu tidak tersingkap lagi, tapi tentu saja gadis itu sangat mengerti isyarat kenapa pria itu sampai memberinya penutup.

"Makasih." Lirih gadis itu dengan malu-malu.

Pasai hanya mengangguk dan meliriknya sekilas dengan cuek.

Dan respon itu jelas mencubit egonya yang biasa mendapat perhatian penuh dari kaum pria.

Tanpa sadar, bibir merahnya mengerucut kecewa sambil melirik lagi pemuda yang kini tampak lebih tertarik pada gabus putih penutup peti ikan daripada dirinya.

"Mas! Itu cumi basah ya?" Agni mencoba basa-basi pada pemuda itu, padahal memang sudah jelas Pasai tengah memasukkan cumi di depannya.

"Iya." Jawabnya singkat saja.

Agni mendengkus tak percaya. Masa cumi bau itu lebih menarik dari dia?

"Habis ini, ikan tangkapan kita dibawa kemana?" tanyanya lagi mencoba menarik perhatian.

Pasai melirik lagi dengan tatapan normal tanpa sirat macam-macam kearahnya.

"Pelelangan ikan, Mbak." Jawabnya lagi, singkat, padat.

"Dimana?" tanya gadis itu.

"Di Pasar ikan." Jawab pemuda itu sambil terus bekerja menarik wadah bulat tempat ikan lain di dekatnya.

Agni mencebik kecewa karena respon singkat dan biasa saja dari pemuda nelayan itu.

Dengan sedikit rasa tak terima, gadis itu akhirnya memilih diam sambil kembali memerhatikan orang-orang itu bekerja, tapi lebih dari sekali matanya melirik kearah Pasai tanpa sadar.

Agni akhirnya memperhatikan pria itu diam-diam.

Ternyata benar, kulitnya memang coklat gelap. Khas laki-laki yang bekerja berjam-jam di bawah sinar matahari.

Tangannya tampak kokoh dan cekatan. Tipe tangan pekerja kasar dengan barisan bekas luka berbagai bentuk.

Punggung dan dada kaos abu-abu kusam yang dipakai Pasai tampak basah oleh keringat.

Tapi anehnya, Agni sama sekali tidak merasa jijik melihat ceceran peluh pria itu yang tampak mengkilat dimana-mana.

Sebaliknya, jantungnya yang biasanya berdetak monoton, terasa berdebar lebih cepat dan lebih kuat dari biasanya.

Gadis cantik itu entah kenapa tampak salah tingkah tak jelas saat melihat pemuda kalem itu bekerja. Padahal pria itu meliriknya saja tidak.

Agni meringis geli dan heran sendiri pada reaksinya. Pasai itu hanya seorang pemuda kampung, dan juga seorang pekerja kasar.

Tapi, kenapa bisa tampak menarik di matanya?

***

Pasai berusaha fokus pada pekerjaannya. Tapi tetap saja, dia merasakan dengan jelas saat gadis cantik asing itu terus mengamatinya.

Dia tak akan munafik. Gadis itu yang tercantik yang pernah dia lihat selama ini.

Kulitnya putih memikat bak model-model iklan di televisi. Rambutnya hitam bersemburat merah terurai sedikit bergelombang sampai punggung, dengan poni menutup sebelah matanya yang berwarna coklat.

Bohong kalau Pasai tidak terpesona. Jika saja kendali dirinya tak kuat, mungkin matanya akan berlama-lama menatap sosok indah yang berada tak jauh darinya itu.

Untungnya logikanya berjalan. Meski dia mungkin tak terpelajar, tapi instingnya tahu kalau objek indah yang menumpang di perahunya itu hidup di sisi dunia yang berbeda dengannya. Hal itulah yang memudahkan perhatiannya lebih terfokus pada cumi basah bau daripada kearah gadis cantik nan wangi itu.

***

Hampir sore hari, perahu mereka merapat ke daratan. Hari ini mereka memang terpaksa melaut lebih sebentar. Tentu saja karena ada penumpang cantik yang mereka bawa. Mana mungkin nelayan-nelayan baik hati itu tega membawa gadis secantik dan sewangi Agni untuk berkubang dengan ikan amis seharian.

Mereka semua beristirahat duduk di pasir putih yang tampak cantik memanjang di pesisir pantai.

Sebagian ada yang merokok dengan wajah lelah.

Sedangkan Pasai hanya meminum teh dingin yang dibawa di termos kecil milik Pak Karim karena dia kebetulan bukan perokok.

"Mau ke pelelangan ikan kan habis ini?" gadis itu memecah keheningan tiba-tiba.

"Iya, Mbak." Jawab pak Yono dengan ramah.

"Saya boleh ikut lagi?" tanya gadis itu dengan binar antusias.

Pasai dan Pak Baron meringis diam-diam. Laki-laki singel mana yang akan nyaman terus dibuntuti sosok penggoda iman seperti itu.

"Gak usah, Mbak. Disana bau." jawab Pasai datar.

Agni mencebik tak terima.

"Tadi juga deket ikan sama baunya." jawab gadis itu cepat.

"Disana juga kotor." Ujar Pasai lagi diselipi sedikit nada gemas dan jengah dalam ucapannya.

"Di perahu juga kotor, Mas Pasai." Jawab gadis itu jelas mulai kesal.

Pasai meringis serba salah sambil menoleh pasrah pada seniornya.

"Ya sudah, Mbak ikut saja kalau mau." Ajak Pak Karim pada akhirnya yang di respon dengan senyum lebar cantik yang membuat keempat laki-laki selibat itu mendesah ngeri karena terpesona.

Pasai hendak berjalan mengikuti para seniornya ke pelelangan ikan saat suara wanita yang terdengar begitu lembut memanggil namanya.

"Mas Pasai!"

Semuanya, termasuk Agni menoleh bersamaan. Di depan mereka kini berdiri seorang perempuan cantik berbaju hitam dan rok putih panjang yang tengah tersenyum malu-malu.

Agni mengerutkan keningnya penasaran. Lalu tiba-tiba dia dikejutkan oleh Pasai yang berjalan melewatinya dengan wajah tampak memerah dan tersenyum salah tingkah.

"Ratri," panggil pemuda itu dengan ramah dan lembut.

Agni terdiam. Entah kenapa terasa cubitan rasa iri di hatinya melihat sikap manis penuh perhatian Pasai pada wanita bernama Ratri itu.

Dia terdiam menatap Ratri dari atas kebawah dan membandingkan dengan kecantikannya sendiri dalam hati. Tentu saja Agni jauh lebih cantik dalam hal apapun.

"Yuk, Mbak! Biarin si Pasai temu kangen aja. Paling juga nanti dia nyusul." Ajak Pak Yono sambil menyentuh sikunya dengan sopan.

Agni tersentak dari lamunannya, lalu tersenyum kaku tanpa sadar.

"Dia... siapa?" tanyanya penasaran.

"Ratri, calon istrinya Pasai." Jawab Pak Yono sambil tersenyum ramah.

"Ooh..." jawab Agni pelan,  dan tak bisa menahan hatinya yang terasa mencelos tiba-tiba.

Related chapters

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   3. Detak

    Langit kelam kebiruan menaungi laut dan debur ombak.Angin terasa lebih dingin dari biasa. Bertiup cukup kencang menghempas gelombang yang datang semakin pasang.Di sana, di antara kelip bintang yang tak banyak dan remang cahaya bulan yang muncul sebagian, lagi-lagi gadis itu berdiam diri.Benaknya kosong. Tak pernah ada hal berarti yang mampir di kepalanya. Hanya laut, ombak dan langit yang tampak indah di pelupuk matanya. Tapi tak lebih.Karena tak pernah ada yang menggugah hatinya yang kerap terasa hampa dan kosong.Tak lama, kakinya berjalan. Jauh. Memutari pesisir lalu menapak di antara deretan rumah sederhana. Berkeliling dengan langkah pelan dengan kecantikan samar yang terterpa cahaya bulan.Gadis itu mengamati satu persatu rumah tradisional di sekelilingnya. Binar penasaran terpercik perlahan di kedua matanya yang cantik.Senyum kecil tersungging puas saat matanya tertumbuk pada sebuah rumah panggung bergaya paling kuno di sana.Rumah itu tampak berdinding bilik hias dengan a

    Last Updated : 2023-03-09
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   4. Api & Samudra

    Laut dan fajar. Kawan setia Pasai sudah sejak lama, jauh sejak dia ditakdirkan jadi tumpuan hidup ketiga keluarganya.Jalan yang berat tapi tak habis dia syukuri setiap waktu. Karena baginya kebahagiaan ibu dan adik-adiknyalah tujuan utama dari segala rasa lelahnya.Pagi ini seperti biasa, pemuda desa nelayan itu tengah membenahi kapal yang hendak membawa mereka ke laut.Badan dan tangannya sibuk bekerja, tapi fikirannya tidak.Fokusnya terusik sejak semalam oleh objek yang tidak seharusnya mampir ke sudut manapun di hidupnya.Pasai tahu, rasa tertariknya pada gadis kota itu manusiawi. Hanya status dan nasib mereka yang membuat rasa tertarik itu menjadi suatu hal yang sangat salah dan nyaris terlarang.Di dunia ini salah satu lautan yang terlalu sulit untuk disebrangi adalah lautan materi. Karena sudah banyak kapal karam bahkan sebelum menatap ujung daratan yang ditujunya."Serius banget Mas pagi ini mukanya."Suara lembut bernada ringan membuat Pasai tersentak tak kepalang."Ya Tuhan

    Last Updated : 2023-03-27
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   5. Rindu Pertama

    Harusnya Agni pulang hari ini. Kembali ke kotanya yang ramai, dan kembali ke kehidupannya yang kadang menyenangkan, kadang juga menyesakkan.Tapi disinilah dia berada. Masih di desa nelayan kampung halaman mendiang Ibunya yang sepi dan sederhana.Ya, akarnya Agni berasal dari desa ini, dan kini rasanya dia enggan meninggalkan tempat ini juga."Kapan pulang?"Agni menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil pada seorang pria tampan bermata sipit yang menatapnya lembut."Kamu duluan aja ya. Aku rasanya masih mau disini," jawab gadis itu mencoba ramah.Gama tersenyum kecil merasakan hatinya senang. Agninya yang selalu tampak ketus, entah kenapa tampak lebih ramah beberapa hari ini.Mau tidak mau, harapan perlahan bangkit kambali di hatinya yang sudah lama nyaris menyerah.Gama ingin mencoba lagi meraih hati wanita yang sudah bertahun-tahun dicintainya. Jadi dengan nekad, tangannya mengusap rambut gadis itu penuh kelembutan."Kayaknya tempat ini memang bagus ya buat kamu," ucap Gama tiba-tiba.

    Last Updated : 2023-03-28
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   6. Mengambil Jarak

    Agni memandang nyalang ke arah laki-laki yang terlihat sedang menggulung tambang besar di atas kapal nelayannya di pagi buta."Kenapa kamu menghindar? Kita seperti kembali ke awal?" Agni nyaris berteriak frustasi karena sikap diam orang yang kini seolah tak kenal dengannya."Pulanglah, kembali ke tempatmu." Pasai tidak harus bicara apapun lagi, dia tahu Agni akan paham maksudnya.Agni melangkah maju. Tanpa gentar, kakinya perlahan menaiki kapal nelayan yang masih tertambat di ujung salah satu dari beberapa dermaga kecil yang ada di pesisir pantai.Dia menghampiri Pasai yang sengaja membelakanginya kali ini."Bukannya sikap kamu terlalu kasar pada orang yang mau kenal kamu lebih dekat?" Agni tak bisa menghentikan nada muram di kalimat yang diucapakannya.Pasai adalah laki-laki pertama yang menarik minatnya sebagai wanita. Bukankah dia berhak menunjukkan minat pada siapapun yang diinginkannya?"Bisa tidak kamu jadikan aku teman? Seperti Ratri," pinta Agni pelan.Suara deburan ombak di p

    Last Updated : 2023-03-29
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   7. Mencuri Hadiah

    "Kok aku nangis?" Agni menatap putus asa ke arah bayangannya di cermin.Mata sembab, hidung memerah disertai suara serak menjadi tanda jika dia memang tidak baik-baik saja."Pasai." gumamnya dengan mata melamun sendu.'Baru satu hari, tapi hati aku sudah sesakit ini. Dosaku apa sampai harus jatuh cinta sama dia, Ya Tuhan,' dalam hati Agni mengeluhkan perasaannya yang tak berbalas.Tidak, Pasai jelas menyukainya juga. Hanya takdir yang jelas tidak menyukai mereka berdua.Tok! Tok!"Agnisha Aryatama!" Suara seruan lantang yang familiar di telinganya membuat Agni seolah membeku tak percaya."Ayah?" gumam gadis itu kebingungan.Dengan ragu-ragu dia bangkit dan berjalan untuk membuka pintu kamar villa yang disewanya."Ayah?" Agni berhadapan dengan Ayahnya yang tampak mengernyit kesal ke arah putri semata wayangnya itu."Kenapa sewa villa kecil begini sih kamu? Villa keluarga sendiri juga ada." Danureja Aryatama berkacak pinggang dengan ekpresi kesal.Agni meringis salah tingkah mendengar p

    Last Updated : 2023-03-30
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   8. Tikungan

    Pasai membeku merasakan sentuhan hangat nan lembut di bibirnya. Jantungnya berdebar kencang dengan perasaan memanas yang muncul ke permukaan. Tangannya tanpa sadar terulur dan balas mendekap tubuh Agni yang memeluknya begitu dekat Keduanya tenggelam dalam sentuhan sederhana namun terasa begitu mengikat. Mereka seakan lupa pada segala alasan yang menghalangi perasaan satu sama lain.Sebuah kesadaran tiba-tiba menelusup di benak Pasai. Pemuda itu perlahan melepas ciuman hangat yang tak seharusnya mereka lakukan."Agni," Pasai berbisik di bibir gadis yang masih mendekapnya begitu erat.Agni membuka matanya perlahan. Sepasang mata jernih meredup menatap Pasai penuh kesedihan."Itu ciuman pertamaku, milik kita." Gadis itu balas berbisik dengan senyum sendu terukir di bibirnya yang terlihat sedikit bengkak kemerahan.Pasai terhenyak seolah kembali disadarkan pada kenyataan, sekelumit sesal perlahan mulai mengganggu nuraninya. Dia tidak pernah menyentuh wanita manapun terlalu dekat selain k

    Last Updated : 2023-04-01
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   9. Batas Tak Terlihat

    Agni terpaku menatap sesosok pria yang kini tampak duduk dengan wajah pucat. Tanpa terasa, kakinya yang jenjang melangkah ke arah tempat orang itu beristirahat."Kok bisa gini?" Kecemasan gadis cantik itu membuat Pasai yang masih menunduk seraya memegangi kepalanya mendongak seketika.Tak ada jawaban dari nelayan muda yang kabarnya tengah terluka itu. Hanya saja sorot kaget dan kesal sudah cukup membuat Agni tahu jika Pasai tidak terluka parah."Kecelakaan, Mbak." Ujar Pasai singkat dan nyaris tanpa ekspresi.Mata cantik Agni meredup mendengar sebutan Mbak yang kembali disematkan oleh laki-laki itu. Kemudian dia sadar tidak datang kesana sendirian. Gama bersamanya, bergandengan dengan rasa cemas yang bisa saja sama meski tak setara. "Kalian akrab?" Suara bernada dingin membuat Agni sedikit terperanjat.Gama baru saja masuk ke kamar tamu Haji Baron tempat Pasai berbaring."Enggak, aku cuma nyapa. Gimanapun kami pernah melaut bareng seharian," jawab Agni dengan tegas.Hatinya berjengit

    Last Updated : 2023-04-02
  • Cinta Dingin Sang Pewaris   10. Kabut Rahasia

    Wedari Suryadiningrat memeluk ponsel di dadanya dengan tangan nyaris gemetaran. Air mata haru bahkan terus mengalir di pipinya yang sudah keriput termakan usia.Kabar bahagia yang dinantikannya selama lebih dari 20 tahun membuat perasaannya membuncah tak percaya."Oma?" Suara bariton terdengar cemas memasuki ruang pribadi Wedari.Jendra, salah satu cucu dari anak angkatnya itu lalu duduk dengan perlahan di kursi beludru yang berhadapan dengan neneknya itu."Oma kenapa? Ada yang sakit?" Raut khawatir Jendra bahkan begitu terlihat di wajah tampannya.Sekilas, rasa takut dan ragu hinggap di benak Wedari. Firman dan Jendra sudah belasan tahun membantunya mengelola seluruh aset keluarga mereka yang cukup banyak. Dan sekarang, kehadiran tiba-tiba orang yang seharusnya mewarisi seluruh aset itu justru dirasa akan mengerikan. Wedari takut cucu kandungnya itu celaka, karena bagaimanapun Firman memang sangat berjasa bagi keluarganya meski dia bukan darah dagingnya sendiri.Wedari, yang tahun i

    Last Updated : 2023-04-03

Latest chapter

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   13. Adu Nasib?

    "Sejak kapan hubunganmu dengan Agni Aryatama?" David melontarkan pertanyaan yang membuat Pasai berjengit diam-diam."Kami nggak ada hubungan apa-apa, Pak," elak pemuda desa itu dengan ekspresi keras.David menarik nafas panjang melihat pemuda itu terus menghindari tatapannya.David, Ihsan dan Pasai sedang berada di restoran hotel Green Orion milik keluarga Agni untuk makan siang setelah kejadian mengejutkan ketiganya di ruang staf hotel itu. Tentu saja David yang nyaris harus menyeret dua orang desa nelayan itu agar mau ikut makan di tempat yang tergolong mewah itu."Pasai, saya bertanya serius. Tolong dijawab, apa arti gadis itu untuk kamu?" tanya David membuat Pasai mengernyit bingung."Bukan urusan Pak David. Saya tidak wajib mengungkapkan hal pribadi pada orang yang baru saya kenal," jawab pemuda itu dengan tegas.David mengembuskan nafas kasar. Entah kenapa dia tidak kaget dengan sikap defensif dan keras kepala keponakan kandungnya itu, karena mendiang ayah Pasai juga keras kepa

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   12. Terpergok

    Agni langsung membawanya pergi ke tempat yang agak jauh dari gudang itu. Mereka kini berdua di depan sebuah ruangan pribadi milik seorang petugas gudang yang memang sudah Agni kenal sejak kecil. Saat pria seusia Danureja itu melihat Agni datang dengan terburu-buru diikuti seorang pemuda tampan, helaan napas iba terlihat di wajah pria itu."Om Bimo, ini temen Agni. Aku mau bicara penting sama dia," Agni separuh berbisik pada pria bertubuh agak tambun itu.Bimo menghela napas panjang, lalu diam-diam mengamati pemuda itu. Bertubuh tinggi tegap, dengan kulit kecoklatan dan paras tegas yang terlihat gagah dan rupawan. Yah, selera yang unggul, namun akan sulit untuk diperjuangkan sepertinya.Bimo mengernyit iba melihat keduanya. Setidaknya, jika tak berakhir baik. Dia bisa memberi mereka kenangan untuk mereka simpan."Ya sudah, masuk aja. Om mau ambil kopi dulu. Kuncinya ada di pintu." Ujar Bimo. Dia percaya pada kemampuan Agni menjaga diri dan kehormatannya karena sudah sedari gadis itu k

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   11. Tak Sengaja

    "Dia apa kabarnya, Tuhan?" gumaman lembut Agni memecah keheningan malam.Dia berbaring telentang di sofa yang berada di ruang kantornya yang berada di lantai 4 sebuah gedung perkantoran besar.Sudah sebulan sejak dia meninggalkan desa nelayan dan Pasai beserta kenangan mereka. Tapi rasa rindunya masih berdenyut perih seperti baru kemarin saja mereka berpisah. Yah, seharusnya perasaan sesaat tidak berlangsung selama ini, bukan?'Aku emang bodoh, bisa-bisanya naksir sama orang asing,' Agni membatin menyesali nasibnya sendiri.Sekarang malam-malamnya sering terisi lamunan tentang sosok tegap yang pernah mendekapnya begitu erat, namun semu dan tak mungkin dia dapat."Ah, sial! Sama aja kayak aku jatuh cinta sama hantu kalau kayak gini," rutuk Agni kesal sendiri."Agni!" Tiba-tiba suara Danureja, sang ayah menerobos ruang kerjanya dengan nada kesal.Agni tersentak dan langsung duduk dengan waspada. "Kamu sudah dua hari tidur di kantor. Ayah sampai bolak-balik periksa kamar kamu di rumah

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   10. Kabut Rahasia

    Wedari Suryadiningrat memeluk ponsel di dadanya dengan tangan nyaris gemetaran. Air mata haru bahkan terus mengalir di pipinya yang sudah keriput termakan usia.Kabar bahagia yang dinantikannya selama lebih dari 20 tahun membuat perasaannya membuncah tak percaya."Oma?" Suara bariton terdengar cemas memasuki ruang pribadi Wedari.Jendra, salah satu cucu dari anak angkatnya itu lalu duduk dengan perlahan di kursi beludru yang berhadapan dengan neneknya itu."Oma kenapa? Ada yang sakit?" Raut khawatir Jendra bahkan begitu terlihat di wajah tampannya.Sekilas, rasa takut dan ragu hinggap di benak Wedari. Firman dan Jendra sudah belasan tahun membantunya mengelola seluruh aset keluarga mereka yang cukup banyak. Dan sekarang, kehadiran tiba-tiba orang yang seharusnya mewarisi seluruh aset itu justru dirasa akan mengerikan. Wedari takut cucu kandungnya itu celaka, karena bagaimanapun Firman memang sangat berjasa bagi keluarganya meski dia bukan darah dagingnya sendiri.Wedari, yang tahun i

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   9. Batas Tak Terlihat

    Agni terpaku menatap sesosok pria yang kini tampak duduk dengan wajah pucat. Tanpa terasa, kakinya yang jenjang melangkah ke arah tempat orang itu beristirahat."Kok bisa gini?" Kecemasan gadis cantik itu membuat Pasai yang masih menunduk seraya memegangi kepalanya mendongak seketika.Tak ada jawaban dari nelayan muda yang kabarnya tengah terluka itu. Hanya saja sorot kaget dan kesal sudah cukup membuat Agni tahu jika Pasai tidak terluka parah."Kecelakaan, Mbak." Ujar Pasai singkat dan nyaris tanpa ekspresi.Mata cantik Agni meredup mendengar sebutan Mbak yang kembali disematkan oleh laki-laki itu. Kemudian dia sadar tidak datang kesana sendirian. Gama bersamanya, bergandengan dengan rasa cemas yang bisa saja sama meski tak setara. "Kalian akrab?" Suara bernada dingin membuat Agni sedikit terperanjat.Gama baru saja masuk ke kamar tamu Haji Baron tempat Pasai berbaring."Enggak, aku cuma nyapa. Gimanapun kami pernah melaut bareng seharian," jawab Agni dengan tegas.Hatinya berjengit

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   8. Tikungan

    Pasai membeku merasakan sentuhan hangat nan lembut di bibirnya. Jantungnya berdebar kencang dengan perasaan memanas yang muncul ke permukaan. Tangannya tanpa sadar terulur dan balas mendekap tubuh Agni yang memeluknya begitu dekat Keduanya tenggelam dalam sentuhan sederhana namun terasa begitu mengikat. Mereka seakan lupa pada segala alasan yang menghalangi perasaan satu sama lain.Sebuah kesadaran tiba-tiba menelusup di benak Pasai. Pemuda itu perlahan melepas ciuman hangat yang tak seharusnya mereka lakukan."Agni," Pasai berbisik di bibir gadis yang masih mendekapnya begitu erat.Agni membuka matanya perlahan. Sepasang mata jernih meredup menatap Pasai penuh kesedihan."Itu ciuman pertamaku, milik kita." Gadis itu balas berbisik dengan senyum sendu terukir di bibirnya yang terlihat sedikit bengkak kemerahan.Pasai terhenyak seolah kembali disadarkan pada kenyataan, sekelumit sesal perlahan mulai mengganggu nuraninya. Dia tidak pernah menyentuh wanita manapun terlalu dekat selain k

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   7. Mencuri Hadiah

    "Kok aku nangis?" Agni menatap putus asa ke arah bayangannya di cermin.Mata sembab, hidung memerah disertai suara serak menjadi tanda jika dia memang tidak baik-baik saja."Pasai." gumamnya dengan mata melamun sendu.'Baru satu hari, tapi hati aku sudah sesakit ini. Dosaku apa sampai harus jatuh cinta sama dia, Ya Tuhan,' dalam hati Agni mengeluhkan perasaannya yang tak berbalas.Tidak, Pasai jelas menyukainya juga. Hanya takdir yang jelas tidak menyukai mereka berdua.Tok! Tok!"Agnisha Aryatama!" Suara seruan lantang yang familiar di telinganya membuat Agni seolah membeku tak percaya."Ayah?" gumam gadis itu kebingungan.Dengan ragu-ragu dia bangkit dan berjalan untuk membuka pintu kamar villa yang disewanya."Ayah?" Agni berhadapan dengan Ayahnya yang tampak mengernyit kesal ke arah putri semata wayangnya itu."Kenapa sewa villa kecil begini sih kamu? Villa keluarga sendiri juga ada." Danureja Aryatama berkacak pinggang dengan ekpresi kesal.Agni meringis salah tingkah mendengar p

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   6. Mengambil Jarak

    Agni memandang nyalang ke arah laki-laki yang terlihat sedang menggulung tambang besar di atas kapal nelayannya di pagi buta."Kenapa kamu menghindar? Kita seperti kembali ke awal?" Agni nyaris berteriak frustasi karena sikap diam orang yang kini seolah tak kenal dengannya."Pulanglah, kembali ke tempatmu." Pasai tidak harus bicara apapun lagi, dia tahu Agni akan paham maksudnya.Agni melangkah maju. Tanpa gentar, kakinya perlahan menaiki kapal nelayan yang masih tertambat di ujung salah satu dari beberapa dermaga kecil yang ada di pesisir pantai.Dia menghampiri Pasai yang sengaja membelakanginya kali ini."Bukannya sikap kamu terlalu kasar pada orang yang mau kenal kamu lebih dekat?" Agni tak bisa menghentikan nada muram di kalimat yang diucapakannya.Pasai adalah laki-laki pertama yang menarik minatnya sebagai wanita. Bukankah dia berhak menunjukkan minat pada siapapun yang diinginkannya?"Bisa tidak kamu jadikan aku teman? Seperti Ratri," pinta Agni pelan.Suara deburan ombak di p

  • Cinta Dingin Sang Pewaris   5. Rindu Pertama

    Harusnya Agni pulang hari ini. Kembali ke kotanya yang ramai, dan kembali ke kehidupannya yang kadang menyenangkan, kadang juga menyesakkan.Tapi disinilah dia berada. Masih di desa nelayan kampung halaman mendiang Ibunya yang sepi dan sederhana.Ya, akarnya Agni berasal dari desa ini, dan kini rasanya dia enggan meninggalkan tempat ini juga."Kapan pulang?"Agni menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil pada seorang pria tampan bermata sipit yang menatapnya lembut."Kamu duluan aja ya. Aku rasanya masih mau disini," jawab gadis itu mencoba ramah.Gama tersenyum kecil merasakan hatinya senang. Agninya yang selalu tampak ketus, entah kenapa tampak lebih ramah beberapa hari ini.Mau tidak mau, harapan perlahan bangkit kambali di hatinya yang sudah lama nyaris menyerah.Gama ingin mencoba lagi meraih hati wanita yang sudah bertahun-tahun dicintainya. Jadi dengan nekad, tangannya mengusap rambut gadis itu penuh kelembutan."Kayaknya tempat ini memang bagus ya buat kamu," ucap Gama tiba-tiba.

DMCA.com Protection Status