“Pak Arya!” Ayda membelalakkan mata dengan mulut yang sedikit terbuka.Tak disangka lelaki yang sudah menaikkan emosi ketika di rumah, kini kembali berulah. Dengan tatapan tajam, Ayda pun terus melihat ke arah Arya yang berdiri tepat dihadapannya. Karyawan yang melihat kehadiran Arya pun langsung memberikan jalan untuk bosnya.Dengan penuh percaya diri, Arya berjalan mendekat ke arah Ayda dengan tampilan yang bisa dibilang sangat tampan. “Selamat ulang tahun, sayang,” ucap Arya sambil memeluk Ayda dihadapan semua karyawannya.Ayda yang merasa terkejut dengan sikap Arya pun tak bisa berkutik saat merasakan hangatnya dekapan Arya di tubuhnya. “Pak Arya gila ya!” umpat Ayda yang sudah kehabisan kata-kata.“Saya gila karena kamu,” timpal Arya yang mempererat pelukannya.Semua karyawan yang tidak menyangka akan terjadi hal romantis di hadapan mereka pun mulai bersorak gembira. Rara yang menjadi teman baik Ayda di tempat kerja bahkan memberikan dukungan atas hubungan Ayda dan Arya.“Pak lep
Semua wanita selalu ingin diperlakukan dengan spesial, termasuk dalam hal melamar. Suasana romantis bersama hiasan sederhana dan cincin yang melambangkan cinta sudah lebih dari cukup bagi Ayda. Dengan tatapan berkaca-kaca, Ayda menganggukkan kepala dan menerima lamaran Arya.“Setidaknya jawab dengan kata-kata agar saya merasa yakin kalau kamu menyetujuinya,” gerutu Arya yang masih dalam posisi setengah berjongkok dihadapan Ayda.Sontak Ayda pun langsung tertawa dan menepuk pelan bahu Arya. “Baiklah. Saya terima tawaran Pak Arya untuk menjadi istri seutuhnya,” urai Ayda dengan senyum bahagia yang terlihat jelas di wajahnya.Tanpa mengatakan apapun, setelah mendengar jawaban yang sesuai harapan. Arya langsung bangkit dari posisinya dan memeluk erat Ayda. Cinta memang dapat mengubah segalanya. Kebencian, ketidakberdayaan, dan harapan. Kisah cinta dimulai dibalik sebuah kesepakatan. Ayda tidak menyangka Arya akan menjadi pelabuhan hati selanjutnya setelah pernikahan.Setelah saling memelu
“Tunggu, Bayu. Kamu mau bawa saya kemana?” Ayda menghentikan langkahnya setelah mengikuti Bayu yang terus menarik tangannya.“Saya ingin membicarakan sesuatu dengan Mbak Ayda,” jelas Bayu dan kembali melanjutkan perjalanan sambil menarik tangan Ayda dan menggenggamnya dengan kuat.Dengan terpaksa Ayda pun mengikuti keinginan Bayu yang sudah membantunya dari serangan Laras. Meski dalam hati ingin rasanya Ayda kembali ke ruangan Arya dan mengetahui apa yang sebenarnya ingin Laras lakukan. Bukan hanya rasa cemburu yang timbul, tetapi juga rasa khawatir bila Laras terus memaksa Arya akan hubungan mereka.Setelah menaiki satu persatu anak tangga. Bayu pun menunjukkan tempat yang ia maksud. Dengan ekspresi terpukau, Ayda melihat keindahan langit yang terpancar jelas dari ketinggian. Ia berjalan perlahan sambil menikmati embusan angin yang menyegarkan.“Ini sangat indah, darimana kamu tahu tempat ini?” tanya Ayda yang berdiri dihadapan Bayu sambil merentangkan tangannya.Bayu yang merasa bah
“Saya? Cemburu? Tidak mungkin,” elak Arya sambil melipat kedua tangan di depan dada.“Syukurlah kalau tidak, saya ingin bertemu dengan Bayu untuk menjelaskan beberapa hal padanya tentang pekerjaan,” sahut Ayda dan hendak keluar dari ruang kerja Arya.Dengan berdecak kesal, Arya menarik tangan Ayda dan menahannya. “Saya akan menyuruh karyawan lain untuk mengajarkan dan mengawasi Bayu. kamu tidak perlu menemuinya dan kembali bekerja,” titah Arya yang berusaha untuk menutupi rasa cemburunya.Sedangkan Ayda yang sudah mengetahui Arya sangat cemburu ketika dirinya dekat dengan Bayu pun langsung menyetujui perintah atasannya. Namun, sebelum keluar dan lanjut bekerja. Ayda ingin menanyakan sesuatu tentang Laras yang datang untuk menemui Arya.“Ada apa, hmm?” tanya Arya saat melihat Ayda seperti sedang memikirkan sesuatu.“Ti-tidak. Saya hanya ingin menanyakan soal Laras. Apa yang dia lakukan saat bertemu dengan Pak Arya tadi? Saya sempat menahanya di depan pintu, tapi Bayu datang dan membawa
*** Arya POV Ketika melihat seseorang yang kita sayang meneteskan air mata. Rasanya seakan ada getaran yang menusuk hati di kala tenang perlahan menghilang. Arya tidak bisa membohongi diri dengan mengatakan dirinya baik-baik saja saat Ayda menangis dan mengungkapkan kekhawatirannya. Jika bisa Arya memutar waktu. Ia tidak akan membiarkan satu tetespun air mata lolos dari kelopak mata Ayda. Bersama rintik hujan, Arya berusaha menenangkan Ayda yang menjadi sangat emosional saat teringat dengan kejadian kecelakaan yang merenggut sejenak kesadaran Rahman, ayahnya. “Saya takut, saya ngga bisa hidup tanpa ayah.” Perkataan Ayda terus terngiang dalam pikiran Arya yang merasa bersalah karena gagal menjaga kebahagiaannya. Bahkan di tengah keramaian, Arya masih tetap bisa mendengar isak tangis Ayda meski kini ia pergi sendiri ke supermarket. Sesuai dengan permintaan Ayda yang ingin membelikan sesuatu untuk ayahnya. Dengan senang hati Arya pergi seorang diri setelah mengantar Ayda ke rumah s
*** Ayda POV “Rasanya sakit, Pak. Sangat sakit!” Ayda terisak dalam pelukan Arya, menumpahkan rasa sesak yang mendominasi perasaannya. Tangannya bahkan mengepal kuat kemeja yang Aryda pakai untuk melampiaskan rasa kecewa dalam dada. Kepercayaan yang selama ini ia tanam, telah hancur tak tersisa. Di sela tangisannya, Ayda tersadar dan melepaskan pelukan Arya. “Saya ingin sendiri,” ucapnya dan hendak pergi. Namun, Arya menghentikan langkah Ayda dengan menarik tangannya. “Izinkan saya untuk menjelaskan semuanya, Ayda. saa mohon,” pinta Arya dengan raut wajah bersalah. Ayda yang tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun tak menghiraukan perkataan Arya. “Tidak ada yang perlu dijelaskan, Pak. Saya sudah melihat semuanya,” Ayda yang melanjutkan langkahnya dan melepaskan genggaman tangan Arya. Sudha cukup ;uka yang ia terima. Ayda bukan wanita kuat dan pemaaf yang bisa mengabaikan rasa sakitnya. Air mata terus mengalir deras dengan tubuh gemetar. Menjauh dari Arya adalah pilihan terbaik
***Di pojok kafe, Ayda berusaha menjernihkan pikiran bersamaan segelas teh hangat yang menemaninya. Jarinya memutar perlahan ponsel yang ia letakkan di atas meja.Setelah hampir satu jam berada di kafe seorang diri, Ayda mulai merasa tenang dan perlahan bisa melupakan kejadian di lorong rumah sakit. Ia sadar sudah banyak kata terlontar dari mulutnya yang bisa melukai perasaan seseorang, termasuk Sri.Belum lagi perdebatan dengan Arya yang terjadi sebelumnya berakhir tanpa kesimpulan untuk menyelesaikan kesalahpahaman. Ayda yang memberikan Arya kesempatan untuk membuktikan perkataannya mulai cemas. Hatinya berharap Arya akan berhasil mengembalikan kepercayaannya.Akan tetapi, di sisi lain. Ayda merasa cemas dengan apa yang terjadi pada hubungannya kelak. Alunan musik yang mengiri berjalannya waktu membuat Ayda tersadar hari semakin malam dan ia harus segera pulang. Meski sebelumnya Arya sempat mengajak Ayda pulang bersama, tapi Ayda menolak dan mengatakan akan pulang seorang diri sete
“Semoga saja.” Ayda melanjutkan langkahnya bersama Arya yang memegang erat tangannya.Kesalahpahaman yang terjadi tidak bisa membuat Ayda melupakan cinta pada Arya sepenuhnya. Jauh dalam lubuk hati terdalam, Ayda tidak bisa melihat Arya terluka ataupun menderita. Dengan penuh hati-hati, Ayda membantu Arya menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju kamar mereka.Kondisi rumah yang terlihat sepi membuat Ayda merasa lega karena tidak ada nada yang mengetahui kondisi mereka. Sudah cukup Ayda meluapkan semua emosi dalam hatinya. Kini Ayda harus kembali dengan kenyataan bahwa ia masih menjadi istri Arya.“Saya akan mengambil kotak obat,” ucap Ayda saat tiba di kamar.Arya yang masih dalam posisi berdiri menatap penuh rindu melihat senyum bahagia Ayda. “Saya akan suapin kamu makan.” Arya berusaha memperbaiki keadaan.Akan tetapi, Ayda yang tidak ingin banyak berinteraksi dengan Arya langsung menatap dingin ke arahnya. “Saya masih mampu untuk makan sendiri. Silahkan Pak Arya makan dan saya
*** “Aydaaaaa!” teriak seseorang sambil merentangkan tangannya. Begitu juga dengan Ayda yang ikut merentangkan tangan sambil berlari menghampiri sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. “Ayda kangen banget sama Nenek,” lirihnya dalam pelukan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. “Nenek juga sangat merindukan kamu, Ayda. Setelah sekian lama, akhirnya nenek bisa bernapas lega saat melihat kehadiran kamu kembali di rumah ini,” sahut Darma yang sudah setia menanti. Ayda yang merasa terharu pun meneteskan bulir air mata dan langsung menghapusnya. “Maafkan Ayda ya, Nek. Selama ini Ayda pasti sudah membuat hati Nenek sangat terluka,” ungkapnya merasa menyesal. Saat teringat dengan kehadiran Darma secara berulang kali untuk membujuk dirinya yang hanya menyisakan luka. “Sudahlah. Nenek sudah mengetahui alasan dibalik sikap dingin kamu. Sekarang kita lupakan semua masa lalu dan mulai lembaran baru,” sergah Darma yang tak ingin merusak suasana. Tanpa mengingat kenangan pahit dalam hidup,
“Kejarlah. Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.” Kalimat yang terdengar menenangkan membuat senyum mengembang sempurna di wajah Ayda. Setelah perjuangan panjang kini akhirnya, ia bisa bernapas lega. Merangkai kisah yang terhenti dengan hati yang telah pulih. “Terima kasih … Ibu,” urai Ayda dengan tatapan penuh kasih sayang. Marisa yang tak menyangka Ayda akan memanggilnya ibu pun langsung meneteskan air mata. Menantu yang selama ini sangat ia benci ternyata memiliki hati yang tulus dan kuat. “Pesawatnya akan pergi dalam waktu satu jam dari sekarang. Cepatlah kejar Arya!” titah Marisa memberitahu Ayda. Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menganggukkan kepala. saat hendak melangkah pergi, tak lupa Ayda bersalaman dengan Marisa dan mengecup sekilas pipinya. “Ayda tidak akan melupakan kebaikan ibu,” ujarnya dan langsung berlari ke tepi jalan. Mencari kendaraan yang bisa membawanya pada Arya. Dengan penuh semangat, Ayda menunggu taksi yang lewat. Hingga akhirnya, setelah menunggu
“Tidak Ayah. Ayda sudah tidak memiliki hak atas hubungan ini.”Dengan tatapan penuh keyakinan, Rahman berusaha menggapai tangan Ayda yang terkepal kuat. “Kamu selalu memiliki hak atas hubungan ini, Ayda. Ego yang membuat kamu membatasi sesuatu yang tak terbatas. Selama ini kalian terpisah dengan jarak yang diciptakan oleh Marisa, tapi sekarang Tuhan telah memberikan jalan.” Rahman menjeda kalimatnya.Tatapan terus tertuju pada Ayda yang terlihat kehilangan arah. “Sampai kapan Ayda? kamu akan berbohong pada diri kamu sendiri? Apalagi yang harus kamu pikirkan. Saat ini Arya sudah menyerah. Lalu apa kamu akan melakukan hal yang sama?” sambungnya penuh dengan tanya.Sementara itu, pikiran yang kembali berkecamuk membuat Ayda merasa tertekan. Kenyataan dan perasaan berjalan tak beriringan. Ingin rasanya Ayda berlari ke tempat jauh tanpa masalah dan kembimbangan hati yang mengikutinya. Setelah berpikir keras, Ayda pun mendongakkan wajah menatap ke arah Rahman yang berdiri di hadapannya.Ber
“Sudah tidak ada yang harus dipertahankan. Hubungan ini hanya akan saling menyakiti. Saya sudah cukup banyak belajar dari kisah ini. Terima kasih Mas … atas kenangan indah yang telah kamu berikan beserta kehadiran Amara di dalamnya.”Dengan raut penuh luka, Arya mengulum senyuman. “Tidak saya sangka hubungan kita akan berakhir dengan cara ini Ayda. cinta dibalik kesepakatan harus berakhir di atas sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Saya sadar hubungan ini berawal dari sisi egois saya. Namun, satu hal yang saya yakini. Saya tidak akan pernah menyesal.”Tanpa mengatakan apapun, Ayda hanya mengepal kuat kedua tangannya.“Terima kasih untuk kehadiran kamu dan Amara dalam hidup saya. titip putri kecil saya. Saya berikan kebebasan sepenuhnya pada kamu untuk mengurus perceraian kita. Saya tidak akan menghalangi kebahagiaan kamu yang sudah tidak memiliki tempat untuk saya di dalamnya,” sambung Arya yang lebih terlihat pasrah.Sementara itu, Ayda yang merasakan hatinya semakin hancur han
[“Apa yang kamu bicarakan Ayda? Mana mungkin ibu kamu melakukan hal seburuk itu.”]Ayda mengernyitkan dahinya saat Rahman mengelak dari pembicaraan yang mengarah pada masa lalu. Ia bahkan tak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada pertanyaan yang terus terlontar sebagai bahan untuk menghindar.Rasa curiga yang sudah ada pun semakin berkembang nyata. Ayda hanya bisa meratapi nasib yang kini terasa kembali memburuk. Namun, kehadiran sang buah hati di dunia ini seakan memberikan semangat baru dalam hidup Ayda. Ia tak akan pernah menyerah. Masa lalu tak akan mempengaruhi apa yang saat ini sedang ia alami.“Baiklah. Ayda tunggu kehadiran ayah,” ucap Ayda pasrah saat Rahman masih belum siap untuk terbuka padanya.Setelah menutup panggilan telepon, Ayda pun hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran sambil menatap sendu ke arah bayi mungil yang tertidur sangat lelap. Situasi yang sulit ditebak membuat Ayda bahkan belum sempat memikirkan nama ya
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar