Share

Bab 3

Author: Maria Anita
Pada hari Senin saat jam makan siang, aku bertemu Minda. Dia memberiku sebuah tas kecil dari toko mewah, membuatku menatapnya dengan bingung.

"Ibuku minta aku untuk kasih ini ke kamu. Katanya parfum ini cocok banget buat kamu, nggak cocok sama dia,” kata Minda sambil tersenyum lebar.

Aku buka tas itu dan di dalamnya ada parfum yang kupakai waktu pesta topeng. Senyum lebar langsung merekah di wajahku. Aku suka banget parfum itu, bagian dari malam terbaik dalam hidupku. Aku hanya berharap malam terbaikku itu nggak akan meninggalkanku dengan penyakit kelamin sebagai kenang-kenangan. Aku berterima kasih pada Minda dan bilang akan menelepon ibunya nanti. Lalu aku juga bilang ingin menelepon dokter untuk menjadwalkan pemeriksaan.

Saat aku menghubungi dokter, mereka bilang aku butuh surat rujukan klinik agar biayanya bisa ditanggung BPJS. Untungnya, perusahaan tempatku bekerja menyediakan BPJS. Kalau nggak, aku nggak tahu harus gimana. Gajiku pas-pasan dan sebagian besar kupakai untuk bantu kebutuhan rumah karena ibuku nggak bekerja dan ayah hanya sopir dengan penghasilan tak seberapa.

Akhirnya aku membuat janji dengan dokter, tapi giliran paling cepat baru tersedia dua minggu lagi. Aku menunggu dengan gelisah. Semakin lama, semakin aku cemas, meskipun Minda terus berusaha menenangkanku. Pada tanggal yang dijadwalkan, dia pergi ke dokter bersamaku. Setelah dapat daftar tes dari dokter, dia langsung bantu jadwalkan ke lab dan bersikeras ikut menemaniku juga. Sudah tiga minggu berlalu sejak pesta itu, barulah akhirnya aku bisa menjalani tes. Hasilnya keluar lima hari kemudian, lalu aku kembali menemui dokter. Tentu saja, Minda masih menemaniku.

Dokter memeriksa hasilnya, lalu menatap mataku.

“Nona Citra, kondisi kesehatanmu sangat baik. Kamu sehat. Tapi mulai sekarang, kamu harus merawat dirimu lebih baik lagi."

Aku menarik napas lega. 'Tapi apa aku akan mulai diceramahi karena berhubungan tanpa kondom dengan orang asing? Ya sudahlah, aku pantas dapat teguran. Aku memang ceroboh, aku bisa saja tertular penyakit.'

Kemudian dokter melanjutkan: “Selamat ya, kamu hamil! Aku akan rujuk kamu ke dokter kandungan untuk pemeriksaan kehamilan…”

Setelah itu aku tidak bisa mendengar apapun lagi. Yang terdengar hanya detak darah di telingaku. 'Aku nggak percaya ini! Hamil? Gimana aku bisa jelasin ini? Nggak mungkin. Aku yang selalu jadi anak teladan, yang selalu pertimbangkan konsekuensi sebelum lakukan sesuatu, yang selalu bertanggung jawab. Sekali aku lengah, aku malah hamil dan nggak tahu siapa ayahnya!' Minda menggenggam tanganku dan terus berkata, "Tenang, Cit, semuanya akan baik - baik saja !"

'Gimana mungkin semuanya akan baik - baik saja? Aku bahkan nggak tahu siapa ayah anakku. Sial! Aku harus kasih tahu orang tuaku, anak satu-satunya mereka akan kecewakan mereka. Mereka pasti bakal kecewa, marah, mungkin membenciku, bahkan mengusirku dari rumah. Gimana aku bisa bilang kalau aku bahkan nggak tahu wajah ayah dari bayiku?'

Nafasku mulai sesak. Tiba-tiba, dokter menggenggam tanganku dan berkata dengan suara tenang, “Tenang, Nak! Aku tahu situasi ini nggak ideal, tapi kamu nggak boleh sepanik ini. Ini bisa berdampak buruk untuk bayimu. Sekarang kamu harus jaga diri demi bayi di kandunganmu. Orang-orang yang mencintaimu pasti akan mendukungmu. Tapi kamu harus tenang, karena hanya kamu yang bisa pastikan bayi ini tumbuh sehat dan kuat. Kamu ngerti, kan?”

Aku menatap dokter tua itu, rambutnya putih, tubuhnya agak gemuk, dan kacamatanya bertengger di ujung hidung. Aku mengangguk pelan. Entah gimana dia sedikit menenangkanku, mungkin karena tatapan matanya yang lembut dan pengertian, sifat jarang kita lihat akhir-akhir ini. Dokter meminta sekretarisnya membawakan teh chamomile. Sambil meminumnya, aku berusaha tenang dan dokter mulai menjelaskan semuanya pada Minda. Dia mendengarkan dengan serius.

Setelah itu, Minda membawaku ke restoran. Katanya, aku harus makan sesuatu. Begitu duduk, air mataku mulai jatuh. Dia memelukku dan bilang kalau aku nggak sendiri. Aku menatapnya dan berkata, “Satu hal yang pasti, aku mau kamu dan Fajar jadi wali baptis anakku. Aku tahu kalian akan kasih dia cinta dan dukungan.”

Matanya berbinar lalu menangis tersedu.

“Aku akan jadi ibu baptis terbaik di dunia! Aku akan selalu ada untuk bayi kita! Aku yakin Fajar juga akan senang banget!"

Dia terus meyakinkan aku bahwa aku nggak sendiri, dia akan menemani saat aku beri tahu orang tuaku. Orang tuaku... oh! Aku langsung tahu bahwa aku nggak bisa sembunyikan ini lebih lama. Aku harus beri tahu mereka malam ini juga. Aku nggak akan pergi kuliah, aku akan pulang dan bicara dengan mereka.

Minda langsung mendukung keputusanku dan berkata, “Ayo pergi. Aku ikut kamu!”

Sesampainya di rumah, orang tuaku terlihat terkejut. Ibu langsung menghampiri dengan cemas.

“Kalian nggak ke kampus hari ini? Kenapa?”

"Nggak apa, Bu. Aku mau ngomong sesuatu sama kalian berdua."

Orang tuaku langsung tahu ini serius. Kami duduk di ruang tamu dan aku mulai menceritakan semuanya, bahwa aku telah bertindak ceroboh dengan tidur bersama orang asing di pesta. Aku nggak menjelaskan detailnya, tapi aku jujur mengatakan aku nggak tahu siapa ayah bayiku. Kekecewaan di mata mereka terlihat jelas. Ibuku menangis tersedu-sedu, dan terus berkata aku sudah hancurkan hidupku. Ayahku belum mengatakan apa-apa. Minda cepat-cepat ke dapur, dan mengambil air gula untuk ibuku. Dia memang selalu percaya air gula bisa menenangkan orang. Aku sendiri tak pernah paham kenapa.

Akhirnya, ayahku bicara, “Kamu sudah lakukan kesalahan besar dan nggak bisa diubah.”

Orang tuaku adalah orang yang sangat sederhana. Ayahku adalah pria yang tinggi dan kuat, ibuku adalah versi tua dariku, tetapi keduanya memiliki karakter yang hebat dan prinsip-prinsip yang kuat yang selalu mereka pastikan untuk diteruskan ke aku. Mendengar ayah menekankan bahwa aku telah kecewakan mereka membuat hatiku makin hancur.

Aku mulai menangis dan berkata, “Aku tahu aku salah. Tapi sekarang sudah terjadi. Aku akan keluar dari kampus dan merawat anakku. Aku akan kemasi tasku.”

"Kemasi tasmu? Kami nggak mungkin biarin kamu pergi begitu saja. Ya, kamu emang salah dan buat kami kecewa, tapi gimana pun kamu tetap anak kami. Kami sayang padamu. Kita akan lewati ini bersama. Kamu nggak sendiri dan anakmu juga nggak!” Ayahku mengatakan ini dan hatiku dipenuhi dengan harapan.

"Tapi Ayah, aku sudah buat kalian malu..."

“Kamu bukan yang pertama dan bukan yang terakhir jadi ibu tunggal di dunia ini. Kami mau hidupmu lebih mudah dari ini. Kamu orangnya selalu bertanggung jawab. Tapi kalau ini sudah terjadi, ya kita hadapi. Kamu nggak perlu keluar dari kampus, justru sekarang kamu harus lebih sukses demi anakmu. Kamu akan jadi ibu tunggal. Tanggung jawabmu besar. Kami akan membantumu, meskipun itu sulit, semuanya akan baik-baik saja.”

Minda sudah menangis dan langsung berkata kepada orang tuaku, “Pak Andi, Bu Sasa, kalian bisa andalkan aku! Aku akan bantu semuanya! Aku ini ibu baptis bayi ini. Citra itu sudah seperti saudaraku sendiri.”

Orang tuaku menatapnya dengan penuh syukur. Aku menatap ketiganya, merasa sangat diberkati memiliki mereka dalam hidupku dan merasakan cinta baru yang mulai tumbuh dalam diriku untuk bayi kecil yang bertumbuh dalam kandunganku!

Sebesar apapun tantangan jadi ibu tunggal, malam di pesta dansa itu tetap jadi malam terbaik dalam hidupku. Aku nggak akan pernah bisa melupakan mata hitam kecokelatan yang menatapku dengan penuh kekaguman selama pertemuan singkat kami dan semua yang dialami tubuhku malam itu. Aku akan selalu menyimpan kenangan manis itu.

Bulan-bulan berikutnya lumayan berat. Aku menyimpan gaun, sepatu, topeng, dan parfum pemberian ibu Minda dalam sebuah kotak. Saat hari terasa berat, aku akan membukanya dan mengingat malam itu.

Kehamilanku berjalan tenang, tapi komentar orang-orang sungguh menyakitkan. Yang paling parah, setelah menikah, mantan pacarku dan sepupuku tinggal di rumah orang tuanya, di jalan yang sama dengan kami. Mereka selalu menyindirku tiap kali melihatku, menyebarkan gosip bahwa aku nggak tahu siapa ayah anakku dan aku adalah wanita murahan, makanya Cakra tinggalin aku. Aku ingin banget bunuh mereka!

Ibunya Kiara, kakak dari ibuku, sering datang ke rumah hanya untuk menyindir dan membanggakan putrinya yang “anak baik-baik” dan “menikah dengan pria terhormat”. Sepertinya dia lupa kalau anaknya tidur dengan pacarku di kamarku pula.

Tapi aku tahan semuanya. Nggak ada gunanya membalas. Aku nggak ingin aura negatif itu sampai ke bayiku. Dan makin hari, aku makin mencintai anakku. Aku bahkan tak tahu cinta sebesar ini bisa ada. Semua yang aku lakukan adalah demi dia. Aku akan lindungi dia dari segalanya, bahkan aku akan rela berikan nyawaku untuknya. Dan anehnya, selama kehamilan, hidupku terasa lebih ringan. Segalanya mulai berjalan lancar.

Bosku sangat pengertian, bahkan memberiku kenaikan gaji kecil yang sangat membantu. Minda dan Fajar penuh perhatian. Mereka jatuh cinta pada anak baptis mereka bahkan sebelum tahu jenis kelaminnya. Mereka yang belikan semua isi kamar bayi, hasilnya cantik sekali. Minda menemaniku ke semua pemeriksaan dokter dan tes, nggak pernah kelewatan satu pun. Dia bahkan mengatur dua acara baby shower, satu di kantor, satu lagi di kampus. Anakku akan lahir dikelilingi cinta.

Aku tahu kalau bayiku laki-laki dan memutuskan menamainya Panji Lestari. Dan begitulah, Panji lahir dengan sehat, dengan mata hitam kecokelatan yang akan selamanya mengingatkanku pada malam yang mengubah hidupku. Malam terbaik yang pernah kumiliki. Aku nggak akan pernah melupakan pria itu!

Putraku disambut penuh cinta sejak hari pertama. Orang tuaku sangat menyayangi cucunya. Minda dan Fajar datang ke rumah kami setiap hari untuk melihat putra baptis mereka dan melihat keadaan kami. Minda selalu ada mendukungku dalam segala hal. Orang tua Minda juga datang dan bilang mereka akan jadi kakek-nenek baptis karena mereka juga sudah anggap aku kayak anak mereka. Aku terharu sekali. Mereka mengelilingiku dengan perhatian. Mereka bersikeras menghadiahkan kereta bayi waktu Panji lahir, mereka datang ke rumah sakit dengan sekeranjang besar bunga dan balon bertuliskan "Selamat Datang".

Setelah cuti melahirkan, Panji diasuh ibuku saat aku kerja dan kuliah. Aku kerja keras dan mencurahkan seluruh waktu kalau nggak di kampus yah kerja untuk anakku. Dengan bantuan orang tuaku dan para wali baptis Panji, aku berhasil lulus kuliah tepat waktu, lulus bareng temanku Minda. Itu adalah momen luar biasa bagiku dan keluargaku. Dengan ijazah di tangan, aku siap meraih masa depan yang lebih baik demi anakku, agar dia nggak kekurangan apapun.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 4

    Waktu aku lulus kuliah, Panji sudah berusia dua tahun. Saat itu, dia sudah bisa berjalan ke mana-mana, dan selalu menempel pada nenek, kata pertamanya pun adalah “nenek”. Dia anak yang sangat tampan, dengan rambut hitam lurus, kulit cerah, hidung mungil yang mengarah ke atas, dan mata hitam kecokelatan yang membuatku selalu menghela napas kagum. Dia adalah sinar matahariku! Dan sekarang aku akan punya lebih banyak waktu untuknya.Setelah lulus, bosku memanggilku untuk mengobrol. Dia adalah bos yang sangat baik dan mengatakan dia sangat senang dengan pekerjaanku, tetapi dia tahu kalau aku pantas dapat yang lebih, jadi aku harusnya cari kerja sesuai bidangku dan dia mengerti. Dia meyakinkanku kalau pekerjaanku di perusahaan konstruksi akan tetap ada kalau aku mau. Kalau aku pergi dan ternyata nggak cocok, aku selalu bisa kembali. Namun, dia menyarankanku untuk cari pekerjaan sesuai bidangku, demi masa depan anakku yang lebih baik. Aku sangat tersentuh dengan perhatian itu dan menerima na

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 5

    Aku tiba di kantor pukul 8 pagi. Bu Maya menyambutku dengan hangat dan mengenalkanku pada semua orang. Mereka semua sangat ramah. Bos sedang nggak ada di tempat. Beliau sedang pergi dinas dan baru akan kembali di akhir minggu. Kantornya sangat indah, bergaya modern, didominasi warna putih dengan sentuhan baja tahan karat dan aksen hijau, terlihat profesional namun tetap terasa hangat. Desainnya elegan dan aku langsung menyukainya. Aku juga senang karena memilih memakai setelan hitam dengan blus sutra hijau tua dan sepatu hak tinggi hitam. Sepertinya aku memang harus berpakaian rapi dan elegan setiap hari, karena aku akan langsung kerja bersama presdir perusahaan.Menjelang siang, aku dapat pesan dari Minda. Dia berhasil buat janji dengan direktur tempat penitipan anak dekat apartemen kami, yaitu saat jam makan siang. Aku pun menjelaskan situasinya pada Bu Maya dan bertanya apa aku bisa keluar sebentar saat itu. Aku juga janji akan kembali tepat waktu."Ternyata kamu punya anak? Umurnya

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 6

    Sudut Pandang Aditya.Di kamar hotelnya di Kota Norramus, satu pikiran terus mengganggu benak Aditya Mahadi, seperti apa asisten barunya nanti?Suara itu seolah-olah telah menetap di dalam kepalaku. Saat aku menelepon kantor hari ini, aku hanya ingin memberitahu Maya bahwa aku telah dapatkan kerja sama yang aku negosiasikan di Kota Umura, tapi saat dengar suara itu, entah kenapa ada sesuatu dalam diriku yang langsung terguncang. Suaranya begitu merdu, tenang... aku sendiri nggak mengerti kenapa justru itu membuatku kesal.Sekarang aku duduk di kamar hotel dengan segelas bir di tangan, memandang ke arah taman dari jendela dan terus memikirkan siapa pemilik suara itu. Suara itu membuatku lupa semua detail yang harus kukonfirmasi dan aku jadi kesal sendiri karena tak tahu harus berkata apa, pikiranku berantakan. Aku malah berakhir membentak wanita di ujung telepon seperti orang gila. Mungkin aku membuatnya takut. Bisa jadi dia bahkan nggak akan ada di sana lagi saat aku kembali dan Maya p

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 7

    Saat Bu Maya menjelaskan semuanya padaku, aku mencatat dengan teliti semua informasi penting. Kami sudah mulai menemukan ritme kerja yang nyaman dan tanpa terasa. Sore itu berlalu dengan cepat. Dia memberitahuku bahwa dia perlu menelepon untuk urusan pribadi dan meninggalkan ruangan, sambil berkata seseorang dari Departemen IT akan datang untuk serahkan HP kantor yang harus selalu dalam keadaan aktif.Tak lama kemudian, seorang pria tinggi, kurus, dan berpenampilan agak kutu buku masuk ke ruangan dan tampak terkejut saat melihatku."Wow! Maaf, kamu siapa?”Aku langsung berdiri menyambutnya.“Citra Lestari, asisten baru Pak Aditya.” Dia menatapku dari ujung kepala sampai kaki, seperti sedang menilai penampilanku."Nona Citra Lestari ?"Aku mengangguk dengan senyum profesional. Dia menyeringai dan berkata, “Sebenarnya ini untuk kamu.” Dia mengulurkan tangan, memberikan sebuah HP baru dan tablet. “Ini HP kantor kamu. Bos sudah punya nomormu, dan nomornya juga sudah tersimpan di kontak. E

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 8

    Sepulang kerja, Minda sudah menungguku di depan pintu, dengan Panji yang sudah duduk manis di kursi mobilnya di belakang. Kami memang berencana pergi ke mal untuk beli perlengkapan Panji sebelum masuk ke tempat penitipan anak."Hai! Gimana hari pertamamu? Ceritain semua dong!” katanya ceria dengan senyum lebar.“Min, kayaknya aku harus telepon om kamu dan minta kerjaanku balik,” kataku agak sedih. Dia langsung menatapku dengan ekspresi kaget. “Tapi sebelumnya, kamu cerita dulu gimana wawancara kamu.”"Nggak mungkin, Citra! Kamu dipecat di hari pertama? Serius? Cerita dulu dong, baru nanti aku cerita tentang wawancaraku.”Aku tersenyum lalu mulai bercerita dari awal. Saat dia mematikan mesin mobil di parkiran mal, dia sudah tertawa ngakak mendengar kisahku.“Cit, cuma kamu yang bisa-bisanya ribut sama bos di hari pertama. Kamu tahu kan, dia itu masih muda banget?!”Aku menatapnya dengan sangat terkejut dan bertanya, “Apa maksudmu masih muda?”“Iya, Cit, kamu nggak cari info soal bosmu d

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 9

    "Selamat pagi, Citra. Apa kabar?" Maya masuk ke kantor dengan senyum lebar, menaruh tasnya sebelum menatapku.“Selamat pagi, Bu Maya. Baik-baik saja, gimana dengan Anda?” Aku sedang berdiri, merapikan beberapa dokumen. Ketika aku berbalik, ekspresi wajahnya sama persis seperti Minda dan pegawai toko waktu itu. Aku sedang mengenakan gaun baruku, sepatu hak tinggi yang baru, dan tentu saja, pakaian dalam super menggoda pemberian Minda.“Citra Lestari, kamu kelihatan seperti baru keluar dari majalah! Ya ampun, kamu cantik banget pakai gaun itu.”“Terima kasih, Bu,” jawabku sambil tersipu malu dan mulai bertanya-tanya apakah penampilanku terlalu berlebihan. Tapi dia dengan cepat menghapus keraguanku.“Kamu tahu nggak, kamu pasti bakal bikin si bos terkesan. Dia datang hari ini, lho. Sebenarnya aku kaget juga, soalnya mereka rencananya baru balik hari Jumat. Tapi kelihatannya Aditya putuskan untuk selesaikan semua urusan dari sini. Oh ya, tolong jangan panggil aku ‘Bu’ lagi, ya.” Aku membal

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 10

    Sudut Pandang Aditya.Saat aku berhenti di ambang pintu dan melihat wanita itu membungkuk di depan lemari arsip dengan punggung menghadap pintu, mataku langsung tertuju pada kakinya dan sepatu seksi yang dia kenakan.Dan sepatu itu… luar biasa menggoda! Hak tinggi seperti itu harusnya kularang masuk kantor. Lalu aku mendengar Peter bersiul. Wanita itu langsung berdiri, dan barulah terlihat jelas tubuhnya yang memikat! Rambut hitam panjangnya yang terurai sampai pinggang sebagian diikat ke belakang, berkilau indah di bawah cahaya. Tentu saja Peter langsung terpana. Lelaki itu memang tukang gombal sejati. Aku menatapnya tajam, tapi bukannya sadar, dia malah semakin lebar tersenyum saat menyadari ekspresi tak senangku.Tapi saat wanita itu berbalik… mata Peter membelalak. Dia luar biasa cantik, dengan mata coklat muda yang menyala seperti permata. Saat itu juga aku ingin menarik Peter menjauh dan melarangnya menatap wanita itu lagi. Aku tahu pasti, dia adalah asisten baruku. Dan aku tidak

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 11

    Sudut Pandang Aditya.Tiba-tiba, si cerewet yang menyebalkan itu, Lastri yang menyaksikan seluruh kejadian tepat di depan mata kami, mulai berteriak hampir seperti menjerit, “Apa yang kamu lakukan, dasar perempuan murahan?! Lepaskan tanganmu dari Adit, dasar tukang cari kesempatan!”Tanpa melepaskan pelukanku dari pinggang asistenku, aku berbisik di telinganya, "Awas kalau kamu berani menjauh!" Tentu saja, dia pasti bisa merasakan gairahku, tapi tak seorang pun perlu melihatnya. Aku menatap si cerewet itu dengan tatapan tajam penuh amarah dan berkata, “Kecilkan suaramu, Lastri. Lalu minta maaf pada Nona Citra sekarang juga.”"Apa-apaan ini, Adit! Aku bilang kenyataannya. Dia terang-terangan goda kamu. Lagian dia tadi halangi pintu dan nggak biarkan aku masuk menemuimu, dia suruh aku tunggu dipanggil. Konyol sekali! Sejak kapan aku perlu dipanggil dulu? Kasih tahu dia siapa aku, biar dia sadar diri. Menurutku, mending kamu pecat dia saja, Adit.” Mata Lastri menyala penuh kebencian.“La

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 50

    Aku memandang sekeliling ruangan itu, nggak mengerti apa-apa. Selain aku dan bosku, Pak Guntur, ada juga Minda, Heru, Aditya, Peter, Robin, Maya, dan Alex.‘Apa maksudnya semua ini?’ Aku menatap Minda, dan dia mengangkat bahu, sama bingungnya denganku. Heru menarik sebuah kursi dan memberi isyarat agar aku duduk di sebelah Aditya. Dia bercanda?'Aku mulai curiga kalau ini hanyalah trik Aditya lagi supaya bisa bicara denganku. Tentu saja dia nggak sungguh-sungguh mau beli sistem itu. Tapi aku akan tetap profesional dan lakukan yang terbaik, setidaknya bosku bisa menilai kinerjaku.“Citra, tolonglah, aku tahu kamu profesional hebat dan bisa atasi ini.” Heru berkata seolah-olah membaca pikiranku. “Aku minta kamu datang karena kamu pernah kerja di Grup Mahadi dan paham dengan masalah yang sedang mereka hadapi.”“Baik, Pak. Saya akan bantu sebisa mungkin.” Aku pun duduk dan menjaga sikap profesional.Pak Guntur mulai mempresentasikan aplikasinya, dan aku menambahkan beberapa pandangan dan o

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 49

    Aku benar-benar capek. Minggu ini terasa kacau dan aku nggak bisa tidur dengan nyenyak, setiap malam menangis hingga tertidur. Bicara dengan Aditya kemarin juga nggak membantu, justru buat aku semakin hancur.“Selamat pagi, Citra! Apa kabar?” Minda masuk ke dapur dan memegang wajahku dengan kedua tangannya, menatapku dengan seksama.“Aku benar-benar berantakan, Min. Riasan ini cuma tutupin lingkaran hitam di bawah mata. Aku capek banget!”Saat ini kami mendengar bel rumah berbunyi, dan Minda pergi menjawabnya sementara aku menyuapi Panji sarapan. Aku teralihkan memperhatikan si kecil, dia adalah cinta terbesarku, dan hanya dengan menatapnya saja, hatiku bisa tenang. Aku tahu aku akan kuat dan terus maju karena dia. Dia menatapku dengan senyum lebar serta mata hitam kecokelatan itu, membuat hatiku meleleh oleh cinta.“Kamu anak tercinta ibu, Nak!” Aku berkata padanya dan dia bertepuk tangan sambil mengirim ciuman. Senyumku semakin lebar.“Cit, ini untukmu.” Minda datang dari pintu memba

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 48

    Sudut Pandang Aditya.Aku benar-benar kaget ketika Heru kasih aku segelas bir.“Minum ini, bisa buat kamu tenang. Setelah kamu tenang, kamu bisa cerita ke aku apa yang terjadi,” kata Heru dengan nada serius sambil mengambil telepon. “Guntur, aku kasih Citra libur untuk sisa hari ini. Terima kasih ya.”Heru menutup telepon, duduk di depanku, dan minum bersamaku. Setelah tiga kali tegukan, akhirnya aku bisa berkata, “Aku kacaukan semuanya, Heru, aku ngerusak satu-satunya kesempatan yang aku punya untuk bahagia. Aku cinta Citra tapi aku malah kacaukan semuanya. Sekarang dia benci aku.”Heru menyesap birnya lagi dan berbicara dengan lembut, “Sejak kapan kamu jadi pengecut yang nyerah hanya karena satu pintu tertutup?”Aku memandangnya seolah-olah mendadak dia jadi aneh. Dia benar-benar nggak mengerti kalau Citra membenciku.“Nanti aku akan telepon Peter dan kita bertiga akan minum sampai mabuk di rumahku,” katanya sambil berdiri. “Mana kunci mobilmu?”Sambil menyerahkan kunci mobilku, Heru

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 47

    “Citra, Pak Heru mau kamu segera ke kantornya,” kata bos baruku yang muncul di bilik kerja tempatku duduk. “Kamu bisa pergi sekarang. Tugas yang aku kasih sudah selesai?”Aku memandang pria bertubuh pendek dan berisi itu, dengan kacamata bulat bergagang motif kura-kura, lalu tersenyum. Dia memang sedikit nyentrik, tapi sangat baik dan sering bersenandung seharian di kantor.Aku ditempatkan di departemen pemasaran, di mana seluruh lantainya terbuka dengan bilik kerja yang diatur berkelompok berisi empat orang. Satu-satunya ruangan tertutup hanya milik atasanku. Suasananya sibuk dan penuh warna, dipenuhi dengan suara, semua orang sibuk berbicara, entah lewat telepon atau satu sama lain. Aku merasa lingkungan ini santai dan menarik, sepertinya aku akan bisa beradaptasi dengan baik. Bahkan aku sudah punya satu teman. Tapi sekarang, setelah dipanggil oleh Pak Heru, aku mulai khawatir kalau dia berubah pikiran dan nyesal mempekerjakanku.Aku mendongak dan menyerahkan beberapa folder kepada b

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 46

    Sudut Pandang Aditya.Aku kembali ke kantor dengan perasaan terluka seperti binatang yang terkurung. Aku benar-benar putus asa. Aku pengen banget kejar Citra dan mohon agar dia maafin aku. Tapi aku nggak bisa begitu saja melakukannya. Dia sedang kerja di perusahaan Heru dan aku nggak bisa sembarangan masuk ke sana. Itu nggak sopan dan dia akan makin benci aku.Tapi aku juga nggak sanggup tunggu sampai jam kerja selesai. Jadi, aku putusin untuk kejar dia. Aku keluar kantor dan kasih tahu Carisa kalau aku nggak akan kembali hari itu. Aku ingin menyeret ular itu keluar dan usir dia dari gedungku, tapi aku nggak bisa lakukan itu juga. Aku harus tunggu... Itu membuatku gila.Aku pergi ke perusahaan Dunia Liantar dengan ribuan pikiran berputar dalam kepalaku. Tapi aku berniat minta bantuan Heru agar bisa bicara dengan Citra tanpa buat dia malu.“Selamat siang, Pak Aditya. Ada yang bisa saya bantu?” Sekretaris Heru selalu bersikap profesional, meski dia kelihatan heran karena aku tiba-tiba da

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 45

    Sudut Pandang Aditya.Kemarin, aku datang ke kantor dengan kepala pusing akibat mabuk parah dan sama sekali nggak pengen lakuin apa pun. Maya, Alex, Patrick, dan Robin seharian bela Citra. Mereka bilang nggak percaya kalau Citra yang kirim email-email itu dan khianati aku seperti itu. Mereka bahkan tegur aku karena nggak mau dengar dia dulu, dan sekarang semuanya lagi tunggu hasil audit untuk lihat apa yang akan terungkap. Maya pergi ke departemen keuangan untuk ambil dokumen-dokumen yang katanya sedang diverifikasi. Saat dia di sana, Jodi telepon aku marah besar, bicara ngawur di telingaku. Tapi aku terlalu lelah untuk peduli. Aku cuma bilang, serahkan semua pada Maya kalau dia masih mau pertahankan pekerjaannya.Maya bawa dokumen-dokumen itu ke auditor. Aku bilang ke Alex semua ini percuma karena dokumennya memang ada dan Jodi sudah kasih itu semua, artinya Carisa nggak mungkin bocorin informasi. Tapi Alex peringatkan aku kalau dia sudah punya salinan dokumen sebelumnya, lebih baik

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 44

    Keesokan harinya, kami berangkat pagi-pagi. Saat tiba di kantor, Pak Heru memanggil kami masuk ke ruangannya.“Citra, apa kabar? Aku sudah bicara dengan Peter, dan dia sangat khawatir. Dia cerita sedikit tentang apa yang terjadi, nggak terlalu rinci, tapi sepertinya Aditya memang bertindak bodoh.”“Aku nggak yakin dia bodoh atau nggak, Pak Heru. Tapi yang jelas, aku nggak lakuin hal yang dituduhkan padaku,” jawabku. Aku mulai membayangkan beliau berubah pikiran tentang mempekerjakanku.“Aku yakin kamu nggak lakuin itu, Citra. Aku sudah lama kenal Keluarga Lurdi. Mereka nggak akan bela kamu kalau mereka nggak yakin sepenuhnya dengan kejujuranmu! Dan kalau Omar bilang kamu orang paling jujur di dunia, aku percaya itu.” Heru tersenyum hangat padaku. “Sayangnya, aku nggak bisa kasih posisi sebagus sebelumnya, tapi aku butuh orang tambahan di departemen penjualan. Gajinya cukup baik dan aku yakin kamu bisa tangani pekerjaannya dengan mudah. Jadi kalau kamu mau, pekerjaan ini milikmu.”Aku t

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 43

    Aku merasa benar-benar kehilangan arah, nggak tahu harus berbuat apa. Minda pergi pagi-pagi, bersikeras untuk antar Panji ke tempat penitipan anak, sementara Lina bersikeras menemaniku seharian. Aku merasa itu ide yang bagus, dia orang yang luar biasa, memberiku banyak nasihat dan berkata bahwa tidak ada kesulitan yang berlangsung selamanya.Minda sempat bilang sebelum pergi kalau aku tak perlu melakukan apa-apa hari ini. Katanya dia akan bicara dengan ayahnya, dan malam ini kami akan putuskan langkah selanjutnya. Tapi entah kenapa, aku merasa nggak nyaman. Rasanya aku sudah terlalu sering ngerepotin Keluarga Lurdi.Aku dan Lina makan siang bersama, dan dia bercerita tentang anak-anak serta cucu-cucunya, yang ternyata nggak tinggal di Kota Pekanida. Semuanya tinggal terlalu jauh, jadi dia nggak bisa bertemu mereka setiap minggu. Makanya dia bilang betapa bahagianya dia bisa merawat Panji.Sore harinya, dia pergi ke pasar dan bilang akan jemput Panji setelah itu. Dia menyuruhku istiraha

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 42

    Sudut Pandang Jodi. Aku bersandar di ranjang dan menyalakan sebatang rokok, meniupkan asapnya sambil memandangi gimana asap itu menghilang di udara. Aku tersenyum dan berkata pada wanita di sampingku, “Selamat, sayang. Lagi-lagi kamu luar biasa banget. Nanti aku transfer uang ke rekeningmu, beli sesuatu yang kamu suka.” Aku tersenyum geli, membayangkan suaminya yang percaya dia wanita suci. “Aku cuma heran, gimana suami bodohmu itu nggak curiga dari mana asal uangmu?”Aku menatap selingkuhanku yang berbaring telanjang di sampingku. Ini bukan pertama kalinya dia memberiku informasi dan bantuan kecil. Kami sudah jadi kekasih gelap selama bertahun-tahun, dan nggak ada satu pun orang pernah curiga. Dia penuh tipu daya dan aku suka itu. Dia tertawa saat aku sebut suaminya, lalu mengambil rokok dari tanganku, mengisapnya, dan berkata, “Suamiku memang bodoh. Dia pikir semua yang aku beli itu palsu dan dia percaya aku cuma pakai perhiasan imitasi. Dia sebodoh Aditya, yang nggak sadar apa ya

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status