Berita menggemparkan tiba-tiba saja tersebar ke seluruh wilayah. Sejak pagi, acara televisi yang membahas tentang artis dan gosip-gosip panas terus menayangkan berita yang sama. Tak hanya itu, berita itu pun menjadi bahan pembicaraan di berbagai macam jejaring sosial media.Semua orang yang berkumpul rata-rata pasti membicarakan hal itu. Bagaimana tidak? Laura Guan, artis papan atas yang baru saja naik daun itu, diberitakan tengah menjalin kasih dengan seorang direktur salah satu perusahaan yang bergerak di industri hiburan. Yang lebih parah lagi, ternyata direktur itu sudah memilik seorang istri.Foto-foto bukti perselingkuhan dan chat mesra tersebar di mana-mana. Semua orang langsung paham jika Laura yang dipuja-puja itu ternyata seorang pelakor. Padahal sebelumnya, ia dianggap sebagai artis yang baik dan punya nama bagus.Akan tetapi, begitu berita ini tersebar, hancur sudah gambaran itu pada diri Laura.“Arrghh! Kenapa sih beritanya bisa sampai tersebar?!”Prang! Brak!Laura mengg
Akhir-akhir ini, cuaca sering mendung, bahkan setiap hari hujan tidak pernah absen untuk turun. Penyakit yang paling sering muncul dalam musim-musim seperti ini salah satunya adalah demam berdarah. Sudah lebih seratus pasien yang baru saja masuk terjangkit penyakit tersebut, belum lagi pasien-pasien dengan penyakit lain yang datang berobat. Karena hal itulah, rumah sakit tampak lebih sibuk dari biasanya. Meski lelah, tetapi mereka tetap berusaha maksimal untuk melayani para pasien, serta berharap agar mereka cepat membaik.Bella yang berada di rumah sakit pun harus bekerja ekstra bersama dengan tiga orang rekannya yang lain. Karena jumlah pasien yang membludak, Bella pun tidak bisa pulang sesuai dengan jam pulang biasanya.'Gabriel, maafkan Mama karena tidak bisa segera pulang,' batin Bella dengan hati yang sendu.***“Gabrielll!! Tante pulaanngg!!”Naura yang baru saja kembali dari dinasnya itu melepaskan koper yang baru saja ia geret. Ia juga melepaskan sepatunya sembarangan. Tanga
Sagar bangkit dari tidurnya. “Hah? Memangnya apa yang terjadi dengan mereka, Leon?”“Sagar …,” suara sepupu Sagar, Leon, terdengar bergetar, “... mereka berdua sedang berlibur, lalu … lalu aku dengar jika di kota itu terjadi gempa dan tsunami. Aku berusaha untuk menghubungi mereka, tapi … tapi … aku sama sekali tidak mendapatkan jawaban!”Sagar terdiam mendengar cerita Leon kepadanya. Ia ingat keponakannya yang masih kecil itu baru saja masuk sekolah dasar tahun ini. Lalu, sekarang ia justru mendengar jika anak itu beserta ibunya menghilang.“Apa … apa kamu bisa membantuku, Sagar? Aku sudah putus asa mencari mereka. Aku sangat takut kehilangan mereka berdua.”Sagar mencengkeram ponselnya. Meski ia tidak bisa melihat wajah Leon, ia bisa tahu seberapa besar rasa takut yang dirasakan oleh Leon. Ia juga bisa menyadari seberapa besar rasa cinta Leon pada anak dan istrinya itu.“Tunggu … apa mereka termasuk korban gempa dan tsunami beberapa hari yang lalu itu?” tanya Sagar saat ia menyadari
Hampir selama 30 menit lamanya mereka mencoba untuk menangani pasien wanita tanpa nama itu. Sudah berbagai cara mereka upayakan. Namun sayangnya, nyawa wanita itu tidak bisa terselamatkan.Kekesalan dan rasa sedih penuh duka menyelimuti para petugas kesehatan. Lagi-lagi mereka tidak bisa menyelamatkan satu nyawa korban bencana alam karena kurangnya alat kesehatan dan obat-obatan lain.“Permisi ....”Seseorang datang memasuki ruang perawatan darurat itu. Seorang perawat segera mendatangi petugas SAR tersebut.“Ada yang bisa saya bantu?” tanya perawat itu.Petugas itu menyodorkan sebuah kartu identitas. “Ini ada kartu identitas milik salah satu korban yang saya bawa ke sini kemarin sore. Saya lupa tidak segera memberikannya dan terbawa dengan saya sampai ke tempat kerja. Apa kalian bisa memberikan ini kepadanya?”Perawat itu mengamati kartu nama yang sudah ada di tangannya itu. Wajahnya tampak asing dan familiar di saat yang sama. Ia mencoba untuk mengingat-ingat pasien wanita mana saja
Satu orang pengawal Leon mencoba untuk membawa Leon ke tempat yang lebih aman dan menenangkannya.Sagar tahu jika Leon sangat mencintai istrinya. Tidak heran ia jadi seperti orang gila ketika mendengar kematian istrinya. Dunia Leon pasti sudah hancur sekarang ini. Air matanya tidak berhenti mengalir hingga membuat kelopak matanya bengkak dan memerah. “Bagaimana dengan Justin, apa sudah ditemukan?” tanya Sagar pada salah satu pengawal Leon.Pengawal itu menggeleng. “Kami masih mencari keberadaannya, tapi kami dengar daerah hotel tempat Tuan Muda dan Nyonya tinggal sudah dibersihkan dari reruntuhan, semoga Tuan Muda selamat.”Sagar mengangguk kecil. Ia kembali menatap ke arah Leon. Ia menghela napas panjang dan berat. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana perasaan Leon saat ini.'Jika aku jadi Leon ....'Batin Sagar melayang jauh. Bayangan tentang Bella, istrinya—setidaknya saat ini karena ia belum mengurus perceraian mereka, terjebak dalam reruntuhan itu. Akan semakin buruk jika ternyata
“Papamu … tadi saat Uncle pergi, papamu sedang berusaha mencari mamamu, tapi tadi papamu sepertinya sudah tahu di mana keberadaan mamamu,” jelas Sagar. Hatinya terasa sesak karena tidak bisa mengatakan yang sesungguhnya. “Sekarang, kita siap-siap untuk pergi ke papamu, yuk!”Sagar bangkit dan meminta salah satu pengawalnya untuk membawa Justin ke mobilnya. Diam-diam, Sagar dan Jason menatap Justin dari kejauhan.“Tuan Sagar, maaf jika saya seperti sedang ikut campur, tapi … Anda tadi sepertinya berbohong tentang ibu Justin, ya?” tebak Jason.Sagar menunduk dan menghela napas panjang. “Iya. Aku tidak bisa mengatakan fakta kalau ibunya sudah meninggal dunia.”Jason mengepalkan tangannya. Ia tidak menyangka jika ibu Justin ternyata sudah tidak bernyawa. Anak itu selalu bertanya di mana keberadaan ibunya. Jika ia mendengar tentang kematian itu, Justin pasti akan sangat sedih.“Saya turut berduka cita mendengarnya,” lirih Jason.Sagar mengangguk. Ia mengambil ponselnya dan pamit untuk mene
‘Tidak, mana mungkin itu Bella,’ pikir Sagar menentang hatinya. Ia pun memalingkan wajah dari Jason dan wanita yang mulai menghilang setelah berbelok ke lorong lain.Sagar memerintahkan bawahannya untuk menjaga Justin sementara ia pergi menenangkan pikirannya. Ia pun lanjut melangkah berkeliling rumah sakit.***Jason meletakkan secangkir cokelat hangat pada Bella yang duduk di kursi. Mereka berdua kini sudah berada di ruang kerja Jason yang tampak rapi dan terlihat profesional layaknya seorang dokter berpengalaman. Ini bukan pertama kali Bella ke sini dan setiap ia ke sini, Bella selalu merasa nyaman dan aman, sama seperti kepribadian Jason.“Mungkin aku bisa mencarikan kantong darah untuk Gabriel di bank darah yang ada di tempat lain,” usul Jason. Ia meminum cokelat hangat yang ia buat untuk dirinya sendiri. “Aku tidak menyangka Gabriel akan memiliki golongan darah yang langka. Hanya sedikit di dunia.”Bella menunduk. “Iya, sepertinya bawaan dari keluarga ayahnya,” timpal Bella.“Ta
“Golongan darah Anda AB rhesus negatif?” tanya Jason tidak percaya.Sagar mengangguk. Ia mengeluarkan kartu tanda penduduknya dan menunjukkannya pada Jason. “Anda bisa lihat sendiri di sana.”Jason masih memandang kartu tanda penduduk Sagar dengan tatapan tidak percaya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sagar, kolom golongan darahnya sesuai dengan yang Jason cari. “Apa … apa Anda mau mendonorkan darah Anda? Jika iya, maka kami akan sangat berterima kasih,” pinta Jason penuh harap. “Sebenarnya, ada satu anak bayi yang menderita DBD dan kondisinya sangat buruk sampai membutuhkan transfusi darah. Namun, kami belum bisa menemukan pendonor yang tepat.”“Aku sama sekali tidak mempermasalahkannya. Mungkin ini bisa jadi timbal balik karena Dokter Jason mau menjadi dokter pribadi Justin untuk operasinya,” ucap Sagar dengan senang hati.“Terima kasih! Terima kasih banyak, Tuan Sagar!” ucap Jason berkali-kali. Ia merasa senang dan bahagia. Meski ia bukan keluarga dari yang membutuhkan, teta