“Golongan darah Anda AB rhesus negatif?” tanya Jason tidak percaya.Sagar mengangguk. Ia mengeluarkan kartu tanda penduduknya dan menunjukkannya pada Jason. “Anda bisa lihat sendiri di sana.”Jason masih memandang kartu tanda penduduk Sagar dengan tatapan tidak percaya. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sagar, kolom golongan darahnya sesuai dengan yang Jason cari. “Apa … apa Anda mau mendonorkan darah Anda? Jika iya, maka kami akan sangat berterima kasih,” pinta Jason penuh harap. “Sebenarnya, ada satu anak bayi yang menderita DBD dan kondisinya sangat buruk sampai membutuhkan transfusi darah. Namun, kami belum bisa menemukan pendonor yang tepat.”“Aku sama sekali tidak mempermasalahkannya. Mungkin ini bisa jadi timbal balik karena Dokter Jason mau menjadi dokter pribadi Justin untuk operasinya,” ucap Sagar dengan senang hati.“Terima kasih! Terima kasih banyak, Tuan Sagar!” ucap Jason berkali-kali. Ia merasa senang dan bahagia. Meski ia bukan keluarga dari yang membutuhkan, teta
“Uncle?” Anak itu menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Tangannya melambai pada pria itu. “Uncle!”Naura mencoba menoleh dan melihat siapa yang dipanggil oleh anak di kursi roda itu, tetapi banyaknya orang yang mondar-mandir di depannya membuat Naura cukup kesulitan untuk mencari siapa sosok paman dari anak itu.“Naura!” Di saat yang sama, Bu Zalwa memanggil Naura. Wanita itu segera bangkit dan mencari ibunya. Bu Zalwa ternyata sudah berjalan mendekatinya. “Ayo kembali ke kamar, Dokter sudah datang untuk mengecek Gabriel!”Naura mengangguk dan bersiap untuk pergi. Ia menoleh pada anak kecil yang ternyata juga sedang menatapnya. “Tante pergi dulu, ya! Semoga cepat sembuh,” ucap Naura pada anak itu.Anak itu mengangguk mantap. “Iya, adik kecil juga, ya! Kalau ketemu, nanti main bareng aku lagi, ya!”Naura tersenyum mendengar ucapan polos itu. Ia kembali dan melambaikan tangannya pada anak itu tanpa sempat berkenalan dan bertukar nama dengannya.Di saat Naura sudah pergi, paman da
Mata wanita itu terbuka dengan perlahan. Bersamaan dengan kesadarannya yang mulai pulih, rasa sakit menyambar ke seluruh tubuhnya. Laura mengerang dan menggeliat di atas ranjang. Ia tidak pernah merasakan rasa sakit sampai seperti itu sebelumnya. Tulangnya terasa remuk, sendinya nyeri. Laura seperti dipukul oleh orang-orang berbadan besar. Belum lagi kepalanya yang terasa sangat pusing dan membuat pandangannya berputar.“Apa … apa yang terjadi?” gumam Laura sembari memegangi kepalanya.Laura mencoba mengingat-ingat apa yang ia lakukan terakhir kali. Wanita itu ingat jika ia berada di klub malam dan menghabiskan uangnya untuk membeli banyak minuman alkohol. Lalu, datang seorang pria yang memberikannya minuman.Setelah itu … badannya tiba-tiba terasa panas. Efek alkohol membuat kesadarannya berada di ambang batas.Laura membelalak. Ia melihat ke sekelilingnya. Pagi sudah datang dan ia terbangun di atas ranjang asing. Yang lebih buruknya lagi, Laura tersadar jika ia sudah telanjang bulat
Sagar dan Bella serempak menoleh pada asal suara yang menginterupsi keduanya. Sosok pria lain yang mengenakan jas putih khas dokter berdiri di sana.“Bella?” Jason menatap Bella dengan mata melebar. Ia juga hampir tidak percaya saat melihat siapa pria yang ada di dekat Bella.Bella mengerjap. Ia mengambil kesempatan ini untuk mendorong Sagar menjauh. Dengan kekuatan terbesar yang ia miliki, Bella berhasil membuat Sagar mundur beberapa langkah.“Do-dokter Jason? Apa … yang Anda lakukan di sini?” tanya Bella dengan gagap.Karena tidak sengaja menemukan kedua orang yang sepertinya sedang cekcok, rasa canggung menghampirinya—menghampiri mereka bertiga. “Ah, itu … aku sedang mengecek pasien VVIP. Entah kenapa aku tidak sengaja lewat sini, padahal biasanya tidak. Maaf, sepertinya aku–”“Apa Anda mengenal Bella, Dokter Jason?” Pertanyaan Sagar membuat Bella dan Jason sama-sama menoleh ke arahnya.“Em … ya, seperti yang Anda lihat Tuan Sagar. Dia salah satu pekerja di sini dan aku mengenalnya
“Kamu bertemu dengan mantan suami kamu? Lalu, bagaimana? Apa kamu tidak apa-apa?” tanya Bu Zalwa perhatian. “Dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh kan sama kamu?”Bella tersenyum atas perhatian Bu Zalwa padanya. “Aku baik-baik saja, kok, Bu. Hanya sedikit terkejut saja.”“Bella, seperti yang Ibu katakan tadi. Kalau kamu mau cerita, ceritakan saja pada Ibu, ya,” ucap Bu Zalwa sekali lagi. Ia tidak mau Bella menanggung semuanya sendiri.Bella mengambil napas panjang. Mungkin memang inilah saat yang tepat baginya untuk membuka diri dan menceritakan semua kejadian di masa lalunya.“Begini, Bu … sebenarnya dulu aku dan dia dijodohkan oleh kakek suamiku. Kami menikah bukan atas dasar cinta. Aku pun menerimanya karena keluarga mereka sangat berjasa dalam membantuku bertahan hidup. Kupikir, rasa cinta perlahan-lahan bisa tumbuh dengan seiring berjalannya waktu, tetapi sepertinya aku kurang sabar. Kami mesra hanya di depan keluarganya saja dan status pernikahan pun hanya diketahui oleh keluar
"Aku memang tidak melihatnya secara langsung Bibi, tapi ...," ucapan Sagar tertahan, “Tapi, aku yakin, kalau orang suruhanku tidak akan salah memberikan informasi!"Hana dan Zoku menelan ludah payah mendengar perkataan Sagar. Keduanya saling menatap satu sama lain, seolah berbicara dari mata ke mata. "Kalau begitu, berarti anak itu adalah anakmu, Sagar?" tanya Kakek Zoku pura-pura terkejut.Zoku tidak ingin jika Sagar sampai tahu kalau ternyata selama ini diam-diam ia mengirimkan orang untuk mencari keberadaan Bella dan menyelidiki tentang kehidupannya.Sagar menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, Kakek. Aku …," wajah Sagar terlihat bimbang, "A-aku tidak begitu yakin ...."Sagar mengembuskan napasnya kasar. Ia bingung harus mengatakan apa pada Kakek Zoku dan Bibi Hana soal anak itu. Di satu sisi, ia yakin kalau anak itu adalah anaknya, tapi di sisi lain dia juga ragu karena tidak bisa mengingat dengan jelas kejadian malam itu. Semuanya masih terlihat samar-samar bagi Sagar."Kenapa bisa
"Kau! Beraninya ...."Stefany menggantungkan ucapannya, ia mengepalkan tangannya kuat menahan marah. "Kau, apa kau tidak tahu siapa aku, hah?!" katanya kemudian dengan nada sedikit mengancam.Tangan Bryan yang semula berada di atas meja kini berubah menjadi bersedekap dada. Ia merasa kalau wanita itu terlihat semakin menarik. "Tentu saja saya tahu. Anda adalah Nona Stefany Laudya. Saya bahkan lebih tahu banyak daripada yang Anda kira. Apa Anda kira nama Anda hanya dicap yang baik-baik saja? Apa saya perlu menyebutkan satu persatu tentang kabar buruk Anda, Nona Stefany?!"Kalimat Bryan barusan seperti sedang menekankan sesuatu sekaligus peringatan pada Stefany. Ia sudah tahu tentang semua kebusukan wanita itu. Bagi Bryan, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk membuka semua kedok Stefany.Stefany yang mati kutu pun akhirnya memilih untuk pergi. Dia membanting pintu ruangan itu dengan cukup keras. Bryan yang melihat itu pun menyeringai puas. Dari awal, dia memang tidak begitu suka deng
"Tunggu dulu, apa maksudnya semua ini?" Bella menatap tak mengerti pada semua makanan-makanan itu."Bella, kamu tidak tahu, ya, kalau tadi ada seseorang berpakaian koki yang mengantarkan semua makanan ini ke sini. Katanya, ini semua kiriman dari suaminya Nyonya Bella Tasya," jelas Bu Farah. "Apa suamimu tidak memberitahukan dulu sebelumnya?" tanya Bu Farah sambil berkacak pinggang.Bella menggeleng pelan. "Aku, tidak tahu, Bu Farah. Aku saja terkejut melihatnya."Karin tersenyum menggoda. “Romantis sekali, sih! Sampai rela-rela kasih kejutan begini!”Pikiran Bella langsung melayang pada seseorang. 'Apakah semua ini kiriman dari Sagar?' batinnya bertanya-tanya. 'Tapi ... bukankah dia sudah kembali ke kota asalnya?'"Bella, coba lihat ini! Aku menemukan sebuah kartu ucapan dari suamimu!" Karin secara tak sengaja melihat sebuah kertas kecil persis di dekat ujung meja tempatnya berdiri. “Dibilang kalau ini dari suamimu! Masa kamu tidak percaya? Nih, coba baca sendiri.”Semua orang beralih