Beranda / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / Extra Chapter 5. Terlalu Cantik

Share

Extra Chapter 5. Terlalu Cantik

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-15 07:30:46

“Kau sungguh tidak keberatan dengan gaya berpakaianku ini, bukan?” tanya Gabriella sembari meringis. Ia merasa canggung karena semua mata tertuju padanya.

“Percayalah padaku, Gaby. Apa pun baju yang kau kenakan, kau tetap sempurna,” timpal Max seraya membuat satu anggukan tegas.

Sekali lagi, sang wanita melirik ke meja tinggi di sekitarnya. Beberapa orang kini berbisik sambil menyembunyikan tawa.

“Termasuk ini?” tanya Gabriella sebelum memajukan sebelah kaki agar sang suami dapat melihat sepatu karet yang berwarna putih.

“Ya, itu sangat cocok dengan dengan gaunmu. Warna mereka sama,” angguk Max sebelum membelai bayi yang sedang duduk dalam carrier di depan tubuhnya. “Kau setuju dengan Papa, bukan? Mama terlihat sangat cantik.”

“Mamamama ...” sahut Cayden sembari berkedip lambat.

Namun, bukannya terurai, alis sang wanita malah semakin kusut. “Pasti mereka m

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 6. Pria Bermata Biru

    Begitu memasuki ballroom yang luas dan megah, mata Cayden sontak berbinar. Padanan warna emas dan putih terlihat seperti kue lezat baginya. Selang satu kedipan lambat, ia pun mendesah, “Woah ....” Mendengar suara mungil itu, Gabriella otomatis menaikkan sudut bibir dan memeriksa raut wajah putranya. “Ada apa, Cayden? Apakah kau senang datang kemari?” “Cacacaca!” sahut sang bayi seraya meruncingkan telunjuk ke lantai dansa yang tampak mengilap. “Kau mau bermain di sana?” selidik Gabriella sembari menaikkan alis. Tanpa mengucap sepatah kata, Pangeran Kecil tiba-tiba meluruskan badan. Mengetahui keinginan putranya, sang wanita akhirnya menurunkan bayi berdasi kupu-kupu itu dari gendongan. “Jangan berlari terlalu cepat karena Papa sedang tidak bersama kita. Mengerti?” Seolah memahami perintah ibunya, Cayden mendesah, “Yah!” Namun, begitu kakinya menapak, bayi mungil itu melaju tanpa rem ke lantai dansa. Sambil tertawa leba

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 7. Istrimu Seharusnya di Ranjangku

    “Wow! Ada apa dengan ciuman ini?” tanya Max saat sang istri mengembalikan jarak di antara mereka. “Tidak ada apa-apa. Aku tiba-tiba saja merindukanmu,” sahut Gabriella sembari mengelus sudut bibir sang suami dan mengangkat pundak sekilas. Sedetik kemudian, ia membelai kepala bayi yang sedang memainkan kancing putih di bawah leher sang ayah. “Pangeran Kecil juga merindukanmu. Dia tadi sempat kebingungan karena tidak ada teman berlari.” “Begitukah?” timpal Max sebelum memasukkan wajahnya ke dalam bingkai pandang sang bayi. “Apakah kau bosan bermain tanpa Papa?” Alih-alih menjawab, Cayden malah tertawa kecil. “Mamamama ...” ocehnya sambil meruncingkan telunjuk ke arah piano. Kemudian, dengan penuh semangat, ia mengulangi gerakan kepalanya saat mendengarkan lagu favorit. “Oh, kau berjoget saat Mama memainkan lagu bayi paus?” terka Max dengan mata yang tak kalah lebar. “Bayi hiu, Max,” koreksi Gabriella untuk kesekian kalinya. “Ah, ya ... i

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 8. Persoalan Orang Dewasa

    “Pangeran Kecil, mau sampai kapan kau menikmati makan siangmu? Perutmu ini sudah buncit,” celetuk Max sembari menggelitik putranya yang enggan melepas Gabriella. Merasa terusik, sang bayi pun mendorong tangan sang ayah agar menjauh. Tanpa sedikit pun rasa bersalah, ia kembali mengemut makanan favoritnya. “Apakah dia benar-benar masih minum?” selidik Max sambil mengernyitkan dahi di hadapan istrinya. Mengetahui keputusasaan sang suami, Gabriella spontan mendesahkan tawa. “Bersabarlah, Max. Pangeran Kecil tidak akan bisa tidur jika kau terus mengganggunya.” “Lihatlah, Gaby! Dia tidak benar-benar minum. Pangeran Kecil hanya bermain-main saja denganmu,” gerutu pria yang mengerutkan alis seperti anak kecil. “Kalau begitu, aku juga mau.” Sedetik kemudian, Max mulai memainkan makanan putranya yang sudah selesai dilahap. Mengetahui perbuatan nakal sang ayah, Cayden tiba-tiba menendang. Dalam sekejap, kedua orang tuanya terbelalak dan melepas keterkeju

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 9. Laki-Laki Pengganggu

    Memahami kegalauan sang istri, Max pun membantu untuk memikirkan solusi. Sambil terus menahan kepala Cayden dengan sebelah tangan, ia menyipitkan mata. “Bagaimana kalau kita serahkan saja keputusan ini kepada Pangeran Kecil?” Mendengar ide dadakan tersebut, mata Gabriella otomatis membulat. “Bagaimana caranya?” “Kita jelaskan apa saja yang berubah jika Cayden memiliki seorang adik. Lalu, kita tanyakan apakah dia siap menerima perubahan itu atau tidak. Bagaimana?” “Apakah Pangeran Kecil bisa memahami penjelasan dan pertanyaan serumit itu?” balas sang wanita dengan alis terganjal kekhawatiran. Sekali lagi, Max mendesahkan tawa. “Kenapa kau malah meragukan kecerdasan Cayden sekarang? Aku yakin, dia pasti mengerti jika kita terangkan sejelas-jelasnya. Dan kita juga harus menegaskan bahwa kasih sayang kita kepadanya tidak akan berkurang.” Selang perenungan sesaat, Gabriella akhirnya melepas beban dari sudut bibirnya. “Baiklah. Mari kita cob

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-15
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 10. Aku Hanya Mencintai Suamiku

    “Begitukah? Lalu, bagaimana jika ada pria lain yang lebih mencintai Anda? Yang lebih kaya, lebih tampan, dan lebih baik dalam segala hal dibandingkan Max Evans,” tanya Axel dengan nada geram. Gemuruh napasnya tidak lagi mampu diredam, begitu pula dengan kemarahan yang mencuat dari sela-sela jemarinya yang terkepal. Alih-alih menjawab dengan serius, Gabriella malah meloloskan desah tawa. Sambil mengernyitkan dahi, wanita itu menggeleng lambat. “Itu mustahil, Tuan. Tidak ada pria semacam itu di muka bumi ini. Bagi saya, pria yang paling kaya, tampan, dan baik adalah Max Evans. Kalaupun ada, mungkin itu baru terjadi dua puluh tahun lagi, setelah Cayden dewasa.” Tiba-tiba saja, kepalan tangan Axel Craig mendarat di atas meja. Meski tidak menimbulkan bunyi kencang, aksinya itu sukses membuat sang wanita mengerjap. “Kenapa kau yakin sekali dengan laki-laki itu? Apakah kau tahu berapa banyak harta kekayaan yang kumiliki? Keluargaku menguasai bisnis perhotela

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 11. Keceriaan di Lautan Bintang

    “Max, apakah kau menyukai kalung baruku?” tanya Gabriella sembari memperhatikan cahaya biru yang berpendar dari pendant di bawah lehernya. Melihat senyum manis sang istri dalam remang-remang malam, pria yang sedang menggendong Cayden pun ikut menaikkan sudut bibir. “Ya. Itu sangat cocok dengan kepribadianmu. Tetap indah meski dalam gelap. Tuan Abdul pasti sangat mengagumimu,” timpal Max sembari memindahkan sang bayi ke lengan yang lain dan meraih jemari sang istri dengan tangannya yang bebas. “Apakah kau cemburu?” tanya wanita yang menyandang ransel itu sambil menoleh dengan mata bulat. Alih-alih menjawab, sang suami malah tertawa. “Kenapa harus cemburu? Aku justru bangga karena istriku bisa menginspirasi banyak orang.” “Mamamama ...” sambung Pangeran Kecil, seolah tak ingin kalah dari sang ayah. Mata Cayden kini sama lebar dengan milik ibunya. Ia sudah puas tidur selama di perjalanan. Dengan tenaga penuh, bayi mungil itu siap memenuhi

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Jangan Buka Pintu

    “Selamat pagi, Ratuku,” sapa Max ketika wanita yang berbaring di sampingnya membuka mata.Melihat sang suami menyambut paginya dengan senyum manis, sudut bibir Gabriella ikut terangkat ringan. “Selamat pagi, Rajaku,” balas wanita itu dengan suara serak.“Mamamama,” oceh bayi yang bersandar di perut ayahnya.Dengan lengkung alis tinggi, Gabriella menoleh ke arah datangnya suara. Ketika mendapati Cayden sedang menatapnya dengan mata bulat, wanita itu sontak kembali terpejam dengan lengkung bibir yang lebih lebar. “Kenapa kalian bangun pagi sekali? Aku saja masih mengantuk.”Begitu mengembalikan pandangan, wanita itu langsung disambut oleh tawa putranya. “Mamamama ...” ucap Pangeran Kecil seraya menunjuk wajah sembap ibunya kepada sang ayah.“Ya. Ibumu kelelahan karena terlalu lama bermain semalam,” terang Max dengan senyum simpul.Salah memahami ucapan sang ayah, Cayden ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Menyerah atau Putramu Mati

    Dengan mata terbelalak dan napas tertahan, Gabriella berusaha untuk kembali merapatkan pintu. Malangnya, tamu yang tak diundang sudah lebih dulu mengganjal jalan masuk dengan sepatu besarnya. Sekalipun sang wanita menekan ujung pintu dengan punggung, celah tetap tidak kunjung tertutup.Melihat kesulitan sang ibu, Cayden pun ikut mendorong papan tebal itu dengan kedua telapak kecilnya. Menyaksikan keberanian sang bayi, kekhawatiran si ibu muda sontak berlipat ganda.“Cayden, jangan berdiri di situ! Nanti kau terluka,” perintahnya di sela desah napas yang tak beraturan.Alih-alih menurut, sang bayi malah mengerang, mengerahkan seluruh tenaga yang tidak seberapa hingga pipinya merah. Ia tidak mungkin membiarkan ibunya bekerja keras seorang diri. Saat Gabriella mencuci pakaian saja, dirinya ingin membantu, apalagi melawan penjahat.Menyadari hal itu, sang wanita sontak meringis. Mau tidak mau, ia memaksa otak untuk berputar mencari solusi.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16

Bab terbaru

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status