Home / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / 40. Mulai Memahami

Share

40. Mulai Memahami

Author: Pixie
last update Last Updated: 2021-07-02 12:31:41

Sepanjang perjalanan menuju bandara, Max tak bisa berhenti mengamati istrinya. Gabriella tampak ceria, sangat berbeda dari biasanya.

"Apa yang terjadi di dalam ruangan itu? Kenapa dia mendadak lupa pada kesedihannya? Padahal, matanya saja masih bengkak," batin pria yang pura-pura fokus dengan tabletnya.

Setibanya di pesawat, hal yang lebih mengejutkan datang. Wanita itu tiba-tiba menggenggam tangan sang suami saat pesawat hendak tinggal landas.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Max tidak bisa lagi menyembunyikan keheranan.

"Bukankah ini membuatmu nyaman?" timpal Gabriella dengan mata bulat yang menggemaskan. Sang suami sampai tak bisa berkedip menatapnya.

Selang satu embusan napas, Max menempelkan telapak tangan di kening sang istri. 

"Kau tidak demam," gumamnya setelah mendeteksi suhu tubuh yang normal. Kebingungan menumpuk semakin tinggi dalam benaknya.

"Aku sudah sehat. Tenang saja. Aku tidak akan merepotkanmu lagi," bisik

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
ih.. kenapa sih gitu lagi gitu lagi. gaby bodoh.. kesel thor
goodnovel comment avatar
Yuliatines Aja
kenapa cherry dibiarkan polos begitu.. klo cherry kira itu max yg mengurusnya..bakalan jafi bomerang dong bagi gaby
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta CEO dalam Jebakan   41. Dugaan yang Salah

    Begitu keluar dari kamar mandi, Max terbelalak karena hanya mendapati Cherry di atas ranjang. Setelah celingak-celinguk dan tetap tidak menemukan sang istri, desah kesal berembus dari mulutnya. “Kenapa dia meninggalkan suaminya berduaan dengan perempuan lain? Apakah dia sama sekali tidak berperasaan?” gerutu pria yang kemudian menatap Cherry dengan raut jijik. “Perempuan ini ... selalu saja merepotkanku. Ck, seharusnya kubiarkan saja dia menangis di lobi. Dia yang batal menikah, tapi kenapa malah aku yang pusing? Kalau saja aku tidak mencoba menjadi teman yang baik, aku pasti sudah menikmati makan malam yang tenang.” Sedetik kemudian, alis Max terdesak ke atas. Kata-katanya baru saja mengingatkan janjinya kepada sang istri. Secepat kilat, ia berbalik menghadap meja yang ternyata sudah penuh dengan hidangan. Helaan napas tak percaya langsung terumbar di udara. “Dia benar-benar menyiapkan makan malam? Lalu, kenapa dia malah kembali ke kamar?” gerutu pri

    Last Updated : 2021-07-03
  • Cinta CEO dalam Jebakan   42. Penyesalan Kedua

    Menyaksikan reaksi semacam itu, rasa bersalah Max sontak berlipat ganda. Sembari mengerutkan alis, ia mencoba menyentuh pundak istrinya.“Gabriella, maafkan aku. Tidak seharusnya aku bersikap kasar kepadamu,” ucap Max dengan lidah yang kelu.Sang istri tidak menjawab. Wanita itu terus membasuh hatinya yang terluka dengan air mata.“Aku benar-benar keterlaluan tadi. Kumohon, maafkan aku.”Lagi-lagi, Gabriella bungkam. Kesedihannya terlampau besar untuk mampu menerima permohonan maaf yang ia ragukan tersebut.Mengetahui bahwa sang istri telah menutup diri darinya, Max pun mendesah pasrah. Dengan lembut, direngkuhnya wanita itu.“Apa yang bisa kulakukan untuk mengobati lukamu?” bisik pria yang kini mengelus rambut sang istri.Beberapa detik berlalu, Gabriella masih saja terisak dalam dekapan. Wanita itu terlalu lelah untuk menyikapi keadaan. Diam ataupun melawan, keduanya sama-sama tidak mampu menghila

    Last Updated : 2021-07-04
  • Cinta CEO dalam Jebakan   43. Pengakuan yang Tertunda

    “Apakah kau mau membantuku mencari perempuan yang seperti itu?” tanya Max menguji rasa penasaran sang istri. “Aku hanya ingin lebih berhati-hati jika lain kali bertemu dengan perempuan impianmu,” jawab Gabriella dengan tampang datar. Melihat keseriusan wanita itu, sebelah sudut bibir Max melengkung naik. “Simak ini baik-baik. Aku menyukai perempuan yang berhati lembut, tidak berisik, mandiri, dan tidak merepotkan orang lain.” Alis Gabriella otomatis berkerut. “Apa kau sedang menyindirku?” tanya wanita itu dengan nada tak senang. Sang suami langsung menggeleng. “Tidak. Memang itulah kriteria wanita idamanku. Lalu, aku suka yang manis, lugu, tidak pendendam—“ “Baiklah, cukup. Aku sudah tahu. Kau menyukai perempuan yang bertolak belakang denganku,” sela Gabriella seraya mengangkat telapak tangannya. Menyaksikan sikap jengkel sang istri, Max sontak mengernyitkan dahi. “Kenapa kau kesal? Apakah kau berharap aku menyukaimu?” Bukannya

    Last Updated : 2021-07-05
  • Cinta CEO dalam Jebakan   44. Kau Adalah Snowy-ku

    Sebuah ide tiba-tiba terlintas dalam benak Gabriella, ide yang enggan ia akui. “Tidak mungkin laki-laki ini menyayangiku. Dia pasti asal bicara. Seorang Max tidak akan mengerti arti keberadaan Snowy bagiku. Tidak seharusnya dia menggunakan boneka kesayanganku sebagai analogi,” batinnya. “Apa maksudmu?” tanya Gabriella terdengar ragu. “Apa kau tidak merasa kehidupan kita mirip? Harus berjuang seorang diri tanpa ada seorang pun yang mendukung dengan setulus hati.” Sang wanita terpaku menyimak perkataan Max. Baru kali itu ia mendengar suaminya begitu terbuka dan jujur. “Lalu, apa hubungannya dengan bonekaku?” selidik Gabriella dengan alis berkerut. Senyum getir sang suami lagi-lagi menambah kebingungannya. “Kau beruntung masih memiliki Snowy yang bisa menenangkan gelisahmu. Saat kau menangis dan butuh kekuatan, kau bisa langsung memeluknya. Tetapi aku ... aku tidak memiliki siapa pun sebelum kau datang.” Deg! Perasaan aneh sontak memenuhi

    Last Updated : 2021-07-06
  • Cinta CEO dalam Jebakan   45. Sandiwara Cherry

    Begitu membuka mata, Cherry langsung mengerang dan memegang kepalanya yang berat. Bau alkohol yang tercium dari napasnya membuat kening mengernyit. Namun, begitu otak membuka memori, mata wanita itu sontak terbuka lebar. “Apakah rencanaku berhasil? Aku tidak ketahuan berbohong oleh Max, bukan?” Sedetik kemudian, Cherry celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar. Sudut bibirnya baru tertarik maksimal ketika mendapati tubuhnya yang polos di balik selimut. “Ternyata, rencanaku berhasil,” gumamnya sebelum cekikikan dengan gaya centil. “Tapi, di mana Max? Dan, kenapa kamar ini gelap?” pikir Cherry sembari memperhatikan tirai jendela yang tidak tertembus sinar mentari. Tiba-tiba, terdengar suara pintu dibuka. Secepat kilat, wanita yang masih berbaring itu menyingkap selimut dan memasang pose menggoda. “Itu pasti Max. Mari lihat, apa yang akan dia lakukan padaku,” batin si penipu di balik kelopak matanya yang terkatup rapat. Ia sama sekali t

    Last Updated : 2021-07-07
  • Cinta CEO dalam Jebakan   46. Pembelaan Sang CEO

    “Kalau begitu, berlututlah di hadapan Gabriella. Minta maaf kepadanya dan berjanjilah tidak akan mengulangi kesalahanmu lagi,” ujar Max tanpa sedikit pun keraguan. Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Istri sang CEO masih terkurung dalam keterkejutan, tak menyangka jika sang suami begitu menjaga derajatnya, sedangkan Cherry hanya bungkam, mempertimbangkan syarat yang diajukan. Kerut alis tak senang telah memayungi mata gelisahnya. Belum sempat Gabriella meminta kelonggaran kepada sang suami, si wanita cantik sudah lebih dulu berlutut dengan kepala tertunduk. “Maafkan aku, Nona. Lain kali, tidak akan kuulangi lagi. Aku benar-benar tidak tahu bahwa Anda kekasih Max.” Wanita berhati lembut sontak mendesah tak tega. Namun, ketika ia hendak menyentuh pundak Cherry, sang suami menahannya. “Kau tidak perlu mengasihaninya, Gaby. Dia memang harus mengingat momen ini agar tidak semena-mena kepada siapa pun, khususnya dirimu.” “Tapi, kurasa ini

    Last Updated : 2021-07-08
  • Cinta CEO dalam Jebakan   47. Ciuman Manis

    Siapa sangka bahwa omongan Max semakin dekat dengan kenyataan. Begitu mereka tiba di tempat tujuan, mulut Gabriella terbuka lebar, sama seperti matanya yang takjub dengan pemandangan sekitar. “Kenapa kau membawaku kemari?” desah wanita yang masih menelusuri warna-warni bunga di kanan dan kirinya. “Bukankah sudah kubilang? Kita harus mengumpulkan bukti kemesraan sepasang kekasih,” jawab Max yang tersenyum menatap raut wajah cerah sang istri. “Sudah lama aku tidak melihat tempat seindah ini. Dulu, Mama sering mengajakku mengunjungi kebun bunga. Seandainya saja, Mama bisa melihat ini, dia pasti akan sangat senang.” Lengkung bibir sang pria seketika terlukis lebih indah. “Jadi, apakah kau bahagia?” Gabriella menatap sang suami tanpa sedikit pun kepalsuan. “Ya,” angguknya. “Kalau begitu,” Max merentangkan tangan bersiap menyambut istrinya, “apakah kau tidak ingin memelukku?” Mata sang wanita yang berbinar-binar spontan melengkungkan

    Last Updated : 2021-07-09
  • Cinta CEO dalam Jebakan   48. Aku Akan Merebutmu

    “Kenapa diam? Apakah kau terkesima dengan keahlianku mengawasi kalian?” tanya si peneror dengan nada menggoda. Bibir Gabriella bergetar memaksa lidah untuk bergerak. Namun, selang beberapa detik, otaknya masih belum mengirimkan kata. “Tidak perlu terkejut, Gaby. Mata dan telingaku memang ada di mana-mana, termasuk kebun bunga tempat kau dan Max bermesraan.” Napas sang wanita kini bertambah berat. Lewat sudut matanya yang terbatas, ia memeriksa sekelilingnya. Namun, hingga suara si peneror kembali terdengar, Gabriella tak kunjung menemukan sosok mencurigakan. “Ck, kau sukses membuatku semakin iri padanya, Gaby. Bagaimana jika di pertemuan kita selanjutnya, kau berikan ciuman manis itu kepadaku juga? Atau, kau mau melayaniku di ranjang? Aku akan lebih senang.” Tak kuat lagi menghadapi kegelisahan, mata sang wanita mulai terpejam rapat. “Aku tidak pernah bersikap jahat kepadamu. Tapi kenapa kau menggangguku?” “Justru itulah alasanku memil

    Last Updated : 2021-07-10

Latest chapter

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status