Share

109. Hati yang Tercabik-cabik

Dengan dada yang bergetar hebat, Max memegang gagang pintu. Kesedihan dan kemarahan dalam hatinya masih saling membentur, menimbulkan rasa panas yang membakar udara dalam paru-paru.

“Berhentilah menangis! Gaby tidak boleh khawatir,” batin Max, menanamkan sugesti.

Beberapa saat kemudian, pria itu akhirnya mampu mengatur napas dan memasang tampang tenang. Setelah berhasil menghilangkan kerutan di alis, dengan mata yang masih sangat merah, ia membuka pintu dan melengkungkan bibir.

Melihat sang suami muncul dari balik pintu, mata Gabriella spontan melebar. Tanpa memedulikan rasa nyeri di sekujur tubuh, ia beranjak menegakkan badan.

“Max,” desahnya dengan pandangan yang mulai kabur terhalang keharuan.

Semakin dekat sang suami dengan dirinya, semakin panas pula pelupuk tebalnya. Rindu dan cemas sudah hampir tak teredam. Ketika tangannya berhasil menyentuh pria itu, air mata pun tumpah dari bendungannya.

“Kau baik-baik saja? Kau sama sekali t

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status