Hari cepat berlalu, tak terasa usia pernikahan Ken dan Lisa sudah memasuki bulan kedua. Lisa semakin hari juga semakin mengalami perubahannya sedikit demi sedikit. Perasaan cinta yang tumbuh perlahan tanpa ia sadari.
Kini Lisa juga suah tak lagi dikawal oleh Jony, dia sudah memiliki pengawal sendiri. Bahkan Ken menyiapkan dua pengawal untuknya, Jesy dan Jane. Mereka tidak kembar hanya kebetulan saja namanya yang mirip.
Untuk Jony sendiri, Ken selalu memberi alasan dimana keberadaannya. Ken sengaja mengirim Jony ke luar negeri bersama ibunya agar tak lagi mengganggu hubungannya.
Kini Lisa sudah berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik, melayani suaminya dari bangun tidur hingga tidur kembali. Ken pun juga sudah berubah, dia tak lagi bermain dengan wanita. Sebenarnya semenjak ia menikah ia tak pernah lagi bermain dengan wanita lain.
Rahasia terbesarnya adalah, ia tidak pernah melakukan hubungan intim dengan perempuan manapun. Perempuan-perempuan sewaannya ha
"Apa kau tahu? Karena ulahmu juniorku terbangun." Lisa tak menggubrisnya, ia malah justru semakin mengeratkan pelukannya."Biarkan saja, aku tak peduli. Aku hanya ingin seperti ini saja." Ucap Lisa.Ken semakin gemas dengan sang istri dengan tangan dan tubuhnya yang kekar ia menjatuhkan istrinya ke ranjang hingga Lisa sekarang ada di bawah kukungannya. "Kau menggodaku ya?" Ken dengan wajah yang menggebu.Kedua manik mereka saling bertemu, wajah Lisa pun sudah semerah tomat karena malu. "astaga apa yang ku katakana tadi, kenapa mulut ini ceroboh sekali." Sesalnya dalam hati."Apa aku boleh memintanya sekarang?" Tanya Ken, Lisa masih saja terdiam dan menatap kedua manik hitam Ken. Bagi Ken, arti tatapan tersebut adalah mengiyakan.Ia menciumi inci demi inci wajah sang istri, tentu saja Lisa kegelian karena rambut-rambut wajah Ken yang mulai menumbuh. Pandangannya dari tadi tak beralih dari bibir ranum milik Lisa, ia langsung melumattnya dengan rakus, meng
Seringai terukir di bibir manis milik Ken. "Batalkan semua meeting pagi ini, ada urusan yang lebih penting." Perintah Ken pada Zae.Perintah Ken membuat Zae terkejut. "Kau mau rugi ya?" Zae dengan suara tingginya.Tak mau kalah dengan Zae, Ken memberikan tatapan tajam. "Kau mau ku pecat ya?" Ken dengan suara tingginya."Kita ke restaurant X!" Perintah Ken pada sopirnya.Zae hanya bisa mendengus kesal, berulang kali memijat pelipisnya yang mulai pening itu. "Oh Dewi Cinta, Cinta yang Kau berikan terlalu tinggi dosisnya. Aku pusing menghadapi manusia yang terserang penyakit budak cinta itu." Keluh Zae dalam hatinya.Ken berdecak kesal, "sudah lah tak perlu mengeluh." Melirik sekilas pada Zae. "Hubungi manager sialan itu agar mengosongkan restaurant sekarang juga!"Assisten yang siap siaga hampir dua puluh empat jam segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Wily. Meskipun dengan berat hati, ia tetap mengerjakannya. Di pecat oleh Ken sama saja deng
.Ken menarik paksa Lisa ke ruangan VIP yang sudah dipesannya tadi. Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di restaurant tersebut. Termasuk Wily, ia nampak cemas. Berusaha meminta agar tidak menghukum Lisa namun apalah daya, kini ia tidak bisa apa-apa.Ken menyuruh Lisa duduk di hadapannya. Lisa hanya diam, mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya di atas perut. Pandangannya ia lempar ke arah samping, sementara Zae hanya diam berdiri di dekat pintu.Ken berdecak kesal pada Lisa yang sedang merajuk. "Kenapa kau merajuk?" Ken dengan suara dinginnya."Pikir saja sendiri," jawab Lisa tanpa menatap Ken sedikit pun."Drama apalagi ini," batin sosok manusia yang berdiri di dekat pintu."Diam atau keluar!" Bentak Ken pada Zae. Seakan bisa membaca pikiran Zae. Zae memilih diam menyaksikan drama tersebut meskipun dalam hatinya sudah amat muak.Ken menarik kursi mendekati Lisa, mengambil dagu Lisa agar menghadap ke arahnya. "Harusnya aku ya
Buru-buru Lisa melepaskannya. "Kau benar-benar gila Ken." Kembali mendorong Ken dan bibirnya sudah mengerucut menggemaskan.Lisa merajuk berusaha pergi dari hadapan Ken, namun Ken buru-buru menarik tangannya hingga Lisa kembali dalam pelukan Ken. Ken membenamkan wajah Lisa pada dada bidangnya, amarahnya kini mereda."Kenapa aku menjadi lemah," batin Ken. Padahal niatnya di sepanjang perjalanan tadi ia ingin memberi pelajaran pada Lisa yang berani meninggalkannya. Namun melihat Lisa merajuk ia tidak tega. Rasanya ingin selalu melihat dirinya bahagia."Jangan pergi, begini lebih nyaman." Ucap Ken. Lisa hanya mendengus kesal, Ken membelai lembut rambut lurusnya agar Lisa lebih tenang."Kau menyebalkan," lirih Lisa.Meraih wajah Lisa agar menghadap ke arahnya. "Ya aku memang menyebalkan, maafkan aku." Lisa kembali mengerucutkan bibirnya. "Maaf, aku janji tak akan menghukum mu lagi."Lisa tersenyum penuh kemenangan, namun ia berusaha sekuat tenaga untu
Hari yang cukup melelahkan, akhirnya pekerjaan Lisa seharian ini telah usai. Ia segera mempersiapkan diri untuk pulang, mengacuhkan setiap perkataan teman-temannya yang kurang mengenakkan.Seperti biasa Wily selalu memperhatikan gerak-gerik Lisa, wajar saja kalau dia sampai hafal jam pulang Lisa. Setelah Lisa keluar, Wily ikut keluar dari restaurant tersebut. Semuanya ia telah serahkan kepada Mira, sebab Mira sebagai kepala waiters ia juga memiliki tanggung jawab lebih di restaurant tersebut.Jane dan Jessy telah menunggu Lisa di pinggir jalan, lebih tepatnya dengan jarak kurang lebih seratus meter. Sesuai dengan permintaan Lisa. Mengingat bila mereka menampakkan diri akan terjadi kehebohan yang lebih lagi di dalam nanti."Lisa tunggu," tegur Wily. Tanpa sepengetahuan Lisa, Wily sudah mengekor dengannya sejak tadi. Mengikuti Lisa dengan mobilnya bukan keputusan yang tepat. Lisa pasti akan berjalan cepat jika dan Wily akan kehilangan jejaknya.Deg!Lisa
Di sepanjang perjalanan Lisa hanya diam merajuk, kalau saja dia berada dalam satu mobil bersama Ken. Sudah pasti akan ada seribu satu drama Ken membuat Lisa tak lagi merajuk, tapi bersama kedua kembar tak sedarah itu justru membuat Lisa semakin kesal. Tidak ada yang tahu akan keadaan Lisa sekarang, memendam terlalu lama hanya akan membuat Lisa naik darah.Di tambah lagi jika Ken tahu kejadian tadi, jangan ditanyakan lagi. Pasti nanti ada adegan drama kemarahan Ken. Tahu sendiri Dewi Cinta terlalu banyak memberi dosis cinta pada Ken, sehingga kini Ken menjadi manusia dengan perbucinan tingkat dewa."Semoga dia tak menghukum ku." Lisa berharap dalam hatinya. "Apa perlu aku mengeluarkan jurus rayuan maut ku agar Ken tidak marah." Pikir Lisa lagi.Setibanya di mansion, Lisa segera naik ke kamarnya di lantai tiga. Menghiraukan beberapa pelayan yang menyapa Lisa, sudah cukup Ken membuatnya pusing. Tidak mau mendengarkan ocehan paman Li yang akan menceramahi nya.
Lisa menggeliat dari tidur panjangnya. Merasakan sakit di sekujur tubuh terutama bagian intimnya. Perlahan Lisa membuka kedua bola matanya, mengedarkan pandangannya. Ternyata Tuan suami masih terlelap dengan tangan yang melingkar di pinggang ramping Lisa. Tidak sesuai dengan yang oleh Ken. Rencananya untuk membuat Lisa tidak berangkat bekerja sepertinya akan gagal. Seperti biasanya Lisa bangun jam 6 pagi.......Memandangi dan mengagumi sejenak tubuh suaminya, wajahnya nampak damai dan meneduhkan. "Kau memang tampan, tapi sayang kau sangat menyebalkan Ken." Gumam Lisa.Lisa dengan cepat menepisnya, terlalu lama memandangi Ken hanya akan membuatnya terbangun dan dia pasti akan terlambat untuk pergi bekerja.Ia segera turun dari ranjang. Langkah kaki pertamanya membuatnya meringis kesakitan di bagian intimnya. Perih karena semalaman Ken menggempurnya, begitu pun dengan mata yang masih sangat merasakan kantuk."Dasar tukang mesum," gerutu Lisa
Lisa berlari memasuki restaurant X. Ia membawa sebuah map cokelat. Tanpa menghiraukan orang-orang yang menatapnya dengan sinis, ia segera masuk ke ruangan Wily.Brak!Wily yang tengah merapikan meja kerjanya terkejut karena kedatangan Lisa tanpa mengetuk pintu. Saking terburu-buru dan tergesa-gesanya ia melupakan bahwa ia sedang memasuki ruangan atasannya."Lisa," Wily dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak. Ia tiba-tiba menghambur pelukan kepada Lisa, namun dengan segera Lisa melepaskannya."Maaf Tuan," Lisa tersenyum kaku. "Saya ingin berbicara penting." Lanjutnya lagi.Wily mengerutkan dahinya. "Apa kau baik-baik saja?" Wajah tampan tersebut menatap lekat kepada Lisa, ada setitik kecemasan pada raut wajah Wily.Lisa menghela nafasnya dan mengekor pada Wily. Mereka kini duduk berhadapan, hanya terhalang oleh meja kerja Wily. Lisa meletakkan map cokelat yang ia bawa di atas meja. "Maaf Tuan, mulai hari ini saya akan mengundurkan diri sebagai wa
Menginap semalaman dan menghabiskan malam-malam indah dengan bercinta ternyata tak membuat Zae puas. Rasa rindu itu masih menyelimuti dirinya, mengingat beberapa bulan Zae tak bertemu dengan kekasihnya.Siang ini Juwita dan Zae pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di ibu kota. Dengan senang hati Zae menemani Juwita untuk pergi berbelanja, melewatkan pekerjaannya di perusahaan yang sebenarnya menumpuk.Mereka bergandengan layaknya pasangan kekasih. Hehe, tapi memang benar sih mereka adalah pasangan kekasih. Mengacuhkan setiap perkataan orang yang mencibir hubungan mereka. Itu adalah sesuatu yang wajar, nitizen julid selalu akan menghujat kebaikan dan semakin menghujat keburukan.Juwita mengenakan pakaian casual, leging hitam, kaos berwarna nude pink dengan dipadukan rompi hitam dan rambut yang diikaf ke atas. Sementara Zae masih setia dengan pakaian formalnya, kemeja berwarna navy dan celana hitam. Mereka nampak serasi meskipun usia yang terpaut jauh, perempuan
Elga terkekeh. "Ah kau ini. Nampaknya belum tahu ya jika pagi ini aku mendapatkan undangan spesial dari adik ipar." Lisa mempertajam tatapannya. Elga mengangguk antusias. "Ya, undangan sarapan pagi bersama kalian." Elga melirik Ken. "Artinya aku orang terpenting di mansion ini bukan?" Seringai itu terbit di bibir Elga.Lisa menatap tajam ke arah suaminya, melipat kedua tangannya di atas perut. Bibirnya semakin mengerucut, membuatnya menggemaskan.Tingkah Lisa membuat Ken tak berkedip sedikitpun. "Ah, menggemaskan." Pikir Ken. Bisa-bisa disaat seperti ini menganggap Lisa menggemaskan. Dasar kau, Ken.Merasa kesal diacuhkan, Lisa mencubit lengan Ken dengan keras. Hingga Ken terpekik kesakitan. "Aw," keluhnya. Ken mengusap bekas cubitan dari Lisa yang mungkin sudah memerah.Ken membawa Lisa ke dalam dekapannya. Membisikkan sesuatu yang membuat Lisa tersenyum.Adegan mesra itu terlalu membuat Elga memanas. Ia meleraikan pelukan sepasang suami istri tersebut
Keesokan harinya. Nampak Ken sudah bangun pagi sekali dari tidur panjangnya. Ia segera turun ke lantai dasar untuk menemui para koki.Masih mengenakan bathrobenya, dengan langkah yang angkuh namun berwibawa. Ken mendekati dapur, mengagetkan para koki dan maid yang sedang asyik dengan pekerjaan mereka.Mereka seketika langsung menunduk memberi rasa hormat, meski kaki mereka gemetar namun masih tetap beediri dengan tegak. Aura dingin mencengkram memenuhi dapur tersebut.Ini adalah kali petamanya Ken menginjakkan kakinya, apalagi wajahnya datar dan tatapannya masih saja tajam. Dan ini masih sangat pagi sekali, masih pukul setengah enam. Wajar saja semua pekerjannya bergetar ketakutan.Paman Li yang mengetahui situasi ini segera mendekati Ken, tak mau kondisi pagi ini menjadi semrawut. "Selamat pagi Tuan," sapa paman Li sambil tersenyum. "Maaf Tuan, kenapa merepotkan diri datang ke dapur. Tempat ini sangat kotor, kenapa tidak memanggil saya saja.""Ck!" Ken
Harap bijak memilih bacaan, konten ini mengandung adegan dewasa. Bagi yang dewasa dan berpuasa, harap membaca setelah berbuka atau sebelum sahur. Terima kasih ;)"Antarkan mama pulang dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi!" Titah Ken pada Zae.Ken segera berlalu dari ruangan tersebut, lagi pula ia juga sudah mendengarkan sendiri bahwa Lisa baik-baik saja. Ia segera menuruni anak tangga melihat situasi dan kondisi di bawah sana. Baginya membiarkan Juwita berkeliaran sebentar saja sudah membuatnya was-was. Apalagi tadi ia menghabiskan beberapa menitnya menyaksikan Lisa baik-baik saja.Suara riuh dan gerumulan para maid membuat jantungnya berdesir begitu kencang. Zae mengedarkan pandangannya mencari sosok Juwita. Ia mempercepet langkah kakinya setelah mendapati Juwita sedang marah-marah pada Elga. Bukan karena ia khawatir pada Elga, melainkan karena ia khawatir pada Juwita.Juwita berdiri berkacak pinggang di hadapan Elga yang tersungkur di lantai, entah apa
Juwita menghentikan langkahnya, mendengar sapaan tersebut. Ia menatap Elga dari ujung kaki hingga ujung rambut. Berasa asing dengan maid yang satu itu. Sementara itu Elga besar kepala, ia menunduk tersipu. Menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga. Ia pikir Juwita terkesima karena kecantikannya.Juwita tesenyum masam. Sudah hafal dengan gelagat iblis betina itu sepertinya. "Apa kau baru disini?" Tanya Juwita dengan suara yang dingin.Elga masih belum menyerah menghadapi Juwita, orang yang ia klaim sebagai calon mertuannya tersebut. "Iya Nyonya," balasnya dengan suara anggun yang dibuat-buat.Juwita mengangkat dagu Elga agar menatapnya, ia tersenyum miring melihat Elga yang bersemu. "Memangnya kau pikir aku ku apakan," ucapnya mengejek.Rona wajah Elga memudar seketika. Raut wajahnya sudah masam, tapi dia tetap bersikap tenang agar tidak berbuat masalah pada Juwita yang telah ia klaim sebagai calon mertuanya tersebut.Kini Elga mengeluarkan jurus pa
Iblis betina. Julukan yang sangat pantas untuk Rosa. Wanita penggoda dan perebut lelaki orang, selain itu ia juga sangat kejam pada anak tirinya."Tapi kau tenang saja sayang, kau akan sangat aman jika bersama dengan Ken."Lisa terdiam sejenak, mengingat kejadian tempo dulu. "Ya mama bisa katakan itu. Coba saja kalau tahu pernikahan ini dulunya bermula karena apa. Apa mama masih ingin mengatakan jika aku akan aman di dalam mansion ini?" Pikir Lisa.Juwita menautkan kedua ujung alisnya, ia merasa heran dengan diamnya Lisa. "Kenapa kau diam saja sayang? Apa anak nakal itu berbuat kasar padamu? Katakan saja, jangan takut. Karena mama yang akan maju untuk memotong burungnya."Lisa terkekeh. "Ya benar ma, burungnya sangat nakal tidak mau berhenti bermain di sarang." Balas Lisa, namun dalam hati. Mana mungkin ia berani mengatakannya langsung. Sama saja urat malunya telah putus jika mengatakan hal tersebut secara langsung."Dia sama sekali tidak berbuat macam-
Lisa mengerutkan dahinya samar, meski tidak tahu kenapa Juwita menanyakan itu berulang. Meski ragu, Lisa tetap menjawabnya."Alyssa Caroline," jawab Lisa masih tenang.Tatapan dan aura dingin yang mencengkramkan kini melemah. Juwita menatap Lisa sendu, berjalan mendekati Lisa. Juwita memeluk Lisa, diikuti dengan buliran air mata yang membasahi wajahnya."Nyonya," Lirih Lisa. Bukannya menjawab, Juwita semakin erat mendekap Lisa dan semakin terisak. Lisa bingung atas apa yang terjadi pada ibu mertuanya tersebut."Caroline," Juwita terisak dalam pelukan Lisa. Lisa masih melongo mendapat perlakuan tersebut, terlebih Juwita menangis sendu. Lisa mengusap punggung ibu mertuanya tersebut, setidaknya untuk menenangkan.Lisa dengan lembut menenangkan Juwita, sampai suara isa itu melirih. Juwita melepaskan pelukannya dan meraih wajah Lisa. "Benar kau memang anaknya Caroline," ucap Juwita.Lisa terdiam, menatap kedua bola mata Juwita penuh
"Kau tidak perlu khawatir, mama tidak akan pernah marah." Mengusap rambut Lisa lembut untuk meyakinkan. "Aku akan menjelaskan semuanya pada mama. Tetaplah di sini sampai aku kembali. Jangan keluar dari kamar sebelum aku menyuruhmu." Titah Ken.Lisa mengangguk, Ken mengecup pucuk kepala Lisa dan berlalu dari ruangan tersebut. Ken mendapat kabar dari Zae bahwa Juwita sudah hampir tiba di mansion.Sementara itu, Lisa berjalan mondar mandir di kamar. Rasa takut, cemas, khawatir dan gugup bercampur menjadi satu. Ini adalah kali pertamanya Lisa akan menemui ibu mertuanya.Tidak tahu bagaimana cara menyapanya dan tidak tahu pula apa yang akan ia bicarakan pada Juwita. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah, takut bila Juwita tidak suka pada dirinya dan tak merestui pernikahan mereka. Sementara benih-benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Lisa.Lisa berjalan menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang ia anggap pantas dan sopan untuk bertemu dengan Juwita.
"Kenapa tidak memberitahuku dulu?" Tanya Ken dalam panggilan ponselnya kesal. Namun panggilan tersebut segera terputus.Ken kesal karena tidak penelpon mematikankannya sepihak. "Sial! Sial! Sial!" Tetap saja, Ken tetap mengumpat kesal.Brak!Pintu ruangan kerja pribadi Ken yang ada di mansion terbuka, siapa lagi kalau bukan Zae yang masuk tanpa permisi.Prangggg!Ken melempar gawainya mengenai diding di samping Zae berdiri. Jantunh Zae terpacu dengan cepat, seperti hendak lepas dari tempatnya. Karena jika saja dia tadi bergesar seinci saja pasti ponsel itu akan mengenai kepalanya.Ken memang sengaja melempar ponselnya tepat di samping Zae karena kesal. Lemparan yang mematikan tersebut membuat Zae bergidik ngeri, ditambah lagi dengan aura Ken yang mengerikan. Sikap dewasanya yang suka berkata bijak hilang seketika, berganti menjadi tunduk ketakutan. Paham betul jika Ken sedang marah."Kau kenapa Ken?" Tanya Zae basa-basi. Sebenarnya dia juga