Lisa menggeliat dari tidur panjangnya. Merasakan sakit di sekujur tubuh terutama bagian intimnya. Perlahan Lisa membuka kedua bola matanya, mengedarkan pandangannya. Ternyata Tuan suami masih terlelap dengan tangan yang melingkar di pinggang ramping Lisa. Tidak sesuai dengan yang oleh Ken. Rencananya untuk membuat Lisa tidak berangkat bekerja sepertinya akan gagal. Seperti biasanya Lisa bangun jam 6 pagi.
...

...
Memandangi dan mengagumi sejenak tubuh suaminya, wajahnya nampak damai dan meneduhkan. "Kau memang tampan, tapi sayang kau sangat menyebalkan Ken." Gumam Lisa.Lisa dengan cepat menepisnya, terlalu lama memandangi Ken hanya akan membuatnya terbangun dan dia pasti akan terlambat untuk pergi bekerja.
Ia segera turun dari ranjang. Langkah kaki pertamanya membuatnya meringis kesakitan di bagian intimnya. Perih karena semalaman Ken menggempurnya, begitu pun dengan mata yang masih sangat merasakan kantuk.
"Dasar tukang mesum," gerutu Lisa
Lisa berlari memasuki restaurant X. Ia membawa sebuah map cokelat. Tanpa menghiraukan orang-orang yang menatapnya dengan sinis, ia segera masuk ke ruangan Wily.Brak!Wily yang tengah merapikan meja kerjanya terkejut karena kedatangan Lisa tanpa mengetuk pintu. Saking terburu-buru dan tergesa-gesanya ia melupakan bahwa ia sedang memasuki ruangan atasannya."Lisa," Wily dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak. Ia tiba-tiba menghambur pelukan kepada Lisa, namun dengan segera Lisa melepaskannya."Maaf Tuan," Lisa tersenyum kaku. "Saya ingin berbicara penting." Lanjutnya lagi.Wily mengerutkan dahinya. "Apa kau baik-baik saja?" Wajah tampan tersebut menatap lekat kepada Lisa, ada setitik kecemasan pada raut wajah Wily.Lisa menghela nafasnya dan mengekor pada Wily. Mereka kini duduk berhadapan, hanya terhalang oleh meja kerja Wily. Lisa meletakkan map cokelat yang ia bawa di atas meja. "Maaf Tuan, mulai hari ini saya akan mengundurkan diri sebagai wa
"Kau boleh mencintai orang lain, tapi jangan menyuruhku untuk berhenti mencintaimu. Aku sungguh tidak bisa melakukan itu."Tanpa memperdulikan ucapan Wily, Lisa segera berlalu dari ruangan tersebut. Ia ingin cepat-cepat kembali ke mansion menemui suaminya."Semoha keputusan yang ku ambil adalah keputusan yang tepat dan semoga memang Ken memang benar mencintaiku." Batin Lisa menemani langkahnya keluar dari ruangan Wily.Salah satu waiters restaurant tersebut menyeret tangan Lisa. "Kau ini, enak-enakan mengobrol dengan Tuan Wily." Ucap waiters tersebut dengan ketus. "Lihat lah, ada pelanggan yang ingin dilayani dirimu."Belum sempat Lisa menjawab, mereka telah tiba di sebuah meja. Seseorang yang katanya ingin dilayani oleh Lisa."Kak Elga," lirih Lisa."Halo jalangg?" Tegur balik Elga dengan suara yang lantang dan tersenyum licik. "Apa kabar kau jalangg? Apa hidupmu sebagai simpanan lelaki hidung belang kekurangan sehingga kau beke
"Mengapa Nona hanya diam?" Celetuk Jane. Setelahnya ia mendapat tatapan tajam dari Jesy,Lisa mengigit bibir bagian bawahnya dan meremas ujung kemejanya. Tatapannya lurus ke depan, ke arah dua pengawalnya yang kembar tapi tak sedarah itu. "Apa kalian akan membunuhku jika aku tak menurut pada Ken?"Jane tergelak karena pertanyaan dari Lisa. Namun seketika ia terdiam melihat tatapan tajam yang diberikan oleh Jessy. Wajar saja marah, Jane berani sekali dengan Nonanya."Jangan dengarkan Jane Nona," Jessy menyambung. "Kita tidak akan pernah berani melukai Nona seujung kuku pun karena Tuan pasti akan menghukum kami berkali-kali lipat. Apalagi untuk membunuh, kami akan berpikir ribuan kali untuk hal itu. Karena Tuan juga pasti akan membalasnya dengan yang lebih menyakitkan." Jelas Jessy.Akhirnya Lisa bisa bernafas dengan lega. Sekarang ia sekarang tinggal berdoa. Semoga Ken belum bangun, sehingga Ken tak akan menghukumnya.Sementara itu tanpa sepengetahuan me
Lisa mengendap-endap masuk ke kamarnya. Ia mengganti pakaiannya dengan dress rumahan. Warna biru selutut dengan lengan panjang dan rambut yang diurai.Ia menatap suaminya yang masih terlelap memunggungi pintu kamar. Ia akhirnya bernafas lega, akhirnya Ken belum bangun. Dia akan selamat karena tidak akan mendapatkan hukuman dari Ken nantinya.Karena hari sudah siang dan tubuhnya juga sudah merasa lumayan lelah, akhirnya Lisa membaringkan tubuhnya di samping Ken. Ia membenamkan wajah cantiknya di dada bidang milik Ken."Tempat ternyaman," batin Lisa tersenyum tipis. Ia memejamkan kedua bola matanya dan tak lama kemudian terdengar dengkuran halus.Sebegitu lelahnya hingga ia mudah tertidur. Ken yang berpura-pura tidur membuka matanya, menghujani kecupan di pucuk kepala istrinya yang kini menjadi tempat bersandarnya yang mendamaikan.Tadinya Ken ingin marah dan menghukum Lisa karena diam-diam pergi dari mansion dan pergi ke restaurant. Ia piki
Ken terkekeh. "Kau memang sangat cantik Lisa, bahkan menggunakan pakaian tertutup seperti ini saja kau terlihat cantik. Aku jadi merasa tidak rela kau di lihat oleh laki-laki lain. Sepertinya aku malam ini tidak jadi mengajakmu pergi."Lisa mengangguk antusias. "Ya, ya, ya. Aku mau pergi."Ken mengerutkan dahinya. "Memangnya siapa yang akan mengajakmu pergi? Aku tidak jadi mengajakmu pergi." Ucap Ken.Lisa bergelayut manja di lengan kekar milik suaminya. "Memangnya kau tega melihatku sudah berpakaian rapih seperti ini tapi gagal pergi?"Ken berusaha menahan senyumnya. Ia memang sengaja menggoda Lisa, mengatakan bahwa tidak jadi pergi. Hanya ingin tahu bagaimana reaksi Lisa setelahnya. Ternyata Lisa sangat menggemaskan. Susuatu di bawah sana menegang tapi bukan situasi."Ya sudah kita pergi sekarang," akhirnya Ken menyerah. Membuat Lisa terus menggodanya bukan lah sesuatu yang tepat.Ken melonggarkan lengannya memberi akses agar Lisa mengandengnya.
Lisa meggeliat dari tidur malamnya yang panjang. Badannya remuk redam karena adegan panas yang tak ada ujungnya semalam. Sorot matahari menembuh dari celah-celah kaca jendela menyinari wajahnya yang cantik meski hanya polosan tanpa make up.Lisa meraba ranjang sebelahnya namun telah kosong, ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan suaminya. Matanya hampir keluar tatkala melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi. "Haruskah setiap selesai dengan adegan panas itu aku harus bangun sesiang ini," pikir Lisa.Ia menghembuskan nafas kasarnya. Segera turun dari ranjang, tak lupa meraih handuk di laci meja riasnya dan berlari ke kamar mandi.Dia memang tidak akan bekerja namun ia juga harus melayani suaminya sebelum berangkat kerja. Tidak lucu jika dalam keadaan berantakan seperti itu dia langsung turun ke lantai dasar untuk mencari sosok suaminya.Ia melepaskan seluruh pakaiannya dan melemparkannya ke keranjang pakaian kotor. Sambil tersenyum dan
Setelah kedua pasangan suami istri yang sedang dimabuk asmara tersebut selesai dengan ritual mandinya. Mereka segera mempersiapkan diri untuk turun ke lantai dasar, melakukan ritual sarapan.Sebenarnya sudah tidak bisa dikatakan sebagai sarapan lagi karena hari sudah semakin siang. Jam dinding sudah menunjukkan hampir pukul 11 siang.Ken dengan pakaian formalnya hendak pergi ke perusahaan, sementara Lisa menyesuaikan karena hari ini ia harus menemani suaminya ke perusahaan. Sedangkan Zae, dia sudah berada di perusahaan sejak tadi pagi. Menunggu pasangan yang sedang dimabuk asmara adalah sebuah kesalahan besar. Banyak pekerjaan di perusahaan yang sudah menumpuk karena ulah Ken. Dengan sangat terpaksa, siapa lagi kalau bukan dia yang mengerjakannya.Mengeluh pun tidak ada guna. Ken adalah bosnya. Seorang bos pantas memerintah pada seorang bawahan. Lagi pula kenapa harus mengeluh. Ken pasti akan membayar Zae berkali-kali lipat jika Zae sudah bekerja keras dan me
Paman Li tersenyum. "Tidak perlu cemas Nona, karena mobil Tuan Ken yang harganya milyaran saja tidak akan hilang meski terparkir di tepian jalan saja.""Laksanakan perintahmu Tuan," dalam hati paman Li. Seringai itu juga terbit di bibirnya ketika sepasang ibu dan anak perempuan tersebut masuk ke dalam gerbang utama.Elga memandang takjub melihat mansion yang megah dan berdiri kokoh. Namun tiba-tiba wajahnya berubah masam. Bagaimana tidak, masih ada gerbang lagi setelah gerbang dan mereka harus berjalan lumayan melelahkan.Elga dan Rosa saling pandang tak percaya kalau mereka harus memasuki mansion dengan berjalan kaki. "Mari Nona, Nyonya!" Ajak paman Li membuyarkan lamunan mereka.Paman Li mempersilahkan keduanya berjalan di depan, sementara paman Li menggiring mereka dari belakang. Tapi tak berjalan kaki, paman Li menggunakan sekuter yang menjadi transportasinya sehari-hari mengelilingi mansion."Hei pak Tua, yang benar saja kita harus jalan kaki masuk