"Hawa nafsu itu nyata adanya. Ketika seseorang mencintai atas dasar mengikuti hawa nafsu, ia akan mudah bosan, lalu meninggalkan, lantas mencari pengganti yang bisa memenuhi nafsu sesaatnya. Ini bukan hanya perihal birahi, tetapi tentang kekayaan, jabatan, dan kesenangan tanpa ingin adanya ujian."
***"Lo ada waktu, nggak?""Huh?" Rella tampak kebingungan atas pertanyaan yang dilayangkan Abil saat laki-laki itu meneleponnya. Bingung, sebab itu adalah kalimat pertama yang tiba-tiba diucapkan saat panggilan diangkat, bukan sebuah sapaan."Waktu?" tanya Rella, masih belum paham. Memangnya, ada kepentingan apa? "Kapan dan untuk apa?" lanjutnya."Kapan-kapan, sih, tapi kalo bisa, ya, hari ini. Gue ada keperluan penting sama lo. Gimana, lo ada waktu?"Bagaimana Rella harus menjawab? Sementara, ia juga ada rencana bertemu dengan Alka hari ini. Sangat pentingkah?"Penting banget memangnya, Kak?"[Kyuni's Note]: Happy Reading ^^
"(1) Dari sahabat Hudzaifah, ia memperoleh laporan tentang adanya seseorang yang suka berbuat adu domba. Lalu ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Pelaku adu domba tidak akan masuk surga.” (HR Muslim no. 303).(2) Dari Ibnu Abbas, dikisahkan Rasulullah SAW pernah melewati sebuah kebun di Madinah. Rasulullah lalu mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya.Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda: “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan." Kemudian beliau menambahkan, "Mereka tidaklah disiksa karena dosa yang mereka anggap dosa besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri, sedangkan orang kedua suka melakukan namimah.” (HR. Bukhari nomor 213)."***Dengkusan kasar keluar dari hidung Cellin ketika penantiannya tak membuahkan hasil sesuai keinginan. Ini perihal video yang diki
"Boleh saja berharap, tetapi cobalah untuk mengukur seberapa besar peluang, apakah sudah pasti dapat atau hanya sebatas bayang ketidaktentuan, dan juga apakah yang diharapkan itu adalah takdir yang bisa diubah atau justru tidak sama sekali. Maka belajarlah memperjuangkan (ikhtiar) sesuatu meski itu hal sepele, sebab berharap saja tidak cukup untuk menggapai yang diharapkan. Satu lagi, berharaplah hanya kepada Allah."***Berhenti berjuang. Dua kata yang menurut Rella terasa sangat ambigu itu terus terngiang di telinganya hingga detik ini. Hanya kalimat itu, padahal kedai kian ramai dan ingar bingar musik beradu perbincangan puluhan bibir para pengunjung begitu mendominasi ruangan. Manik gadis itu masih terpaku pada wajah tenang di depan, tidak sedikit pun ada gurat kesenduan, hanya keteduhan yang menyimpan keseriusan.Sementara, objek yang diperhatikan lebih memilih mematut sorot mata ke cangkir putih berisi kopi hitam di hadapannya. Ia t
"Menjauh dan berserah diri kepada Allah adalah solusi terbaik agar terhindar dari kecewa."***Kebingungan tercetak jelas di wajah Rella. Pasalnya, Abil dan mobilnya sudah stay di depan gerbang kosan di Ahad pagi ini. Laki-laki berhoodie abu rokok dengan rambut klimis itu tampak menyumbangkan cengiran lebar, memperlihatkan deretan gigi rapinya. Ada apa sebenarnya sampai ia datang pagi-pagi ke kosan? Ada yang bisa jawab?"Kak Abil ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Stella berbisik pada Rella yang berdiri di sampingnya dengan cengiran kecil sebagai balasan atas senyuman yang dilayangkan Abil padanya.Menggeleng samar, Rella bercicit, "Mungkin mau mentraktir lagi seperti waktu itu, tapi ... sepertinya bukan itu tujuannya." Ia sedikit ragu."Gue nggak dibukain gerbang, nih? Panas tau, si Surya udah nongol, tuh, dari arah Timur, lagi otewe ke arah Utara!" seru Abil setengah lantang.Rella dan Stella saling
"Di antara kenyataan terpahit adalah, mengetahui bahwa orang yang kita cintai tidak memiliki perasaan sama, padahal sudah tahu kita mencintainya; mengetahui bahwa orang yang kita cintai malah tersakiti oleh usaha kita untuk dekat dengannya, padahal sama-sama saling cinta; dan yang paling pahit di antara terpahit adalah, mengetahui zina itu mendatangkan dosa, tetapi masih saja melakukannya: pacaran, berduaan, hingga bersentuhan, padahal belum mahram." *** Benar saja, selain menjadi nyamuk, Stella juga menjadi penonton dari keseruan dua kawula yang sibuk memilih dan memilah barang belanjaan. Gadis itu hanya mengembuskan napas panjang, mencoba menahan cobaan yang tengah menimpanya. Rasanya, Stella ingin lari saja dari kenyataan sepat ini. 'Sabar, Stella, sabar ....' Pegangi saja barang-barang dalam tiga paper bag ini, kalau kesabaran kamu habis, maka lempar saja ke wajah Abil. Ah, tetapi sepertinya Stella tidak akan tega melakukan hal itu, ia juga ya
"Mungkin kita memang tidak ditakdirkan berjodoh dan bukan nama aku yang tertulis di samping namamu pada lauhul mahfuz. Namun sejujurnya, hati ini masih mengharap Allah menyatukan kita di suatu hari kelak, tapi jika bukan aku yang terbaik untukmu, aku bisa apa?"***Menjelang sore, Abil mengajak Rella dan Stella kembali melaju menuju tujuan yang sudah ia tentukan, tentu selepas mereka beristirahat sejenak dan menghirup udara segar di taman. Ya ... selain melepas penat, juga foto-foto di tepi danau buatan, dan sudah pasti Stella menjadi fotografer dadakan. Ha ha, lucu sekali, orang kasmaran difoto oleh orang yang tengah menahan kecemburuan, sementara Rella sama sekali tidak menyadari situasi dan kondisi sahabatnya sendiri, hanya mengikuti perkataan Abil, mulai dari A sampai Z.Yah, satu hari ini benar-benar dimanfaatkan Abil dengan baik. Kalian mau tahu alasannya kenapa? Tidak lain dan tidak bukan untuk menghibur gadis yang disukainya, yakni meng
"Hargailah selagi masih ada, sebab ketika kamu kehilangan dia, akan ada kebiasaan saat bersamanya yang sulit untuk dilakukan seorang diri. Akan timbul perasaan bahwa ternyata ia dangat berarti. Jangan sampai ada sesal selepas hilang, karena meski kamu menginginkan, waktu akan selalu menolak untuk berputar ke belakang."***Antara percaya atau tidak, kini Rella sudah berdiri di hadapan anak-anak penghuni panti asuhan yang ternyata adalah tempat tujuan yang Abil rahasiakan. Sejak awal, laki-laki itu tidak mau buka suara soal tempat yang akan mereka tuju, dan ternyata ... di sinilah mereka berada, sebuah panti asuhan.Rella dan Stella sama sekali tidak menduga jika seorang Abil akan melakukan hal yang terbilang: tidak pernah dilakukan oleh lelaki tersebut. Akan tetapi, mungkin saja pernah, hanya saja tidak diketahui oleh keduanya. Lihat saja, bagaimana interaksi yang terjalin antara Abil dengan Ibu Panti. Mereka terlihat sangat akrab, bahkan
"Tanda seseorang tulus mencintai adalah, ia tidak akan berpaling, meski diuji oleh harta, tahta, dan wanita ataupun pria. Apabila ia berpaling, maka itu bukanlah cinta yang sesungguhnya. Sebagaimana cinta antara seorang hamba kepada Tuhannya." *** "Papa tau kalau kamu akan menginap di sini?" Pertanyaan yang dilayangkan oleh sang mama ditanggapi dengan gelengan beberapa kali oleh Cellin. Sejak pukul tiga, tepatnya menjelang sore tadi, ia sudah berada di rumah ini, tepatnya rumah kakaknya, Alka. Namun, Nindiya tidak tahu jika anak gadisnya itu berencana untuk menginap, sebab selama ini Cellin takut untuk sekadar datang menemuinya dan diketahui oleh Antonio. Bisa habis Cellin kena hukuman bila ketahuan. Lalu, setelah langit sore memperlihatkan senjanya, Nindiya memcemaskan sang anak gadis jika pulang malam-malam seorang diri, apalagi Alka juga belum pulang juga. Akhirnya ia mempertanyakan apakah anak itu akan pulang atau tidak dan t
"Ketahuilah, meskipun kamu menaruh rasa pada orang yang dicinta, bahkan berharap Allah memebersamakan kalian dalam ikatan suci yang disebut pernikahan, jika kehendak Allah berbeda, maka tidak akan ada yang bisa kamu lakukan selain pasrah dan menerima. Sebab, ada beberapa kemungkinan: ada seseorang yang dengan tulus berdoa kepada Allah untuk ditakdirkan bersamamu; orang yang kau cintai bukanlah takdir terbaik bagimu; bisa jadi orang yang kau cinta, berdoa di sepertiga malam untuk dijodohkan dengan orang lain, dalam artian, ia tidak mencintaimu. Dan ketahuilah, bahtera cinta akan berlayar di pelabuhan hati yang tepat." *** "Haruskah aku menjadi Cinderella dengan meniru segala sifat dan tingkah lakunya, setidaknya agar kau mau memberiku bagian dari separuh hatimu, wahai Tuan?" ~Stella~ *** Langit sore menyingsing, memberi kesempatan pada senja untuk memperlihatkan diri di peraduannya kepada penduduk bumi. Sementara Rella belum
[Assalamu'alaikum, El, aku cuma pengin kamu tau satu hal, kalo sebenarnya perjodohan antara Kak Stella dan Kak Alka itu murni karena paksaan dari Om Antonio sama Mama Gloria.][Kalo kamu nggak percaya, bisa tanyakan langsung sama Kak Alka, tapi aku yakin, kamu nggak akan mau ngelakuin itu. Jadi, di sini aku mau ngeyakinin kamu kalo di antara Kak Stella dan Kak Alka nggak ada perasaan cinta sedikit pun. Mereka murni berteman, nggak lebih. Aku lihat, Kak Alka masih sangat mencintai kamu. Terbukti waktu aku ngembaliin sepatu kaca itu, dia keliatan kecewa banget, El.][Oh, iya, aku ngembaliin sepatu itu beberapa saat setelah kita ketemu di cafe J. Awalnya Kak Alka nolak ajakanku, tapi pas nyebut nama kamu dan sepatu kaca pemberiannya, akhirnya dia mau.][Aku yakin, seyakin-yakinnya kalo Kak Alka masih sangat mencintai kamu. Dan aku juga yakin, Kak Alka nerima perjodohan itu pasti karena ada alasan yang kuat dan nggak bisa disepelekan. Aku sedikit kenal gimana perangai Om Antonio. Kalo dia
Wanita dengan rambut hitam yang tercepol asal itu tengah sibuk mengemasi barang-barang ke dalam tas koper ketika seseorang menghubunginya via video call. Rella, setelah melihat pada layar gawai di samping tempat duduknya, seketika melebarkan kedua mata. “Kak Abil?!” pekiknya panik. Secepat kilat dia meraih ciput dan jilbab bergo yang ada di tepi ranjang, lantas memakainya tanpa bercermin. Gawai masih terus berbunyi, Rella segera mengambil dan meletakkannya ke bolongan berbentuk persegi panjang pada meja laptop yang biasa dia gunakan belajar jika ingin lesehan di lantai. Ini kali pertama Abil menghubunginya via vc, tentu saja Rella tidak cukup berani, tetapi ingin menolak pun rasanya segan. Setelah memastikan dirinya sudah siap, barulah Rella menggeser tombol hijau dan beberapa saat kemudian, wajah tampan Abil memenuhi layar gawainya. Rella mengerjap beberapa kali, mengatur gestur tubuh dan mimik wajah agar terlihat baik dan tidak tegang. Dia mengulas senyum canggung. “Assalamu'ala
Selepas puas bercurhat ria pada sang mama, kini Rella lebih lega untuk menarik dan mengembuskan napasnya. Meskipun masih ada sedikit perasaan kecewa dan luka yang terasa perih di dada. Namun, dia akan berusaha untuk ikhlas, merelakan segala alur yang telah dirancang Allah sedemikian rupa. Wanita itu membuka sebuah aplikasi sosial media dan mencari nama akun seseorang yang menjadi topik utama curhatannya barusan. Setelah masuk ke profil akun tersebut, dia mengklik bagian kirim pesan. Beruntung onstagramnya tidak diblokir juga, sementara itu nomor telepon dan wutsapp-nya sudah diblokir. Sebelum mengetikkan pesan, Rella mengatur napas, menarik seutas senyum penenang. Barulah jari-jemarinya bermain di layar keyboard dengan pelan bersama detakan jantung yang terasa lebih cepat. [Hai, Stel. Kabar baik? Aku harap sangat baik. Maaf malam-malam mengirimimu pesan lewat dm. Aku ... hanya merasa segan untuk memintamu bertemu langsung. Selain itu, aku juga nggak tau nomormu yang lain. Malam
Sejak diantar pulang ke kosan oleh Abil, Rella tidak henti-hentinya menangis. Pikiran dan hatinya benar-benar tidak tenang, kacau. Dia bukan menangisi perihal Alka yang lebih memilih wanita lain, melainkan tentang persahabatannya bersama Stella. Rella memang kecewa atas perlakuan Alka, sangat. Dua kali dilamar, tetapi bukan dirinya yang dinikahi. Namun, Rella sudah berusaha untuk merelakan, sebab jika memang Tuhan tidak menakdirkan mereka berjodoh, mau sekuat apa pun berjuang juga tidak akan pernah bersatu. Sekarang, pikirannya lebih terbuka untuk tidak lagi berlarut-larut menangisi perihal asmara. Itu semua tidak lekang dari bantuan Stella yang selalu setia memberi dukungan, juga nasihat dari Pak Psikolog alias Abil. Hanya saja, kali ini dia tidak yakin bisa lebih tegar. Kehilangan sahabat sungguh berkali-kali lebih menyakitkan dibanding kehilangan kekasih. Bagi Rella, sosok Stella tidak ada gantinya. Sahabat terbaik sejak awal masuk kuliah hingga masuk semester 6, rasanya ketika
Abil menatap lawan bicaranya sembari menahan amarah. “Lo berhutang penjelasan soal kejadian tadi pagi di rumah keluarga Stella. Soal pertunangan kalian yang katanya ... terpaksa?”Laki-laki berwajah lesu itu sekalipun tidak membalas tatapan Abil. Sepasang mata lelahnya hanya tertuju pada permukaan meja dengan segelas air putih yang baru saja ia hidangkan untuk tamu di depan. Alka mengembus berat. Sedikit pun tidak tampak bias keceriaan di wajahnya, hanya ada ketidaktenangan. “Kamu sudah mendengar semua perkataan Stella, apa masih kurang jelas?” Nada suaranya terdengar sangat malas untuk sekadar membahas permasalahan yang baru saja dilalui. Jika boleh, dia sendiri tidak ingin menghadapi alur serumit itu. “Jelas, tapi kenapa lo malah jalanin kalo lo sama Stella nggak mau? Lo udah sering bikin Ella sakit hati, Al, dan sekarang lo bener-bener ngehancurin harapan dia!”Alka memejam. Ia sangat sadar akan kesalahan yang telah diperbuat, sangat sadar telah membuat luka baru untuk Rella di s
“Tiada yang lebih baik daripada melepaskan. Karena jika aku memilih untuk terus mempertahankan, mungkin retaknya akan terus berulang.” *** Bagaikan racun yang dibungkus kain sutera, begitulah Stella yang menjadi racun dan Rella sebagai pembungkusnya. Kebaikan Rella menutupi segala bentuk tujuan buruk Stella, tetapi lambat laun ketika seseorang memaksa menyingkirkan kain sutera, mau tidak mau racun pun tampak. "Kenapa kamu masih di sini?" "Stella, aku--" "Pergi!" Bahkan, Stella memilih menenggak habis racun itu tanpa sisa, sebab tidak ingin sahabat terbaiknya terluka lebih jauh karena mempertahankan pertemanan mereka. Dia rela menjadi jahat, asalkan Rella menjauhinya. Dia rela menjadi bilah pisau, asalkan tidak ada lagi luka yang tercipta setelahnya. Demi kebaikan Rella, Stella rela menjadi seburuk-buruknya manusia. Rella tidak pantas bersahabat dengan manusia berhati busuk. Rella tidak pantas bebuat baik pada manusia berhati rubah. Sungguh tidak pantas. Satu dua tete
Wanita berpakaian khas dokter itu menggelung tt dan memasukkannya ke dalam tas khusus. Rautnya tampak berbeda selepas memeriksa keadaan pasien yang terbaring di ranjang king size. Sesaat kemudian, dia melempar senyum kepada orang tng duduk di kursi dekat ranjang, Gloria. "Bagaimana keadaan Stella, San? Dia tidak kenapa-napa, kan?" Kecemasan tergurat jelas di wajah renta Gloria. "Ibu jangan khawatir, Stella baik-baik aja. Dia cuma butuh istirahat untuk memulihkan tenaga, sebentar lagi pasti siuman." Ucapan Santiya, dokter yang biasa menanganinya terdengar meyakinkan, membuat Gloria tersenyum tenang dan bernapas lega. "Entah apa yang Stella kerjakan selain kuliah sampai membuatnya kecapean, tapi syukurlah kalau dia nggak kenapa-napa." Gloria berdiri mendekati Santiya yang telah selesai mengemasi peralatan medisnya. "Kamu nggak makan dulu bareng kita? Sambil nunggu Stella siuman.""Nggak usah, Bu, saya mau langsung balik ke rumah sakit selesai dari sini. Mungkin ... lain kali kalau ng
"Sebesar apa pun perjuanganmu untuk mendapatkannya, sekalipun mendaki gunung himalaya, bahkan mengarungi samudera hindia, jika Tuhan tidak berkehendak, kamu tidak akan pernah bisa memilikinya."***Anna, kenapa gadis yang pernah menjadi saudara tirinya itu ada di sini? Pertanyaan itulah yang pertama kali menyambangi pikiran Rella tatkala masuk ke rumah bak istana milik Gloria. Ia benar-benar terkejut, Abil berbisik padanya bahwa gadis dengan dress selutut itu adalah adik Stella. Adik kandung, tetapi beda ibu. Satu rahasia kembali terkuak. Lantas, kenapa selama ini, Stella bersikap seolah tidak mengenal Anna? Tunggu dulu. Annasterra dan ... Annastella. Kenapa Rella baru sadar, jikalau nama dari kedua gadis itu ada kemiripan? Kenapa ia tidak ngeh sama sekali? Rella tidak habis pikir. Lantas, apa alasan Stella sampai merahasiakan tentang ikatannya dengan Anna? Anna sangat menyukai Alka, apakah Stella mendukung hal itu di belakang Rella? Apakah Stella hanya berpura-pura mendukung per
"Setiap hal yang tersembunyi, ada kalanya tampak ke permukaan. Semata-mata agar manusia paham, bahwa sesuatu yang seharusnya tidak menjadi rahasia, tidak perlu dirahasiakan. Jika ketersembunyian saja mencipta masalah baru, kenapa tidak dengan menyuarakan kebenaran saja? Toh, ujungnya akan tetap sama. Walau sejatinya, kejujuran di awal lebih mampu untuk diterima hati, daripada menyemai kebohongan, yang pada akhirnya tertuai kekecewaan dan sulit untuk sekedar diikhlaskan."***[Kemarin lusa, kan, kamu belum jawab iya apa enggak. Apa mau ke sana sekarang? Kebetulan udah selesai kuliah. Kamu udah selesai?]Pesan itu didapat Rella dari Abil dua hari setelah mengajar di panti asuhan. Hal itu yang sangat ingin ditanyakan Rella, seandainya kemarin lusa laki-laki tersebut tidak menerima telepon penting. Pembicaraan tentang Stella pun terhenti, terlupakan begitu saja. Ingin bertanya, sudah sampai kos-an, jadilah Rella menahan rasa penasarannya hingga sekarang. [Udah selesai, Kak, ini mau bali