Kali ini Jody tidak bisa berkutik, menjawab apa adanya tanpa bisa lagi untuk berkelit.“Windi Ma, mantan aku.. dia butuh materi kuliah untuk besok.” jawab Jody tanpa berani menatap wajah Mamanya.“Kamu gak usah bohongi Mama, Jod! Mama sudah tahu apa yang kalian lakukan di kamar.”Jody mati kutu, ternyata Mamanya lebih pintar bsrsiasat dibandingkan dirinya. Dia tidak menyangka kalau Mamanya tahu apa yang dilakukannya dengan Windi.“Jody nyerah deh.. kalau Mama tetap gak percaya. Mama bantu Jody dong, Jody malas ke Bali.”“Soal itu Mama gak bisa bantu, Jod, kamu harus ikuti apa kata Papa kamu.”Mama Jody terus mencecar Jody terkait kehadiran Windi di kamar Jody. Namun, Jody tetap pada argumentasinya.“Itu yang membuat kamu malas ke Bali? Karena kamu punya mainan di Jakart? Kalau sampai Papa kamu tahu, dia akan sangat murka, Jody!!”“Yaudah Ma, besok Jody berangkat ke Bali, sekarang biarkan Jody sendiri.”Mama Jody meninggalkan Jody di kamarnya. Dalam kesendiriannya, Jody tidak
Tiba-tiba Jody seperti ayam sayur, kecut tak berkutik dihadapan Mama Sarlita. Sarlita melihat kondisi itu tidak tega, dia menyela pembicaraan Mamanya dan Jody, “Ma.. istirahat dulu ya, Mama belum boleh banyak pikiran. Jody juga baru sampai.” sela SarlitaSarlita tidak ingin Jody nantinya jadi kurang aja pada Mamanya, dia juga tidak ingin Mamanya bukannya sembuh malah tambah parah. “Mama perlu Ingatkan ini pada kalian berdua, Mama katakan itu karena Jody sudah Mama anggap anak sendiri.”“Jody terima nasihat Mama, apa pun yang Mama katakan demi kebaikan kami berdua.” Jody menimpali. Kekhawatiran Jody benar, dia akan berhadapan dengan Mama Sarlita yang tidak terlalu menyukai kehadirannya. Namun, dia harus bisa menahan diri, baginya itu bagian dari resikonya ke Bali. Sarlita ajak Jody keluar dan duduk di bangku depan ruang rawat, Sarlita tanyakan kebenaran cerita Dissa. “Jod! Kemarin Dissa telepon aku, dia cerita ketemu kamu di Cafe.”Jody berusaha untuk tetap tenang, meskipun dia kh
“Kiano itu siapa Sar? Teman Papa kamu?” selidik Jody“Relasi Papa.. ganteng ya?” Sarlita menggoda JodyJody mengernyitkan dahinya, “Ganteng? Gak salah kamu? Biasa aja kali.” Jody seakan tidak menerima apa yang dikatakan Sarlita. Sarlita jelaskan siapa Kiano sebenarnya, bahwa orang tua Kiano merupakan relasi Papanya. Tapi, sekarang yang memimpin perusahaan bukan orang tua Kiano lagi. Hanya saja Sarlita tidak bilang kalau Kiano adalah seorang pengusaha muda. “Hebat ya.. masih muda gitu sudah pegang perusahaan.”“Kamu juga bisa, Jod, Papa kamu kan hebat, relasinya banyak. Kalau kamu mau jadi pengusaha juga bisa.”Jody serasa disentil oleh Sarlita, dia merasa apa yang dikatakan Sarlita itu benar, “Terus.. kuliah aku gimana? Berhenti kuliah maksud kamu?”Sarlita jelaskan pada Jody, bahwa banyak orang yang sukses mencapai karirnya meskipun sambil kuliah. Bahkan dia memberikan contoh riwayat hidup beberapa pengusaha yang sukses dengan cara seperti itu. “Kalau menurut aku sih, semua awaln
Sampai di rumah Sarlita, Jody tidak menyangka kalau rumah keluarga Sarlita tidak kalah megah dengan rumahnya. Bahkan, di rumah Sarlita dilengkapi dengan kolam renang. Jody baru tahu kalau Sarlita sangat humble, tidak pernah merasa jadi anak pejabat atau orang kaya. Sangat berbeda dengan dirinya yang terlalu membanggakan kekayaan orang tua. Wiryawan dan Kiano langsung ke kantor setelah mengantar Sarlita dan Jody ke rumah. Di rumah yang segitu besar hanya ada Sarlita dan Jody, juga beberapa orang pembantu dengan kesibukannya masing-masing. Kesempatan itu digunakan Jody dan Sarlita untuk memadu kasih di kamar, “Sebetulnya kamu rindu gak sih sama aku, Jod?” pancing Sarlita. “Sar.. kalau bukan karena rindu, mana mungkin aku mengejar kamu sampai ke Bali.” Jody memeluk Sarlita yang berbaring di sebelahnya. “Sebrengsek apapun kamu di mata aku, Jod, aku tetap merindukan kamu, Jod.”“Aku tahu yang membuat kamu rindu, Sar.. ““Apa coba? Sok tahu kamu, Jod!”Jody melabuhkan sebuah kecupan d
Tiga hari kemudian Meskipun sudah diingatkan Wiryawan, namun Mama Sarlita tetap kukuh ingin Sarlita tidak pulang ke Jakarta. Hal itu disampaikannya setelah satu hari keluar dari rumah sakit.Saat sarapan pagi bersama, Mama Sarlita kembali mengemukakan keinginannya, “Jody.. Mama ingin Sarlita tinggal di Bali sampai melahirkan, gimana menurut kamu?”Belum sempat Jody menjawab, Wiryawan menyela pembicaraan, “Sebaiknya soal itu kita serahkan pada mereka, Ma, karena itu sepenuhnya hak mereka.”Jody merasa mendapat angin segar dari Wiryawan, dia tidak menjawab pertanyaan Mama Sarlita. Namun, Sarlita tidak tinggal diam, “Betul yang dikatakan Papa, Ma, kasih kesempatan pada kami berdua untuk memutuskan soal itu.”Sarlita harus menjaga perasaan Mamanya, sekaligus juga perasaan Jody sebagai suaminya. Biar bagaimanapun, dia tidak bisa menolak begitu saja keinginan Mamanya. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan Jody. “Mama Cuma khawatir, dalam keadaan hamil itu banyak yang harus kamu jaga. T
Sarlita berharap setelah kembali ke Jakarta Jody banyak berubah. Tap, rupanya Sarlita masih harus banyak bersabar. Jody memang lelaki yang belum punya pendirian, masih seperti udara yang mudah berubah tergantung musim. Baru satu hari di Jakarta, Jody kembali tidak betah di rumah, “Sar.. Pagi ini aku ke kampus, sore aku mau latihan basket. Gak apa-apa ya?”“Gak apa-apa sih, kalau itu merupakan kesibukan yang harus kamu lakukan. Aku juga mau ke mall beli perlengkapan make up.”“Apa gak sebaiknya tunggu aku pulang, Sar?”“Kamu yakin bisa pulang tepat waktu?”Jody meyakinkan Sarlita, kalau dia akan pulang tepat waktu dan akan mengantar Sarlita ke mall. Sarlita pun berpikir positif saja terhadap Jody. Setelah Jody pergi kuliah, Sarlita menyibukkan diri di kamar dengan menekuni hobi menulis yang sudah lama tidak ditekuninya lagi. Website Sarlita “Virgin Story” merupakan lapaknya menuangkan kisah hidupnya. Dari website itulah dia banyak berinteraksi dengan para followers-nya, dan kegiata
Menjelang larut malam Jody baru pulang, sambil mengendap-ngendap Jody masuk ke kamar. Namun, ternyata Sarlita belum tidur. Sarlita tegur Jody, “Kenapa kamu masuk kamar ngendap-ngendap gitu? Merasa bersalah?”“Iya Sar.. maafkan aku ya, aku gak menepati janji.” Jody menghampiri Sarlita dan duduk di tepi tempat tidur. Sarlita yang tadinya berbaring, langsung bangun dan duduk sembari bersandar di kepala tempat tidur, “Makanya, gak usah janji kalau gak bisa menepatinya! Kamu kalau sudah di Jakarta, balik lagi deh kelakuan aslinya!”Sarlita terus memberondong Jody dengan berbagai pertanyaan, dia tidak berikan kesempatan pada Jody untuk bicara. Sehingga Jody pun naik pitam, “Kamu egois banget ya! Kasih dong aku kesempatan untuk bicara! Aku juga perlu menjelaskan pada kamu!!” suara Jody mulai meninggi. “Kamu mau menjelaskan apa!? Buat apa kalau yang kamu katakan hanya kebohongan!!?”Keduanya bertengkar hebat dengan nada suara yang cukup keras. Sehingga Tantrianus dan isterinya yang lagi n
Ketegasan ancaman Tantrianus itu membuat Jody ciut. Sarlita sangat merasa bersalah, dia tidak menyangka kalau Tantrianus —mertuanya memberikan ancaman begitu serius pada Jody. “Jody tidak sepenuhnya salah, Sarlita yang kurang inisiatif.” Sarlita mencoba untuk menetralisir keadaan. Sarlita berjalan menuruni tangga, dia tidak tega melihat Jody menjadi bulan-bulanan Tantrianus . “Nah! Papa dengar itu apa kata Sarlita, jangan langsung pojokin Jody dong!!” Mama Jody merasa mendapat angin dari penjelasan Sarlita. “Semakin Mama bela, anak ini semakin tidak dewasa. Dia ini harus diberikan shock therapy, supaya dia berpikir sebelum bertindak.”Sarlita merasa kalau Tantrianus benar, Jody memang harus diberikan pelajaran. Sarlita merasa kalau Tantrianus membelanya. Padahal, yang dilakukan Tantrianus itu semata untuk mengingatkan Jody agar menjaga perilakunya. Mama Jody khawatir kalau Sarlita mendengar semua pembicaraan mereka. Dia bertanya pada Sarlita, “Kamu dari tadi mendengar semua pembic
Kedua mahluk yang beda usia dan berlainan jenis itu berasyik-masyuk tanpa dibaluti sehelai benangpun, Windi memegang kendali. “Win.. ritmenya lebih lembut ya,” pinta Tantrianus yang di awal sudah menurun staminanya. Windi hanya menjawab dengan anggukan kepala sembari terus memacu laju gairahnya. Diantara dendam dan nafsu, Windi ingin melihat kebengalan ayah mantan kekasihnya. Belum sampai satu putaran Tantrianus sudah mencapai puncak pelepasan, Windi sangat kecewa. “Yah om.. kok nanggung gitu? Aku gimana dong?” gerutu Windi saat terpaksa menyelesaikan keintimanya. “Sorry Win, om memang sedang dalam stamina yang tidak bagus.” dalih Tantrianus ***“Maafkan Sarlita, Ma, situasinya memaksa Sarlita harus memilih cara itu.” Sarlita sadar apa yang dilakukannya adalah kesalahan. Mama Sarlita meminta agar Sarlita tetap memberitahukan Jody, walaupun hanya via telepon. “Izin suami itu penting Sar, tidak ada yang bisa kamu lakukan kalau suami kamu tidak izinkan!!” tegas Mama Sarlita“Aku
Kedatangan Sarlita yang tiba-tiba di Bali menjadi pertanyaan Mamanya. Sehingga Sarlita dicecar berbagai pertanyaan, “Kok kamu gak kasih tahu Mama mau pulang? Tadi malam kan Mama telepon kamu? Kamu ada masalah apa Sarlita?” cecar Mama Sarlita “Ntar Sarlita jelaskan, Ma, jangan sekarang ya.. Sarlita baru sampai Nih.. “Sarlita terlihat sangat lelah, dia berusaha menahan perasan kecewa, juga kesedihannya. Setelah cipika-cipiki dengan Mamanya, Sarlita duduk di ruang tamu. Mama Sarlita duduk menjajari disamping Sarlita, “Mama curiga, Sar, kamu lagi ada masalah dengan Jody, ya? Jangan ada yang kamu sembunyikan, Sar.” ucap Mama Sarlita dengan lembutSarlita ceritakan pada Mamanya, bahwa setelah menerima telepon dengan Mamanya tadi malam dia bertengkar dengan Jody. Sarlita jelaskan juga, Jody semenjak sudah bekerja sikapnya banyak berubah. “Sekarang kamu percaya gak dengan apa yang Mama katakan? Kan Mama sudah ingatkan kamu, Sar?”“Mama benar, Sarlita tidak mendengarkan nasehat Mama. Tap
Hubungan Sarlita dan Jody kembali menegang. Keesokan harinya selepas Jody berangkat kerja, Sarlita telepon seseorang. Sarlita pesan tiket ke Bali dan minta diantar ke airport. “Mas.. tolong aku dulu ya, carikan tiket ke Bali hari ini. Kalau udah dapat, tolong antar aku ke airport.”Setelah terlibat pembicaraan yang cukup panjang, Sarlita mengakhiri sambungan pembicaraannya. Sarlita segera mengemas barang-barangnya, pikirannya begitu kalut. Situasi di rumah Jody saat itu sangat sepi, kesempatan itu digunakan Sarlita untuk meninggalkan rumah Jody. Agaknya, Sarlita tidak lagi memikirkan apakah perbuatannya tersebut salah atau benar. ***Menjelang siang di sebuah Mall, Windi terlihat asyik jalan sendirian sembari window shopping. Di sebuah gerai tanpa sengaja dia melihat Tantrianus yang sedang memilih kemeja dan dasi. Windi menyapa Tantrianus dengan sok akrab,“Hai om.. Jody gimana kabarnya?” tanya WindiTantrianus memandang Windi dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya, “Baik sih..
“Emang kamu harus pulang malam setiap hari Jod? Kalau ada apa-apa dengan isteri kamu gimana?” Tantrianus tanyakan itu dengan baik-baik. “Ya.. habis gimana dong, Pa, kerja Jody memang seperti itu. Atau Jody fokus kuliah aja, gimana Pa?” Jody balik bertanya Tantrianus naik pitam mendengar jawaban Jody, “Terserah kamu Jod!! Silahkan kamu tentukan sendiri! Papa sudah capek nasehati kamu!!”Tantrianus tinggalkan Jody begitu saja, dia tidak peduli ada isterinya dan Sarlita di situ. Mama Jody membujuk Jody, “Jod.. kamu yang dewasa dong jawabannya, kok kamu selalu menjawab seperti itu dengan Papa kamu?”Sarlita tatap Jody yang sikapnya sangat cuek, Jody seperti tidak ingin disalahkan. Dia merasa bekerja itu bukanlah atas keinginannya. Sehingga merasa tidak punya beban. “Jody bingung, Ma, Papa selalu salahkan Jody. Sementara, Sarlita juga ingin Jody kerja.”“Kamu ini aneh ya.. Seakan-akan kamu gak punya beban hidup sama sekali! Kamu tahu gak kalau sekarang calon seorang ayah?”Jody hanya t
“Kalau aku diposisi Kiano, aku sudah buang kamu, Jod! Kecuali kalau kamu sebagai lelaki simpanan aku.”Jody katakan kalau Cathrine beda dengan Kiano, menurutnya Kiano mau melakukan itu karena punya kedekatan dengan Sarlita. “Gini Cathrine, Kiano mau lakukan itu semua, karena dia dekat dengan isteri aku. Dengan begitu dia bisa aman dekat dengan isteriku.”Diam-diam ternyata Jody sudah tahu apa tujuan Kiano mau menerimanya sebagai karyawan. Jody tahu kalau Kiano punya hati terhadap Sarlita. Cathrine malah aneh dengan sikap Jody, “Kok kamu bisa tidak mempermasalahkan kedekatan isteri kamu dengan Kiano? Kamu sengaja jual isteri kamu pada Kiano, Jod?”Apa yang dikatakan Cathrine itu seperti menampar wajah Jody, “Aku tahu kalau hubungan mereka biasa aja, Cathrine, gak mungkin Kiano berani lebih dari itu.”“Wah! Sok tahu kamu, Jod! Aku ini wanita, aku tahu seperti apa perasaan seorang wanita. Kamu aja gak peduli sama isteri sendiri!!”***Kiano ingin tahu apa rencana Sarlita ke depan, mes
Satu bulan kemudian Apa yang dikhawatirkan Tantrianus terhadap Jody benar-benar jadi kenyataan. Disamping bekerja dengan Kiano, Jody tetap menjalin hubungan dengan Cathrine. Jody rupanya sudah berubah selera, yang tadinya sangat terobsesi pada gadis perawan, sekarang malah takluk pada janda muda kinyis-kinyis. Sarlita kerap mengadu pada Kiano tentang rumah tangganya, “Dugaan aku gak salah Kiano, Jody semakin berubah sekarang. Padahal, kehamilanku sudah masuk pada bulan ke 6.”Cerita Sarlita pada Kiano ssat mereka bertemu di sebuah tempat, dipinggiran dermaga pada sebuah danau nan indah. “Sar.. biarin aja dia seperti itu, justeru itu yang akan menjadi alasan aku minta kamu dari dia nantinya.”Sarlita keberatan dengan cara Kiano itu, dia ingin situasi seperti itu tidak dijadikan alasan Kiano merebut Sarlita dari Jody. “Aku rasa jangan karena alasan itu, Kiano, aku tidak ingin Jody berpikir kita sengaja merencanakannya.”Kiano tetap berusaha menjaga sikapnya terhadap Sarlita, dia ti
Selepas bertemu Kiano, Jody menemui Tantrianus di kantornya. Tantrianus kaget Jody menemuinya di kantor bukan di rumah, “Urusan begini kan kamu bisa bicara di rumah, Jod!”“Kalau di rumah repot Pa, Mama suka ikut campur, Jody ingin bicara serius sama Papa.”Jody ceritakan pada Tantrianus kalau dia sudah bertemu dengan Kiano, dan Kiano bersedia menerimanya bekerja dengan posisi sebagai partner. Tantrianus hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jody, “Itu permintaan kamu atau memang Kiano sendiri yang tentukan? Kamu jangan coba-coba tekan Kiano, Jod!” ancam Tantrianus. “Itu Kiano sendiri yang tentukan Pa, bukan aku yang minta, kok?”Jody jelaskan kenapa Kiano menempatkannya sebagai partner. Menurut Jody, Kiano menganggapnya sebagai teman, bukan karyawan. Kiano tidak ingin Jody merasa sebagai karyawan, Kiano melakukan itu agar Jody bisa merasa memiliki. “Okey.. Papa mengerti, itu artinya Kiano ingin kamu nyaman bekerja di perusahaannya. Tapi, kamu jangan besar kepala, Jod! Ka
Keesokan harinya Setelah memikirkan kembali desakan Tantrianus dan Sarlita, akhirnya Jody bersedia menerima tawaran Kiano. Jody menemui Kiano di ruang kerjanya, “Bro.. kamu gak usah keberatan bekerja di perusahaan ini, aku yakin kamu bisa beradaptasi dengan kondisi di perusahaan ini.”Kiano berusaha meyakinkan Jody, dia sangat memikirkan nasib Sarlita. “Gini Kiano.. aku gak mau kamu mau menerima aku karena permintaan Papa aku, itu satu. Kedua, kamu juga jangan karena dipengaruhi Sarlita.” pinta Jody“Sama sekali enggak, Jod! Aku hanya menghargai potensi kamu, aku sangat yakin kalau kamu bisa diandalkan.”Bagi Kiano, dengan Jody bekerja diperusahaannya, dia akan mudah berkomunikasi dengan Jody. Dengan begitu misinya untuk meminta Sarlita pada Jody peluangnya terbuka. Kiano juga tidak menganggap Jody sebagai karyawan, dan itu dia sampaikan pada Jody, “Asal kamu tahu Jod, aku tidak anggap kamu karyawan, aku posisikan kamu sebagai partner kerja. Gimana Jod? Kamu bisa terima gak?”“Ok
Jody pulang ke rumah bersama Mamanya, ternyata Jody diminta menemani Mamanya ke salon. Saat Mamanya di salon, Jody manfaatkan untuk bertemu Cathrine, itulah makanya mobil Jody ada di rumah. Jody bertemu Tantrianus di ruang tamu, “Jod! Tadi Kiano ketemu Papa di rumah, dia bersedia menerima kamu kerja di perusahaannya.. gimana? Kamu bersedia gak?” tanya Tantrianus “Bukan gak bersedia Pa, Jody sudah dapat pekerjaan baru di perusahaan kosmetik.” jawab Jody“Kok perusahaan kosmetik sih, Jod?” Kerja dibagian apa kamu?” tanya Mama Jody“Ya sama aja, sebagai marketing, Ma, gak masalah kan? Di perusahaan yang kemarin juga sebagai marketing, Ma.”Tantrianus tetap meminta Jody menerima tawaran Kiano, tapi Jody tetap menolaknya, “Papa minta kamu terima tawaran Kiano, karena kamu bisa belajar banyak dari dia bagaimana memimpin perusahaan.”“Jody gak enak Pa, Kiano itu kenal sama Sarlita, dan juga relasi om Wiryawan. Jadi ketahuan banget kalau Jody jadi karyawan Kiano.”Tantrianus menjanjikan pr