Home / Romansa / Chef Galak Itu Mantan Pacarku / PART 4: Lima Puluh Juta

Share

PART 4: Lima Puluh Juta

Author: Titi Chu
last update Last Updated: 2025-03-07 10:13:07

"Tolong Ma, kali ini aja, sambil aku cari day care yang dekat rumah, untuk sementara aku titip Hiro dan Naga di sini."

"Mama nggak melarang Mit, tapi kamu tau sendiri Mama juga bukan pengangguran, silakan aja mereka di sini asalkan bayarannya sesuai."

"Berapa?"

"Lima puluh juta aja."

Mataku melotot sempurna, yang benar saja? Aku hanya meminta beliau menjaga Hiro dan Naga hari ini sebelum aku menemukan day care pengganti yang lokasinya terjangkau dari apartemen, tapi Mama seperti aji mumpung, mengambil keuntungan dalam kesempitan.

"Ini kan weekend Mit, wajar kalau Mama minta segitu, sepadan sama waktu liburan yang Mama luangkan. Lagian anak-anak kamu itu tingkahnya di luar nalar, apa kamu nggak ingat apa yang mereka lakukan ketika terakhir dititipkan di sini?" tanya Mama emosi.

Bagaimana aku bisa lupa?

Ketika sedang terlelap mereka mengikat kedua tangan dan kaki Mama dengan mulut yang dibungkam lakban. Saat aku menanyakan hal tersebut Hiro dan Naga beralasan bahwa mereka sedang bermain James Bond, dan ceritanya Mama adalah seorang tawanan Hiro yang nanti akan dibebaskan oleh Naga. Sebuah pemandangan yang bikin aku ingin menangis ketika menemukannya.

"Entah mereka itu nurun siapa. Apa dulu kamu hamil sama gangster? Mafia? Penjahat?" tanyanya bertubi-tubi, bikin aku keki. "Kamu nggak pernah ngasih tau siapa bapaknya, dan Mama curiga kalau dia kriminal."

Astaga.

Tuduhannya benar-benar mengerikan, tapi aku enggan menjelaskan, dan hanya bisa meringis menatap Hiro dan Naga yang kini berdiri di ruang tamu kontrakan Mama.

Tempat ini tidak lebih besar dari apartemen kami, tapi yang membuat ruangan ini tampak sempit adalah karena sangat berantakan, pakaian bertebaran di sofa, piring kotor menumpuk di wastafel, sampah snack dan bungkus mie instan berhamburan di lantai.

Naga bahkan menarik sebuah kemeja di atas sofa, menjepit di antara dua jari lalu mengendusnya, kemudian menjulurkan lidah seperti akan muntah ketika mencium aromanya dan melempar kembali pakaian itu hingga jatuh ke tempat sampah.

Mataku mengerjap.

Sementara Hiro berusaha mencari tempat yang tepat untuk menjatuhkan bokongnya, tidak menemukan di manapun, dia akhirnya mengambil hand sanitizer di tas, menyemprotkannya di meja agar steril lalu duduk di sana seperti bangsawan.

"Kamu lihat, kan? Anak kamu terlalu liar."

Anak aku itu cucunya dan mereka punya nama. Namun aku nggak memiliki pilihan, aku harus bekerja, dan karena tidak ada opsi libur dari pekerjaan ini aku harus pasrah dengan keadaan.

"Tapi lima puluh juta itu berlebihan. Memangnya buat apa Mama uang sebanyak itu?"

"Yaaah pokoknya Mama butuh," katanya tidak jelas.

"Mama main slot lagi?" Dari wajahnya yang memerah aku tahu tebakanku benar. "Ya ampun Ma, aku kan udah bilang jangan main judol, mereka cuma bikin Mama kecanduan!”

"Dengar Mit, Mama yakin kali ini Mama pasti bakalan menang dan dapet jackpot tapi Mama butuh modal yang banyak, hasilnya nanti bisa buat bayar kontrakan dan hutang—“

"Apa?"

"—yang udah jatuh tempo."

"Berapa?"

Mama menggigit bibir.

"Mama punya hutang dengan rentenir?"

"Jangan berlebihan cuma lima ratus juta doang kok, belum satu M."

Aku shock, tubuhku sempoyongan, kuraba-raba tembok di belakang punggungku agar tidak ambruk. Cuma lima ratus juta? CUMA?

"Makanya Mama mau putarin uang itu supaya berbunga, Mit."

"Ya tapi bukan judol juga dong, Ma!”

"Terus gimana? Kamu pikir ada yang mau nerima Mama kerja di umur segini?"

Sialnya beliau benar, Mama sudah memasuki usia kepala lima, rambutnya mulai keperakan meskipun dia mengecatnya dengan warna burgundy yang bikin penampilannya tetap kelihatan cetar.

Dari dulu Mamaku memang hedon, boros dan hidup bermewah-mewahan. Kelilit pinjol bahkan sudah menjadi makanan sehari-harinya dan sekarang ditambah judol. Kalau dia bisa melunasi semuanya sendiri mungkin aku tidak akan meradang, masalahnya Mama selalu bergantung padaku untuk melunasi semua hutang-hutang itu.

"Siapa lagi yang bakal Mama minta bantuan kalau bukan anak sendiri, Mita?"

Tuh kan.

"Yaudah empat puluh juta, tuh Mama udah kasih keringanan buat kamu."

"Dua juta, aku cuma punya uang segitu, kalau Mama mau, aku bisa transfer sekarang," balasku menolak kalah.

Beliau mendengus meremehkan. "Cukup apa uang segitu? Skincare Mama aja lebih mahal dari itu, Mit."

"Terserah, aku akan tetap tinggalin Hiro dan Naga di sini."

Lalu sebelum beliau semakin mencak-mencak, aku segera melengos, menghampiri kedua anakku.

"Naga berhenti bergelantungan di gorden, Hiro jangan duduk di atas meja, pamali. Kalian berdua sini, Mama mau ngomong."

Kedua anak itu nurut.

"Untuk sementara kalian akan tinggal di rumah Nenek, jangan nyusahin, makan bekal tepat waktu, dan nurut apa kata Nenek, bantu-bantu juga untuk bersihin rumah, oke?"

"Tempat ini lebih parah." Hidung Hiro mengernyit seolah mencium aroma busuk di udara. "Bantar gebang jauh lebih baik."

"Apa kita juga harus mandiin nenek Ma?" tanya Naga polos.

Mataku mengerjap. "Kenapa kamu nanya gitu Naga?" tanyaku sehalus mungkin.

"Soalnya Nenek bau ikan asin."

Astaga.

"Enak aja, Nenek wangi tau." Mama terdengar mendumel.

"Tenang Nenek, nanti kita bikin rumah Nenek bersih pakai vacum cleaner."

"Kita perlu selang air." Hiro menambahkan datar.

Aku tahu apa yang ada di pikiran mereka, kedua anak ini berniat untuk membuat rumah Mama banjir, jadi kuremas lengan mungil Hiro dan Naga. "Kalau sampai Mama jemput dan kalian berulah, Mama nggak akan bikinin pizza lagi."

Sesuai harapan, keduanya langsung merengek, aku memastikan mereka berjanji jadi anak baik sebelum pamit undur diri.

Mengumpat ketika menyadari aku sudah terlambat, Gun pasti akan mengamuk, kupercepat laju mobil sambil memeriksa lokasi syuting yang dikirim Ed, sang asisten.

Tempat itu berada di sebuah gedung perusahaan pembuat kopi instan, CoffeKu, aku langsung menyusuri koridor dan menaiki lift, namun baru pintu itu terbuka di lantai lima belas, suara berat Gun segera menyapa.

"Tahu jam berapa sekarang, Mita?"

Punggungku langsung tegak, dengan takut-takut aku menoleh dan menemukan wajahnya yang judes.

"Kamu tahu konsekuensinya?"

"Maaf, tadi macet, Pak."

Gun mendengus, tidak terkesan dengan alasan yang kuberikan, namun saat akan menyahut, seseorang keburu menghampirinya.

"Pak, semua set sudah selesai kita bisa take video sekarang."

Dia mengangguk, kemudian menatapku tajam. "Kita bicara setelah take CF saya selesai."

Dengan langkah lebar Gun menuju salah satu pintu dan menghilang di sana, dengan pasrah aku mengekorinya.

Ruangan yang dimasuki Gun adalah setting untuk pembuatan iklan, dengan pembatas kaca, tempat itu sudah ramai dengan kru dan kamera yang menyala.

"Eh Mit?" Aku menoleh dan menemukan Zara sedang melangkah mendekat. "Kebetulan banget ketemu di sini."

Leherku memanjang dengan jantung berdebar mencoba mencari keberadaan Roy di balik bahunya, karena bisa saja laki-laki itu juga melakukan take iklan, tapi syukurlah Roy tidak kelihatan.

"Tadi gue ketemu Juna Iskandar, dia di Lumeno, kenapa lo malah di sini?" tanyanya lalu mengulurkan tumblr. "Tolong ambilin minum dari dispenser di belakang lo dong."

Loh, tempat itu hanya berjarak sekitar tujuh langkah darinya, kenapa dia tidak mengambilnya sendiri?

"Gue harus cepat-cepat, Roy lagi diskusi sama CEO CoffeeKu buat event anniversary perusahaan, sebentar lagi dia bakal ke sini, takutnya nggak keburu bawa air putih, tau sendiri gue sering dehidrasi."

Ya ampun, informasinya sangat lengkap. Tak ingin drama aku mengambil saja tumblr itu dan mengisinya.

"Makasih Mit," katanya sambil meneguk. "Anyway Gun Saliba makin gagah aja ya. Sebenarnya dari awal gue penginnya jadi manajer dia, tapi susah tembus. Katanya dia galak banget ya? Gue penasaran siapa manajernya sekarang, menurut lo siapa Mit?"

"Itu..."

"Oh, gue tau, lo di sini pasti mau ngajuin proposal supaya Juna diikutsertakan dalam event kan?" tanyanya mencerocos tanpa henti. "Sayang banget lo harus repot, tapi kayaknya susah buat diterima, mending lo kasih saran supaya dia mulai bikin usaha daripada maksain bersaing dengan Gun dan Roy."

Kemudian dia terkekeh seakan ada yang lucu.

"Mita." Ed tampak memanggil dari balik ruangan yang dipisahkan sekat dari kaca, menyuruhku mendekat.

Zara mengernyit. "Loh gue?"

Jelas-jelas yang dipanggil adalah namaku. "Sorry Zar, gue ke dalam dulu, ya."

"Tapi kan itu tempatnya Gun, lo mau ngapain?"

Aku tersenyum. "Gue manajernya Zar, permisi. By the way saran yang bagus buat Juna, nanti kalau ketemu dia, bakal gue sampaikan."

Lalu aku melanggeng menuju ruangan berkaca sekat, meninggalkan Zara yang melongo di tempat.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 5: Aktris Cilik

    "Scene satu, shot dua, take sebelas. Action!" Sang asisten sutradara memberi aba-aba, membunyikan sebuah clapper, papan hitam putih sampai bunyi cletak!"Sebentar, poni gue berantakan.""Cut!"Suara Pak Wisnu, sutradara menggema memenuhi ruangan, membuyarkan adegan yang sedang dijalani Gun dan Prily, aktris cilik yang kini sudah beranjak dewasa. "Duh, kemarin di workshop talent nggak gini, lo kebanyakan mengkhawatirkan hal yang nggak perlu Pril, muka lo juga terlalu datar," tegurnya. "Walaupun harus sesuai naskah tapi gue butuh lo improvisasi, lo kan bukan amatir! Kita bahkan masih di adegan pertama, kalau seperti ini terus kapan selesainya?"Perempuan cantik bertubuh semampai itu tampak meringis. "Sorry Mas, bisa kita ulangin lagi?"Seorang tim wardrobe buru-buru mendekati mereka dan melakukan touch up pada Prily dan Gun, wajah laki-laki itu kelihatan kecut, sudah hampir dua jam adegan iklannya diulangi, dan semakin lama, Gun semakin kehilangan kesabaran."Kita break dulu aja, lo pe

    Last Updated : 2025-03-07
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 6: Peraturan Absurd

    Sebenarnya aku berharap Gun akan lupa, setelah dua jam take video iklannya menemui jalan buntu, mungkin saja moodnya yang berantakan membuatnya jadi tidak ingin berhadapan denganku, tapi tentu saja itu adalah harapan yang terlalu muluk."Kenapa kamu terlambat?" tanyanya. Apa itu basa-basi? Sepertinya kalimat itu memang sudah menguap dari kamus seorang Gun.Dia duduk di kursi kebesaran, di ruangannya yang tampak tertata, rapi dan kinclong."Begini Pak..." Aku berdeham, merapikan rambut panjangku, menyelipkannya ke balik daun telinga kemudian mengulurkan paper bag yang kubawa. "Ini bathrobe yang kemarin Bapak pinjamin ke saya." Kuletakkan di atas meja. "Makasih Pak, saya terbantu sekali kemarin dengan handuk itu, Bapak benar, saya nggak mungkin berkeliaran di kantor dengan pakaian basah, apalagi di hari pertama saya kerja, walaupun ukurannya besar sekali dan bikin saya kelihatan melayang seperti kunti--""Apa kamu mau menghabiskan waktu saya?" Suaranya yang tajam segera menyela.Aku mer

    Last Updated : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 7: Makan Siang

    "Masa begitu sih Pak?" Aku langsung protes karas. Bahu Gun terangkat santai. "Pilihannya hanya itu atau silakan angkat kaki." Ya Tuhan, bahuku merosot lemas. "Kamu keberatan?" Bagaimana aku akan mengeluh kalau dia sudah memutuskan dan tidak bisa dibantah?! Aku harus secepatnya melaporkan keluhan ini pada Mba Niken, aku yakin dia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi dialah yang mendorongku menerima tawaran manajer ini, jadi aku perlu dukungannya untuk meneruskan keluhanku pada Pak Punjab agar pria tua itu berubah pikiran, lalu menggantikan posisiku menjadi manajer selebriti yang sifatnya normal. Persetan dengan gaji berkali-kali lipat, lebih baik menjaga kewarasan daripada aku harus bekerja di bawah tekanan yang tidak masuk akal. Karena aku diam saja, laki-laki itu bangkit, menganggapku telah setuju. "Bagus, sekarang kamu singkirkan ini, saya nggak mengambil kembali barang yang sudah saya berikan ke orang lain," katanya menggedikkan kepala pada paper bag di atas meja. "Sebentar Pa

    Last Updated : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 8: Tanggung Jawab

    Karena macet aku baru sampai di rumah Mama sekitar pukul sepuluh malam. Tempat itu sangat sunyi dan gelap, halamannya ditumbuhi tanaman lebat seperti rumah tidak berpenghuni."Hiro, Naga?" tanyaku pada Mama ketika beliau membukakan pintu."Udah tidur, kenapa nggak sekalian kamu pulang di jam cinderlella aja? Bukannya kamu udah dipecat sama Roy Dihan?""Dari mana Mama tau?""Jadi benar?""Kenyataannya aku yang mengundurkan diri.""Dan Zara menggantikan posisi kamu. Dari dulu dia memang bisa diandalkan, nilai sekolahnya selalu bagus, membanggakan, sekarang juga dia mengalahkan kamu dalam pekerjaan.""Nggak ada yang dikalahkan Ma, aku dan Zara nggak sedang berkompetisi." Kupilih untuk melewati tubuhnya dan terkejut menemukan anak-anakku yang sedang tertidur di sofa dalam posisi duduk. "Kenapa mereka nggak dipindahin di kamar?""Kamar di rumah ini cuma satu, Mama nggak mau mereka ngacak-ngacak kamar Mama, di sana banyak makeup dan barang penting.""Barang penting itu lebih penting dari an

    Last Updated : 2025-04-08
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 9: Bercocok Tanam

    "Kapan kita akan tanam jagung, Mas?" "Kita nggak punya tempat untuk menanam di rumah ini." "Kalian bisa tanam di balkon, tapi bukan jagung nanti Mama belikan biji strawberry."Naga yang sangat menyukai buah tersebut langsung memekik girang, sementara Hiro tampak tidak terkesan."Kami sudah pernah menanam itu di sekolah, hasilnya biasa aja," katanya."Tapi di rumah belum pernah kan? Kamu bisa mencobanya lagi nanti." Aku memberi usul dengan sabar.Akhir-akhir ini mereka sedang hobi bercocok tanam, mungkin itulah yang membuat Mba Susi senewen, karena baginya Hiro dan Naga terkesan hanya megacau tanpa sadar bahwa mereka sebenarnya ingin bermain sekaligus belajar. Sampai detik ini aku masih mencoba berkomunikasi dengan beliau meminta maaf dan berusaha untuk membujuknya agar kembali mau menerima anak-anakku, walaupun jawabannya belum berubah."Kita akan ke rumah Nenek lagi hari ini?" tanya Hiro, tampak tidak antusias saat ak

    Last Updated : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 10: Papa Chef

    "Sebentar Pak, masih macet.""Kamu tahu jam berapa sekarang?""Saya sedang berusaha Pak.""Apa terlambat sudah jadi hobi kamu, Mita?""Bukan begitu Pak—"Kepalaku nyaris kepentok stir saat tiba-tiba dari arah belakang sebuah motor menyalip dan aku harus ngerem mendadak."Apa itu?" Suara Gun terdengar bertanya di antara raungan klakson yang bersahut-sahutan di belakang kendaraanku hingga menimbulkan kemacetan."Pak saya tutup dulu ya?""Tunggu, di mana kamu?""Di jalan Pak, saya harus—oh shit!" Aku tak sengaja mengumpat saat lagi-lagi sebuah motor menyalip sehingga aku terlonjak."Mita?""Saya harus fokus nyetir, Pak.""Saya tanya di mana kamu, biar pengawal saya jemput kamu di sana."Aku merasa ngeri. "Jangan Pak, saya baik-baik aja kok, cuma kaget dikit."Gun terdengar mengeram rendah."Beneran Pak, udah dulu ya." Aku langsung mematikan sambungan te

    Last Updated : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 11: Less Talk, More Action

    Aku terbangun saat mendengar alarm ponsel, dan langsung diserbu rasa pusing di kepala ketika segera duduk tegak. Lenganku terangkat untuk memijatnya kemudian menyadari selembar selimut terasa merosot dari bahuku."Tidurnya nyenyak Mita?"Mataku melebar, menoleh dan menemukan Gun sudah duduk di ruangan."Saya membayar kamu untuk bekerja bukan untuk terlelap di ruangan saya.""Maaf Pak, ini..." Kulirik jam digital di ponsel, pukul satu siang. Aku harus segera menjemput Hiro dan Naga.Sial."Kamu pikir di sini hotel?""Saya sudah membacanya, Pak.""Oh ya, apa kesimpulan kamu kalau begitu?" tanyanya sinis.Aku meringis, menurun jemariku yang masih memijat kepala dan berusaha menatapnya. Berharap tidak ada liur yang tertinggal di sudut bibirku. "Banyak Pak, tertutama tentang program-program Bapak yang memiliki rating tinggi dan bisa dipertahakan di tahun ini.""Contohnya?""Master Chef."

    Last Updated : 2025-04-14
  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 14: Jago Nikung

    Mataku terbelalak dengan jantung berdegup kencang mendengar jawaban Hiro. Tapi sepertinya Gun tidak terkesan karena dia hanya mengernyit."Papa kami?" "Itu nama program Om di salah satu stasuin TV kan?" jawab Hiro yakin. "Om memasak bersama anak TK dan dipanggil Papa."Butuh waktu sepuluh detik untuk kami mencerna maksud dari program yang Hiro katakan lalu memekik berbarengan.Gun langsung mengerling padaku yang duduk di depan, seolah dia heran kenapa aku ikut-ikutan merasa lega. Program yang dimaksud adalah memasak Ceria dengan anak-anak TK berjudul Papa Chef yang kebetulan baru kubaca.Ternyata ada manfaatnya juga aku membaca program-programnya sampai ketiduran, Gun sangat visioner."Benar," sahut Gun, matanya menunjukkan kepuasan. "Jadi kamu tahu siapa nama saya?""Enggak."Gubrak, sepertinya Hiro sengaja ingin membuat Gun jengkel, aku bisa melihat hidung laki-laki itu kembang-kempis dari balik masker.

    Last Updated : 2025-04-15

Latest chapter

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 12: Favorite Car

    "Kenapa Bapak bawa saya ke mobil ini?""Jadi kamu lebih senang diinjak-injak di sana?""Bukan begitu Pak, mobil saya masih di Lumeno, tolong putar balik aja, Pak.""Kamu mau saya diserbu fans?""Bapak nggak usah keluar, biar saya aja."Gun tampak berdecak. "Sayang sekali, kita sudah jauh, saya nggak punya waktu untuk putar balik."Aku melotot, memandang jalanan di sekitar kami, tidak sejauh yang dipikirkan. "Anak saya gimana nasibnya Pak?""Saya akan antarkan ke mana kalian akan pergi.""Saya nggak minta diantar.""Cara kamu mengatakannya seolah saya sangat buruk," katanya tersinggung. "Seharusnya kamu berterima kasih karena saya menyelamatkan kamu dari kemungkinan digeprek kerumunan orang.""Tapi saya butuh kendaraan buat antar anak saya pulang," balasku gusar."Saya yang akan mengantarnya, sekarang diamlah, kamu cerewet sekali, kepala saya jadi pusing."Aku auto mingkem seme

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 13: Serba Hitam

    Gun menatap sinis pada mereka, wajahnya sudah kembali tertutup masker dan hanya menyisakan segaris mata yang memicing. Penampilannya yang hari ini full mengenakan setelan serba hitam jelas membuat anak-anakku terkejut."Pak." Aku merangsek maju. "Bapak bisa nggak pindah di depan, biar saya sama anak-anak saya duduk di belakang.""Nggak bisa," tolaknya datar. "Terlalu bahaya jika saya keluar dan dilihat orang lain, tempat ini sangat ramai.""Bapak kan sudah pakai masker, sepertinya nggak akan ada yang mengenali Bapak.""Memangnya dia siapa?" Hiro menyeletuk bertanya.Mata Gun dengan cepat memandang Hiro. Aku menahan napas saat kontak mata terjadi di antara mereka. Apakah Gun akan menyadari bahwa si kembar adalah anak-anaknya? Secara fisik mereka sangat mirip bahkan Hiro dan Naga mewarisi lesung pipi Gun ketika tersenyum, rambut yang lebat dan mata yang menatap tajam.Namun setelah lama beradu tatap, Gun melengos, membuan

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 14: Jago Nikung

    Mataku terbelalak dengan jantung berdegup kencang mendengar jawaban Hiro. Tapi sepertinya Gun tidak terkesan karena dia hanya mengernyit."Papa kami?" "Itu nama program Om di salah satu stasuin TV kan?" jawab Hiro yakin. "Om memasak bersama anak TK dan dipanggil Papa."Butuh waktu sepuluh detik untuk kami mencerna maksud dari program yang Hiro katakan lalu memekik berbarengan.Gun langsung mengerling padaku yang duduk di depan, seolah dia heran kenapa aku ikut-ikutan merasa lega. Program yang dimaksud adalah memasak Ceria dengan anak-anak TK berjudul Papa Chef yang kebetulan baru kubaca.Ternyata ada manfaatnya juga aku membaca program-programnya sampai ketiduran, Gun sangat visioner."Benar," sahut Gun, matanya menunjukkan kepuasan. "Jadi kamu tahu siapa nama saya?""Enggak."Gubrak, sepertinya Hiro sengaja ingin membuat Gun jengkel, aku bisa melihat hidung laki-laki itu kembang-kempis dari balik masker.

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 11: Less Talk, More Action

    Aku terbangun saat mendengar alarm ponsel, dan langsung diserbu rasa pusing di kepala ketika segera duduk tegak. Lenganku terangkat untuk memijatnya kemudian menyadari selembar selimut terasa merosot dari bahuku."Tidurnya nyenyak Mita?"Mataku melebar, menoleh dan menemukan Gun sudah duduk di ruangan."Saya membayar kamu untuk bekerja bukan untuk terlelap di ruangan saya.""Maaf Pak, ini..." Kulirik jam digital di ponsel, pukul satu siang. Aku harus segera menjemput Hiro dan Naga.Sial."Kamu pikir di sini hotel?""Saya sudah membacanya, Pak.""Oh ya, apa kesimpulan kamu kalau begitu?" tanyanya sinis.Aku meringis, menurun jemariku yang masih memijat kepala dan berusaha menatapnya. Berharap tidak ada liur yang tertinggal di sudut bibirku. "Banyak Pak, tertutama tentang program-program Bapak yang memiliki rating tinggi dan bisa dipertahakan di tahun ini.""Contohnya?""Master Chef."

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 10: Papa Chef

    "Sebentar Pak, masih macet.""Kamu tahu jam berapa sekarang?""Saya sedang berusaha Pak.""Apa terlambat sudah jadi hobi kamu, Mita?""Bukan begitu Pak—"Kepalaku nyaris kepentok stir saat tiba-tiba dari arah belakang sebuah motor menyalip dan aku harus ngerem mendadak."Apa itu?" Suara Gun terdengar bertanya di antara raungan klakson yang bersahut-sahutan di belakang kendaraanku hingga menimbulkan kemacetan."Pak saya tutup dulu ya?""Tunggu, di mana kamu?""Di jalan Pak, saya harus—oh shit!" Aku tak sengaja mengumpat saat lagi-lagi sebuah motor menyalip sehingga aku terlonjak."Mita?""Saya harus fokus nyetir, Pak.""Saya tanya di mana kamu, biar pengawal saya jemput kamu di sana."Aku merasa ngeri. "Jangan Pak, saya baik-baik aja kok, cuma kaget dikit."Gun terdengar mengeram rendah."Beneran Pak, udah dulu ya." Aku langsung mematikan sambungan te

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 9: Bercocok Tanam

    "Kapan kita akan tanam jagung, Mas?" "Kita nggak punya tempat untuk menanam di rumah ini." "Kalian bisa tanam di balkon, tapi bukan jagung nanti Mama belikan biji strawberry."Naga yang sangat menyukai buah tersebut langsung memekik girang, sementara Hiro tampak tidak terkesan."Kami sudah pernah menanam itu di sekolah, hasilnya biasa aja," katanya."Tapi di rumah belum pernah kan? Kamu bisa mencobanya lagi nanti." Aku memberi usul dengan sabar.Akhir-akhir ini mereka sedang hobi bercocok tanam, mungkin itulah yang membuat Mba Susi senewen, karena baginya Hiro dan Naga terkesan hanya megacau tanpa sadar bahwa mereka sebenarnya ingin bermain sekaligus belajar. Sampai detik ini aku masih mencoba berkomunikasi dengan beliau meminta maaf dan berusaha untuk membujuknya agar kembali mau menerima anak-anakku, walaupun jawabannya belum berubah."Kita akan ke rumah Nenek lagi hari ini?" tanya Hiro, tampak tidak antusias saat ak

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 8: Tanggung Jawab

    Karena macet aku baru sampai di rumah Mama sekitar pukul sepuluh malam. Tempat itu sangat sunyi dan gelap, halamannya ditumbuhi tanaman lebat seperti rumah tidak berpenghuni."Hiro, Naga?" tanyaku pada Mama ketika beliau membukakan pintu."Udah tidur, kenapa nggak sekalian kamu pulang di jam cinderlella aja? Bukannya kamu udah dipecat sama Roy Dihan?""Dari mana Mama tau?""Jadi benar?""Kenyataannya aku yang mengundurkan diri.""Dan Zara menggantikan posisi kamu. Dari dulu dia memang bisa diandalkan, nilai sekolahnya selalu bagus, membanggakan, sekarang juga dia mengalahkan kamu dalam pekerjaan.""Nggak ada yang dikalahkan Ma, aku dan Zara nggak sedang berkompetisi." Kupilih untuk melewati tubuhnya dan terkejut menemukan anak-anakku yang sedang tertidur di sofa dalam posisi duduk. "Kenapa mereka nggak dipindahin di kamar?""Kamar di rumah ini cuma satu, Mama nggak mau mereka ngacak-ngacak kamar Mama, di sana banyak makeup dan barang penting.""Barang penting itu lebih penting dari an

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 7: Makan Siang

    "Masa begitu sih Pak?" Aku langsung protes karas. Bahu Gun terangkat santai. "Pilihannya hanya itu atau silakan angkat kaki." Ya Tuhan, bahuku merosot lemas. "Kamu keberatan?" Bagaimana aku akan mengeluh kalau dia sudah memutuskan dan tidak bisa dibantah?! Aku harus secepatnya melaporkan keluhan ini pada Mba Niken, aku yakin dia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi dialah yang mendorongku menerima tawaran manajer ini, jadi aku perlu dukungannya untuk meneruskan keluhanku pada Pak Punjab agar pria tua itu berubah pikiran, lalu menggantikan posisiku menjadi manajer selebriti yang sifatnya normal. Persetan dengan gaji berkali-kali lipat, lebih baik menjaga kewarasan daripada aku harus bekerja di bawah tekanan yang tidak masuk akal. Karena aku diam saja, laki-laki itu bangkit, menganggapku telah setuju. "Bagus, sekarang kamu singkirkan ini, saya nggak mengambil kembali barang yang sudah saya berikan ke orang lain," katanya menggedikkan kepala pada paper bag di atas meja. "Sebentar Pa

  • Chef Galak Itu Mantan Pacarku   PART 6: Peraturan Absurd

    Sebenarnya aku berharap Gun akan lupa, setelah dua jam take video iklannya menemui jalan buntu, mungkin saja moodnya yang berantakan membuatnya jadi tidak ingin berhadapan denganku, tapi tentu saja itu adalah harapan yang terlalu muluk."Kenapa kamu terlambat?" tanyanya. Apa itu basa-basi? Sepertinya kalimat itu memang sudah menguap dari kamus seorang Gun.Dia duduk di kursi kebesaran, di ruangannya yang tampak tertata, rapi dan kinclong."Begini Pak..." Aku berdeham, merapikan rambut panjangku, menyelipkannya ke balik daun telinga kemudian mengulurkan paper bag yang kubawa. "Ini bathrobe yang kemarin Bapak pinjamin ke saya." Kuletakkan di atas meja. "Makasih Pak, saya terbantu sekali kemarin dengan handuk itu, Bapak benar, saya nggak mungkin berkeliaran di kantor dengan pakaian basah, apalagi di hari pertama saya kerja, walaupun ukurannya besar sekali dan bikin saya kelihatan melayang seperti kunti--""Apa kamu mau menghabiskan waktu saya?" Suaranya yang tajam segera menyela.Aku mer

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status