Kamu ya?Oke, sebetulnya tidak ada yang istimewa, Aurora selalu memanggil dan dipanggil menggunakan cara yang sopan dengan semua orang yang lebih tua darinya, pada keluarga dan kerabatnya, pada sepupu jauh juga, dan pada teman yang memang sejak kecil sudah terbiasa berbicara lembut, Aurora bisa bicara menyesuaikan orang yang dia ajak bicara, jujur tidak ada yang baru bagi Aurora.Tetapi sejauh Aurora mengenal Dante, Aurora tidak pernah mendengar Dante menyebut orang lain dengan sebutan ‘kamu’ dan tidak pernah menyebut dirinya sendiri dengan ‘aku’. Biasanya jika tidak Gue-elo dengan nada dingin dan tajam, Dante lebih sering Saya-bapak/ibu— ih bagaimana ya menjelaskannya.Pokoknya, meski sejak awal panggilan ‘kamu’ tidak begitu berbeda bagi Aurora, saat Dante Andromeda yang memanggilnya begitu Aurora tidak bisa menahan kupu-kupu yang mulai beterbangan di perutnya. Tanpa sadar jemarinya menggenggam sendok terlalu erat, matanya berbinar-binar tanpa tahu bahwa pipinya telah merona bersa
Jika kepekaan tidak dia bawa hari ini, maka kalian bisa tenang karena untungnya Aurora membawa setumpuk kesabaran di saku seragamnya. Menjawab pertanyaan bukan hal yang sulit, dia yakin itu. Tapi entah kenapa dua bujang yang terkenal memiliki otak encer ini malah senang sekali menjadi rumit dan membuat Aurora hampir membakar tiap lembar kesabaran yang dia bawa. “Mau aku kepret ya? Jawab yang bener!” Aurora menarik napas dalam-dalam, bertanya dengan nada mendesis pelan. “Temenan kan, Abang? Sebelum tahu kalo aku sama Dante pacaran?” Samuel mengerjap cepat, sedikit panik dan merasa cukup terancam, dia mengenal adiknya dengan baik, jangankan high kick dan pukulan, jika Aurora mau dia bisa membuat uang jajannya melayang selama sebulan. Singkatnya, Aurora tidak pernah main-main dengan kata-katanya, meski terdengar ngasal dan cukup nakal tapi jika seseorang memang berani bermain dengan kesabarannya, maka mereka harus berani menghadapi dendam anak gadis itu. “Iya,” balas Samuel akh
SELAMAT DATANG DI ERA BUCIN DANTE ANDROMEDA!-10 tahun yang lalu.-Sorak sorai terdengar ramai di bangunan besar yang berada di Sekolah Dasar elit itu, gymnasium selalu ramai pada akhir semester, memberikan kesempatan pada siswa siswi 6 angkatan berbeda menjadi saksi pertandingan Taekwondo yang sudah menuju final.Orang tua menemani sembari memberikan dukungan terbesar mereka, sebelum libur akhir semester ditelan menghapus kenangan akan pelajaran tubuh para siswa diuji dalam kebugaran jasmani.Seorang pria kecil berdiri dengan kepala tertunduk, wajahnya tampak murung, ketika melihat ke tribune di sana dia melihat dua perempuan paling cantik di hidupnya melambai memberikan semangat, mata hitam Dante bergerak lebih ke kiri, lalu ke kanan, mencari seseorang yang seharusnya datang namun lagi-lagi pria dewasa yang dia kagumi itu ingkar.Dante ingat ketika sebelum tidur sebuah janji ayahnya ucapkan.“Papa janji akan datang, tapi kamu juga harus janji bisa jadi juara 1, gimana?” kes
4 tahun yang lalu.-“Mau lanjut di mana?”Dua remaja laki-laki bertubuh tinggi yang memakai baju identitas berwarna biru itu mengobrol santai, jam istirahat baru dimulai, cowok berambut hitam yang menggunakan kaca mata bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia genggam.Membiarkan angin menyentuh santai pori-porinya memberikan kesejukan, sesekali matanya bergerak menatap jauh ke bawah sembari mengubah halaman baca.Dante tidak pernah menyukai sesuatu atau membencinya.Dia hanya melakukan apa saja. Sesuatu yang kira-kira bisa dia lakukan akan dia lakukan, dan sesuatu yang mustahil baginya akan dia abaikan.Sekolah bertahun-tahun, menjadi nomor 1 mengalahkan Samuel dan seluruh remaja seangkatan di kota. Meneliti langit dan menghafal nama bintang, menyukai awan, membaca banyak sekali sains lalu mempraktikkannya. Banyak hal yang sudah Dante lakukan selama hidup 15 tahun di dunia ini.Dan... Dia sudah di bangku terakhir sekolah menengah pertama. Juga dengan 1 teman yang s
- Dante akui, Samuel berlebihan kali ini. Oke, kita fair-fairan saja. Dulu sekali Dante ingat ketika pertama kali Samuel mengajaknya berteman, alasan Samuel mau berteman dengan Dante adalah karena Tantenya. Tante Dante memiliki wajah yang begitu cantik hingga mampu membuat siapa pun menyukainya, anak SD yang tidak tahu apa-apa saja sampai punya akal licik seperti itu, tidak begitu saja, Samuel bahkan masih sering modus mengunjungi Dante hanya demi bertemu Tante sampai mereka duduk di bangku SMP. Tapi apakah Dante menyalahkan Samuel karena menyukai Tantenya? Tidak. Lalu kenapa sekarang dia marah sekali saat tahu kalau Dante dan Aurora berkencan? Aurora cantik, Dante sudah mengatakan itu dari awal, dan dia juga hanya mengatakan itu pada Samuel seorang, harusnya kabar kencan mereka tidak begitu mengejutkan, setidaknya untuk Samuel. Dante mengerti, sifatnya baik, dia tidak memiliki niat-niat buruk seperti remaja lelaki seusianya, Samuel mengenal dengan baik, Dante mengerti bah
-Nilai Aurora tidak akan meroket tinggi cuma karena Dante memberinya pelajaran sepulang sekolah. Aurora juga bukan manusia jenis macam itu. Oke, singkirkan imajinasi kalian jauh-jauh, kalau tidak ingin berakhir kecewa seperti saat Janela melihat nilai di raport semester akhirnya.Bukan hanya harus melihat nilai buruk Aurora yang di bawah standar tapi Janela juga harus menebalkan kuping untuk mendengar perkataan guru tentang ini dan itu masalah putrinya, semua orang tahu yang guru bicarakan tentang Aurora bukan hal yang bagus.Aurora menatap malas, cewek berponi depan itu mengembungkan pipinya lalu membuang pandangan ke arah lain, tidak tertarik mendengarkan juga tidak tertarik meneliti ekspresi kecewa Janela.“Gak bisa begini terus,” kata Janela cepat dan terkesan menekan ketika mereka sudah keluar dari ruang kelas. “Satu tahun ke depan kamu harus berhenti main-main Rora, Mama nggak bisa biarin kamu rusak masa muda dan masa depan kamu begini.”Tak membalas, Aurora hanya diam saja
Aurora tidak berhasil melarikan diri, sepanjang hidup keberaniannya tidak pernah dilumat habis oleh rasa takut sampai terpojok. Baru kali ini saja hal ini terjadi. Interogasi tentang pacar setelah diomeli gara-gara nilai raport, hari ini sungguh indah sekali. Dia juga tidak tahu kenapa Janela begitu ingin tahu, memangnya apa yang penting dan menarik dari cerita romansa pertama anak perempuannya. Dari kisah yang pernah Aurora dengar dari eyang uti, Janela juga bukan anak yang suka bercerita atau terbuka dengan orang tua, dia banyak rahasia dan melakukan tindakan nakal diam-diam, lalu sekarang Aurora tidak boleh mewarisi tingkahnya saat muda itu? Aurora jadi merasa kalau dia kekurangan ruang pribadi. Perlawanan kecil yang diberikan Aurora karena tekanan itu membuatnya ‘marahan’ dengan sang ibu. Setidaknya kencan akan membuat suasana hatinya menjadi lebih baik, awalnya Aurora berpikir begitu ketika beberapa waktu lalu dia menelepon Dante dan minta bertemu. Tapi apa ini! Bukan
“Sebenarnya enakan malem-malem, cuma karena aku nggak mungkin bawa kamu ke sini malem-malem jadi siang aja.”Otak oh otak.Bisakah jangan ngeres sebentar saja?Sepertinya kali ini Aurora boleh menyalahkan Cassy gara-gara segala teori adult yang dia ajarkan pada Aurora.Jelas Dante bukan cowok yang seperti itu, dia jauh dari jenis cowok yang gemar membayangkan kasur kalau sudah berduaan dengan lawan jenis. Aurora seperti tidak mengenalnya saja, dia Dante, mau bergandengan tangan saja sudah syukur, buat apa negatif thinking yang tidak mungkin.Malu banget anjing!“Ob-observatorium?” Aurora gagap, matanya mengedip berkali-kali saat Dante menggandeng tangannya masuk ke ruang teratas paviliun di belakang bangunan hotel itu. Melihat dengan nyata alat raksasa serta teleskop-teleskop besar yang mengarah pada langit-langit bundar berlapis kaca. Ruang melihat bintang, ruang yang biasanya digunakan untuk mengintip sebagian kecil dari angkasa.Tempat kesukaan Dante.“Ini Observatorium
“Terus elo pulang gitu aja waktu Dante selesai jelasin?” pertanyaan itu terdengar, Aurora yang semula sibuk membenamkan wajah ke bantal pun mengangkat wajahnya.Memperlihatkan muka pucat berpadu rona merah di sekitar mata, hidung dan bibirnya, habis menangis meraung-raung seperti anak kecil.Sesi curhat dengan teman-temannya dilakukan, penggilan grup berisi tiga orang itu terdengar berisik karena Alda dan Cassy bicara saling menyahut menanggapi kisah pilu percintaan Rora Jonggrang yang ogah ditinggal merantau.“Gue punya manner kali,” sahut Aurora sengau, dia menangis sampai hidungnya mampet. “Gue tetep di sana buat ngehargain bunda Wilo, tapi gua enggak ngomong sama sekali ke si kampret mata empat, kesel banget!”“Cinta emang serem ya, enggak bisa ditebak. Padahal kemarin elo masih excited banget waktu lihat Dante, sekarang ngatain kampret.”Alda menyindir Aurora.“Ntar Alda, tungguin aja, kalo sampe nanti elo jatuh cinta dan patah hati, Lo juga bakal tahu rasanya.”“Takut,” balas Al
-Kaki berbalut sepatu bertali itu menginjak rem dengan hati-hati, sementara cowok berkacamata itu melirik ke samping, lalu saat polisi tidur itu terlewati dia menekan gas dengan sangat pelan pula.Sementara Aurora sibuk meneliti riasan wajahnya di pantulan cermin, memeriksa bahwa dandanan yang dia pakai tidak berlebihan untuk menyapa bunda Wilona, semula dia menggunakan riasan viral ala si seksi Madison Beer— baru membuat video tutorial untuk di upload karena kemarin video make up tutorial Adriana Lima lumayan ramai. Tapi berhubung Dante tiba-tiba mendatanginya dan berniat membawanya bertemu bunda, Aurora berpikir kalau dandanan yang minim akan meninggalkan kesan pertama yang lebih mantap.Jadi dia menghapus riasannya dan memulai melukis wajahnya dari awal.“Ini pipinya kemerahan enggak?”Dante menoleh, menatap pipi gembul Aurora di antara wajah ayu yang tenteram itu.Dia berkedip beberapa kali, mengulum bibir sendiri dan akhirnya menggeleng.“Enggak.”Dia sama sekali tidak
“Alda, kok kayaknya gue agresif banget ya ke Dante.” Alda melirik sekilas. “Lah, baru sadar?” “Ish!” selak Aurora kesal. Dia cemberut, menempelkan dagunya ke tangan yang terlipat di atas meja kafe. “Padahal yang gue lakuin wajar tahu, kita cuma terlalu beda sifat aja. Kalo misal cowok lain punya pacar kayak gue— bukan maen hoki dia, lah Dante malah takut sama gue.” “Emang Lo ngapain aja?” tanya Alda kemudian, masih agak ogah menatap Aurora, sibuk scroll ponsel yang sudah pasti isinya oppa-oppa. “Gue sering touch-touch dia, hampir nggak pernah lepas, gandengan tangan, ngelendot, kadang juga peluk kalo berdua.” “Kemarin gue lihat Lo peluk dia di depan umum,” sahut Alda tak terima, ada apa dengan imbuhan berdua itu? Di depan umum juga dia tidak rikuh peluk-pelukan. Aurora mengibaskan tangan tak peduli. “Ya pokoknya gitu doang, kok. Nih ya. Dia tub— enggak pernah cemburu sama gue, jadi gue ngerasa kayak cinta sendirian.” Suara Aurora terdengar sedih, merasa kalau curhatan cewek temb
-Setelah mereka selesai makan siang, Aurora benar-benar langsung mengeluarkan kamera dan menata rambutnya untuk membuat video unboxing seperti yang dia rencanakan sebelumnya.Dia bahkan mengganti pakaian santainya jadi dress putih bunga-bunga dengan gaya off shoulder.Niat sekali. Cantik sekali.Dante hanya melihatnya dari jarak di mana kamera tidak akan menangkap keberadaannya, tanpa mengeluarkan suara sama sekali, membaca buku di sofa sambil sesekali melirik ke arah Aurora yang sudah beralih membuat video tutorial make up.Mengikuti tipe kit make up yang Diatala cosmetics keluarkan kali ini, sepertinya dia membuat look make up kebarat-baratan.“Cantik, kan?” tanya Aurora setelah beberapa saat.Dante mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku. Lalu mengangguk setuju.Dia tidak tahu menahu apa pun tentang make up atau dunia perempuan, namun dia setuju kalau Aurora sangat cantik.Aurora nyengir puas melihat anggukan kepala Dante.“Berhasil ya? Mirip Adriana Lima nggak?” ta
Pacaran itu menyenangkan.Setidaknya Aurora sudah bisa pamer tentang hal itu sekarang. Dijemput pacar ganteng dengan senyum dan pelukan, dipanggil sayang dengan suara lembut, dimanja-manja sampai burung-burung pun iri padanya. Anjay.Lihat saja muka ngeri Cassy dan Alda. Mereka ngiri dan cuma bisa mupeng.Tidak sia-sia usaha Aurora untuk meruntuhkan dinding pertahanan Dante yang kokoh, dia tidak menyesal bisa jadi pacar Dante pakai jalur menggoda ugal-ugalan layaknya cabe-cabean.Setelah dijemput, Dante bertanya apakah Aurora sudah makan siang dan Aurora menjawab kalau dia belum makan; beberapa potong cake dan minuman manis tidak bisa dihitung sebagai makan siang— baginya, kenyang sih, tapi pokoknya Aurora masih ingin dan harus makan siang bersama Dante.Karena Aurora tidak ingin makan di luar, akhirnya Dante membawa Aurora ke apartemen, dia bisa memasak menu sederhana.Cowok kalau sudah pintar, tampan, tinggi, sexy, dan jago masak, memangnya masih bisa dikategorikan sebagai
Satu hal baru yang Aurora tahu dari pacarnya, Dante Andromeda bukan cowok yang suka berbalas pesan singkat, setiap kali Aurora mengirim chat Dante tidak membalas dan malah akan langsung meneleponnya.Padahal kemarin Aurora hanya ingin berterima kasih soal boneka-boneka yang Dante kirim, lalu besoknya Aurora PAP foto saat dia date dengan Papa, dan Dante juga merespons dengan telepon.Aurora menyukainya, tentu saja, meski dari satu jam sambungan telepon itu didominasi oleh celotehnya sendiri tapi mendengar suara Dante secara singkat juga terasa menyenangkan.Hari ini lagi, Aurora mengirim pesan singkat pada Dante, mengatakan kalau dia sedang nongki di cafe bersama Alda dan Cassy. Seperti biasa, Dante tidak langsung membalas, karena dia memang bukan tipe orang yang selalu membawa ponsel ke mana-mana, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit atau beberapa jam kemudian baru dia akan menelepon Aurora.Setelah mengirim pesan pada Dante, Aurora menyimpan ponselnya. Dia mengambil smoothies di gel
Aurora berjalan memasuki rumah dengan ponsel di tangannya, melihat-lihat foto paling bagus yang dia ambil beberapa saat lalu, niatnya yang akan dia upload ke sosial media, bagaimana pun dia tidak bisa membiarkan hari ini berlalu jadi hari yang menyebalkan hanya karena kencannya diganggu Ares. Kebetulan Aurora sempat memotret, ralat— dia memotret banyak hal, termasuk dirinya dan Dante. Foto berdua. Dante tidak begitu suka difoto, namun dia tersenyum cukup tulus saat Aurora tanpa izin memotretnya. Tampan. Akhirnya Aurora memutuskan untuk menempatkan foto berdua itu di slide paling akhir. Saat langkah kaki Aurora baru melewatkan pintu besar paling depan rumahnya, dia mendongak karena keributan kecil yang terdengar, ada beberapa orang asing di sana, tampak sibuk karena sedang instalasi sesuatu di pojok langit-langit. “Paman Ali,” panggil Aurora riang, dia berjingkat dan berlari memeluk sekretaris ayahnya itu. “Long time no see, how are you, Paman!” “Baik-baik,” jawab paman A
Aurora ingat Alda pernah mengatakan kalau Ares sedang didisiplinkan dengan cara memaksanya bekerja. Ares bahkan harus batal berangkat ke Australia hanya karena ini. Hanya saja Aurora tak tahu kalau ternyata Ares bekerja di perusahaan Talaila.Sumpah?Pasti tidak mudah bekerja dengan orang ini, mendengar keluhan sebal Tala beberapa saat lalu tentang sekretarisnya yang dia panggil ‘Nepo baby’.Tapi... Kenapa bisa sangat kebetulan?Dan lagi, kenapa Aurora harus bertemu dengannya di sini sih!Dengan sifatnya, Aurora yakin Ares akan menciptakan banyak drama seperti saat di swalayan waktu itu.Belum apa-apa perkataannya pada Dante sudah keterlaluan.“Bang Ares,” panggil Aurora pelan, dia melirik ke arah Tala. Bagaimana pun, dia harus menjaga sikap karena di sini ada Tante Tala. “Mama udah tahu kalo aku jalan sama Dante hari ini, jangan ngomong sembarangan!”Tapi sungguh perkataan Ares sudah sangat keterlaluan!Apa tadi katanya?Bajingan? Dia mengatai Dante bajingan? For real, dia
“Adiknya Samuel?”“Tante ingat Samuel?”“Temanmu cuma sebiji aneh kalo Tante lupa!”Juteknya.Aurora sedari tadi tak habis-habisnya menunduk salah tingkah, tangannya dingin, sementara ekor matanya melirik Dante mendekati Tala dan memberi pelukan rindu, hingga menurut saja di dikecup di pipi kanan dan kirinya, lalu dipeluk lagi erat dan lama sekali. Padahal wajah Dante tampak enggan tapi dia tidak menolak diperlakukan sedemikian manja oleh Tala.Benar. Sekali lagi Aurora ingatkan, mereka baru saja ‘real’ pacaran dan baru sempat berbagi hal manis berdua belum lama ini, Dante tidak pernah cerita tentang keluarganya dan Aurora hanya sekadar tahu hal-hal kecil saja.Aurora tidak tahu seberapa dekat Dante dengan keluarganya, dia juga tidak tahu bagaimana hubungan Dante dengan keluarga ibunya, tapi sepertinya ini bukan hubungan yang buruk, setidaknya tidak seburuk hubungan Dante dengan ayahnya.“Udah ah!” eluh Dante ketika Tala masih gemas memeluknya. Mereka memang sudah lama tidak