Beranda / Fantasi / Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir / BAB 160: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

Share

BAB 160: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

Penulis: Arjuna Wiraguna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-14 17:00:16
Pertempuran besar di luar istana semakin mencekam. Penyihir gelap terus mengamuk, menggunakan sihir hitamnya untuk menghancurkan segala yang ada di jalurnya. Prajurit loyalis, makhluk gaib, bahkan Banaspati dan Buto Ijo mulai kehilangan harapan. Raka, yang sudah terluka parah saat melindungi Dyah Sulastri, kini berbaring lemah di tanah dengan darah mengalir deras dari lukanya.

Dyah Sulastri berlutut di samping Raka, mencoba memberinya dukungan meskipun ia sendiri merasa putus asa. Matanya dipenuhi air mata, dan tangannya gemetar ketika ia menyentuh wajah Raka yang pucat.

"Kau tidak boleh mati," bisik Dyah pelan, suaranya penuh rasa bersalah. "Ini semua salahku."

Raka mencoba tersenyum meskipun tubuhnya terasa semakin lemah. "Aku... baik-baik saja," katanya dengan suara tersengal-sengal. "Kau harus... tetap aman."

Namun, sebelum Dyah bisa menjawab, penyihir gelap melangkah maju dengan aura yang semakin menakutkan. Matanya bersinar seperti bara api, dan tawa sinisnya menggema di seluruh
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 161: KEKUATAN BARU RAKA

    Pertempuran besar di luar istana telah mencapai titik kritis. Tubuh Dyah Sulastri terbaring lemah di tanah, napasnya hampir tak terlihat. Raka berlutut di sampingnya, hatinya hancur oleh rasa bersalah dan kehilangan. Matanya dipenuhi air mata, dan suaranya penuh kemarahan."Dyah... bangunlah," bisik Raka dengan suara bergetar, tangannya gemetar saat menyentuh wajah Dyah yang dingin. "Kau tidak bisa meninggalkanku sekarang."Namun, Dyah tidak memberikan respons apa pun. Napasnya semakin lemah, dan cahaya di tubuhnya mulai memudar. Penyihir gelap tertawa sinis dari kejauhan, menikmati keputusasaan Raka."Kau pikir pengorbanannya cukup untuk menghentikanku?" ejek penyihir gelap. "Ini baru permulaan!"Raka merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Sebuah energi panas mulai mengalir dari artefak perunggu di tangannya, merambat ke seluruh tubuhnya. Ia merasakan denyut kuat di dadanya, seolah-olah ada kekuatan kuno yang terbangkitkan.Saat itu, Raka merasakan kehadiran Dyah Sulastri di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 162: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah penyihir gelap dikalahkan oleh Raka. Namun, suasana masih tegang karena kerajaan hancur akibat pertarungan sengit yang terjadi. Di tengah kekacauan itu, Arya Kertajaya memimpin sekelompok prajurit loyalis untuk melacak dan menangkap Ki Jagabaya, pemimpin pasukan bayangan yang telah menjadi dalang utama di balik serangan ini.Ki Jagabaya berusaha melarikan diri melalui jalan rahasia di bawah reruntuhan istana. Ia mengenakan jubah hitamnya, bergerak cepat seperti bayangan dalam malam. Namun, Arya Kertajaya tidak mudah ditipu. Ia telah mencurigai gerak-gerik Ki Jagabaya selama ini, dan kini saatnya untuk membuktikan dugaannya."Berhenti di situ, pengkhianat!" teriak Arya Kertajaya dengan suara lantang, pedangnya bersinar di bawah cahaya bulan purnama yang menyelimuti medan perang. Angin dingin berdesir, membawa aroma belerang yang semakin kuat.Ki Jagabaya berbalik perlahan, senyum dingin tersungging di wajahnya. "Kau pikir bisa menghe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 163: KEMENANGAN SEMENTARA

    Pertempuran besar di luar istana telah berakhir. Pasukan asing yang sebelumnya mengamuk kini mundur, meninggalkan medan perang yang porak-poranda. Kerajaan Gilingwesi berhasil bertahan, tetapi kemenangan ini tidak terasa seperti sebuah kemenangan. Bangunan-bangunan istana hancur, pepohonan hangus oleh api sihir, dan tubuh para prajurit loyalis berserakan di tanah. Udara dipenuhi oleh aroma belerang dan darah, sementara angin dingin berdesir pelan, membawa kesunyian yang menyesakkan.Raka berdiri di tengah reruntuhan, matanya kosong. Ia melihat ke sekeliling, mencoba mencari makna dalam kehancuran ini. Namun, hatinya hanya dipenuhi oleh rasa hampa. Dyah Sulastri, orang yang paling ia cintai, masih terbaring lemah dalam koma. Tanpa dirinya, semua ini terasa sia-sia.Rakai Wisesa mendekati Raka dengan langkah mantap. Wajahnya penuh dengan kelelahan, tetapi juga kebanggaan. "Kau telah menyelamatkan kerajaan ini, Raka," katanya dengan suara tegas. "Tanpamu, kami tidak akan bisa bertahan."N

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 164: PORTAL WAKTU AKTIF KEMBALI

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan sebagian besar kerajaan, suasana di istana masih dipenuhi oleh keheningan dan ketegangan. Para prajurit loyalis sibuk membersihkan puing-puing, sementara para penduduk mencoba memulihkan diri dari trauma perang. Namun, di tengah kekacauan ini, sebuah fenomena aneh terjadi.Di ruang bawah tanah istana, portal waktu yang sebelumnya rusak tiba-tiba bergetar dengan cahaya biru keperakan yang menyilaukan. Artefak perunggu di tangan Raka mulai berdenyut seirama dengan portal itu, menciptakan resonansi energi spiritual yang kuat. Angin dingin berdesir pelan, membawa aroma mistis yang membuat bulu kuduk semua orang yang ada di dekatnya merinding.Raka, yang sedang duduk sendirian di ruang meditasi, mendengar suara gemuruh dari bawah tanah. Ia segera bangkit dan bergegas menuju sumber suara tersebut. Saat ia sampai di ruang bawah tanah, matanya melebar melihat portal waktu yang kini aktif kembali, cahayanya berkilauan seperti bintang jatuh."Inilah k

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 165: KEPUTUSAN TERAKHIR

    Portal waktu masih bercahaya terang di ruang bawah tanah istana, cahayanya yang biru keperakan memantul di dinding-dinding batu kuno. Suara angin mistis yang dingin berdesir pelan, seolah-olah dunia lain sedang menunggu jawaban dari Raka. Ia berdiri di depan portal itu, langkahnya tertahan oleh beban pilihan yang harus ia buat.Di satu sisi, portal ini adalah kesempatannya untuk kembali ke masa depan—kehidupannya yang normal sebagai seorang arkeolog, jauh dari pertempuran dan konflik gaib yang mengancam nyawanya. Namun, di sisi lain, ada Dyah Sulastri—wanita yang ia cintai lebih dari apa pun, yang kini terbaring lemah dalam koma. Ada juga kerajaan Gilingwesi, tempat yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama ini, meskipun awalnya ia hanya ingin pulang.Raka menunduk, tangannya mencengkeram artefak perunggu yang masih berdenyut lembut di telapak tangannya. "Apa yang harus kulakukan?" gumamnya pelan, suaranya penuh keraguan. "Apakah aku benar-benar bisa meninggalkan semuanya? Apa aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 166: RESI AGUNG DARMAJA MENGUNGKAP SEMUA

    Di ruang meditasi istana yang sunyi, Resi Agung Darmaja duduk bersila di atas alas batu kuno. Cahaya lilin berkedip-kedip lemah, menciptakan bayangan panjang di dinding-dinding batu yang dipenuhi ukiran simbol-simbol spiritual. Udara di ruangan itu terasa berat, seolah-olah dunia gaib sedang mendengarkan setiap kata yang akan diucapkan. Aroma belerang samar-samar menguar dari sudut ruangan, menambah nuansa mistis yang semakin mencekam.Raka, yang masih ragu-ragu setelah keputusan sulitnya di depan portal waktu, dipanggil oleh Resi Agung Darmaja untuk hadir dalam pertemuan ini. Ia masuk dengan langkah pelan, matanya penuh rasa ingin tahu dan kecurigaan. Dyah Sulastri, yang baru saja bangun dari koma, juga hadir, wajahnya pucat namun penuh tekad. Suara angin malam yang dingin berdesir pelan, membawa aroma bunga kenanga yang menyelimuti ruangan.Resi Agung Darmaja membuka mata, sorot matanya seperti bara api yang menyala dalam gelap. "Saatnya telah tiba," katanya dengan suara dalam dan pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 167: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

    Di ruang perawatan istana, cahaya pagi yang lembut menembus celah-celah jendela kayu ukir. Udara di dalam ruangan terasa hangat namun penuh ketegangan. Dyah Sulastri, yang selama ini terbaring lemah dalam koma setelah menyelamatkan Raka dari serangan penyihir gelap, akhirnya membuka matanya. Napasnya pelan, tetapi tatapannya tajam dan penuh kesadaran.Raka, yang duduk di sisi ranjangnya dengan wajah pucat karena kelelahan dan rasa bersalah, langsung bangkit ketika melihat Dyah bergerak. "Dyah..." panggilnya dengan suara bergetar, tak percaya bahwa wanita yang ia cintai akhirnya sadar.Dyah Sulastri tersenyum tipis, meskipun wajahnya masih pucat. "Aku... baik-baik saja," katanya dengan suara pelan namun tegas. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam sorot matanya—seolah-olah ia telah melihat lebih dari sekadar mimpi selama koma.Angin malam berdesir pelan, membawa aroma bunga kenanga yang menyelimuti ruangan. Naga Niskala muncul di sungai suci yang mengalir di bawah istana, matanya bersin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 168: ARYA KERTAJAYA MENGAMBIL KEPUTUSAN AKHIR

    Di tepi hutan lebat yang mengelilingi istana Gilingwesi, Arya Kertajaya berdiri sendirian di bawah cahaya bulan purnama. Udara malam terasa dingin, membawa aroma tanah basah dan daun-daun yang berguguran. Api unggun kecil yang ia nyalakan di dekatnya berkedip-kedip lemah, menciptakan bayangan panjang di wajahnya yang muram. Matanya menatap jauh ke arah istana, tempat Dyah Sulastri—wanita yang selama ini ia cintai diam-diam—berada.Arya Kertajaya telah menyadari sesuatu yang sulit diterima oleh hatinya: cintanya pada Dyah Sulastri tidak akan pernah terbalas. Ia tahu bahwa hati Dyah sudah dimiliki oleh Raka, seorang pria dari masa depan yang menjadi bagian penting dalam takdir kerajaan ini. Namun, lebih dari itu, ia juga menyadari bahwa posisinya sebagai panglima perang tidak lagi memiliki makna bagi dirinya. Keputusan besar harus diambil, dan ia tahu bahwa saatnya telah tiba.Ia menunduk, tangannya mencengkeram gagang pedangnya dengan erat. "Apakah aku benar-benar bisa melanjutkan hidup

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 213: KEMENANGAN SEMENTARA

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, pasukan asing akhirnya mundur. Penyihir gelap telah dikalahkan oleh kekuatan spiritual Raka, dan pasukan loyalis berhasil menekan sisa-sisa pasukan bayangan Ki Jagabaya. Namun, kemenangan ini tidak datang tanpa harga mahal. Kerajaan Gilingwesi terlihat seperti reruntuhan—istana utama hancur sebagian, desa-desa di sekitarnya luluh lantak, dan banyak korban jiwa berjatuhan.Angin dingin berembus di medan perang, membawa aroma darah dan abu yang masih menyelimuti udara. Asap tebal mengepul dari bangunan-bangunan yang terbakar, menciptakan suasana kelabu yang suram. Prajurit loyalis berkumpul di lapangan istana, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur atas kemenangan yang diraih dengan susah payah.Namun, bagi Raka, kemenangan ini terasa kosong. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan prajurit, tetapi pikirannya jauh dari perayaan. Matanya tertuju pada reruntu

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 212: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah kekalahan penyihir gelap. Pasukan loyalis berhasil menekan pasukan bayangan Ki Jagabaya, yang kini tercerai-berai tanpa pemimpin mereka yang menghilang bersama penyihir gelap. Namun, Arya Kertajaya tidak puas dengan hasil ini. Ia tahu bahwa Ki Jagabaya adalah otak di balik serangan mematikan terhadap kerajaan, dan ia bertekad untuk menangkap pria itu sebelum ia melarikan diri. Di tengah kekacauan medan perang, Arya Kertajaya memimpin pasukan kecil menuju lokasi rahasia di hutan lebat tempat Ki Jagabaya diketahui bersembunyi. Ia telah mendengar desas-desus dari beberapa prajurit bayangan yang tertangkap bahwa Ki Jagabaya sedang mempersiapkan langkah selanjutnya—rencana yang lebih berbahaya daripada serangan pertama. Setelah berjam-jam mencari, Arya Kertajaya dan pasukannya akhirnya menemukan Ki Jagabaya di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai suci.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 211: KEKUATAN BARU RAKA

    Setelah Dyah Sulastri jatuh ke dalam koma, medan perang terasa semakin sunyi bagi Raka. Tubuhnya masih gemetar karena kelelahan dan emosi yang memuncak. Ia berlutut di tanah, memegang tubuh tak berdaya sang putri dengan erat, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa harus seperti ini?" gumamnya pelan, suaranya penuh rasa bersalah dan kemarahan. "Kenapa aku tidak bisa melindungimu?"Pasukan loyalis mencoba mendekat untuk membawa Dyah Sulastri ke tempat aman, tetapi Raka menolak mereka dengan gerakan tangan yang tegas. Matanya kosong, namun di dalam dirinya, api kemarahan mulai menyala. Ia merasakan sesuatu yang baru—sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.Angin dingin berdesir, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Penyihir gelap muncul kembali, tertawa dingin di tengah kabut hitam yang menyelimuti medan perang. "Lihatlah dirimu, Raka," ejeknya. "Kau

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 210: DYAH SULASTRI MENGORBANKAN DIRI LAGI

    Pertempuran besar di luar istana mencapai puncaknya. Suara senjata yang beradu, teriakan prajurit, dan raungan makhluk gaib menggema di udara malam. Api melahap beberapa sudut benteng, sementara asap hitam membumbung tinggi ke langit, menyelimuti medan perang dalam kabut pekat. Pasukan bayangan Ki Jagabaya dan sekutunya dari dunia gaib terus menyerang tanpa henti, memanfaatkan setiap celah dalam pertahanan kerajaan.Di tengah medan perang yang kacau, Raka berdiri di garis depan, menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Meskipun ia berhasil menahan serangan-serangan awal, kekuatannya mulai terasa melemah. Ia merasakan energinya terkuras habis dengan cepat, membuat tubuhnya semakin goyah.Penyihir gelap muncul di tengah medan perang, dikelilingi oleh kabut hitam yang pekat. Matanya bersinar seperti bara ap

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 209: PENYIHIR GELAP MENGAMUK

    Medan perang yang sudah penuh dengan kekacauan semakin memanas saat penyihir gelap muncul di tengah-tengah pertempuran. Tubuhnya dikelilingi oleh energi hitam pekat yang mengintimidasi, dan matanya berkilat merah seperti bara api. Ia melangkah maju dengan gerakan anggun namun menakutkan, seolah-olah seluruh dunia ada dalam kendalinya."Kalian semua telah bermain cukup lama," katanya dengan suara dingin yang menusuk. "Sekarang, saatnya kalian membayar harga atas perlawanan kalian."Penyihir itu mengangkat kedua tangannya, menciptakan pusaran energi hitam besar di udara. Pusaran itu mulai melepaskan serangan sihir yang menghantam barisan pasukan loyalis, menyebabkan banyak prajurit terpental dan jatuh tak bernyawa. Para makhluk gaib yang setia kepada kerajaan pun terlihat kesulitan menghadapi kekuatan gelap ini.

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 208: ARYA KERTAJAYA MENYELAMATKAN MEREKA

    Langit di atas medan perang mulai menghitam, tertutup awan tebal yang menandakan kemarahan alam. Angin dingin berhembus kencang, membawa aroma darah dan belerang yang menebal seiring dengan intensitas pertempuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya terus melancarkan serangan brutal, sementara makhluk gaib dari kedua pihak saling bertarung tanpa ampun.Di tengah kekacauan, Raka masih mencoba mengatur napasnya setelah menggunakan kekuatan spiritualnya untuk melindungi pasukan loyalis. Namun, energinya hampir habis, dan ia merasa dirinya tidak lagi mampu melawan jika serangan baru datang. Dyah Sulastri berdiri di sampingnya, mata hijaunya penuh dengan kekhawatiran."Kau harus istirahat," bisik Dyah pelan. "Kekuatanmu sudah mencapai batasnya."Raka menggeleng lemah. "Aku tidak bisa berhenti sekarang. Jika aku berhenti, kita semua akan mati."Sebelum mereka sempat melanjutkan percakapan, sebuah suara raungan keras memenuhi udara. Sebuah Genderuwo raksasa muncul dari

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 207: RAKA MENGGUNAKAN KEKUATANNYA

    Pertempuran di luar istana telah berubah menjadi badai kehancuran. Pasukan bayangan Ki Jagabaya yang dipersenjatai dengan senjata mistis dan sihir hitam terus menggempur pertahanan kerajaan. Makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Buto Ijo, dan Genderuwo juga turut berperang, masing-masing memilih pihak mereka. Di tengah kekacauan itu, Raka berdiri di garis depan, masih mencoba memahami situasi yang semakin tak terkendali. Angin malam membawa aroma belerang yang menusuk, sementara cahaya bulan redup tertutup awan kelabu. Suara gema tombak dan pedang bergesekan dengan energi spiritual memenuhi udara. Raka merasakan tubuhnya bergetar hebat. Dalam beberapa hari terakhir, ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi padanya. Sejak ritual gaib yang dipimpin Dyah Sulastri di bab sebelumnya, ia merasakan aliran energi aneh di dalam dirinya—seperti gelombang panas yang melingkupi seluruh tubuhnya. Awalnya, ia mengabaikannya sebagai efek sam

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 206: PERTEMPURAN DIMULAI

    Fajar baru saja menyingsing, namun langit di atas istana Gilingwesi sudah dipenuhi oleh awan kelabu yang bergulung-gulung bak ombak lautan. Udara terasa berat, seolah-olah seluruh alam sedang menahan napas. Di luar dinding istana, pasukan loyalis dan makhluk gaib telah berkumpul dalam formasi rapi, siap untuk menghadapi ancaman besar yang kini bergerak mendekat. Dari kejauhan, gema langkah kaki pasukan bayangan Ki Jagabaya dan pasukan asing mulai terdengar. Mereka bergerak cepat seperti badai yang tak terbendung, membawa aura gelap yang mencekam. Mata mereka berkilau merah dalam cahaya pagi yang temaram, sementara senjata mereka berkilau tajam, memantulkan sinar matahari yang lemah. Raka berdiri di garis depan bersama Dyah Sulastri dan Arya Kertajaya, meskipun kondisi Arya masih lemah setelah luka parah yang ia alami. Wajah Raka penuh tekad, matanya bersinar biru kehijauan, mencerminkan kekuatan spirit

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 205: KLIMAKS AWAL PERANG BESAR

    Pagi mulai menyingsing, dan cahaya matahari yang lembut menembus kabut tipis di sekitar istana Gilingwesi. Di luar dinding istana, pasukan loyalis berkumpul dalam formasi yang rapi, bersiap untuk menghadapi ancaman besar yang akan datang. Para prajurit memeriksa senjata mereka, sementara para tabib dan dukun spiritual mempersiapkan ramuan serta mantra untuk mendukung pasukan. Namun, bukan hanya manusia yang hadir di medan perang ini. Makhluk-makhluk gaib juga turut berkumpul, masing-masing dengan kekuatan unik mereka. Banaspati, roh api yang melindungi kerajaan, berdiri di barisan depan dengan tubuhnya yang bercahaya merah menyala. Buto Ijo, penjaga candi yang perkasa, berdiri tegak di sisi lain, siap untuk melindungi tanah kerajaan dari musuh-musuh yang mencoba menyerang. Genderuwo, makhluk bayangan yang biasanya menghindari manusia, kini bergerak di antara pasukan, menggunakan kemampuannya untuk menyusup ke barisan musuh.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status