"DIAM!!!" Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri wanita itu
Seketika dia berhenti memberontak, dengan cukup terkejut gue menatap bergantian Candra dan wanita itu. Gue nggak nyangka Candra akan melakukan hal itu, iya menampar si wanita.
"Gue mau nolong lo... please lo jangan berontak terus," suara Candra terdengar bergetar
Wanita itu hanya diam dan nafasnya masih terengah-engah. Saat ini seprai kasur Candra yang berwarna putih sudah nyaris ber metamorfosa jadi warna merah gara-gara darah yang terus mengucur dari kaki si wanita ini.
"Ri, lo lap dulu lukanya gue bikin perban deh," Candra bergegas membuka lemari baju dan mulai menggunting di bagian depan dan belakang baju yang dia ambil
"sorry," gue pegang kaki wanita itu dan mulai menyeka darah dari kakinya dengan secarik kaos yang diberikan Candra tadi.
Luka di kaki dan tangannya cukup dalam. Meski sekarang darah yang mengucur nggak sebanyak di awal tadi, wanita itu meringis kesakitan saa
"Ri... bangun Ri....." sebuah tepukan di bahu membangunkan gue "ikut gue…" bisik candra.Kepala gue mendadak pening, gue baru saja tertidur selama beberapa menit. Tidur sebentar memang selalu nggak baik buat gue. Perlahan gue bangkit dan mengikuti Candra ke tembok balkon, bahkan saat itu gue masih nggak menyadari kalo pakaian gue masih belepotan darah wanita itu."Kita harus bereskan ini sebelum yang lain tau," kata Candra melirik percikan darah yg menghubungkan dua pintu kamar"gimana sama si Anna? kita perlu bawa dia ke rumah sakit." Jawab gue"enggak, lo tau sendiri kan dia ngotot nolak ke rumah sakit? Biar gue minta dokter kenalan gue ke sini. Makanya gue butuh bantuan lo, lo beresin kamarnya sementara gue yang jalan yaa?" jelas Candra dan gue mengangguk setuju.Dan lima menit kemudian mulailah gue membersihkan noda darah di lantai sekitar pintu ini."Gue nggak bakal lama kok magrib juga balik," kata Candra sambil be
"Jadi gimana nih selanjutnya?" tanya gue ke Candra sambil menatap tumpukan obat yang tadi diberikan dokter.Candra diam sebentar, "kita tunggu dia bangun dulu, baru kita bicarakan baik-baik apa yang harus kita lakukan," jawabnya.Potongan kain di kedua kakinya sudah diganti dengan perban oleh Dr. Yusuf, wanita berkaos kaki hitam itu kini jadi wanita "berkaos kaki" putih. Dalam hati gue sendiri nggak pernah menyangka kaos kaki hitam yang dipakainya ternyata untuk menutupi bekas-bekas luka yang dibuatnya sendiri. Muncul rasa iba sekaligus takut melihat sosok wanita yang sekarang sedang tertidur di kasur itu. Gue melangkah keluar kamar menuju tembok balkon favorit gue. Haah... betapa tadi gue masih meratapi kesedihan karena kehilangan Eci dan beberapa jam terakhir pikiran gue tersedot ke wanita berkelainan jiwa yang bernama Arianna. Sekarang waktunya gue mengistirahatkan otak gue, gue duduk di kursi kecil depan kamar yang gue taro di sudut tembok balkon. Sambil menjulurka
"HUUAA.....JAM SETENGAH SEMBILAAN!!" setengah berteriak gue bangun dan menatap jam dinding"Berisik lo, gue juga tau," kata Candra dengan santai sambil kucek-kucek mata"lo kok nggak bangunin gue dol?" tanya gue"nih, lo liat gue juga masih ileran noh.." dia menunjuk mulutnya "gue juga baru bangun!"Gue pandangi lagi jam dinding, berharap dengan begitu jarum-jarumnya akan berputar mundur. Tapi gue tau itu nggak mungkin, hari ini pertama kalinya gue bangun kesiangan di hari kerja."santai aja lah nggak usah dibikin panik," kata Candra lagi sambil dia merebahkan diri di kasur"busett.. kesiangan gini malah nyantai?!" protes gue"terus mau ngapain? maksain berangkat? kebayang nggak gimana bos lo bakal ngomelin plus maki-maki lo gara-gara dateng terlambat dua jam?" jawab CandraGue terdiam, sepertinya gue mendapat pembenaran dari statement Candra."so?" tanya gue pelan"tidur lagi," jawab Candra entengGue diam
Gue hirup rokok di tangan gue dalam-dalam."tumben-tumbenan lo ngudud Ri," Candra berkomentar setengah mengejek.Siang itu gue dan Candra duduk-duduk di tembok balkon menikmati 'bolos bersama' hari itu."Lo pikir gue banci?" balas gue"eits.. jangan salah lo, banci juga ngudud" kata Candra"ngudud beneran atau apa nih? yang jelas dong kalo ngomong" jawab gueCandra tertawa lebar, "itu mah hobi lo Ri!""najis, ogah gue biar dibayar mahal juga" kata gue"jadi lo mau kalo nggak dibayar?" tanya Candra.Giliran gue yang tertawa, "nggak usah bahas masa lalu lo deh," kata gue.Saat itulah pintu kamar Candra terbuka dan Anna keluar berjalan agak tertatih, perban di kedua kakinya pasti sudah membuatnya tidak nyaman."Mau ke mana lo?" Candra bertanya padanya"percuma nggak akan dijawab," kata gue mengingatkan"mau ke kamar gue," jawabnyaGue menoleh kaget bercampur kesal gue rasa. Nggak sal
Pintunya nggak dikunci, dengan mudah gue membukanya dan mendapati cewek itu sedang duduk memeluk lutut di sudut kamar yang gelap dan pengap. Gue meraba-raba dinding mencari saklar lampu."Jangan nyalain lampu!" kata Anna tanpa menoleh ke gue.Isaknya terdengar lirih di ruang kosong ini."Kenapa?" sahut gue sambil telunjuk gue tertahan di saklar.Anna menggeleng, wajahnya masih terbenam di lututnya."Ada yang mau lo ceritain? seenggaknya sedikit bercerita dengan orang lain adalah lebih baik daripada dipendam sendirian," kata gue sok bijak"bukan urusan lo!" bentak Anna"heh, lo pikir kalo ada seseorang yang dengan bodohnya nyoba bunuh diri di depan mata lo, itu bukan urusan lo?? huh.. mungkin lebih baik kemaren gue biarin lo mati tolol di WC!" kata gue dengan sengitnya.Gue sengaja ngomong begitu untuk memancing emosinya. Kalau manusia normal, gue yakin dia akan mencak-mencak ke gue. Tapiiii yaah mungkin dia memang nggak normal
Sore harinya gue terbangun dengan wajah tertutup sebuah amplop putih kecil berkop tinta biru. Nampaknya amplop resmi dari lembaga tertentu dan karena nyawa gue belum sepenuhnya kumpul, gue taruh amplop putih itu di atas galon. Sambil menggeliat melemaskan otot, gue mulai berfikir soal menu makan yang enak sore ini. Baru saja gue melangkah keluar kamar saat terdengar suara Candra memanggil dari tembok balkon."Tuh surat sakitnya tadi gue taro di muka lo," katanya"oh, sembarangan aja lo naro barang gituan di muka gue! mending tuh amplop nggak basah kena iler," gue melangkah dan duduk di kursi"laper nih, udah beli makan belom?" tanya gue"udah barusan" jawabnya"yaah nggak bisa nitip dong gue?" keluh gue"skali-kali beli sendiri lah" jawab Candra lagi"busett... jahat amat lo! kan selama ini yang sering nitip tuh elo, gue yang jadi babu" protes gue"pahala... ri... pahala. Lo mau masuk surga kan?" tanyanya sambil terkekeh
Hari yang dingin kali ini diakhiri dengan hujan yang turun deras sejak petang, Candra sudah meringkuk di balik selimutnya yang hangat beberapa saat setelah hujan turun. Gue sendiri belum ngantuk, jadi gue putuskan malam itu untuk duduk nonton televisi sambil otak gue menerka-nerka kira-kira apa yang akan ditanyakan bos gue di kantor besok terkait absennya gue hari ini. Dan baru saja gue berhasil memunculkan bayangan bos gue sedang memandang galak ke arah gue dari balik mejanya, seketika itu pintu kamar Candra terbuka."Hei Anna," gue buru-buru menoleh ke arah pintu"eh, ng...... kirain kalian tidur di sebelah lagi kayak semalem," katanya"emang kenapa?" tanya gue"yaah gue pikir gue bisa tidur di kasur lagi, hehehe.." jawabnya"si Candra udah tidur dari tadi kalo mau lo bisa tidur di kamar gue aja, di sana juga ada kasur" balas gue"lho, bukannya kamar lo yang ini ya?" tanyanyaGue menggeleng, "ini kamar Candra, kamar gue yang sebelah
Entah sudah berapa lama gue duduk di atas kursi ini, sebaik apapun pembawaan gue dan seceria apapun keadaan di sekitar gue, toh tetep aja masih ada separuh hati gue yang menangis. Kehilangan Echi benar-benar menjadi satu pukulan telak yang nggak pernah bisa gue elakkan. Terlalu sakit buat meyakinkan hati bahwa ini akan berlalu seperti satu detik yang baru saja terlewati dan terlalu dalam perasaan yang telah tumbuh di hati untuk menganggapnya terlah berlalu."Gue udah ikhlasin dia kok," kata gue menanggapi pernyataan Candra yang ingin gue segera mengikhlaskan Echi"ya udah kalo emang ikhlas, jangan terlalu dibawa sedih terus.." ujar Candra"kasian echi di sana" sambungnya.Candra kepulkan asap putih dari mulutnya dan membubung tinggi lalu lenyap tertelan dinginnya malam. Dua isapan lagi dan rokok di tangannya sudah mendekati ujung."Lagian kayaknya sekarang lo udah dapet gantinya Echi nih," Candra melirik pintu kamar Anna"ah, terlalu cepet b
Malam itu gw terbangun setelah hampir dua jam terlelap di pangkuan Anna. Kami memutuskan pulang dan sampai di kosan sekitar jam sebelas malam."Nah ini dia anaknya," seorang teman penghuni kamar bawah menyambut kedatangan gw"charger gw mana? Hp gw udah berisik daritadi minta diisi batere nya" sambungnya lagi"oh iya gw lupa kembaliin," gw menepuk jidat. "Lo tunggu aja di sini. Gw ambil dulu di atas."Temen gw mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Gw dan Anna melanjutkan ke kamar atas, lalu gw turun mengembalikan charger punya temen gw dan kembali lagi ke kamar Anna."Sorry ya Na, gw nginep lagi di kamar lo malem ini," kata gw"enggak papa nyantai aja lah," Anna sedang menulis sesuatu di sebuah buku kecil warna kuning.Padahal kamar ini cukup gelap buat nulis, karna masih mengandalkan lilin sebagai pencahayaan."Lagi nulis apa sih?" tanya gwAnna menghentikan sejenak aktivitasnya, menatap gw lalu tersenyum, "ini diary gw.
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gw sudah berkali-kali ganti posisi tidur. Telungkup, telentang, dan miring ke kiri. Gw nggak berani miring ke kanan coz Anna ada di situ, entah kenapa gw yakin dia belum tidur. Gw bisa merasakan tatapannya meski mata gw terpejam. Ciumannya di kening gw tadi ternyata berefek menghilangkan kantuk yang sempat menyergap. Dan entah sudah berapa lama saat gw benar-benar terbangun dan duduk di tepi kasur. Sepertinya sudah jam 3 pagi, di luar hujan sudah mulai turun dan membuat malam semakin dingin."Lo belum tidur Ri?" suara Anna terdengar lembutGw menoleh ke arahnya. Dia menopang kepala dengan satu tangan. Shit! Posenya..."Engga tau nih mendadak panas," gw sekenanya"kok bisa? Ini kan lagi ujan? Gw malah kedinginan" tanya Anna heran"emh.. iya juga sih. Sekarang dingin," jawab gw dengan bodohnya"lo aneh Ri" Anna bangun dan duduk di sebelah gw, "mau gw bikinin teh anget?"Gw menggeleng, "enggak usah repot-repot deh," kata gw. "Gulanya jan
Gw langkahkan kaki menaiki tangga dengan malas, hari ini kecewa banget gw gagal mudik gara-gara jadwal penerbangan di delay sampe besok siang jam 10 karena ada trouble di mesin. Maskapai yang bersangkutan memang mengembalikan ongkos tiket sebagai bentuk tanggungjawab dan artinya besok gw bisa pulang gratis, tapi tetep aja gw kecewa karna gw pikir malam ini gw udah bisa kumpul bareng orang tua di rumah. Saat itu sudah hampir jam dua belas malam, beberapa penghuni lantai 1 dan 2 masih asyik ngobrol di luar kamar dan memutar lagu-lagu klasik. Sementara di lantai 3, karena penghuninya memang lebih sedikit, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Pintu kamar Candra terkunci, sepertinya dia lagi keluar. Gw raih gagang pintu kamar gw, terkunci. Lalu gw rogoh kantong celana, tadi pagi gw yakin gw taroh di situ. Tapi nggak ada! Gw cek lagi di kantong kemeja dan dompet, tetep nggak ada!"Jangan-jangan..." otak gw mulai menerka dan mengingat dengan keras."Di dalam tas!! K
Akhirnya kontrak magang gw berakhir dan kini gw berganti status jadi karyawan tetap. Nggak ada perbedaan mencolok memang, tapi sekarang gw mulai memikirkan untuk membangun kehidupan gw di kota ini. Keluarga di rumah menyambut kabar baik ini dengan antusias. Mereka, terutama nyokap, meminta gw pulang sekedar bertemu dan sedikit syukuran. Gw belum tau pasti bisa atau nggak nya, karna terkait jarak yang nggak memungkinkan gw mudik memanfaatkan weekend yang cuma 2 hari. Maka gw sudah memutuskan mengambil cuti pada akhir tahun nanti. Gw juga sudah kangen karena lebaran kemarin gw nggak mudik. Dan nggak kerasa perkembangan karir masing-masing penghuni kosan atas juga berkembang pesat. Candra sudah jadi foreman muda yang potensial. Baru tiga bulan menempati posisi itu dia mulai dipertimbangkan untuk merangsek naik ke supervisor. Keren! Kadang gw pengen seperti dia yang karirnya begitu cepat naik. Dan Anna, dia tetap jadi mahasiswi yang rajin. Sejak terakhir dia menusukkan jarum ke tangan,
“ya makan lah. Kan lo tadi ngajakin dinner?” jawabnya“hahaha… keren banget yah dinner di warung mi ayam” ejek gw“buat gw, bukan di mana atau apa yang dilakukan, yang gw nilai. Tapi dengan siapa kita melakukannya” kata Anna dengan sok bijakGw tertawa pelan, “udah ah lo jago banget kalo ngeombal kayak gitu”“yeeeee….. sapa yang ngegombal? Orang gw cuma ngomong biasa kok? Lo ngerasa kegombal yah? Hehehe…” sindirnya“enggak juga tuh” jawab gw jaim“eh eh, gini ajah gini ajah, gw punya ide,” katanya semangat.Gw tau kalo Anna ngomong kayak gitu pasti ide yang keluar adalah ide aneh.“Ide apaan lagi?” tanya gwDia tampak berpikir sebentar lalu tertawa sendiri, “gw punya permainan,” katanya lagi. “Yang kalah nanti harus nraktir makan malem ini”“caranya?” gw kernyitka
Memasuki bulan September kami jadi lebih sibuk dari biasanya. Candra baru saja naik jabatan jadi foreman di tempat kerjanya, lalu Anna yang sekarang lagi giat-giatnya ngejar ketinggalan tugas-tugas yang dulu sempat terbengkalai. Sementara gw sendiri, karena ini adalah bulan terakhir dari masa magang gw, jadi gw sibuk “mencuri” penilaian baik dari para bos gw. Tapi bukan menjilat lho. Hehehe….. Gw cuma berharap gw akan resmi jadi karyawan tetap di perusahaan gw sekarang karena gw malas kalo mesti mengulang dari awal mencari kerja. Dan imbasnya adalah gw sekarang jadi sering pulang malam karena lembur. Otomatis dengan kesibukan dari masing-masing membuat kami jadi sedikit jarang bertemu. Gw yang dulunya tiap hari menghabiskan malam dengan duduk menghadapi papan catur, sekarang pulang di jam-jam biasanya gw sudah selesai main catur. Hampir tiap hari gw lihat kamar Anna sudah gelap, dia pasti sudah tidur. Kalau sudah begitu gw juga biasanya langsung beranjak tidur di
"Ehm, maaf yah tadi gw lupa naro euy.. padahal udah sempet gw beli," kata gw sambil meletakkan bidak catur di petaknya"emang lo beli apaan sih?" tanya Anna penasaran, "kayaknya serius banget?" sambungnya lagi"eh, enggak kok.... bukan sesuatu yang penting juga sih," sergah gw "cuma khan sayang ajah udah beli tapi malah ketinggalan, bego banget yah gw?""haha... itu mah emang dari dulu Ri," dan Anna pun tertawa kecil, dia mulai melangkahkan dua pion di depan raja dan kuda"yeeeh nggak gitu juga kali. Tapi ya udah deh biar aja, daripada ntar lo nggak suka mending nggak jadi" gw buka permainan dengan melangkahkan pion di depan kuda"yah itu mah elo nya aja emang nggak niat ngasih. Jangan-jangan lo malah belum beli apa-apa iya khan??" tanyanya curiga"enak aja! enggak kok gw beneran udah beli tadi" jawab gw"emang apaan sih? gw jadi penasaran nih" tanyanya lagi"baguslah kalo penasaran" canda gw"yeeeeeee bagus apanya?? das