Rumah Santi terletak di perumahan kecil yang ada di pinggiran kota. Karenanya di perumahan itu jarang sekali ada keramaian kecuali saat hajatan. Tapi kali ini, meski tidak ada hajatan, di depan rumah Santi terparkir beberapa mobil dan banyak orang yang keluar masuk rumah itu.
Yang juga membuat berbeda, ada tiga mobil bersirene diparkir di dekatnya. Mobil pertama adalah mobil polisi dari bagian reserse dan kriminal. Mereka cepat sekali datang, tidak sampai setengah jam setelah Detektif Parkin menghubungi. Rupanya sebelum menyelidiki rumah itu, Detektif Parkin sudah meminta mereka bersiap jika ternyata yang dia perkirakan benar adanya. Dan karena Detektif Parkin termasuk orang terpandang di kalangan kepolisian, permintaannya kerap dilaksanakan.
Mobil kedua dari divisi forensik. Mobil itu membawa tim yang kemudian mengecek kondisi mayat dan keadaan di TKP. Mobil itu tiba tidak lama setelah mobil pertama datang. Mobil inilah yang membuat keadaan rumah menjadi ramai karena
Dear Diary,Hari ini aku sudah melakukan dosa besar. Aku sudah menghilangkan nyawa manusia. Semua berawal karena kebodohanku. Aku terlalu menuruti pikiran dan mengacuhkan perasaan. Padahal hal ini tidak perlu terjadi jika waktu itu aku mengutamakan cinta di atas logika.Waktu itu Galang datang menemuiku. Dia menceritakan bahwa dia pergi dari rumah karena menolak saat dijodohkan. Aku mengerti maksudnya. Meski belum pernah saling mengatakan cinta, kami sudah seperti sepasang kekasih. Dia pasti ingin aku ikut pergi bersamanya.Aku jadi sangat bingung. Di satu sisi perasaanku menginginkan aku selalu dekat dengan Galang. Tapi pikiranku berkata lain. Kami adalah sepasang muda-mudi yang belum lagi lulus SMA. Tanpa dukungan orang tua, kami tidak akan bisa berbuat banyak. Dari mana kami bisa mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jangan-jangan untuk makan saja kami susah, apalagi untuk mendapat tempat tinggal yang layak.Akhirnya pikiranku memenangk
Matahari sudah tinggi saat aku mendapat berita dari bos pemulung tentang keadaan pak tua. Jika Galang pergi tak lama setelah mengantar pak tua ke rumah sakit, artinya sudah cukup lama dia berjalan tak tentu ke mana. Aku tak boleh membuang waktu. Aku langsung mengambil peta di laci mejaku.Aku lalu mencari posisi Rumah Sakit tempat pak tua dirawat. Kemudian aku menyusuri kemungkinan ke arah mana Galang pergi. Dua kemungkinan aku coret, satu ke arah rumah dan satu lagi ke arah lapak. Kini aku mendapatkan jalan yang aku harus susuri untuk menemukannya.Hanya butuh waktu setengah jam dengan mengendarai motor untuk sampai daerah tujuanku. Namun aku sedang mencari orang yang luntang lantung tak punya tujuan. Bahkan aku tak tahu dia berjalan kaki atau naik kendaraan. Tapi aku yakin Galang memilih berjalan kaki, karena selain gratis dia juga pasti belum memiliki tujuan hendak ke mana. Karena itu cukup lama aku menyusuri jalan sampai bisa melihat sosoknya.Galang terliha
Angkutan melaju membawa Galang entah ke mana. Dia membawa ransel tapi tidak membawa gitar. Sepertinya dia tidak akan kembali ke pool ini dan juga tidak mengamen lagi. Setidaknya rencanaku berhasil. Tapi aku harus mengetahui persinggahan Galang selanjutnya. Aku harus mengikutinya. Segera aku datangi ojek yang sedang menunggu penumpang di pangkalan. Aku lalu memintanya mengikuti angkutan yang membawa Galang. Bapak tua tukang ojek cukup ramah, tapi karena itu dia banyak bertanya. Kujelaskan saja bahwa aku sedang membuntuti kekasihku karena ada informasi bahwa dia selingkuh. Bapak ojek jadi bersemangat membuntuti angkutan di depannya. Ternyata Galang turun di suatu tempat lalu naik angkutan lagi. Kami lalu mengikuti angkutan yang kedua dengan tetap menjaga jarak. Sambil berjalan pelan tukang ojek yang kutumpangi menjelaskan tempat-tempat umum yang dilewati angkutan itu. Selain terminal dan mall, rute angkutan itu melewati pesantren yang cukup te
Matahari baru saja muncul ke peraduan saat aku menunggu taksi yang akan mengantarku ke tempat ujian. Setelah aku menerima telepon dari penjaga asrama tempat Galang tinggal, aku berpikir keras untuk memutuskan ke mana tujuanku. Saat itulah mobil taksi datang.Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti Galang. Aku tak boleh melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Lagi pula aku masih bisa mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di tahun depan. Sedangkan jika aku tidak tahu Galang pergi ke mana, aku bisa kehilangan dia untuk selamanya.Karena itu, setelah aku masuk ke dalam taksi, aku langsung mengatakan pada sopir perubahan tujuan. Awalnya dia terkejut dan terkesan enggan mengantar ke sana. Tapi setelah aku memberinya sejumlah uang yang cukup untuk menyewa mobil seharian, dia tersenyum dan bersikap ramah lagi.Jalanan menuju Bandung relatif sepi saat pagi di hari kerja. Karenanya aku meminta sopir melaju mobil dengan kecepatan maksimal. Galang sudah berpamitan, artiny
Sudah dua hari Gunung Merapi mulai menunjukkan gejala erupsi. Tapi LSM tempat aku mendaftar sebagai sukarelawan belum juga mengutus tim menuju tempat pengungsian. Padahal di televisi aku melihat banyak tenda pengungsi yang sudah dibangun. Baru di hari ketiga aku dipanggil untuk brifing sebagai sukarelawan.Keesokan harinya aku sudah berangkat ke Jogja dengan truk yang bermuatan bahan pangan dan pakaian sumbangan yang layak pakai. LSM tempat aku mendaftar membagi sukarelawan ke tiga titik pengungsian. Aku langsung memilih titik yang terdekat dengan tempat tinggal Galang.Setibanya di sana aku langsung aktif membantu para pengungsi dengan membagikan makanan, pakaian serta selimut yang mereka butuhkan. Dengan demikian aku jadi bisa mengetahui apakah Galang memang berada di tempat pengungsian itu.Ternyata Galang tidak ada di sana. Aku mulai merasa cemas, jangan-jangan terjadi sesuatu padanya. Atau mungkin dia mengungsi ke tempat lain? kurasa tidak. Tempat ini adala
Sudah hampir satu semester Galang menyandang status sebagai mahasiswa. Selama ini dia hidup tanpa kekurangan apa-apa, karena kampus tempat Galang kuliah tidak memungut biaya sepeser pun bahkan memberi uang saku pada mahasiswanya. Apalagi dia juga menjalani pekerjaan sampingan sebagai pengajar bahasa arab.Beberapa kali aku ingin menemuinya, tapi akhirnya aku selalu mengurungkan niatku. Kegiatan Galang hanya berkutat di kampus dan tempat dia mengajar. Padahal kampus Galang hanya menerima mahasiswa pria, jadi aku tidak memiliki alasan untuk berada di sana. Dan sayangnya dia juga mengajar privat ke beberapa siswa sehingga lagi-lagi sulit diterima jika tiba-tiba aku muncul di sana.Tapi akhirnya kesabaranku berbuah hasil. Pada suatu sore sebelum akhir pekan aku mendatangi kampus Galang. Kebetulan saat itu aku tidak memiliki kegiatan. Setelah beberapa lama mengawasi asrama, aku melihat Galangkeluar gedung menuju jalan raya. Sepertinya dia ingin mengajar bahasa arab. A
Aku sangat terkejut saat mendengar Galang akan melamar Sisca. Dia mengatakan hal itu sehari sebelumnya. Sejak itu aku tidak bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi pada kisah cintaku. Sebelumnya aku masih bisa berbesar hati karena Galang dan Sisca hanya bertunangan. Tapi kali ini berbeda. Jika Sisca menerima lamaran Galang, mereka akan menikah. Dan harapanku untuk menjadi istri Galang pupus sudah.Kini Sisca benar-benar menjadi batu sandungan hubunganku dengan Galang.Meski hubungan mereka menjadi renggang setelah papanya ditangkap, aku tak bisa mengandalkan nasibku dengan berharap Sisca akan menolak lamaran itu. Aku harus melakukan persiapan, dan jika terpaksa aku akan menyingkirkan gadis itu.Aku tidak pernah menyangka betapa mudahnya mendapatkan barang ilegal dari situs gelap. Aku cukup memesannya di situs itu, dan dalam waktu kurang dari dua hari barang yang aku perlukan sudah diantar ke rumah.Sianida adalah racun yang sangat mematikan. Racun itu h
Dear Diary,Hari ini aku mengulangi perbuatanku. Aku menghilangkan nyawa manusia lagi. Mungkin benar rumor yang mengatakan bahwa pembunuhan bisa membuat ketagihan, apalagi jika perbuatan tersebut berhasil ditutupi dengan sempurna.Awalnya aku mengira hanya perlu menghilangkan satu nyawa untuk bisa memiliki Galang. Tapi ternyata masih ada hambatan lain. Meski gadis itu bukan penghalang yang berarti, akhirnya aku menyerah pada egoku. Aku putuskan untuk menyingkirkannya sebelum dia benar-benar menjadi batu penghalang yang besar.Semua bermula saat aku menemui Galang di ruang kerjanya. Saat itu dia sedang membaca sebuah buku yang ternyata berisi kisah petualangan Galang saat pergi dari rumah. Aku iseng saja mencoba meminjamnya, tapi ternyata dengan tegas Galang menolak permintaanku dengan alasan aku terlibat dalam kisah itu.Aku langsung mengerti, buku itu bukan hanya menulis petualangan Galang tapi juga isi hatinya. Karena itu dia tidak mau aku memb
Milna, Australia.Kegiatan pesantren kilat yang aku ikuti ternyata memang menyenangkan. Selain mendapat banyak teman baru, aku juga mendapat pengalaman yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Pelajarannya sih pernah aku dapat di sekolah, tapi kegiatan luar kelasnya yang membuat aku ingin kembali mendaftar lagi tahun depan.Salah satu kegiatan yang aku suka adalah Jumat berbagi. Kami menyiapkan makanan lalu membagikannya ke orang yang membutuhkan. Aku sangat senang melihat reaksi mereka. Tatapan terima kasih itu sangat tulus dan menjadi energi baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Tapi yang paling aku suka adalah kegiatan lintas alam. Ternyata mereka memiliki hutan di tengah kota. Di sinilah kegiatan kami dilaksanakan. Bahkan kami berkemah meski hanya satu malam. Baru kali ini aku tidur di bawah bintang-bintang.Entah benar atau hanya perasaanku saja, Hana seperti memberikan perhatian lebih padaku. Mungkin karena aku anak piatu, bisa juga karena
Milna, Jakarta.Kegiatan di sekolah sudah mulai bertambah. Sebentar lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan, jadi ada saja kelas tambahan setiap harinya. Kelas itu ditujukan untuk siswa yang tertinggal dalam pelajaran. Meski demikian, kelas tambahan itu harus diikuti oleh seluruh siswa tanpa kecuali.Sayangnya, akhir-akhir ini aku sulit berkonsentrasi. Sejak kembali dari Bandung, aku terus memikirkan bagaimana caranya aku bisa pergi ke Australia. Aku bisa saja meminta papa mengajak aku berlibur ke sana, tapi nanti aku jadi tak bisa mencari jejak Hana dengan leluasa. Aku harus pergi ke sana seorang diri. Baru nanti jika semua sudah siap, papa akan aku minta untuk menyusul.Sampai saat ini aku belum juga menemukan alasan untuk bisa diizinkan pergi ke Australia seorang diri. Akhirnya aku mencoba mencari informasi mengenai tempat kerja Hana di internet. Siapa tahu aku menemukan sesuatu. Ternyata benar, baru saja aku membuka situs mereka, aku langsung menemukan j
Milna, Bandung.Hari sudah mulai gelap. Dari jendela aku sempat melihat seorang bapak tua menyusuri pekarangan untuk menyalakan lampu-lampu. Orang itu tidak ada di sini tadi pagi, saat aku dan papa tiba. Sepertinya papa menyewa orang untuk menjaga rumah ini tapi tidak memperbolehkan dia tinggal di sini. Jadi dia hanya datang seperlunya.Karena buku cerita papa sudah selesai kubaca, aku mencoba mencari hal menarik lain. Tapi setelah mencari beberapa lama, aku tidak menemukan apa-apa. Mungkin semua yang ingin diceritakan mama sudah tertuang di buku itu. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari kamar waktu.Di luar kamar, aku melihat papa sedangmenelepon. Rupanya dia sedang memesan makan malam. Setengah jam kemudian makanan yang papa pesan datang. Kami lalu makan sambil mengobrol. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mencari informasi dari papa."Papa tahu, aku mendapat informasi tentang mama dari internet. Waktu itu aku mencari data pernikahan
Milna, Bandung.Kamar lama mama berukuran sangat besar. Bahkan mungkin ukurannya dua kali lipat dari kamarku. Tapi kamar ini tidak memiliki pemandangan yang luas, berbeda dengan kamar yang aku tempati. Karena memang kamar ini ada di rumah lama yang tidak bertingkat, sedangkan kamarku ada di lantai 7 apartemen yang tinggi.Tapi pemandangan di luar boleh juga. Ada pohon-pohon rindang dan tanaman kecil dengan bunga berwarna-warni. Jarang sekali aku melihat pemandangan alam seperti ini. Karena itu aku memilih duduk di dekat jendela sambil membaca buku cerita papa.Saat baru membaca sepertiga bagian dari buku itu, aku mendengar pintu diketuk. Tak lama kemudian papa berkata dari balik pintu."Milna, hari sudah siang. Makan dulu nak, papa sudah memesan makanan kesukaan kamu."Aku menampilkan mode jam pada gelang saktiku. Ternyata memang sudah lewat tengah hari. Cerita papa memang sangat menarik, sampai-sampai aku jadi lupa waktu. Segera aku letakkan buku
Milna, Jakarta.Namaku Milna. Umurku sepuluh tahun. Kurang sedikit sih, karena dua hari lagi baru aku ulang tahun. Aku tinggal di sebuah apartemen di Jakarta bersama papa. Hanya bersama papa, karena mama sudah tiada.Papa adalah seorang pengusaha. Dia punya perusahaan yang besar. Gedung kantornya saja tinggi sekali. Aku sesekali diajak ke sana. Tapi hanya sesekali saja, biasanya aku belajar dan bermain di sekolah. Papa mengantarku ke sekolah saat berangkat kerja dan menjemput aku ketika dia pulang. Di akhir pekan, kami biasanya ke rumah opa di Bandung.Berbeda dengan teman-temanku yang lain, aku tak pernah mengenal mama. Katanya sih mama meninggal saat melahirkan aku. Sayangnya papa tidak pernah mau cerita tentang mama. Setiap aku bertanya, papa selalu menjawab 'Pada saatnya nanti kamu akan punya kesempatan untuk mengenalnya'. Aku sampai bosan mendengar jawaban itu.Karena papa tidak pernah mengatakan kapan kesempatan itu aku dapat, aku tak mau menunggu.
Mila, Bandung.Rasa mual yang beberapa bulan terakhir terus menyiksaku kini sudah mereda. Sesuai perkiraan perawat, di trimester kedua ini rasa itu akan hilang dengan sendirinya. Memang sudah hampir lima bulan aku menjadi seorang calon ibu. Selama itu sudah aku memiliki janin dalam kandungan.Anugerah itu aku dapat setelah aku mencabut gugatan cerai. Pengacaraku sampai tak percaya dengan keputusan itu. Padahal hanya dengan diam saja, aku akan mendapat separuh harta Galang. Dan jumlahnya sangat banyak, karena dia adalah pemilik salah satu perusahaan ternama di Jakarta.Keputusan itu aku pilih bukan mengandalkan naluri. Saat hakim akan mengambil keputusan, aku menerima pesan dari Detektif Parkin. Dia adalah orang yang aku minta untuk mencari informasi tentang Dewi. Informasi itu datang tepat pada waktunya.'Dewi adalah seorang foto model profesional. Saya belum bisa memastikan, tapi sejauh penyelidikan saya dia bukan wanita panggilan.'Dari informasi
Hana, Jakarta.Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Karena ayah sudah tiada, yang menjadi waliku adalah paman. Ketiga orang itu telah duduk di satu meja. Paman, Galang dan penghulu. Sebelum akad nikah, penghulu menjelaskan teknis acara. Agar suasana menjadi cair, penghulu itu mencoba bergurau."Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah Pak Galang sudah pernah menikah?"Galang berpik
Mila, Bandung.Suasana kafe di salah satu sudut kota Bandung masih sepi. Sebenarnya kafe ini cukup banyak pelanggannya, tapi hari ini bukan akhir pekan dan waktu juga masih sore. Jadi wajar saat ini hanya ada aku, Galang dan dua orang pengunjung lain.Galang mengajak aku ke sini bukan tanpa alasan. Biasanya kami ke sini jika dia ingin mengobrol agak serius. Benar saja, setelah kami duduk dan memesan makanan Galang langsung mengutarakan maksudnya."Mila pasti sudah pernah mendengar bahwa aku bekerja sambil kuliah. Dan saat ini aku sudah lulus. Orang tuaku sudah menanyakan kapan aku akan menikah. Karena itu beberapa pekan lalu aku melamar Sisca." kata Galang membuka percakapan."Jadi, kapan kalian akan menikah?" Aku bertanya dengan suara serak saking gemetar menahan penasaran."Dia menolak lamaranku. Jadi bisa dikatakan kami sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Dan aku bebas memilih siapa saja untuk menjadi pendamping.""Saya rasa tidak
Hana, Jogjakarta.Kesibukan santri di akhir semester memang luar biasa. Selain mengikuti ujian, para santri juga harus menyetor hafalan yang menjadi target kami. Tidak heran jam tidur kami jadi jauh berkurang. Sering kali kami tidur setelah larut malam dan bangun sebelum ayam jantan berkokok.Bagi santri yang berlatar belakang pendidikan umum, kami harus berusaha lebih giat lagi. Selain karena kami harus mempelajari bahasa arab terlebih dahulu, jumlah hafalan kami juga kalah jauh dibanding santri lain. Akibatnya selama seminggu ini aku hanya tidur tiga jam sehari.Untunglah masa itu sudah selesai. Kini adalah masa liburan. Kebanyakan santri daerah pulang ke kotanya masing-masing. Tapi aku memutuskan untuk tetap di pesantren. Bisnis yang diwariskan ayah bisa dibilang sudah autopilot, jadi ibu tidak terlalu repot mengurusnya. Karena itu, ibu bebas jika ingin ke mana saja dan jadi sering menginap di tempatku.Berbeda dengan santri lain, aku tidak pe