Lobby hotel di kota Roma selalu ramai. Kota ini memang terkenal dengan tempat-tempat indah yang bersejarah sehingga banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai belahan dunia. Saat ini pun aku dan Desi sedang menikmati keindahannya sambil menghabiskan uang suamiku.
Sayangnya misiku ini tidak hanya menggerogoti uang Galang, tapi juga keuangan perusahaan. Laporan yang dibawa direktur keuangan sudah menunjukkannya. Dan keadaan ini akan membawa perusahaan ke ambang kehancuran. Bisa jadi saat kami bercerai nanti, tidak ada lagi perusahaan yang bisa diambil alih.
Ternyata cara ini tidak bisa kugunakan. Memang sepertinya Galang akan menuruti semua keinginanku sampai dia bangkrut, tapi dia akan membawa perusahaan ini bersamanya. Aku tak mau hal ini terjadi pada perusahaan papa. Aku harus mencari cara lain.
Setelah direktur keu
Aku ragu sejenak. Nilai saham Galang sangat besar, jadi wanita itu akan mendapat banyak sekali. Mungkin seharga sebuah rumah mewah di Jakarta. Aku lalu berusaha menawar."Suamiku adalah seorang pemilik perusahaan besar. Apa yang kau minta itu banyak sekali untuk ukuran sebuah pekerjaan yang tidak memakan waktu lama.""Aku tidak mengukur pekerjaanku dari waktu, tapi hasil yang didapat. Aku hanya meminta sepersepuluh dari apa yang kau dapatkan karena bantuanku. Dan jangan khawatir, aku tidak akan menagih sepeserpun jika gagal."Akhirnya aku menyetujui persyaratan itu. Toh aku tidak akan rugi apa-apa jika misi ini tidak berhasil. Dan jika ternyata si pelakor dapat menaklukkan Galang, anggap saja aku harus membayar pajak penghasilan.Aku lalu menceritakan rencanaku. Wanita i
Pengunjung cafe mulai ramai berdatangan. Rata-rata mereka adalah pekerja yang ingin menghilangkan penat setelah seharian berkutat dengan aktivitas di kantor. Beberapa dari mereka wajahnya terlihat suram, mungkin karena sedang ada masalah di tempat kerja. Tapi tidak ada yang mengalahkan kegalauan di wajah yang ada di hadapanku.Kegalauan sangat jelas terlihat di wajah Merry. Dia seperti gadis yang kehilangan doorprize karena tidak datang saat dipanggil, dan sebabnya hanya karena pergi ke kamar kecil. Aku menjadi kagum pada suamiku, dia bisa mengalahkan si pelakor ulung hanya dalam tiga ronde."Apakah menurutmu suamiku tidak normal? dia tidak menyukai wanita?" aku bertanya pada Merry untuk sedikit menghiburnya."Tidak, dia sangat normal. Saat aku menggodanya, aku memperhatikan matanya. Suamimu menatapku seperti binata
Sesampainya di apartemen, Galang ternyata sudah ada di sana. Dia pulang dengan membawa makanan kesukaanku. Kami lalu makan bersama. Dia bertanya tentang kegiatanku di luar kota. Kukarang saja cerita sekenanya. Mendengar ceritaku yang loncat-loncat tidak karuan karena memang tidak memiliki alur yang jelas, akhirnya Galang memotong dan mulai bercerita keadaan kantor. Meski mengobrol tentang pekerjaan, dia bisa membawakannya dengan santai sehingga tidak membosankan. Sambil makan dan mengobrol, sesekali aku melirik wajahnya. Entah mengapa malam ini Galang terlihat lebih tampan dari biasanya. Jantungku berdebar-debar seperti remaja putri yang sedang menjalani kencan pertama. Aku mulai terperangkap oleh tipu dayaku sendiri. Ini pasti karena saran Merry. Aku berubah pikiran, aku harus secepatnya mengambil keputusan. Tapi siapa yang akan aku ajak bicara? aku tak mung
Malam belum terlalu larut. Di luar lalu lintas masih ramai. Banyak pekerja yang baru pulang dari kantor. Beruntung Galang tidak perlu bekerja sampai larut. Tapi memang dia seorang CEO, tidak ada tuntutan pada jam kerja. Yang penting adalah target.Saat ini dia ada di sampingku. Sebagian tubuh kami saling bersentuhan. Bau keringatnya pun masih tercium. Kami memang sudah sering tidur bersama, tapi baru kali ini kami berada dalam satu selimut. Tanpa busana.Aku merasa ada sesuatu yang membasahi pangkal kakiku. Sepertinya Galang juga merasakan hal yang sama. Tangannya kemudian memeriksa untuk memastikan."Kau masih perawan?" tanya Galang setelah yakin apa yang disentuhnya."Kau terkejut?" aku balik bertanya."Tidak." jawab Galang
Setelah kembali dari Geger Kalong, aku merasakan hal yang aneh di tubuhku. Awalnya kupikir hanya karena kelelahan. Tapi rasa aneh itu terus ada dan semakin parah tiap harinya. Setiap pagi saat sarapan aku merasa mual dan ingin muntah. Baru saat menjelang sore rasa tidak enak itu mereda. Aku takut ini kutukan dari mertuaku. Aku harus bertanya pada Galang."Galang, apakah mamamu berpikiran jelek terhadapku? Bahwa aku bukanlah menantu yang baik?""Tentu saja tidak." jawab Galang. "Mama tidak pernah berkata jelek tentangmu di hadapanku.""Lalu mengapa setelah kembali dari rumahnya aku merasakan hal yang aneh di tubuhku? setiap pagi aku merasa mual dan ingin muntah."Galang malah tertawa mendengar pertanyaanku. Setelah itu dia memandangku dengan tatapan serius baru menjawab.
Malam sudah mulai meninggalkan hari. Di pedesaan, saat ini ayam jantan pasti sedang berkokok. Tapi aku tinggal di kota, di apartemen yang berada puluhan meter di atas permukaan tanah. Di luar sana yang ada hanya kesunyian. Hampir semua orang pasti sedang terlelap saat ini. Hanya segelintir yang sedang terjaga, dan aku salah satunya.Aku terbangun karena merasakan sakit di perutku. Hatiku bertanya, makan apa aku semalam. Sepertinya menu semalam biasa saja. Tiba-tiba aku sadar, mungkin ini saatnya. Aku segera membangunkan Galang yang masih terlelap di sampingku."Galang... bangun... perutku terasa mulas. Sepertinya aku akan segera melahirkan. Cepat antar aku ke rumah sakit."Galang mengerjapkan mata lalu melirik ke jam dinding. Setelah itu dia memandangku dan bertanya.
Galang mengangguk setuju. Tiba-tiba aku merasakan mulas yang tak terkira. Aku langsung meminta Galang memanggil perawat. Kali ini dia datang bersama seorang dokter. Setelah memeriksaku, samar-samar aku mendengar perawat itu menggumamkan kata-kata 'sudah saatnya'. Dokter itu kemudian keluar lalu kembali bersama satu perawat lagi.Galang menggeser posisinya untuk memberikan ruang pada mereka. Setelah itu dia bertanya,"Apakah aku harus keluar?""Tidak." aku berkata setengah berteriak sambil menahan rasa sakit. "Kau harus menemaniku. Kau harus bertanggung-jawab atas semua perbuatanmu."Dokter hanya tersenyum mendengar celotehku. Dia dokter wanita yang sudah cukup berumur, sepertinya dia sudah pernah mengalami apa yang kurasa saat ini. Dia lalu mengatur posisi kami. Galang d
Ibu rumah tangga adalah profesi yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat pada umumnya. Jika seorang wanita menempuh pendidikan sampai doktoral, orang-orang akan bertanya jika nanti dia ternyata 'hanya' menjadi ibu rumah tangga.Coba saja kalian datang ke acara reuni SMA, setiap wanita akan merasa bangga menceritakan apa jabatannya di perusahaan. Yang tidak bekerja dengan malu-malu akan menjawab bahwa saat ini, lagi-lagi menggunakan kata 'hanya', seorang ibu rumah tangga.Aku adalah anak seorang pengusaha. Aku pernah menjadi seorang mahasiswa sekaligus menjadi finalis None Jakarta. Puncaknya adalah saat aku menjadi istri sang CEO. Tapi kini derajatku turun drastis. Kini aku adalah seorang ibu rumah tangga.Tapi aku menjalani ini semua atas keinginanku. Aku bisa saja kembali menjadi dewan pengawas perus
Milna, Australia.Kegiatan pesantren kilat yang aku ikuti ternyata memang menyenangkan. Selain mendapat banyak teman baru, aku juga mendapat pengalaman yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Pelajarannya sih pernah aku dapat di sekolah, tapi kegiatan luar kelasnya yang membuat aku ingin kembali mendaftar lagi tahun depan.Salah satu kegiatan yang aku suka adalah Jumat berbagi. Kami menyiapkan makanan lalu membagikannya ke orang yang membutuhkan. Aku sangat senang melihat reaksi mereka. Tatapan terima kasih itu sangat tulus dan menjadi energi baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Tapi yang paling aku suka adalah kegiatan lintas alam. Ternyata mereka memiliki hutan di tengah kota. Di sinilah kegiatan kami dilaksanakan. Bahkan kami berkemah meski hanya satu malam. Baru kali ini aku tidur di bawah bintang-bintang.Entah benar atau hanya perasaanku saja, Hana seperti memberikan perhatian lebih padaku. Mungkin karena aku anak piatu, bisa juga karena
Milna, Jakarta.Kegiatan di sekolah sudah mulai bertambah. Sebentar lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan, jadi ada saja kelas tambahan setiap harinya. Kelas itu ditujukan untuk siswa yang tertinggal dalam pelajaran. Meski demikian, kelas tambahan itu harus diikuti oleh seluruh siswa tanpa kecuali.Sayangnya, akhir-akhir ini aku sulit berkonsentrasi. Sejak kembali dari Bandung, aku terus memikirkan bagaimana caranya aku bisa pergi ke Australia. Aku bisa saja meminta papa mengajak aku berlibur ke sana, tapi nanti aku jadi tak bisa mencari jejak Hana dengan leluasa. Aku harus pergi ke sana seorang diri. Baru nanti jika semua sudah siap, papa akan aku minta untuk menyusul.Sampai saat ini aku belum juga menemukan alasan untuk bisa diizinkan pergi ke Australia seorang diri. Akhirnya aku mencoba mencari informasi mengenai tempat kerja Hana di internet. Siapa tahu aku menemukan sesuatu. Ternyata benar, baru saja aku membuka situs mereka, aku langsung menemukan j
Milna, Bandung.Hari sudah mulai gelap. Dari jendela aku sempat melihat seorang bapak tua menyusuri pekarangan untuk menyalakan lampu-lampu. Orang itu tidak ada di sini tadi pagi, saat aku dan papa tiba. Sepertinya papa menyewa orang untuk menjaga rumah ini tapi tidak memperbolehkan dia tinggal di sini. Jadi dia hanya datang seperlunya.Karena buku cerita papa sudah selesai kubaca, aku mencoba mencari hal menarik lain. Tapi setelah mencari beberapa lama, aku tidak menemukan apa-apa. Mungkin semua yang ingin diceritakan mama sudah tertuang di buku itu. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari kamar waktu.Di luar kamar, aku melihat papa sedangmenelepon. Rupanya dia sedang memesan makan malam. Setengah jam kemudian makanan yang papa pesan datang. Kami lalu makan sambil mengobrol. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mencari informasi dari papa."Papa tahu, aku mendapat informasi tentang mama dari internet. Waktu itu aku mencari data pernikahan
Milna, Bandung.Kamar lama mama berukuran sangat besar. Bahkan mungkin ukurannya dua kali lipat dari kamarku. Tapi kamar ini tidak memiliki pemandangan yang luas, berbeda dengan kamar yang aku tempati. Karena memang kamar ini ada di rumah lama yang tidak bertingkat, sedangkan kamarku ada di lantai 7 apartemen yang tinggi.Tapi pemandangan di luar boleh juga. Ada pohon-pohon rindang dan tanaman kecil dengan bunga berwarna-warni. Jarang sekali aku melihat pemandangan alam seperti ini. Karena itu aku memilih duduk di dekat jendela sambil membaca buku cerita papa.Saat baru membaca sepertiga bagian dari buku itu, aku mendengar pintu diketuk. Tak lama kemudian papa berkata dari balik pintu."Milna, hari sudah siang. Makan dulu nak, papa sudah memesan makanan kesukaan kamu."Aku menampilkan mode jam pada gelang saktiku. Ternyata memang sudah lewat tengah hari. Cerita papa memang sangat menarik, sampai-sampai aku jadi lupa waktu. Segera aku letakkan buku
Milna, Jakarta.Namaku Milna. Umurku sepuluh tahun. Kurang sedikit sih, karena dua hari lagi baru aku ulang tahun. Aku tinggal di sebuah apartemen di Jakarta bersama papa. Hanya bersama papa, karena mama sudah tiada.Papa adalah seorang pengusaha. Dia punya perusahaan yang besar. Gedung kantornya saja tinggi sekali. Aku sesekali diajak ke sana. Tapi hanya sesekali saja, biasanya aku belajar dan bermain di sekolah. Papa mengantarku ke sekolah saat berangkat kerja dan menjemput aku ketika dia pulang. Di akhir pekan, kami biasanya ke rumah opa di Bandung.Berbeda dengan teman-temanku yang lain, aku tak pernah mengenal mama. Katanya sih mama meninggal saat melahirkan aku. Sayangnya papa tidak pernah mau cerita tentang mama. Setiap aku bertanya, papa selalu menjawab 'Pada saatnya nanti kamu akan punya kesempatan untuk mengenalnya'. Aku sampai bosan mendengar jawaban itu.Karena papa tidak pernah mengatakan kapan kesempatan itu aku dapat, aku tak mau menunggu.
Mila, Bandung.Rasa mual yang beberapa bulan terakhir terus menyiksaku kini sudah mereda. Sesuai perkiraan perawat, di trimester kedua ini rasa itu akan hilang dengan sendirinya. Memang sudah hampir lima bulan aku menjadi seorang calon ibu. Selama itu sudah aku memiliki janin dalam kandungan.Anugerah itu aku dapat setelah aku mencabut gugatan cerai. Pengacaraku sampai tak percaya dengan keputusan itu. Padahal hanya dengan diam saja, aku akan mendapat separuh harta Galang. Dan jumlahnya sangat banyak, karena dia adalah pemilik salah satu perusahaan ternama di Jakarta.Keputusan itu aku pilih bukan mengandalkan naluri. Saat hakim akan mengambil keputusan, aku menerima pesan dari Detektif Parkin. Dia adalah orang yang aku minta untuk mencari informasi tentang Dewi. Informasi itu datang tepat pada waktunya.'Dewi adalah seorang foto model profesional. Saya belum bisa memastikan, tapi sejauh penyelidikan saya dia bukan wanita panggilan.'Dari informasi
Hana, Jakarta.Kamar rias pengantin adalah tempat yang sakral bagi mempelai wanita. Jangankan orang lain, bahkan mempelai pria pun tidak boleh memasukinya. Dan sebab itu sebagian besar wanita belum pernah berada di dalamnya. Termasuk aku, baru kali ini aku berada di kamar itu. Karena memang akulah sang mempelai wanita.Di luar sana, semua orang sibuk menyiapkan acara. Dimulai dari akad nikah, makan bersama keluarga, sampai acara resepsi. Pagi ini belum terlalu ramai karena memang hanya keluarga dan beberapa relasi dekat yang hadir. Tapi siang nanti, dua ribu undangan telah disebar dan biasanya mereka hadir membawa pasangan.Karena ayah sudah tiada, yang menjadi waliku adalah paman. Ketiga orang itu telah duduk di satu meja. Paman, Galang dan penghulu. Sebelum akad nikah, penghulu menjelaskan teknis acara. Agar suasana menjadi cair, penghulu itu mencoba bergurau."Sebelumnya saya ingin bertanya. Apakah Pak Galang sudah pernah menikah?"Galang berpik
Mila, Bandung.Suasana kafe di salah satu sudut kota Bandung masih sepi. Sebenarnya kafe ini cukup banyak pelanggannya, tapi hari ini bukan akhir pekan dan waktu juga masih sore. Jadi wajar saat ini hanya ada aku, Galang dan dua orang pengunjung lain.Galang mengajak aku ke sini bukan tanpa alasan. Biasanya kami ke sini jika dia ingin mengobrol agak serius. Benar saja, setelah kami duduk dan memesan makanan Galang langsung mengutarakan maksudnya."Mila pasti sudah pernah mendengar bahwa aku bekerja sambil kuliah. Dan saat ini aku sudah lulus. Orang tuaku sudah menanyakan kapan aku akan menikah. Karena itu beberapa pekan lalu aku melamar Sisca." kata Galang membuka percakapan."Jadi, kapan kalian akan menikah?" Aku bertanya dengan suara serak saking gemetar menahan penasaran."Dia menolak lamaranku. Jadi bisa dikatakan kami sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Dan aku bebas memilih siapa saja untuk menjadi pendamping.""Saya rasa tidak
Hana, Jogjakarta.Kesibukan santri di akhir semester memang luar biasa. Selain mengikuti ujian, para santri juga harus menyetor hafalan yang menjadi target kami. Tidak heran jam tidur kami jadi jauh berkurang. Sering kali kami tidur setelah larut malam dan bangun sebelum ayam jantan berkokok.Bagi santri yang berlatar belakang pendidikan umum, kami harus berusaha lebih giat lagi. Selain karena kami harus mempelajari bahasa arab terlebih dahulu, jumlah hafalan kami juga kalah jauh dibanding santri lain. Akibatnya selama seminggu ini aku hanya tidur tiga jam sehari.Untunglah masa itu sudah selesai. Kini adalah masa liburan. Kebanyakan santri daerah pulang ke kotanya masing-masing. Tapi aku memutuskan untuk tetap di pesantren. Bisnis yang diwariskan ayah bisa dibilang sudah autopilot, jadi ibu tidak terlalu repot mengurusnya. Karena itu, ibu bebas jika ingin ke mana saja dan jadi sering menginap di tempatku.Berbeda dengan santri lain, aku tidak pe