Home / Lainnya / Catatan Rumi / Penenangan Bi Nia

Share

Penenangan Bi Nia

last update Last Updated: 2021-06-03 17:58:37

"Gua udah cape liat wajah lu tau engga?" bentak Letty sambil mendorong sang anak hingga jatuh ke belakang.

Untung saja Bi Nia datang, lantas membangunkan Rumi dari sana.

"Lu memang anak pembawa sial! Nggak pernah sekali aja lu bikin hidup gua tenang. Kehadiran lu merubah segala suasana. Lu seharusnya mikir jadi manusia! Ngotak dikit! Jangan pernah sok pengen kelihatan baik. Lu sama sekali nggak ada tandingannya sama siapapun! Lu cuma sampah!"

Letty benar-benar jahat.

Dia sama sekali tak pernah memikirkan bagaimana sakitnya sang anak ketika dibicarakan seperti itu.

Letty memang bukan seorang ibu.

Hati dia terlalu batu dan tidak mau menerima keadaan yang menimpanya.

Tak hanya keluarga besarnya dia yang tidak menyukai Letty.

Justru terkadang, tetangganya pun merasa kasihan mendengar Rumi yang terus saja dimarahi hanya karena hal sepele.

Pernah waktu itu ketika hari Minggu, tetangga samping rumahnya sedang menyiram tanaman di depan rumah.

Tiba-tiba wanita itu mendengar ada suara teriakan yang terletak dari rumah Letty.

Suara itu tak hanya teriakan saja. Justru ketika teriakan tak pantas itu keluar, sejurusnya ada suara benda benda pecah yang mengiringi.

Maka tak ayal jika tetangga dekatnya selalu mengintip apa saja yang terjadi di dalam rumah itu.

Bukan karena apa-apa.

Mereka takut kalau salah satu anggota keluarganya ada yang dibunuh atau mungkin di dianiaya dengan tidak wajar.

Lagipula semua manusia memiliki hak asasi. Tak pandang orang tua ataupun anak, ketika salah satu di antara mereka ada yang berbuat suatu hal yang keji, maka perlu diadili.

Apa pun itu alasannya.

"Gua emang sampah!" balas teriak Rumi. "Dari dulu gue emang sampah dan akan terus dianggap sampah. Gua anjing! Gua babi! Bukan gue yang ngomong tapi lu! Lagipula siapa yang mau minta gua dilahirin ke rahim lu, ha? Kalau lu bener-bener nggak mau gua ada di dunia ini, kenapa lu nggak bunuh gue aja dari dulu? Gua nggak pernah minta buat dilahirin. Jadi seharusnya lu mikir. Gua di sini sama sekali nggak punya keluarga. Kebersamaan, kehangatan keluarga, canda tawa, semangat dari mereka, semuanya cuma omong kosong." ucapannya benar-benar membuat seisi rumah hening. Kemarahan anak itu bergemuruh hebat. Tapi seberusaha mungkin dia juga harus mengontrol emosinya. Suaranya gemetar tak keluar. Mata Rumi, tak henti-hentinya menatap sang ibu yang kini tengah menatap anaknya seperti singa yang kelaparan. "Gua dari dulu nggak berharap buat dianggap ada. Tapi setidaknya kasih gua ketenangan hidup. Kalau lu bener-bener nggak mau lihat gua ada di sini, kenapa lu dari dulu nggak minta gua buat pergi, ha?"

"Kurang ajar! Dasar babi!" tanpa disangka-sangka, wanita itu melayangkan hiasan guci yang ada di pinggirnya tepat sekali ke wajah Rumi.

Amarahnya kini sudah meluap hebat. Apalagi ketika sang anak berusaha membenarkan pendapatnya, bukan berpikir tenang yang dilakukan.

Justru di dalam hatinya, ia ingin sekali menghilangkan anak itu dari bumi.

Rumi terpental ke belakang. 

Bi Nia yang sudah pernah melihat fenomena ini beberapa bulan yang lalu, dengan segera menarik tangan Rumi untuk dibawa kedalam kamarnya kemudian ia kunci rapat-rapat.

Ia tidak mau permasalahannya berkepanjangan hingga membuat mental sang anak terganggu.

Semua orang tidak ada yang tidak menangis.

Waktu yang seharusnya dijadikan tempat terlelapnya orang-orang di luar sana, itu tentu tak bisa dipastikan oleh keluarga yang hancur seperti Rumi.

Orang-orang tengah tertidur nyenyak saat ini. Mereka melanglang buana menjelajahi mimpi yang indah dan asik.

Tapi tak semua orang bisa merasakan mimpi itu.

Terkadang...., ada kegelapan yang terus menghalangi orang tersebut untuk bisa merasakan manisnya kehidupan.

Bukan hanya sekedar kehidupan saja. 

Tapi mimpi indah, Rumi pun tak pernah merasakan hal itu.

Sungguh pria prihatin memang.

Andai kesakitan anak itu bisa diketahui oleh seluruh makhluk yang ada di dunia. Mungkin salah satu di antara mereka ada yang rela untuk membawa Rumi agar bisa terlepas dari beban sulitnya kehidupan.

Setelah pintunya terkunci, Rumi segera mengambil sesuatu dari lacinya.

Bi Nia tak berhenti sampai sana.

Dia merebut paksa benda yang sedang Rumi pegang saat ini. Tenaga anak itu kuat. Meskipun badannya sudah seperti tulang dibungkus kulit, tapi ketika amarahnya meluap dia benar-benar seperti orang yang mempunyai banyak kekuatan.

"Sini bi!" ujarnya memohon agar bi Nia bisa memberikan gunting itu kepadanya.

"Jangan gegabah, dek. Istigfar!" seru Bi Nia.

"Gua nggak peduli. Gua pengen mati!" Rumi sama sekali tak menghiraukan hidungnya yang kini berdarah karena lemparan guci dari ibunya itu.

Dia benar-benar sudah lelah dan muak dengan semuanya.

Pikirannya tak lagi tenang selain ingin mati dan habis hidupnya hari ini.

Dia ingin mencapai kedamaian abadi yang menurutnya, ketika kita mati maka seluruh permasalahan hidup akan lepas.

Dia ingin bebas meskipun tak lagi bisa bernapas.

Menginjakkan kaki di tanah, rasanya seperti menginjakan kaki pada serpihan kaca yang sengaja dibakar berjam-jam pada tungku api.

Rumi sudah terlihat lelah dengan keadaan.

Pikirannya sudah terasuki oleh gangguan buruk agar bisa secepatnya menghabisi dirinya sendiri.

Dia juga terus berusaha merebut sekuat tenaga gunting tajam yang dipegang bi Nia.

Anak itu sama sekali tak mau mendengarkan ucapan pembantunya ini. Dia hanya ingin gunting itu untuk kemudian ditusukkan ke dalam perutnya.

Bagu dirinya, mencapai kedamaian abadi adalah solusi dari semua permasalahannya.

"Bi, sini bi!" 

Bi Nia tak mau kalah. Dia berlari membuka jendela kamar kemudian melemparkan gunting itu sejauh mungkin.

Rumi akan mengambilnya dengan melompat dari jendela, tapi dengan cekatan bi Nia menarik baju anak itu kemudian membawanya ke kamar mandi.

Ketika pintunya sudah dikunci, tanpa berpikir apa-apa lagi wanita itu mengguyur Rumi dengan banyak air agar kepalanya tak panas dan bisa berpikir tenang.

Awalnya Rumi memberontak.

Tapi ketika kepalanya sudah diguyurkan beberapa gayung air, Rumi perlahan duduk sambil menangis.

Tak sampai situ.

Bi Nia yang sudah sangat tahu posisi Rumi sesakit apa, dia tak banyak bicara selain memeluk anak itu lama.

Dia ingin emosi Rumi cepat mereda.

Karena percuma ketika kita memberi semangat terhadap orang yang marah, maka apa yang kita lakukan itu sia-sia.

Orang yang tengah diselimuti amarah harus diberi kepedulian fisik.

Jangan dulu kita mengomel atau mengatakan hal-hal yang semakin membuat orang itu kacau.

Bi Nia memberikan pelukan hangat untuk Rumi ketika hatinya sedang tak bersahabat.

Layaknya pelukan dari seorang ibu terhadap anak, Rumi pun mengakui bahwa pelukan dari pembantunya ini..., sedikit mampu membuat hatinya tenang.

"Bi, Rumi ingin mati." setelah agak lama, Rumi berujar lirih dan terbata-bata. Tentu ucapan sang anak tuannya begitu menyakiti hati Bi Nia.

Dia menggelengkan kepalanya pelan sambil terus mengusap kepala dan punggung Rumi secara bergantian. "Engga boleh, dek. Dosa." jawabnya dengan lembut.

"Tapi Rumi udah capek. Rumi udah nggak tahan lagi hidup di sini. Rumi pengen mati."

"Kamu belum ditakdirkan untuk mati."

"Lalu kenapa Tuhan tidak mematikan saja makhluk sepertiku ini? Apa Tuhan tidak melihat penderitaanku?"

...

Related chapters

  • Catatan Rumi   Penenangan Bi Nia 2

    Sepertinya, hanya orang-orang langka yang selalu menyalahkan dirinya sendiri atas semua kesalahan yang menimpanya.Berbeda dari seorang Rumi yang mungkin hidupnya tengah berada diambang hidup atau pun mati.Dia tidak menyalahkan dirinya sendiri saat ini. Mungkin kalau bisa kita teori kan, justru dia yang selalu disalahkan untuk semua permasalahan padahal dirinya tidak melakukan apa-apa ataupun berbuat sesuatu, tapi hanya hal sepele saja.Pernyataan tadi tidak berlaku bagi Rumi.Justru yang benar, adalah manusia langka karena benar-benar diperlakukan tidak buruk di dunia ini.Bukan oleh orang jahat ataupun orang lain.Justru yang paling menyakitkan, kesakitan itu berasal dari keluarganya sendiri.Bahkan tak jarang, seorang Rumi selalu mengeluh dan berdoa kepada Tuhan agar bisa mematikan dirinya di suatu tempat.Dia ingin mencapai kedamaian, yang mana dalam kedamaian itu tidak ada satu orang pun yang bisa mengganggunya lagi. Dia

    Last Updated : 2021-06-04
  • Catatan Rumi   Diperbudak Tuan

    Warna Fajar semakin terlihat terang.Aku memutuskan untuk bangun dari tempat tidur, dengan kondisi tubuh yang benar-benar pegal seperti remuk.Apalagi jika aku memegang area wajah, rasa sakitnya terasa sekali.Seperti biasa aku selalu membuka jendela kamar agar bisa menghirup udara sejuk di sini.Aku terdiam sesaat sambil memperhatikan warna indahnya matahari yang akan terbit.Angin sejuk menyelinap masuk ke dalam tulangku yang hampir tak berdaging.Sebelum memutuskan untuk mandi dan bersiap-siap ke sekolah, aku selalu terdiam beberapa menit di sini.Menetralkan seluruh pikiran buruk dan melupakan kejadian tadi malam yang begitu menyakitkan.Pernah sekali saja aku bisa tenang diam di rumah.Atas segala kejadian yang terjadi, aku kemudian memutuskan untuk diam dan tak banyak bicara daripada membuat Ibu lebih murka.Walau memang sejatinya hatiku meronta dan ingin memberontak, tapi percuma saja.Dia tidak akan

    Last Updated : 2021-06-05
  • Catatan Rumi   Membeli Nasi Goreng

    Setelah berputar-putar mengelilingi jalanan depan rumah, akhirnya Rumi menemukan satu penjual nasi goreng di seberang posisinya saat ini.Dia kurang tahu penjual itu karena belum pernah membelinya.Karena tukang nasi goreng yang biasa dia beli tutup, akhirnya Rumi memutuskan untuk membeli nasi gorengnya di sana saja.Lagi pula dia berpikir, semua nasi goreng itu sama. Jadi dia yakin ibunya pasti tidak curiga karena dia membeli nasi gorengnya di tempat yang berbeda.Sedikit tenang.Rumi menghampiri penjual itu kemudian memberikan uang lima belas ribu.Porsi lima belas ribu, adalah porsi yang cukup spesial untuk sekedar nasi goreng di sini."Dibungkus atau dimakan di sini dek?" tanya sang penjual."Dibungkus aja pak."Penjual itu melirik sedikit ke arah orang yang membeli dagangannya saat ini. Dia sedikit keheranan dan kaget tatkala melihat pergelangan tangan Rumi yang benar-benar kecil dan kurus sekali.Muncul rasa

    Last Updated : 2021-06-06
  • Catatan Rumi   Pergi ke Pasar

    Sebuah pagi yang begitu menyeramkan dari pagi-pagi di hari sebelumnya.Awan yang mendung dan langit yang menghitam, seperti cukup memberi isyarat kepada orang-orang bahwa salah satu rumah dari banyaknya rumah yang indah di sana tengah terjadi kehebohan yang luar biasa.Tak akan ada orang yang mampu memahami selain tetangganya sendiri.Lagipula mana ada orang yang mau menikmati luka yang justru dia terima dari keluarganya?Sudah terlalu muak bagi seorang Rumi mendengar kata sakit, semangat, patah, hancur dan kata-kata menyebalkan lainnya.Dia tidak membutuhkan kata itu.Bahkan untuk sekadar menginterpretasikan rasa sakitnya, dia tidak tahu harus dengan apa karena rasa sakitnya itu benar-benar terasa sakit.Andai dia bisa pergi ke suatu bukit yang tinggi kemudian berteriak sehingga orang-orang dunia mendengarnya.Dia akan bertanya,"Akankah ada orang-orang yang lebih malang daripada aku? Akankah ada orang yang hidupnya di

    Last Updated : 2021-06-07
  • Catatan Rumi   Kebahagiaan yang Sederhana

    Hiruk pikuk keadaan pasar begitu menggegarkan suasana.Orang-orang tampak sibuk membeli kebutuhan hidupnya masing-masing.Ada yang membeli ikan, beras, telur, daging, sayuran bahkan buah-buahan.Hampir semua dari mereka berkumpul di tempat-tempat yang ingin mereka beli dagangannya.Ketika sampai, Rumi hanya bisa ternganga melihat keindahan yang baginya terasa langka.Meskipun tanah yang ia pijak begitu becek dan kotor, bahkan kalau kita mau berjalan ke belakang untuk membuang sampah, selalu ada banyak belatung yang berserakan di atas tanah itu.Menjijikkan sekali memang.Namun justru yang membuat perhatian anak itu teralih, bukan karena kotor dan kumuhnya tempat itu.Justru karena dia sedikit senang bisa melihat orang-orang bisa mengekspresikan dirinya di sini.Pasar sebagai tempat bebas bagi mereka untuk mengobrol, saling tawar-menawar antara penjual dengan pembeli, bahkan kita juga bisa menemukan orang yang diajak meng

    Last Updated : 2021-06-08
  • Catatan Rumi   Mengobrol Bersama Anak-anak

    Aku tercengang bukan main tatkala mendengar penjelasan dari Bi Nia tentang anak-anak yang begitu hebat dan kuat ini.Bahkan kalau boleh aku jelaskan kepada kalian, anak-anak di sini adalah anak yang riang dan tak pernah mengeluh sedikitpun.Meskipun harus ku akui tinggal di sekitaran sampah itu tak sehat dan tentunya tidak akan bisa membuat anak berkembang baik, tapi mereka benar-benar memanfaatkan apa yang ada selagi itu bisa membuat dirinya bahagia, maka tak masalah.Aku sampai tak bisa berkata apa-apa lagi selain takjub dan bangga dengan anak-anak ini.Bahkan meskipun mereka makan dari makanan yang tidak selayaknya dimakan, tetapi mereka tetap ceria."Kakak sini!" tiba-tiba ada satu anak yang menarik tanganku.Dia perempuan. Wajahnya cantik dan putih. Tapi sayang, bajunya kotor dan kumal.Mungkin karena faktor keadaan di rumahnya juga yang seperti itu."Apa?" tanyaku berusaha mengakrabkan diri."Kakak coba lihat kapal

    Last Updated : 2021-06-09
  • Catatan Rumi   Dengan Alya

    Aku benar-benar dibuat terkejut tatkala mendengar penjelasan dari anak ini.Ha? Mana mungkin sekarung besar itu kita hanya mendapatkan upah yang kecil sekali?Aku sampai dibuat heran dan tak percaya dengan kenyataan ini."Alya, kamu nggak bohong kan? Masa kamu dapat upah sekecil itu?"Dia tersenyum. "Emang kakak kira, kita bakal dapat berapa?""Ya barang kali aja bisa nyampe dua puluh ribu atau tiga puluh ribu."Alya seketika tertawa. "Aduh, kak. Kalau misal aku bisa dapat sampai segitu, mungkin kita nggak akan tinggal di sini."Suasana masih terlihat cerah sekali. Aku melihat anak-anak tampak riang bermain di halaman depan rumah.Mereka sama sekali tak terganggu dengan aroma busuk yang menyengat di sini. Apalagi kalau tiba-tiba ada angin yang lewat, bau itu malah semakin membuatku ingin memuntahkan isi perut.Aku melihat Alya sebagai anak yang begitu tangguh. Umurnya memang masih kecil. Tapi dia sudah terlihat dew

    Last Updated : 2021-06-10
  • Catatan Rumi   Kembali Pulang

    Pria itu terdiam sesaat tatkala mendengar sebuah pertanyaan yang mampu membuat hatinya tertegun. Pertanyaan itu hanya terucap dari seorang anak yang mungkin bagi orang lain, pertanyaan yang keluar dari anak kecil hanyalah hal biasa dan tidak usah terlalu dipikirkan.Tapi, semuanya akan lain lagi bagi seorang Alya. Dia anak yang begitu aktif dan kritis terhadap suatu hal.Bahkan dia tak segan untuk menanyakan langsung jika ada sesuatu yang masih mengganjal pada hatinya.Alya adalah anak yang sangat pintar di sekolah. Maka tak heran jika dia seringkali menjadi juru bicara ketika lomba cerdas cermat. Karena dirinya mampu merangkai kata ataupun menjelaskan suatu hal dari materi tersebut.Sesaat suasana hening.Sebenarnya diamnya Rumi bukan hanya sekedar diam. Saat ini dia tengah merangkai kata yang bagus agar Alya bisa memahami maksudnya seperti apa."Kak?" Alya memegang tangannya hingga membuat pria itu tersentak kaget.

    Last Updated : 2021-06-12

Latest chapter

  • Catatan Rumi   Flashback

    "Di, itu anak siapa?" tanya Reksa ketika melihat Hamdi membawa seorang anak pria bersamanya ke kafe.Anak itu terlihat murung dan tak banyak bicara. Wajahnya selalu menunduk kebawah tentang berani melihat orang-orang.Dia terlihat manis. Karena jarang keluar rumah, membuat kulit anak itu begitu putih dan tinggi semampai.Ada lesung pipi di pipi kirinya. Terlihat manis ketika tersenyum. Ditambah lagi ada beberapa tahi lalat di bawah bibir dan pelipis kanannya, membuat anak itu terlihat tampan dan mencuri perhatian banyak orang yang ada di cafe itu.Sedari tadi dia tak berbicara satu katapun. Apa yang Ayahnya katakan, cara dia menjawab hanya mengangguk atau berbisik kepadanya.Anak itu juga tak tertarik melemparkan pandangan ke segala arah. Matanya hanya tertuju pada sebuah piring yang ada di depannya sambil memakan makanan di atasnya."Ah ini?" Hamdi memperjelas sementara Reksa mengangguk. "Ini anakku satu-satunya. Namanya Rumi.""Oh R

  • Catatan Rumi   Terhalang Sadar

    Dokter itu menangis ketika melihat kondisi Rumi semakin membaik.Tak tahu kenapa saat dia mendapati anak itu berbaring, kenangannya bersama Hamdi seketika mencuat ke permukaan.Iya.Dokter spesialis bernama Reksa Adi yang telah membantu Rumi, ialah teman dekat sekaligus teman seperjuangannya Hamdi Alana.Mereka sudah bersama-sama sejak kecil. Dan tentunya mereka pun sudah saling tahu sikap masing-masing bagaimana.Reksa selalu mengobati keluarganya. Bahkan dia sendiri yang yang melihat secara langsung tatkala temannya, Hamdi menghembuskan napas terakhirnya di sini.Kejadian beberapa tahun lalu itu masih membekas di dalam hatinya. Apalagi ketika mereka berdua saling mengobrol di cafe waktu itu, Hamdi sering bercerita tentang sikap istrinya yang begitu ketus terhadap Rumi.Dulu ketika dirinya bertemu dengan dia, Rumi terlihat sebagai anak yang memiliki tubuh bagus, terawat dan ceria.Jauh berbeda saat dirinya bertemu lagi d

  • Catatan Rumi   Kritis

    "Ha? Apa?" Letty seketika membulatkan mata ketika mendengar penjelasan dari Bi Nia bahwa Rumi kecelakaan.Semua orang terdiam ketika melihat reaksi ibunya Rumi yang tak bisa ditebak ini.Entah terkejut karena kasihan atau bagaimana, tapi Bi Nia merasa bahwa Letty akan bersikap baik-baik saja terhadap anak itu.Bahkan sebenarnya Letty sendiri tak peduli kalau Rumi akan seperti apa. Kehadirannya di rumah itu pun hanya menjadi beban dan tidak ada yang lebih baik lagi dari sebuah beban.Jahat memang apalagi yang menganggap dirinya adalah ibunya sendiri.Letty seakan menganggap kalau apa yang dilakukan Rumi, maka bukanlah menjadi bagian dari tanggung jawabnya.Mungkin dari sekian banyak ibu yang ada di dunia ini, hanya Letty ibu yang memiliki hati tega dan tak peduli melihat anaknya menderita."Nyonya, pokoknya kita harus ke sana. Kasihan dek Rumi." pinta bi Nia sambil menangis.Wanita itu merebut plastik yang dipegang oleh Bi Nia.

  • Catatan Rumi   Kabar Terburuk

    Suara sirine ambulans menggemakan jalan raya. Lajunya yang cepat membuat kendaraan memiliki kesadaran diri untuk menepi dan membiarkan mobil itu berjalan lebih dulu dari mereka.Memang.Suara sirine itu menandakan bahwa ada keadaan darurat di dalamnya.Banyak orang yang berhamburan keluar dari rumah karena mereka mendengar suara sirene itu keras sekali.Bahkan di tempat kejadian, masih ada banyak orang yang mengerumuni sambil berusaha membersihkan darah-darah yang berceceran di sana.Untungnya ada beberapa orang yang peduli dan membersihkan darah itu, tak hanya menimpakan pasir saja ke atasnya.Mereka menyiramnya dengan air kemudian menyikatnya dengan sabun agar nanti darahnya tidak berbekas.Suara sirene itu masih terdengar sampai bermeter-meter.Orang-orang yang rumahnya berada di gang dalam pun, masih bisa mendengar samar suara itu dari telinga mereka.Ada banyak orang yang bingung sebenarnya apa yang terjadi. T

  • Catatan Rumi   Sebuah Kecelakaan

    Pria itu masih bolak balik berputar mengelilingi jalan raya karena dia kebingungan mencari penjual sosis dan bakso keinginan ibunya itu.Masih banyak tempat-tempat yang ditutup karena biasanya, para penjual sudah mulai menjajakan dagangannya dari sore hari sampai larut malam.Kalau pagi, dia hanya menemukan beberapa penjual seperti tukang bubur, tukang nasi kuning, nasi uduk dan gorengan hangat.Sudah dua kali dia memutar balikkan motornya, tapi tidak ada satupun penjual yang dia dapat.Tapi Rumi tak berhenti sampai sana. Dia akan terus mencari keberadaan penjual itu meskipun dalam hatinya masih ada firasat tidak mungkin ada yang jual.Lagi pula percuma kalau dia pulang ke rumah. Karena Letty tak akan pernah mau mendengar alasan anaknya bagaimana.Dia ingin semua keinginannya terpenuhi apa pun caranya atau seperti apa.Sudah sekitar sepuluh menit dirinya berlalu-lalang di jalanan yang sama. Jalanan ini adalah jalanan yang dipenuhi ban

  • Catatan Rumi   Kembali Pulang

    Pria itu terdiam sesaat tatkala mendengar sebuah pertanyaan yang mampu membuat hatinya tertegun. Pertanyaan itu hanya terucap dari seorang anak yang mungkin bagi orang lain, pertanyaan yang keluar dari anak kecil hanyalah hal biasa dan tidak usah terlalu dipikirkan.Tapi, semuanya akan lain lagi bagi seorang Alya. Dia anak yang begitu aktif dan kritis terhadap suatu hal.Bahkan dia tak segan untuk menanyakan langsung jika ada sesuatu yang masih mengganjal pada hatinya.Alya adalah anak yang sangat pintar di sekolah. Maka tak heran jika dia seringkali menjadi juru bicara ketika lomba cerdas cermat. Karena dirinya mampu merangkai kata ataupun menjelaskan suatu hal dari materi tersebut.Sesaat suasana hening.Sebenarnya diamnya Rumi bukan hanya sekedar diam. Saat ini dia tengah merangkai kata yang bagus agar Alya bisa memahami maksudnya seperti apa."Kak?" Alya memegang tangannya hingga membuat pria itu tersentak kaget.

  • Catatan Rumi   Dengan Alya

    Aku benar-benar dibuat terkejut tatkala mendengar penjelasan dari anak ini.Ha? Mana mungkin sekarung besar itu kita hanya mendapatkan upah yang kecil sekali?Aku sampai dibuat heran dan tak percaya dengan kenyataan ini."Alya, kamu nggak bohong kan? Masa kamu dapat upah sekecil itu?"Dia tersenyum. "Emang kakak kira, kita bakal dapat berapa?""Ya barang kali aja bisa nyampe dua puluh ribu atau tiga puluh ribu."Alya seketika tertawa. "Aduh, kak. Kalau misal aku bisa dapat sampai segitu, mungkin kita nggak akan tinggal di sini."Suasana masih terlihat cerah sekali. Aku melihat anak-anak tampak riang bermain di halaman depan rumah.Mereka sama sekali tak terganggu dengan aroma busuk yang menyengat di sini. Apalagi kalau tiba-tiba ada angin yang lewat, bau itu malah semakin membuatku ingin memuntahkan isi perut.Aku melihat Alya sebagai anak yang begitu tangguh. Umurnya memang masih kecil. Tapi dia sudah terlihat dew

  • Catatan Rumi   Mengobrol Bersama Anak-anak

    Aku tercengang bukan main tatkala mendengar penjelasan dari Bi Nia tentang anak-anak yang begitu hebat dan kuat ini.Bahkan kalau boleh aku jelaskan kepada kalian, anak-anak di sini adalah anak yang riang dan tak pernah mengeluh sedikitpun.Meskipun harus ku akui tinggal di sekitaran sampah itu tak sehat dan tentunya tidak akan bisa membuat anak berkembang baik, tapi mereka benar-benar memanfaatkan apa yang ada selagi itu bisa membuat dirinya bahagia, maka tak masalah.Aku sampai tak bisa berkata apa-apa lagi selain takjub dan bangga dengan anak-anak ini.Bahkan meskipun mereka makan dari makanan yang tidak selayaknya dimakan, tetapi mereka tetap ceria."Kakak sini!" tiba-tiba ada satu anak yang menarik tanganku.Dia perempuan. Wajahnya cantik dan putih. Tapi sayang, bajunya kotor dan kumal.Mungkin karena faktor keadaan di rumahnya juga yang seperti itu."Apa?" tanyaku berusaha mengakrabkan diri."Kakak coba lihat kapal

  • Catatan Rumi   Kebahagiaan yang Sederhana

    Hiruk pikuk keadaan pasar begitu menggegarkan suasana.Orang-orang tampak sibuk membeli kebutuhan hidupnya masing-masing.Ada yang membeli ikan, beras, telur, daging, sayuran bahkan buah-buahan.Hampir semua dari mereka berkumpul di tempat-tempat yang ingin mereka beli dagangannya.Ketika sampai, Rumi hanya bisa ternganga melihat keindahan yang baginya terasa langka.Meskipun tanah yang ia pijak begitu becek dan kotor, bahkan kalau kita mau berjalan ke belakang untuk membuang sampah, selalu ada banyak belatung yang berserakan di atas tanah itu.Menjijikkan sekali memang.Namun justru yang membuat perhatian anak itu teralih, bukan karena kotor dan kumuhnya tempat itu.Justru karena dia sedikit senang bisa melihat orang-orang bisa mengekspresikan dirinya di sini.Pasar sebagai tempat bebas bagi mereka untuk mengobrol, saling tawar-menawar antara penjual dengan pembeli, bahkan kita juga bisa menemukan orang yang diajak meng

DMCA.com Protection Status