Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 10.***Kini hari yang ditunggu-tunggu telah tibaPernikahan akan segera dilangsungkan besok.Hari ini kami sekeluarga akan segera dijemput oleh sopir suruhan Tuan Reza.Keluarga besar Tuan Reza meminta agar pesta pernikahan di rayakan di rumah mereka saja. Karna jika di kampung mungkin banyak kerabat dari Tuan Reza yang tidak akan hadir. Dan juga keada'an rumah kami yang tidak memungkinkan untuk membuat acara mewah.Sopir yang diperintahkan untuk menjemput aku dan orang tuaku pun telah tiba..!!"Silahkan masuk Non Bunga, Bapak dan Ibuk juga. Ayo silahkan...."Pak sopir itu membukakan kami pintu mobil dengan begitu ramahnya. Beliau juga membantu untuk menuntun Ayah masuk ke dalam mobil.Tak lupa juga Pak sopir itu melipat kursi roda Ayah, dan memasukkannya dalam bagasi mobil.Dalam perjalanan menuju kota, Ibu dan Ayah tak henti-hentinya bercanda,tertawa. Mereka tampak begitu bahagia."Gak nyangka ya, Yah. Sekarang Anak bungsu kita ak
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 11.***Hari yang menegangkan telah tiba.Kini aku sudah mengenakan gaun pengantin.Semua keluargaku sudah berkumpul di sini. Keluarga Tuan Reza, bahkan kerabat-kerabat mereka pun telah ramai memenuhi ruangan yang telah di dekorasi dengan cantik ini.Aku pun digiring oleh Ibu untuk duduk di sebelah Tuan Reza. Hari ini Tuan Reza terlihat sangat tampan dengan paduan kemeja putih yang di lapisi dengan jas berwarna hitam."Bisa kita mulai sekarang?" ucap Wali Hakim."Silahkan, Pak!" jawab Papa Dani."Baiklah, silahkan Ayah dari pengantin perempuan menjadi Wali nikahnya."Lalu Ayah pun di tuntun untuk duduk berhadapan dengan Tuan Reza. Kini Tuan Reza dan Ayah sudah berjabat tangan...!"Ananda Reza Saputra bin Dani Saputra. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Anak saya yang bernama, Bunga Alisia Putri, dengan maskawin seperangkat alat shollat di bayar tunai ....""Saya terima nikah dan kawinnya, Bunga Alisia Putri binti Lukman Wij
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 12.***Malam ini aku tak bisa tidur dengan tenang. Ternyata Tuan Reza punya kebiasa'an berteriak dalam tidurnya, hal itu membuat aku sulit untuk terlelap.Aku memandang ke arah Tuan Reza lagi, ku lihat dia begitu pulas dalam tidurnya, semoga Tuan rReza tidak berteriak lag kali ini.Aku pun kembali melanjutkan tidurku.Hingga sinar Sang surya masuk lewat celah jendela kamar. Aku pun tersadar dari tidurku, ternyata hari sudah terang. Sepertinya aku bangun kesiangan hari ini. Di kamar sudah tak terlihat batang hidung Tuan Reza. Aku bergegas keluar, hingga Mama melihatku dan langsung menghampiriku ...."Bunga, kenapa terlihat panik begitu?" tanya Mama sambil tersenyum padaku."A-anu, Ma. Bunga bangun kesiangan. Maafin Bunga ya, Ma. Padahal ini kan hari pertama Buunga jadi menantu di sini." Aku mengatakannya sambil menunduk, karna merasa sangat malu."Gapapa, sayang. Hal ini biasa terjadi,sa'at masih suasana pengantin baru," Mama mengang
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 13***Ketika aku barlari keluar kamar, Mama dan Papa melihatku. Nafasku masih tersengal-sengal karena berlari ketakutan."Lho, Bunga. Kenapa berlari dan panik gitu?" tanya Mama cemas, sambil mendekatiku."E-enggak apa-apa Ma. Tadi ada kecoa di kamar," sahutku beralasan agar Mama tidak cemas. Kalau Mama tau di kamar ada hantunya, pasti nanti Mama juga ketakutan. Jadi lebih baik aku tidak mengatakannya pada Mama dan Papa."Kamu takut kecoa?" kini Papa yang bertanya sambil tertawa."I-iya, Pa." Aku menjawab, sambil mengatur kembali nafasku."Ya sudah, biar nanti Mama suruh Si Bibik buat bersih-bersih kamar," ucap Mama lembut."Gak usah deh Ma, biar Bunga aja. Tadi Bunga hanya kaget." Aku gak mau dong kalau Bibik sampai ketakutan juga nanti setelah mengetahui kamar Tuan Reza ada hantunya."Ya sudah, kalau begitu ayo kita lihat ke kamar masih ada gak kecoanya," ajak Mama sambil membuka pintu kamar, dan aku tidak mungkin mencegahnya.Aduh
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 14.***Pagi ini aku aku bangun lebih awal, dan membantu Bibik menyiapkan sarapan.Kami pun segera berkumpul di meja makan. Terlihat Tuan Reza sudah rapi."Reza berangkat Ma, pa ...!" Tuan Reza melewati meja makan."Lho ... sarapan dulu. Ini istrimu yang siapin," ucap Mama."Reza buru-buru Ma, nanti aja sarapan di kantor," sahut Tuan Reza sembil bergegas berjalan ke pintu luar."Kebiasa'an deh itu anak, kalau ia masuk kerja pasti lupa segalanya," ucap Mama."Biarinlah, Ma. Hari ini tu katanya ada beberapa orang yang mau di interview. Reza sedang mencari asisten pribadi yang baru" jelas Papa."Oh, begitu. Mama kan gak tau Pa. Reza memang jarang banget ceritain soal kantornya sama Mama," ucap Mama. Sementara aku hanya tersenyum menanggapinya.Ketika aku, Mama, dan Papa sedang menikmati sarapan. Tiba-tiba bell berbunyi, dan Bibik berlari membuka pintu. Ternyata Mbak Luna yang datang. Tumben bertamu pagi-pagi sekali."Eh, luna ... mari ik
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 15.***Pagi ini aku menunggu kedatangan Ayah dan Ibu dari kampung. Sementara Tuan Reza sudah terlihat tampan dan rapi. Seperti biasa Tuan Reza sedang bersiap untuk ke kantor.Namun, pagi ini Tuan Reza terlihat santai dan tidak buru-buru lagi ke kantor."Za, kalau lagi sarapan jangan sambil main handphone. Nanti telat pula ke kantor," ucap Papa yang melihat Tuan Reza sedang asyik mengotak ngatik ponselnya."Iya, Pa. Ini tuh Si Mona mau ke sini. Mungkin mau memutuskan pengunduran dirinya kemarin," sahut Tuan Reza.Terdengar suara bell berbunyi. Bibik segera membukakan pintu.Seorang wanita cantik bernama Mona itu yang datang..!!"Baru saja di omongin, udah muncul. Panjang banget umurnya. Mari gabung sarapan bareng," ucap Mama dengan tersenyum."Eh, iya Tante ...." Mona menjawab, sambil duduk di sebelah Tuan Reza."Gimana, Mon? Kamu tetap mau ngundurin diri?" tanya Tuan Reza dengan tatapan serius."Saya sudah fikirkan keputusan saya Pak
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 16.***Malam ini Tuan Reza terlihat sibuk, dengan laptopnya. Aku berinisiatif untuk membuatkan teh. Dengan langkah yang ragu-ragu, aku mencoba mendekati Tuan Reza yang duduk di pinggir ranjang tidurnya."Tuan, ini saya buatkan teh ...." ucapku sambil menyodorkan gelas teh yang ku bawa."Taruh saja di situ." Tuan Reza menunjuk ke arah meja di sampingnya, tanpa menoleh."Baiklah. Tu-tuan ...." ucapku ragu-ragu."Apa ...? Butuh uang lagi?" tanya-nya yang kini menatap ke wajahku."Hhhhh ... Bukan apa-apa," jawabku dengan membuang nafas kasar, dan menoba segeara berlalu.!! Tiba-tiba Tuan Reza menangkap tanganku.Aku tidak jadi melangkah, tubuhku kaku seketika. Ada debar-debar aneh di hatiku."Ee-mmm ... Saya ingin tanya sesuatu padamu." ucapnya sambil melepas cepat tanganku."Iya, Tuan. Apa?" tanyaku."Tadi sore, kamu dari mana?" Tuan reza kembali bertanya padaku."Dari kontrakan Mbak Luna," jawabku jujur."Oh, pergi sama siapa kamu? tany
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 17.***Hari sudah semakin sore. Tapi belum juga ku temui keberada'an Bunga ...."Gimana ini Mas? Kemana kita harus mencari Bunga?" tanyaku pada Mas Hendra."Sabar, Za. Coba kamu hubungi, Papa kamu. Siapa tau beliau sudah menemukan Bunga," ucap Mas Hendra."Iya, benar juga." Aku pun segera menelfon Papa. "Hallo, pa. Gimana? Istriku sudah di temukan?" tanyaku cemas."Justru, Papa yang mau bertanya sama kamu," jawab Papa lemah."Itu berarti Bunga belum di temukan?" Aku benar-benar putus asa saat ini.Beberapa kali aku mengutuk diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku bisa seceroboh ini. Harusnya aku tidak meninggalkan Bunga sendirian di tempat yang rawan penjahat seperti itu. Sepanjang jalan aku telusuri, hasilnya tetap sama. Hingga hari pun sudah semakin gelap. Aku mengantarkan Mas Hendra kembali ke kontrakkannya."Kamu yang sabar ya, za. Banyak-banyak berdoa. Mas masuk dulu," ucap Mas Hendra sambil berlalu masuk ke dalam gang.Aku hany
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i