Part: 11
***Saat sampai di kontrakkan. Aku kembali terbayang kejadian diacara Mas Aryo itu.Sungguh pernikahan yang paling spektakuler! Aku bergidik ngeri membayangkan keluarga itu.Bisa-bisanya aku tidak menyadari perselingkuhan Mas Aryo dengan Widya selama ini.Namun, aku bersyukur, karena aku baru mengetahui setelah sah bercerai dengannya. Jika tidak! Mungkin lukaku akan terasa lebih perih.Dari pada aku terus memikirkan hal yang tidak berguna itu, lebih baik aku memasak saja di dapur. Aku membuat sup kembali. Niatku ingin mengantar sup buatanku ini pada Jeniffer nanti.Dengan semangat 45 aku siap dengan cepat!Aku segera menyisihkan sebagian untuk, ku berikan pada keluarga Jeniffer. Semoga saja Tante Ratna dan Om Wilson juga menyukainya.Sedangkan Dokter Wiliam, ia telah pergi ke rumah sakit setelah usai kembali dari pesta tadi. Katanya dinas malamPart: 12***Saat aku hendak melangkahkeluar pintu, aku berpapasan dengan Tante Ratna.Ia menunduk ketika melihatku."Tante ....""Pergi! Jangan buat dirimu terlibat dalam masalah!" ucapnya yang memotong perkataanku.Aku semakin merasa ada yang tidak beres. Tante Ratna buru-buru berlalu setelah mengatakan itu. Aku pun segera keluar."Suci!" teriak Dokter Wiliam ketika aku sudah berada di depan gerbang.Aku memutar balik tubuhku, dan menoleh ke arah Dokter Wiliam. Namun, terlihat dari jendela lantai atas, Om Wilson memperhatikanku.Aku sungguh merasa ngeri melihat tatapan dinginnya itu."Suci, mau kamana?" tanya Dokter Wiliam yang kini sudah berada di depanku."Pulang, Dok. Saya ada pekerjaan rumah yang belum selesai tadi," ucapku berusaha tenang."Oh, baiklah!" sahutnya tersenyum.Aku bergegas melangkah. Ketika sampai di kont
Part: 13***Hari berlalu ....Aku dan Rena bersemangatmengelola toko pakaianku ini.Semua sudah tersusun rapi. Pengunjung juga mulai berdatangan.Rena sangat handal dalam urusan tawar menawarkan. Aku sangat terbantu dengan adanya Rena di sini."Oya, Ren! Kamu belum sarapan kan?" tanyaku.Ia mengangguk dengan cepat. Aku mengerti maksudnya."Baiklah, aku beli lontong sayur yang ada di ujung itu ya," ucapku sembari berlalu.Tidak terlalu jauh dari toko pakaianku, ada sebuah warung kecil yang menjual berbagai makanan. Aku melangkah dengan santai.Ketika aku melewati salah satu ruko yang berisi pakaian lengkap wanita, aku melihat ada Desy di dalamnya.Aku bersembunyi di balik sudut pintu. Ternyata Desy sedang bersama mantan mertuaku.Sepertinya butik besar ini milik Desy.Ah, kenapa bisa kebetulan begini.
Part: 14***Aku dan Rena salingmelempar pandangan, kira-kira siapa yang mengetuk pintu itu?Aku melangkah dengan pelan untuk membukakannya. Tidak ada suara, hanya sebuah ketukan saja.Entah kenapa aku menjadi gemetar, akhirnya aku memutuskan untuk mengintip dari balik tirai terlebih dahulu."Jeniffer," gumamku.Aku bergegas membukakannya pintu. Jeniffer terlihat begitu pucat.Tanpa berkata-kata, ia langsung masuk ke dalam. Aku mengunci kembali pintu kontrakkanku."Mari duduk dulu," ajakku.Jeniffer mengangguk, kami pun turut duduk di sofa dekat dengan Rena."Ada apa?" tanyaku dengan lembut.Jeniffer bergeming, wajahnya seperti orang yang sedang ketakutan.Aku dan Rena bertukar pandangan kembali. Jeniffer menunduk, tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.Aku melihat kondisinya itu merasa sangat cemas. Dengan sigap aku mendek
Part: 15***Aku masihterdiam, sementara Rena terus saja menanyai ke mana perginya diriku tadi."Katakan, Ci. Jangan buat penasaran," ujarnya."Aku mencari Dokter Wiliam, tapi ia pergi ke rumah sakit lagi," paparku."Untuk apa Kak?" tanya Jeniffer pula."Sudahlah, ayo kita istirahat ke kamar."Aku mengajak mereka berdua untuk tidur, karena memang sudah larut.Kontrakkan yang hanya memiliki satu kamar saja, mengharuskan kami tidur seranjang bertiga.Rena sudah terdengar mendengkur pelan, sedangkan Jeniffer masih terjaga."Kenapa belum tidur?" tanyaku menoleh pada Jeniffer."Belum bisa.""Kenapa? Masih kefikiran soal Om Wilson?"Aku terus bertanya, Jeniffer hanya mengangguk sembari menutup mata."Om Wilson tidak berniat seperti itu, dia hanya tidak bisa mengontrol emosinya. Besok kita akan cari solusi," paparku denga
Part: 16***Setelah usah berbincang-bincang dengan Dokter Wiliam, kini aku kembali masuk ke kamar.Kegiatan rutinku tidak pernah terlewatkan walaupun aku sudah memiliki rutinitas baru.Dari kisah Mas Aryo, sekarang ditambah kisah keluarga Dokter Wiliam, aku sungguh tertantang untuk bisa membantu mereka keluar dari masalah yang seharusnya tidak perlu lagi dibesar-besarkan itu.Namun, aku juga mengingat nasehat Rena untuk tetap berhati-hati, karena ini bisa membahayakan diriku sendiri.Malam semakin larut, aku dan Dokter Wiliam sudah bertukar nomer watsapp. Ada debar-debar aneh, ketika ia menghubungiku di jam selarut ini.[ Sudah tidur? ] tanya Dokter Wiliam lewat pesan watsapp.[ Belum, ada apa? ] Balasku.[ Boleh saya video call saja? ] Degh!Jantungku semakin berdebar dengan kencang, Dokter Wiliam mengajak video call.Kenapa jadi gugup seperti ini?Aku belum membalas pesannya lagi, namun Dokter Wiliam sudah melayangkan panggilan videonya.Aku mencari jilbab terlebih dahulu, setelah
Part: 17***Hari ini kami sarapan bertiga, ada degup jantung yang tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata.Aku yakin Rena juga merasakan hal yang sama, karena sedari tadi ia menatap Dokter Wiliam dengan mata yang berbinar-binar."Nanti sore jadi kan kita makan di luar?" tanya Dokter Wiliam memecahkan keheningan."Em ... i-iya Dok," jawabku gugup.Rena menatap serius ke arahku, membuat aku semakin salah tingkah.Setelah selesai sarapan, Dokter Wiliam berpamitan pulang, "saya permisi dulu ya, nanti sore saya akan menjemput kalian.""Berarti saya juga ikut?" tanya Rena dengan semangat."Tentu saja, bertiga akan lebih seru."Aku tersenyum mendengar jawaban Dokter Wiliam itu, dan aku juga menjadi lega karena Rena turut ikut bersama.Usai kepergian Dokter Wiliam, aku dan Rena berbincang-bincang tentang hal konyol yang menyenangkan."Ci, bagaimana jika kita bersaing dengan sehat untuk mendapatkan hati Doktam?" Rena memulai kekonyolannya."Doktam itu apa? Gak usah saingan segala, mending kam
Part: 18***"Kenapa kalian tampak kaget begitu?" tanya Dokter Wiliam heran.Aku cepat-cepat menstabilkan degub jantungku, dan Rena, ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.Sedari tadi makanan yang dipesannya hanya diaduk-aduk tak karuan."Dokter mau melamar siapa?" Aku bertanya dengan hati-hati."Rahasia dong, kalian cukup katakan hal apa yang paling disukai kaum wanita!" Rena masih tak bersuara, wajahnya tampak lesu seketika."Wanita itu suka kepastian, kalau memang Dokter mau melamar seseorang, cepatlah lakukan, karena menunggu terlalu lama itu membesonkan bagi wanita, dan satu lagi, wanita suka laki-laki yang jujur dan berani dalam menyatakan perasaan." Aku berlagak bijak kali ini.Rena masih membisu, bahkan ia tidak tertarik untuk membahas topik ini.Dokter Wiliam mengangguk mendengar perkataanku, ia juga memandang ke arah Rena yang tampak tak bersemangat."Gadis bawel, kenapa mendadak jadi pendiam?" Goda Dokter Wiliam.Rena hanya menatap sekilas, lalu membuang kembali pandang
Part: 19***Aku dan Rena bersemangat sekali hari ini, toko pakaianku pun sudah sangat ramai sekarang.Setelah jam makan siang, Dokter Wiliam menjemput Rena. "Hey, bos Suci! Apa saya boleh meminjam temanmu sebentar?" tanya Dokter Wiliam meminta izin."Tentu saja, tolong kembalikan lagi dengan utuh seperti ini!" Aku melempar candaan.Walau pun hati sebenarnya sedikit perih."Tenang saja, ayo Ren!"Rena hanya tersenyum, berbeda dengan biasanya, siang ini Rena bersikap sangat anggun.Dokter Wiliam dan Rena pergi, kini aku sendirian di toko.Selang beberapa saat, Mas Aryo menghampiriku."Kok sendiri aja, Dek? Temenmu mana?" tanya Mas Aryo."Rena lagi keluar," sahutku cuek."Kalau diperhatikan, sekarang kamu tambah manis Dek."Mas Aryo mencoba merayuku lagi, entah apa tujuannya. Jika dulu, aku pasti selalu klepek-klepek dengan gombalannya itu, tapi sekarang malah ingin muntah."Katakan saja ada perlu apa Mas ke sini?" "Jangan jutek begitu dong, Dek! Mas cuma mau hubungan kita baik-baik s
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i