Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 31.***POV Mona: Aku telah memasukkan sebuah obat ke dalam minuman, Pak Reza hingga ia tidak sadarkan diri.Kemudian aku membawanya masuk ke sebuah kamar hotel yang memang sudah aku siapkan sedari awal. "Terima kasih! Ambil bayaranmu ini ...." ucapku pada seorang karyawan hotel yang membantu aksiku.Ia hanya mengangguk dan segera berlalu.Aku dan Pak Reza sudah berada satu ranjang. Aku memandangi wajahnya dengan jarak yang lebih dekat. Sungguh telah lama aku mendambakan dirinya. Aku segera berbaring di sebelahnya. Pelukan serta ciuman mesraku mendarat ketubuhnya yang terbaring kaku. Aku sangat bahagia membayangkan setiap harinya akan hidup berdua seperti ini. Namun, seketika aku sadar. Pak Reza tidak pernah memikirkan tentang aku, apa lagi mencintaiku. Itu semua tidak akan pernah aku dapatkan dari Pak Reza."Maafkan, aku Pak Reza! Hanya dengan cara ini, aku bisa mendapatkanmu. Sejatinya aku lebih pantas mendampingimu ketimbang Bung
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 32.***Aku tersadar, ku lihat Ibu sudah berada di sampingku. Dengan rawut wajah cemasnya, beliau mengusap lembut kepalaku."Katakan yang sejujurnya pada Ibu!" ucap Ibu serius padaku.Aku menangis, kali ini tak bisa lagi aku sembunyikan kesedihanku."Maafkan, Bunga ...." Aku tidak sanggup mengatakannya pada Ibu.Ibu memelukku seolah sudah mengetahui semuanya."Ibu sudah membaca pesan yang dikirim Reza padamu," papar Ibu.Tangisku semakin pecah, aku terlalu rapuh untuk memikul beban ini sendirian. "Mas Reza juga sudah mengkhianati Bunga, Bu! Bunga sudah tidak bisa memaafkannya kali ini," ucapku dengan Isak tangis."Apa suamimu sudah mengetahui kehamilan ini, Nak?" tanya Ibu dengan lemah."Sudah, Bu. Dia tidak ingin menerima anak ini, biarlah Bunga merawatnya sendiri kelak," sahutku yang mencoba menguatkan diri."Malang sekali nasibmu Nak. Bagaimana tanggapan dari mertuamu?" Ibu kembali bertanya."Bunga yakin, Mama dan Papa tidak menge
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 33.***POV Reza: Aku bodoh sekali, kenapa aku tidak mengetahui akan hal ini. Aku bergegas meninggalkan acara pernikahan. Jika Bunga benar hamil, maka aku akan membawanya kembali. Hampir empat bulan aku berpisah dengannya. Pasti perutnya sudah mulai membuncit.Aku larut dalam perasaan bersalahku. Mona sudah keterlaluan. Apa pun alasannya ia tidak berhak menyembunyikan kabar besar seperti ini.Dengan kecepatan tinggi, kini mobilku sampai di depan rumah. Aku berlari masuk ke dalam. Mama dan Papa kaget melihat ke datanganku."Lho, bukannya kamu hari ini akan melangsungkan pernikahan," ucap Mama datar.Aku tidak menjawab ucapan Mama. Aku hanya menangis memeluknya."Katakan, ada apa lagi?" tanya Mama yang masih bersikap dingin padaku."Maafkan, Reza, Ma! Reza baru mengetahui kehamilan Bunga," paparku dengan mata yang basah.Mama melepaskan pelukanku seketika. Papa pun terlihat menatapku serius. Kini Mama dan Papa bertukar pandangan."Siap
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 34.***Setelah cukup lama aku mengurung diri di kamar. Kini aku mencoba untuk melihat keluar. Sepertinya Tuan Reza dan orang tuanya telah pergi. "Bunga!" panggil Ibu ketika melihatku melangkah keluar."Iya, Bu! Apa mereka sudah pulang?" tanyaku celingak-celinguk memastikan."Sudah, Nak. Sebaiknya kamu berdamai dengan hatimu sendiri, sayang!" papar Ibu sambil menyentuh pundakku."Saat ini, Bunga belum bisa. Rasanya masih terlalu sakit jika harus mengulit masa itu kembali," jelasku pada Ibu."Baiklah, sayang! Ibu tidak akan memaksa apapun padamu," sahut Ibu dengan sangat pengertian.Aku cukup beruntung karna memiliki Ibu yang mengerti akan perasaanku, seorang Ibu yang tak pernah memaksa keinginannya dituruti. Mbak Luna juga sudah berubah, menjadi sangat perduli padaku.Usia kehamilanku sudah memasuki bulan kelima. Tubuh mungilku, kini terlihat sedikit gendut. Aku sering bercermin, dan tertawa malihat diri sendiri yang menurutku menjad
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 35.***Kini kami sudah berada di kediaman Mbak Luna. Aku masih lemah tak berdaya menerima kenyataan Mbak Luna telah tiada.Mas Hendra sudah tak membuka suaranya, hanya air mata yang mewakili perasaannya. Sementara Ibu tersandar di pundak Mama Tuan Reza. Dea histeris melihat tubuh Mbak Luna kaku berselimutkan kain panjang. Gadis kecil itu sudah kehilangan surganya di dunia.Hatiku pilu, rasanya ini semua seperti mimpi. Tuan Reza mencoba menenangkanku namun, aku tidak ingin diganggu olehnya. Benciku sudah menyelimuti jiwa. Tidak ada maaf untuk seorang pengkhianat.Tuan Reza bukan hanya mengkhianati aku, tetapi juga dengan tega mengkhianati calon bayiku. Aku tidak akan pernah memaafkannya.Semenjak kehilangan Ayah, aku terlatih menjadi wanita kuat. Terlebih lagi saat Tuan Reza menceraikanku begitu saja, kemudian ingin menikahi Mona.Lalu sekarang, kenapa harus meminta simpatiku kembali, mencoba membuat aku mengertikan situasinya. Sedan
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran) Part: 36.***Pak Hermansyah, membawa Mona masuk kembali ke sel tahanan, karena khawatir aku akan terus mengamuk jika melihatnya."Sudah, Nak! Ingat bayi yang ada di perutmu," ucap Ibu menenangkanku.Aku menangis histeris, sungguh aku tidak menyangka, jika yang melakukan ini semua adalah Mona. Mas Hendra pun menatap ke arah Tuan Reza dengan tatapan penuh arti."Semua ini terjadi, karena ulahmu!" hardik Mas Hendra menunjuk Tuan Reza."Dengarkan saya dulu, Mas! Saya tidak sengaja, saya yakin itu hanya jebakan Mona saja," papar Tuan Reza mengelak."Apapun alasannya, tetap saja itu kesalahanmu. Saya cukup mengenal Tuan selama ini, jadi berhentilah berpura-pura lagi," ujarku dengan amarah yang sedari tadi ku tahan."Tuan?" tanya Ibu heran. Semuanya terlihat heran, saat aku menyebut Tuan Reza, dengan sebutan itu."Iya, Bu! Maafkan, Bunga jika selama ini Bunga telah membohongi Ibu. Tuan Reza ini hanya menikahi Bunga dengan terpaksa, ia sama sek
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 37.***POV Mona: Hari ini Paman berjanji akan mengunjungi aku lagi. Selain itu aku sudah merencanakan sesuatu agar bisa bebas dari tempat ini.Cukup lama aku menunggu, akhirnya Paman datang juga.Petugas itu kembali membawaku menemui Paman."Bagaimana, Paman?" tanyaku di tengah-tengah percakapan biasa.Paman hanya berbicara basa-basi saja agar petugas itu tidak curiga. "Kamu yang kuat menjalani ini semua," ucap Paman memegang kedua tanganku.Namun, Paman cukup pintar. Ia menyelipkan silet yang masih terbungkus kertas dalam tanganku. Dengan cepat aku menggenggamnya."Waktu berkunjung sudah habis! Ayo segera kembali ke tempatmu!" ujar petugas itu.Aku pun kembali di masukkan ke dalam sel tahanan. Setelah petugas itu pergi, aku menyayat pergelangan tanganku dengan silet yang diberikan Paman tadi."Argh ...." teriakku yang mulai melemah.Karena aku menghuni sel tahanan khusus sendirian saja, jadi aku bisa leluansa ber-akting. Walaupun r
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part:.38.***Waktu terus berlalu, hingga perutku ini semakin membesar. Namun, Mona belum juga ditemukan. Ia seperti lenyap ditelan bumi.Tuan Reza sudah sering datang ke sini untuk meminta maaf dariku. Tetapi aku tidak pernah meresponnya.Sebenarnya aku tidak tega melihat Tuan Reza yang rela bolak-balik ke kampung ini, hanya untuk meminta maaf. Namun, jika aku terbayang lagi akan sikapnya dulu, mendadak rasa iba dan simpatiku sirna.Seperti hari ini, ia kembali mendatangi aku ke sini. Akan tetapi kali ini ia datang bersama kedua orang tuanya.Ibu sudah mempersilahkan mereka masuk. Dengan berat hati, aku ikut duduk di sebelah Ibu."Bagaimana kabarmu, Bunga?" tanya mantan mertuaku itu."Alhamdulillah, Bunga baik, Ma!" jawabku tersenyum.Sementara Tuan Reza memandangi perutku dengan serius. Aku sungguh merasa risih, biar bagaimana pun aku bukan lagi istrinya."Berapa usia kandunganmu sekarang, Nak?" tanya Mama lagi."Memasuki delapan bulan,"
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i