Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 35.***Kini kami sudah berada di kediaman Mbak Luna. Aku masih lemah tak berdaya menerima kenyataan Mbak Luna telah tiada.Mas Hendra sudah tak membuka suaranya, hanya air mata yang mewakili perasaannya. Sementara Ibu tersandar di pundak Mama Tuan Reza. Dea histeris melihat tubuh Mbak Luna kaku berselimutkan kain panjang. Gadis kecil itu sudah kehilangan surganya di dunia.Hatiku pilu, rasanya ini semua seperti mimpi. Tuan Reza mencoba menenangkanku namun, aku tidak ingin diganggu olehnya. Benciku sudah menyelimuti jiwa. Tidak ada maaf untuk seorang pengkhianat.Tuan Reza bukan hanya mengkhianati aku, tetapi juga dengan tega mengkhianati calon bayiku. Aku tidak akan pernah memaafkannya.Semenjak kehilangan Ayah, aku terlatih menjadi wanita kuat. Terlebih lagi saat Tuan Reza menceraikanku begitu saja, kemudian ingin menikahi Mona.Lalu sekarang, kenapa harus meminta simpatiku kembali, mencoba membuat aku mengertikan situasinya. Sedan
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran) Part: 36.***Pak Hermansyah, membawa Mona masuk kembali ke sel tahanan, karena khawatir aku akan terus mengamuk jika melihatnya."Sudah, Nak! Ingat bayi yang ada di perutmu," ucap Ibu menenangkanku.Aku menangis histeris, sungguh aku tidak menyangka, jika yang melakukan ini semua adalah Mona. Mas Hendra pun menatap ke arah Tuan Reza dengan tatapan penuh arti."Semua ini terjadi, karena ulahmu!" hardik Mas Hendra menunjuk Tuan Reza."Dengarkan saya dulu, Mas! Saya tidak sengaja, saya yakin itu hanya jebakan Mona saja," papar Tuan Reza mengelak."Apapun alasannya, tetap saja itu kesalahanmu. Saya cukup mengenal Tuan selama ini, jadi berhentilah berpura-pura lagi," ujarku dengan amarah yang sedari tadi ku tahan."Tuan?" tanya Ibu heran. Semuanya terlihat heran, saat aku menyebut Tuan Reza, dengan sebutan itu."Iya, Bu! Maafkan, Bunga jika selama ini Bunga telah membohongi Ibu. Tuan Reza ini hanya menikahi Bunga dengan terpaksa, ia sama sek
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 37.***POV Mona: Hari ini Paman berjanji akan mengunjungi aku lagi. Selain itu aku sudah merencanakan sesuatu agar bisa bebas dari tempat ini.Cukup lama aku menunggu, akhirnya Paman datang juga.Petugas itu kembali membawaku menemui Paman."Bagaimana, Paman?" tanyaku di tengah-tengah percakapan biasa.Paman hanya berbicara basa-basi saja agar petugas itu tidak curiga. "Kamu yang kuat menjalani ini semua," ucap Paman memegang kedua tanganku.Namun, Paman cukup pintar. Ia menyelipkan silet yang masih terbungkus kertas dalam tanganku. Dengan cepat aku menggenggamnya."Waktu berkunjung sudah habis! Ayo segera kembali ke tempatmu!" ujar petugas itu.Aku pun kembali di masukkan ke dalam sel tahanan. Setelah petugas itu pergi, aku menyayat pergelangan tanganku dengan silet yang diberikan Paman tadi."Argh ...." teriakku yang mulai melemah.Karena aku menghuni sel tahanan khusus sendirian saja, jadi aku bisa leluansa ber-akting. Walaupun r
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part:.38.***Waktu terus berlalu, hingga perutku ini semakin membesar. Namun, Mona belum juga ditemukan. Ia seperti lenyap ditelan bumi.Tuan Reza sudah sering datang ke sini untuk meminta maaf dariku. Tetapi aku tidak pernah meresponnya.Sebenarnya aku tidak tega melihat Tuan Reza yang rela bolak-balik ke kampung ini, hanya untuk meminta maaf. Namun, jika aku terbayang lagi akan sikapnya dulu, mendadak rasa iba dan simpatiku sirna.Seperti hari ini, ia kembali mendatangi aku ke sini. Akan tetapi kali ini ia datang bersama kedua orang tuanya.Ibu sudah mempersilahkan mereka masuk. Dengan berat hati, aku ikut duduk di sebelah Ibu."Bagaimana kabarmu, Bunga?" tanya mantan mertuaku itu."Alhamdulillah, Bunga baik, Ma!" jawabku tersenyum.Sementara Tuan Reza memandangi perutku dengan serius. Aku sungguh merasa risih, biar bagaimana pun aku bukan lagi istrinya."Berapa usia kandunganmu sekarang, Nak?" tanya Mama lagi."Memasuki delapan bulan,"
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 39.***POV Bunga: Tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepat. Kini jari-jari kakiku sudah membengkak.Ibu berkata, kelahiran bayiku akan segera tiba. Kami yang tinggal di desa, sengaja tidak pernah mengecek jenis kelamin anak dalam kandunganku ini.Biarlah nanti menjadi kejutan untukku. Perempuan atau laki-laki bukanlah masalah. Yang terpenting calon bayiku nanti sehat dan sempurna.Aku menyandar di kursi kayu yang telah dilapisi bantal oleh Ibu. Rasanya aku sudah sulit bergerak karena kehamilanku ini sangat besar. Bahkan Ibu barkata, dirinya tidak sebesar ini waktu mengandungku dan Mbak Luna dulu.Aku terus saja mengusap lembut perut buncitku ini. Hingga aku merasakan sakit yang tak terduga. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi rasanya sakit sekali."Bu! Tolong, Bunga!" teriakku kesakitan.Terlihat Ibu bergegas menghampiriku."Sepertinya sudah waktunya melahirkan ini, Nak," ujar Ibu sembari membantu aku ke kamar.Dengan susa
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 40.***POV Bunga: Aku melihat kecemasan di wajah Tuan Reza saat menunggu jawaban dariku.Ibu dan kedua mantan mertuaku pun ikut tegang menantikan jawaban apa yang akan ku berikan.Ketika aku hendak kembali membuka suara, tiba-tiba Mas Hendra sudah datang."Papa!" teriak Dea saat melihat kehadiran Mas Hendra.Mas Hendra pun tersenyum dan langsung menggendong putri cantiknya. Kini Mas Hendra mendekati ke arah bayiku."Tampan sekali, keponakan Paman," ucapnya sambil menyentuh lembut pipi Zacky.Sementara yang lain masih menunggu jawabanku. Kini Ibu menyentuh pelan tanganku, seolah-olah beliau memberikan kode agar aku segera memberikan kepastian."Baiklah, sebenarnya saya sudah memikirkan ini dari jauh hari. Saya mengambil keputusan demi masa depan anak yang tidak berdosa ini. Maka dari itu, saya memberikan Tuan Reza kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki rumah tangga yang sudah pernah rusak ini," paparku dengan jelas.Semua yang mende
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 41.***Tak terasa kini kami telah sampai di kota. Aku kembali melangkahkan kaki memasuki rumah yang sempat aku tempati itu.Mama dan Papa menyambut kedatangan kami. Semua persiapan telah lengkap. Aku hanya perlu beristirahat sebentar, dan sedikit berdandan.Zacky diambil alih oleh Mama. Kini aku masuk ke kamar yang penuh kenangan itu. Kamar ini masih tetap terlihat sama. Tidak ada yang berubah. Aku beristirahat, merebahkan diri di atas kasur empuk ini. Seketika perias datang. Mereka meminta izin untuk memoles sedikit make up di wajahku.Pernikahan akan segera dilangsungkan. Kali ini cukup mengucap janji sakral saja, tidak ada pesta mewah lagi. Sesuai permintaanku.Setelah selesai berhias, kini aku keluar dan melihat semua telah siap. Acara pernikahan yang sangat sederhana ini, cukup dihadiri para kerabat dekat dan keluarga saja.Aku kembali duduk di sebelah, Tuan Reza. Bedanya kini Ayah sudah tiada untuk menjadi wali nikahku.Semua
Judul: Sepuluh juta perbulan (Gadis bayaran)Part: 42.***POV Reza: Aku telah sampai di rumah. Dengan cepat, aku masuk ke dalam dan mencari keberadaan Zacky.Terlihat junior tampanku sedang digedong Mama. Aku tersenyum menyaksikan kebahagian mereka.Sementara, Bunga duduk menggunakan daster. Bagiku penampilan, Bunga semakin terlihat dewasa. Hanya dengan memakai daster saja, Bunga sudah sangat cantik. Aku semakin terpesona.Namun, seketika ingatanku kembali pada kejadian di kantor tadi. Aku menjadi khawatir!"Pa, Reza mau bicara berdua saja," ucapku pada Papa yang tengah duduk memandangi Zacky dalam gendongan Mama.Tanpa banyak bertanya, Papa mengangguk sembari berdiri menuju taman.Kini aku dan Papa duduk di taman samping rumah."Ada apa, Za? Kenapa kamu terlihat cemas?" tanya-nya."Ada teror lagi di kantor Reza, Pa!" ujarku serius."Bagaimana bisa?" Papa sangat terkejut mendengar penuturanku. "Reza juga gak ngerti, Pa. Tadi waktu Reza masuk ke dalam ruangan kerja, tiba-tiba ada beg
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i